Semua Bab Pengantin Remaja: Dijodohkan dengan Pewaris Tahta : Bab 161 - Bab 170

174 Bab

161. Pertengkaran Kecil Setelah Saling Mencinta

"Ada apa ini, Citra? Kak Shinta?" Atala menatap istrinya dan Kak Shinta bergantian. "Ini loh, Atala, istrimu ini." Kak Shinta menyahut lebih dulu sebelum Citra. Wanita itu tampak kesal. "Kenapa dengan Citra?" "Kakak datang ke mari buat ngasih ini ke kalian. Buat bayi kalian. Kakak tahu kalian lebih dari mampu membeli ini, tapi nggak ada salahnya kan Kakak mau memberi? Tapi Citra malah marah-marah." Atala lalu menatap Citra penuh tanya seiring dengan langkahnya yang mendekati istrinya itu. "Aku bukannya marah, Sayang," sahut Citra. "Aku cuman nggak mau semua keperluan bayi kita dipersiapkan terlalu cepat. Bayi kita bahkan belum ada sebulan, lho. Ini pamali dan aku nggak mau ambil risiko nanti bayiku jadinya kenapa-kenapa." Sebelum Atala menyahut, Citra lebih dulu menatap Kak Shinta. "Oh, atau ... jangan-jangan Kak Shinta sengaja lakukan ini semua, ya?" tudingnya. Kak Shinta semakin menatap adiknya itu tak mengerti. "Sengaja lakuin apa, Citra?" Citra yang sudah telanjur per
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-05
Baca selengkapnya

162. Selalu Disampingmu

Atala menatap barang-barang pemberian kakak iparnya itu penuh kebingungan. Bingung mau diapakan barang-barang itu. Ancaman istrinya sungguh menyeramkan. Lebih menyeramkan daripada film-film horor. Dia tak mau mendapat sanksi semacam itu bila tak membuang barang-barang ini. Tapi Atala juga tak mau mubazir. Barang-barang ini bagus dan masih baru. Mau dibuang ke mana pula? Tapi kalau tidak di buang ... bayangan tidur pisah kamar menari-nari di pelupuk matanya. Saat lelaki itu tengah bingung, dia melihat Bi Rahma lewat, dia pun menegur asisten rumah tangganya itu. Bi Rahma serta-merta menoleh. Lalu bergegas mendatangi majikan mudanya itu. "Iya, ada apa, Tuan?" "Bi Rahma punya cucu yang masih bayi?" Atala mulai dengan pertanyaan. Meski bingung ditanya demikian, wanita tambun itu tetap menjawab. "Endak, Tuan. Cucu-cucu Bibi udah pada gede semua. Paling kecil balita lima tahunan. Memangnya ada apa, ya, Tuan?" "Kalau anak keluarga Bibi yang lain ada yang masih bayi? Siapa pun kek, kala
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-05
Baca selengkapnya

163. Olahraga Ringan

"Citra, lo joggingnya jangan terlalu ngebut gitu, dong! Lagi hamil juga!" Tasya protes, kewalahan menyamakan larinya dengan Citra yang lebih laju dari dirinya. Citra sudah tidak terlihat seperti orang jogging lagi, melainkan lari. Tapi Citra yang mengenakan headset di kedua telinganya sejak tadi, tentu tak mendengar ucapan temannya itu. Dan terus saja berlari seolah lupa dia tengah berbadan dua. Beberapa hari setelah hari itu terlewati. Usia kandungan Citra genap satu bulan. Citra merasa semenjak hamil, emosinya tidak stabil, dan dia merasa perlu berolahraga. Sekadar melakukan jogging ringan. Toh, olahraga juga baik untuk kehamilan. Atala juga mengizinkannya pergi olahraga bersama Tasya, Atala sudah sangat percaya kalau Tasya bisa dipercaya menjaga Citra, dengan catatan Citra tidak boleh lari terlalu kencang. Tapi Citra suka kelupaan. Waktu pertama kali mendengar kabar kehamilannya, Tasya, sahabat yang mendukung hubungan mereka sejak dulu senang bukan main. Kehamilan Cit
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-06
Baca selengkapnya

