Home / Romansa / CHAT NAKAL ISTRIKU / Chapter 81 - Chapter 90

All Chapters of CHAT NAKAL ISTRIKU: Chapter 81 - Chapter 90

95 Chapters

Rencana pernikahan

Langit sore telah berangsur kelam ketika Namira dan Aidan berhenti di depan rumah besar bercat putih itu. Rumah Fadil memang tampak megah, seolah memancarkan aura prestise dan kekuatan. Namun, di balik pintu kayu mahoni yang tertutup rapat, Namira tahu bahwa ada masalah yang jauh lebih besar dan rumit daripada sekadar kemegahan rumah ini.“Apakah kamu yakin ingin melakukannya sekarang?” Aidan memecah keheningan di antara mereka, suaranya penuh keraguan. Meski hatinya dipenuhi ketakutan, Namira mengangguk mantap.“Ya, Azka harus bertanggung jawab. Kita orang tuanya, untuk itu harus menanggung tanggung jawabnya,” jawab Namira dengan penuh tekad. Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan detak jantungnya yang berdegup kencang. Hari ini mereka akan melamar Safira, putri Fadil dan Hana, untuk menjadi istri Azka. Namun, kenyataan bahwa pernikahan ini harus segera dilangsungkan karena Safira tengah mengandung anak Azka membuat situasi ini jauh lebih rumit.Namira dan Aidan melangkah bers
last updateLast Updated : 2024-11-04
Read more

Pernikahan

Dua Minggu kemudian.... setelah membujuk Azka dan memberikannya sedikit ancaman, akhirnya pria itu mau menikah dengan Safira.Di ruang tamu yang hangat namun terasa sesak, Azka duduk dengan wajah yang gelap. Hari itu seharusnya menjadi momen sakral, penuh sukacita, namun bagi Azka, ini adalah neraka kecil yang terpaksa dijalaninya. Di depan penghulu, ia duduk dengan dada berdegup kesal. Hatinya memberontak, tetapi ia tidak berdaya, terikat dalam rantai kewajiban keluarga. Di sampingnya ada Safira dengan kebaya sederhana dan juga riasan sederhana di wajahnya.“Huh! Menyebalkan!”Azka menarik napas berat. Jika bukan karena paksaan Aidan, ayahnya, dan Namira, sang ibu, ia pasti tak akan pernah mau duduk di sini. Bahkan, untuk sekadar membicarakan pernikahan ini. Baginya, pernikahan adalah hal suci yang tak bisa disandingkan dengan rasa keterpaksaan. Dia melakukannya terpaksa, jika bukan karena Namira yang merayu, tak mungkin Azka mau. Azka menatap wajah penghulu yang menyiapkan segala s
last updateLast Updated : 2024-11-05
Read more

Alat untuk balas dendam

Azka berpamitan pada ayah dan ibunya untuk tinggal di apartemen. Namira dan Aidan awalnya menolak. Namun akhirnya mereka terbujuk saat Azka memaksanya.Hanya butuh waktu selama 20 menit akhirnya mereka sampai di apartemen milik Azka.Safira melangkah pelan memasuki ruangan apartemen Azka yang dingin dan luas, tempat yang akan menjadi tempat tinggal mereka, meskipun hatinya masih tak bisa percaya. Perasaan aneh mengganjal di dadanya setiap kali ia memikirkan pria di sampingnya, pria yang kini sah menjadi suaminya, Azka. Namun, bukan kasih sayang yang terpancar dari tatapan Azka. Bukan kelembutan yang menyambutnya di malam pertamanya sebagai seorang istri. Justru, yang ia rasakan adalah ketidakpedulian, dingin, dan tatapan yang tajam penuh dendam.“Heh!”Azka melirik Safira sekilas, wajahnya keras dan senyuman sinis tipis menyungging di bibirnya. Tanpa basa-basi, ia memerintahkan, “Kamu tidur di bawah.”Safira terdiam. Matanya berkaca-kaca, namun ia tak berani melawan. Sejak detik perta
last updateLast Updated : 2024-11-06
Read more

