Home / Romansa / CHAT NAKAL ISTRIKU / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of CHAT NAKAL ISTRIKU: Chapter 71 - Chapter 80

95 Chapters

Belum datang bulan

“Safira ....” lirihnya.Mendengar suara ibunya membuat Safira menoleh. Dia segera mengelap mulutnya, lalu berjalan mendekat ke arah Hana yang masih terdiam di ambang pintu toilet.“Sayang, kamu sakitnya parah banget. Kita ke rumah sakit, ya?“ usul Hana, dia sangat khawatir. Apalagi melihat wajah Safira yang semakin pucat.“Nggak usah, Bun. Safira cuma butuh istirahat. Nanti sore juga mendingan.” tolaknya.Entah apa yang terjadi. Safira benar-benar enggan pergi ke rumah sakit. Ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.“Ya sudah, istirahat. Nanti Bunda bawakan wedang jahe.”Safira mengangguk. “Iya, Bunda.”Setelah kepergian Hana, Safira berjalan menuju ranjang. Kemudian merebahkan diri. Sejak pagi, kepalanya terasa berputar-putar.***Malam hari.“Kamu udah mendingan. Kalo masih pusing, istirahat saja di rumah. Bunda bakal nyuruh Fatin datang buat nemenin kamu, tapi sayangnya Bunda nggak bisa nemenin kamu di rumah. Gak enak sama Bibi Namira.”“Hemm, iya, Bun. Aku udah mendingan kok, udah
last updateLast Updated : 2024-10-28
Read more

Positif

Di perjalanan pulang, Arsya diam. Pandangannya lurus ke depan. Tak pernah sekali pun menoleh ke arah Annisa. Sejak kejadian malam itu, dia menjadi dingin. Tak ada senyuman hangat seperti biasa yang di tunjukkan.Annisa menggigit bibir, ingin memulai percakapan. Namun, melihat Arsya yang seperti itu membuatnya takut.“Em, ibu bilang, kita—”“Tak perlu memikirkan apa yang ibu bilang. Anggap saja itu hanya kicauan burung yang tak perlu kau dengar.” Arsya langsung memotong ucapan Annisa dengan nada yang begitu datar. Tanpa menoleh ke arahnya.“Em, iya ....” Annisa menunduk. Merasa malu. Dia memang ingin mengemukakan pendapat tentang hubungan mereka, dan juga keinginan Namira tentang cucu.Sepanjang perjalanan, tak ada percakapan lagi. Arsya memilih untuk fokus berkemudi, dan Annisa memilih melihat ke luar jendela. Melihat-lihat suasana jalanan di malam hari.Mereka sampai di rumah, setelah menempuh perjalanan selama 1 jam. Arsya turun dari mobil, di susul Annisa di belakangnya.Huh!“Ding
last updateLast Updated : 2024-10-29
Read more

Rasa yang mulai tumbuh

[Keesokan hari]Pukul 4 sore, Safira berpamitan untuk mengerjakan tugas di rumah Dara. “Bun, aku ke rumah Dara dulu ya, ada tugas.”Hana memperhatikan putrinya yang sudah siap dengan tas selempang yang bertengger di bahunya.“Hati-hati ya, Sayang. Mau di antar supir atau gimana?”“Nggak usah, Bun, nggak lama kok. Cuma sebentar. Fira naik taksi aja.”“Tapi, Sayang ...,““Nggak apa-apa, Fira berangkat dulu ya,”“Hemm, baiklah.”Safira mencium tangan Hana terlebih dahulu. Lalu keluar dari sana. Sebenarnya bukan Dara-lah yang dia tuju, melainkan Azka. Dia bertekad untuk menemui pria itu lagi. Bagaimana juga di dalam dirinya, telah tumbuh benih dari pria tersebut.***“Masih sakit?” tanya Arsya pada Annisa yang sejak tadi diam saja di atas ranjang.“Sakit kalau di bawa jalan,” jawab Annisa.“Obat pereda nyeri udah kamu minum?”Annisa mengangguk. “Sudah.” bibir Annisa mengerucut. Rasanya memang sakit di bagian intimnya. Sakit bercampur perih.“Ya sudah, kalau masih sakit kamu tak perlu ber
last updateLast Updated : 2024-10-30
Read more

Gugurkan bayi itu!