164. Kegelisahan Citra (2)

"Bi Rahma! Bi Rahma!" Begitu tiba di rumah sahabatnya itu, Bi Rahma orang pertama yang Tasya panggil, karena dia tahu Atala sedang tak ada di rumah. Tanpa menunggu lama, Bi Rahma pun keluar dengan wajah paniknya. Beliau yang sudah mengenal Tasya pun bertanya ada apa? "Citra pingsan, Bi, Citra di dalam mobil," beritahu Tasya. "Aku nggak kuat angkatnya sendiri, Bi." Bi Rahma yang mengerti pun langsung tahu apa yang harus dia lakukan. Singkat cerita, Bi Rahma dan Tasya membopong Citra membawanya sampai ke kamar. Bi Rahma bahkan menyelimuti tubuh majikannya itu. "Kenapa Non Citra bisa pingsan?" tanya Bi Rahma pada Tasya yang terdiam. *** Bi Rahma duduk menunggu Citra. Cukup lama wanita itu pingsan sampai akhirnya dia siuman juga. Dan membuat Bi Rahma merasa lega. "Alhamdulillah, Non Citra sudah sadar." Citra hanya melirik Bi Rahma di sampingnya. "Apa yang Non rasakan sekarang? Perutnya masih sakit?" Citra hanya menggeleng. "Non Citra kenapa tadi bisa pingsan?
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-06
Baca selengkapnya

165. Ketegasan Atala

"Bi Rahma! Bi Rahma!" Atala mendengar suara Citra dari luar tepat saat lelaki itu berdiri di depan pintu kamarnya. Sebelum Bi Rahma datang memenuhi panggilan, Atala lebih dulu membuka pintu kamar tersebut. Dia mendapati istrinya duduk di atas kasur sambil berteriak. Dan istrinya itu langsung terdiam begitu melihat dirinya. "Ada apa teriak-teriak? Kamu butuh apa?" tanya Atala seraya berjalan mendekat. Citra menghela napas lega. "Kenapa, Sayang? Kamu mau makan?" tanya Atala lagi ketika jarak mereka sudah sangat dekat. "Atala." Citra malah memanggilnya dan memegangi tangannya. "Iya ada apa, Sayangku?" Atala mengecup tangan istrinya yang tampak memelas. "Kamu udah pulang?" "Udah barusan." Melihat suaminya ad di depan mata, Citra mengangguk lega. "Kenapa? Kamu manggil Bi Rahma ada apa?" tanya Atala lagi. "Enggak, aku cuman nyariin kamu tadi. Soalnya Bi Rahma bilang sebentar lagi kamu pulang, tapi kamu malah nggak pulang-pulang." Atala menyengir lebar mende
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-06
Baca selengkapnya

166. Bucinku

Sejak hari itu, Citra jadi lebih kalem. Dia lebih serius mendengarkan apa kata suaminya. Dia makan dan minum vitamin secara teratur. Setelah makan dan minum dia rebahan, sesekali sambil main ponsel.Beberapa hari belakangan ini, Dimas tak ada menghubunginya lagi, entah itu sekadar chat atau telepon. Membuatnya sedikit lega. Kata dokter, selama masa kehamilan, sebisa mungkin Citra tak boleh banyak pikiran. Apalagi memikirkan hal yang tidak penting. Ya, Citra bisa untuk sedikit tenang dan tidak memikirkan apa pun dulu, kecuali ... masalah Dimas itu. Citra mungkin baru akan berhenti memikirkannya jika dia sudah bercerita pada suaminya. Tapi ... Citra belum berani cerita sekarang. Citra memijit pelipisnya yang tiba-tiba pusing. Peringatan Atala tempo hari yang terdengar begitu tegas kembali membayangi."Aku serius kali ini, Sayang. Aku mau mulai sekarang kamu lebih menjaga kandunganmu. Kamu harus lebih dengarkan aku. Kalau sekali aja aku dengar kabar buruk dari kamu dan itu karena ka
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-06
Baca selengkapnya