Sebuah ide

Pukul 20:00Safira sedang sibuk dengan laptop di pangkuan, mengerjakan tugas kuliah yang semakin menumpuk. Pandangan matanya fokus ke arah laptop. Namun, tak berselang lama ....Drrtt! Drrtt! Drrtttt!Suara dering ponsel mengusiknya. Nama yang tertera di layar membuat hatinya berdebar, ada sejumput perasaan lega namun bercampur dengan kecemasan. Ibunya, Hana.Safira menarik napas panjang sebelum menjawab panggilan itu. "Halo, Bun," sapanya lembut, menyembunyikan kerikil-kerikil getir dalam suaranya. Di ujung sana, suara Hana terdengar hangat namun sedikit cemas. "Safira, apa kabar, Nak? Bagaimana kehidupanmu di sana? Azka memperlakukanmu dengan baik, kan?" Safira terpaku sejenak, merasa gumpalan emosi yang sudah lama ia kubur perlahan mencuat ke permukaan. Ia tahu betul mengapa ibunya bertanya demikian, dan ia tahu apa yang seharusnya ia jawab. Hana selalu cemas sejak Safira menikah dan tinggal jauh dari rumah, terlebih sejak Hana mendengar dari tetangga dan kerabat bahwa Azka ker
last updateLast Updated : 2024-11-08
Read more

Cemburu

Safira terduduk diam di pinggir ranjang, jari-jarinya yang dingin gemetar di atas cangkir teh yang sudah tak lagi hangat. Azka berdiri di depannya, tubuhnya tegap namun matanya kosong, dingin seperti malam tanpa bintang. Dari awal, pernikahan mereka bukanlah tentang cinta, bukan tentang mimpi-mimpi indah yang sering diceritakan dalam dongeng. Pernikahan mereka lahir dari sebuah kesalahan—satu malam yang tak diinginkan, sebuah janin yang tumbuh di rahimnya.“Kesepakatan apa?” Suara Safira bergetar ketika dia akhirnya mengumpulkan keberanian untuk bertanya, walaupun hatinya sudah mengerti jawabannya.Azka menarik napas panjang, mengembuskannya dengan kasar, seolah menghapus keraguan terakhir dalam hatinya. “Kita akan bercerai setelah anak ini lahir.”Sejenak, dunia di sekeliling Safira terasa runtuh. Dadanya sesak, udara terasa berat dan dingin, namun dia hanya menunduk, mencoba menyembunyikan kesedihan yang memuncak di hatinya. Safira tahu, sejak awal ia hanya berharap lebih dari yang
last updateLast Updated : 2024-11-08
Read more

Perasaan aneh

Seminggu kemudian ....Azka menatap keluar jendela, matanya tertuju pada jalanan yang mulai gelap diterpa senja. Di tangannya, segelas minuman tergenggam erat, sisa embun yang mengalir di permukaan kaca menyentuh jemarinya. Hembusan angin sore membawa aroma dingin, seolah menambah beban pada hatinya yang mendadak terasa sesak.Di kejauhan, lampu depan sebuah mobil menyala, berhenti perlahan di depan apartemen. Azka tahu siapa yang ada di balik kendaraan itu. Anton, teman sekampusnya sekaligus orang yang sekarang begitu sering menemani Safira. Melihat Anton keluar dari mobil dan beranjak membukakan pintu untuk Safira, dada Azka terasa panas. Dia mengeratkan genggamannya pada gelas di tangannya, menahan perasaan yang tak begitu dimengertinya sendiri.Seketika, matanya terpaku pada Safira yang turun dengan anggun dari mobil, mengenakan gaun sederhana yang justru membuatnya terlihat begitu berbeda. Azka merasakan semburat perih yang datang tanpa sebab jelas. Dua minggu—hanya dua minggu Sa
last updateLast Updated : 2024-11-10
Read more

Mencoba berbagi rasa

Azka duduk diam di ujung sofa, menatap kosong ke arah jendela besar yang memamerkan pemandangan malam kota yang berkilauan. Apartemen itu begitu sunyi, hanya suara detik jarum jam yang terdengar perlahan, seolah menghitung detik-detik keheningan di antara mereka. Safira duduk di seberang ruangan, sibuk dengan bukunya, atau setidaknya berusaha tampak sibuk. Sesekali ia membalik halaman, namun Azka tahu bahwa pikiran wanita itu melayang ke tempat yang jauh. Azka tidak mengerti mengapa ia merasa begitu kikuk di dekat Safira. Ia merasa tersesat dalam keheningan, dalam jarak yang seolah mustahil dijembatani. Safira selalu terlihat begitu tenang, tenang hingga membuatnya merasa seperti dirinya adalah satu-satunya yang terpenjara dalam rasa kebingungan.Dia pikir, mungkin, ini hanya masalah waktu. Mereka baru mengenal satu sama lain, dan Safira memiliki hak untuk butuh waktu. Namun, ada sesuatu dalam sikap Safira yang terasa lebih dari sekadar keengganan membuka diri. Ada kebekuan yang begi
last updateLast Updated : 2024-11-11
Read more