Safira tiba di depan sebuah gedung tua yang berdiri sunyi di ujung jalan. Gedung itu terlihat asing dan tak terawat, dengan dinding yang kusam dan tanaman liar yang tumbuh di sekitar pagar. Meski hatinya berdebar, Safira menguatkan diri untuk melangkah lebih dekat. Ia menatap kertas kecil yang digenggamnya, memastikan alamat itu sekali lagi."Em, benar ini alamatnya." Safira bergumam sambil melihat ke arah bangunan di depannya. Kata orang, di sinilah sekelompok pemuda berkumpul, dan di antara mereka ada seseorang yang ingin ia temui—Azka.Namun, bangunan itu begitu sepi. Tak ada tanda-tanda kehidupan di sana, tak ada suara atau cahaya yang menyiratkan adanya seseorang di dalam. Ragu-ragu, Safira melangkah mendekat, berharap setidaknya ada seseorang yang bisa ia tanyai. Namun hanya suara langkah kakinya yang menggema di antara dinding yang seolah menyimpan cerita-cerita kelam."Apa Azka ada di dalam?" gumamnya pelan, merasa canggung sendiri. Ia menghela napas panjang, mencoba menenangk
last updateLast Updated : 2024-10-30
Read more

Hinaan

“Gugurkan bayi itu ....” tukas Azka dengan nada datar dan penuh penekanan. Seketika mata Safira membulat. “Tidak, Aku tidak mau menggugurkannya. Sampai kapanpun tidak mau!” dia menggeleng kuat. Azka mencengkram kuat dagu Safira, membuatnya mendongak menatap manik matanya yang tajam. “kalau begitu, aku juga sama, mau bertanggung jawab sampai kapanpun! Aku tak sudi menjadi menantu Fadil si benalu!” “A--apa mak-sudmu?” Safira tak mengerti apa yang di ucapkan oleh Azka. “Kamu tahu, Ayahmu itu meminta bantuan pada papaku. Untuk mendonasikan saham miliknya pada perusahaan Ayahmu. Aku tak menyukainya, saham perusahaan yang Papa berikan pada si Fadil itu adalah sebagian milikku!” ucapnya dengan rahang mengeras. Dengan sekuat tenaga Safira melepaskan cengkraman tangan Azka pada dagunya. Sedikit perih, mungkin meninggalkan jejak kuku Azka yang tertancap. “Itu tidak mungkin. Ayahku adalah pendiri FA group sejak muda. Dan itu dia lakukan seorang diri, sampai dia menjadi pengusaha t
last updateLast Updated : 2024-10-31
Read more

Sedikit Rasa bersalah

Azka berbaring di atas kasur lusuh di dalam markas, menatap langit-langit yang retak. Malam telah larut, udara di sekitarnya dingin dan sunyi. Di sekelilingnya, suara dengkuran samar kawan-kawannya memenuhi ruangan, tetapi pikiran Azka terlalu gelisah untuk ikut terlelap.Di kepalanya, bayangan Safira muncul kembali, seakan mengejar tanpa henti. Gambarannya begitu jelas—tatapan mata Safira yang penuh harap dan luka ketika ia memintanya bertanggung jawab. Tapi Azka dengan tegas menolak, tanpa satu pun kata penyesalan. Safira hanya diam, tak mengerti bagaimana seseorang bisa begitu dingin, seolah tak ada rasa.Ia tahu, mungkin seharusnya ada sedikit penyesalan di hatinya. Bagaimanapun, ia telah menyebabkan Safira mengandung anak yang tidak diharapkan. Tapi Azka tak peduli. Itu bukan salahnya. Ia bahkan tidak melakukan semua itu atas kemauannya sendiri; baginya, semua hanyalah bagian dari jebakan, suatu permainan takdir yang seolah telah disiapkan untuknya.Apalagi malam itu dia dalam pe
last updateLast Updated : 2024-10-31
Read more

Menemukan tespek

Dua hari kemudian ....Hana tengah membersihkan majalah yang berserakan di atas meja. Dia terpaksa merapikannya seorang diri, sebab asisten rumah tangganya sedang mengambil cuti untuk beberapa hari.Gerakan tangannya begitu lihai merapikan majalah-majalah tersebut. Hana lekas membawanya ke tempat biasa dia menaruh buku. Saat melewati kamar Safira, yang celahnya sedikit terbuka, Hana mendekat untuk mengintipnya.Di sana terlihat kamar Safira yang sedikit berantakan, dia menghelan napas lalu masuk ke dalam sana. Safira sedang pergi kuliah, kondisinya sudah membaik sejak kemarin. Mungkin saja tadi pagi dia terlupa untuk mengunci pintu kamarnya. “Ah, dasar gadis itu, sama sekali seperti aku saat muda.” gumamnya.Hana meletakkan majalah-majalah yang dia bawa di atas nakas, lalu mulai merapikan ranjang Safira yang berantakan. Dia melipat selimut yang semula berantakan menjadi lebih rapi. Selalu membersihkan debu debu yang menempel di sana dengan kemoceng. Puk!Suatu benda jatuh di kakiny
last updateLast Updated : 2024-11-01
Read more