Suara lelaki

Saat perjalanan pulang menuju apartemen, Azka masih merasakan hangatnya percakapan dengan sang ayah, Aidan. Di sepanjang perjalanan, ia tersenyum sendiri, merasakan perasaan yang berbeda—seperti ada semangat baru yang membara di dalam dadanya. Kepercayaan yang diberikan oleh Papanya tadi begitu berarti baginya. Ia berjanji pada diri sendiri untuk memikul tanggung jawab itu dengan baik, menunjukkan pada keluarganya bahwa ia bisa diandalkan.Langkahnya cepat saat ia memasuki gedung apartemen, mengabaikan orang-orang yang ia lewati di koridor. Namun, saat hampir tiba di depan pintu, langkahnya terhenti ketika mendengar suara Safira. Samar-samar, ia menangkap suaranya yang lembut dan terdengar sedikit manja, berbicara dengan seseorang di telepon.“Ah, kamu bisa saja.”“Aku tak secantik itu. Hahaha, ah Anton. sudahlah jangan menggombal terus.”Azka mendekatkan telinganya pada pintu, tanpa sadar menahan napas. Meskipun ia tak bisa mendengar setiap kata dengan jelas, nada suara Safira sudah
last updateLast Updated : 2024-11-12
Read more

Kehangatan

Tanpa sadar, Azka mendekat, dia langsung memeluk Safira tanpa aba-aba, membuat wanita itu terkejut.Mereka berdua terdiam dalam pelukan yang hangat namun penuh beban. Azka memejamkan mata, menghirup aroma lembut rambut Safira yang entah kenapa terasa begitu menenangkan. Rasanya sudah lama ia tak merasakan kehangatan seperti ini, sesuatu yang ia butuhkan namun tak pernah ia akui.Safira, yang awalnya terkejut, perlahan-lahan meresapi pelukan Azka. Ada kehangatan yang mengalir, seolah pelukan itu membawa ketulusan yang selama ini hilang dari hubungan mereka. Ia tak tahu mengapa, tapi untuk pertama kalinya, ia merasa ada harapan di antara mereka, meskipun samar dan tak pasti.“Beri aku kesempatan,” bisik Azka di telinga Safira, suaranya parau namun penuh harap. Safira tak menjawab dengan kata-kata, ia hanya mengangguk perlahan. Meskipun hatinya masih terluka, ia sadar bahwa dalam dekapan Azka, ada sesuatu yang tulus, yang ia tak ingin sia-siakan begitu saja.Safira menarik napas dalam, m
last updateLast Updated : 2024-11-12
Read more

Kampus bersama

Pagi hari ....Sinar matahari perlahan menembus tirai kamar, menciptakan pancaran lembut yang menyelimuti tubuh Safira yang masih terbungkus selimut. Azka, yang sudah lebih dulu bangun, duduk di tepi ranjang dan menatap wajah Safira yang terlelap. Ada kedamaian yang menyelimuti hati Azka saat melihat wanita yang kini menjadi istrinya terlelap di sisinya, begitu tenang, seolah semua ketegangan di antara mereka seakan larut dalam kehangatan malam tadi.Perlahan, Azka mencondongkan tubuhnya dan mengecup pucuk kepala Safira dengan lembut, membiarkan bibirnya menyentuh rambut Safira beberapa kali, seperti sebuah ungkapan kasih yang masih terasa asing baginya. Sentuhannya membuat tidur Safira terusik, dan akhirnya matanya membuka perlahan. Ketika kesadarannya mulai terkumpul, Safira terlonjak, panik, merasa bahwa dirinya mungkin sudah kesiangan. “Jam berapa sekarang?” tanyanya cepat dengan mata yang masih setengah terbuka.Azka tersenyum kecil melihat kepanikan di wajah Safira. “Jam tujuh p
last updateLast Updated : 2024-11-13
Read more
PREV
1
...
5678910
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status