Fadil murka

Safira duduk di kursi belakang taksi, menggenggam tas di pangkuannya erat-erat. Tatapannya kosong, tertuju ke jalanan kota yang penuh keramaian, namun pikirannya melayang entah ke mana. Di dalam dadanya, perasaan cemas berputar-putar, seakan firasat buruk terus menghantuinya. Dia merasa akan ada sesuatu yang terjadi, tetapi tak bisa menebak apa itu, hanya membuat hatinya gelisah.Sesekali matanya menangkap pemandangan di luar, melihat orang-orang yang berlalu-lalang, sibuk dengan dunianya masing-masing. Hingga pandangannya berhenti pada seorang wanita yang tengah duduk di bangku taman. Wanita itu tengah hamil, perutnya membuncit dengan duduk manis, dan dia mengelusnya lembut sambil tersenyum penuh cinta, seolah menyambut kehadiran bayi dalam kandungannya dengan rasa bahagia yang tak tertahankan.Safira menahan napas. Hatinya seketika terasa perih melihat pemandangan itu. Ada sebuah luka yang terbuka lebar di dalam dirinya, mengingatkannya pada kenyataan yang tak bisa ia hindari. Dirin
last updateLast Updated : 2024-11-01
Read more

Dia berbohong

“Pria itu adalah ....”“Adalah, Azkara--putra Bibi Namira!”“Apa?!”Seketika Hana dan Fadil saling berpandangan. Terkejut mendengar pernyataan yang dikatakan oleh Safira.“Apa? Azkara? Putra kedua Namira ...!“Degup jantung Fadil bekerja dua kali lebih cepat. Dia memejamkan mata sebentar kemudian mengembuskan napas kasar. Kali ini, dia akan berurusan dengan keluarga Namira. “Ayah, kumohon ... jangan ke sana. Aku tidak apa-apa, Ayah. Biarkan saja aku menanggung semuanya sendiri.” Fadil membuka mata, kemudian melirik tajam ke arah Safira. Membuat gadis cantik bermata bulat itu menunduk.“Azka harus bertanggung jawab! Namun, sebelum itu, dia harus merasakan pukulan Ayah terlebih dahulu!”Fadil mengepalkan tangan, kemudian keluar dengan tergesa dari kamar Safira.Mata gadis itu membulat, kemudian menggeleng. “Tidak boleh, Bunda tolong... katakan pada Ayah, jangan lakukan itu pada Kak Azka. Aku sudah pernah meminta pertanggung jawabannya, tapi Azkara malah menghinaku, dia mengatakan bahw
last updateLast Updated : 2024-11-02
Read more

Kekecewaan seorang ibu

Aidan menoleh padanya, lalu kembali melihat ke arah Fadil yang berdiri tak sabar di bawah sana. “Ayok, kita temui. Siapa tahu ada hal penting yang ingin Fadil katakan. Tak biasanya dia seperti itu,” ucap Aidan, mencoba tetap tenang.Namira mengangguk, mengikuti langkah Aidan menuruni tangga. Mereka berjalan mendekati Fadil yang tampak semakin tak sabar, napasnya berat dan cepat, matanya tajam menatap mereka.“Ada apa, Fadil? Kenapa datang kesini tanpa mengabari kami?” tanya Aidan dengan nada tenang, meskipun dalam hatinya ada kecemasan yang sulit dijelaskan.Fadil tidak langsung menjawab. Dia menatap Aidan dan Namira bergantian, napasnya memburu, seolah menahan diri agar tak langsung meluapkan amarahnya. Sesaat kemudian, dengan suara yang terdengar tercekik oleh emosi, Fadil bertanya, “Mana Azka?”Pertanyaan itu langsung membuat Namira dan Aidan saling memandang. Ada yang tak beres. Fadil tak mungkin marah seperti ini tanpa alasan besar. Namun, tak satupun dari mereka tahu apa yang te
last updateLast Updated : 2024-11-03
Read more
PREV
1
...
5678910
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status