167. Kekhawatiran yang Terjadi

Hari-hari terus berlalu, kehidupan Citra dan Atala berjalan bahagia seperti biasanya. Meski kadang kala Atala merasa beban yang ditanggungnya terasa berat, dia tetap kuat. Karena dia bersama Citra. Kebahagiaan Citra adalah kebahagiaannya juga. Maka dia akan berusaha melakukan apa pun untuk kebahagiaan istrinya itu.Hari itu hari Minggu. Atala tentu saja tak ke kampus. Dan dia punya banyak waktu luang untuk istrinya. Sebenarnya Atala bisa mengajak Citra jalan-jalan. Namun, mengingat istrinya yang hamil dan harus lebih menjaga kandungan, mereka memilih diam di rumah saja. Lagipula bagi seorang Atala tak masalah dia diam di rumah, asal bersama sang istri tercinta.Citra sedang mandi di toilet yang ada di kamarnya saat Atala hanya rebahan di kasurnya.Pria itu nyaris jatuh tertidur ketika dia mendengar bunyi dering ponsel khas milik istrinya.Atala pun seketika terjaga. "Sayang, ponsel kamu bunyi tuh? Angkat, dong," racaunya setengah sadar. Hening, tak ada sahutan dari Citra. Dan ponsel
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-07
Baca selengkapnya

168. Salah Paham

"Sayang, hari ini kita jalan-jalan, yuk!" ajak Citra kala dia mendapati suaminya sedang termenung di balkon lantai atas. Tapi suaminya itu hanya berdiam diri, tak bereaksi sedikit pun setelah mendengar suaranya. Seolah dia sudah bisa menebak hal itu.Citra sudah menduga semua ini. Hal yang dia takutkan akhirnya terjadi. Atala marah karena mengetahui Dimas masih meneleponnya. Begitu melihat siapa yang meneleponnya, Citra langsung bergegas ke atas menyusuli suaminya, berusaha untuk mencairkan suasana. Dia mencari suaminya itu ke sana kemari. Namun, ternyata suaminya di sini. Dan suaminya itu tak bergeming sedikitpun mendengar suaranya. Dia benar-benar marah.Tapi Citra tentu saja tak menyerah. Wanita itu menghela napas, berjalan mendekati suaminya. Mencoba memberanikan diri memeluk pinggang suaminya. Dan kali ini, Atala tak melepasnya, tapi tak juga membalas pelukannya. Citra pun melepas pelukannya. "Kamu marah, ya, sama aku? Kenapa?" Dia mulai bertanya.Citra tak ingin masalah ini be
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-09
Baca selengkapnya

169. Musibah

Mendengar itu, Atala spontan menoleh. Wajah lelaki itu langsung berubah melihat istrinya kesakitan sambil memegangi perut."Citra!" Dia pun berlari mendatangi istrinya itu. "Perut kamu kenapa?" tanyanya saat memegangi tubuh istrinya. Rasa kesal tadi sontak menguap entah kemana bergantikan rasa khawatir luar biasa."Perut aku sakit banget." Citra merintih. "Kita ke rumah sakit sekarang, ya?"Atala langsung membopong istrinya turun ke bawah dengan tergesa. Sebelum pergi, dia meneriaki Bi Rahma untuk memberitahu kalau dia dan Citra akan pergi ke rumah sakit.Meski sempat khawatir melihat keadaan majikannya itu, Bi Rahma menurut. "Ya Allah semoga Non Citra ndak kenapa-kenapa. Semoga kandungannya baik-baik saja," doa sang art itu dengan tulus.***Atala mondar-mandir dengan gelisah di depan ruang kebidanan. Di balik rasa khawatirnya terhadap kandungan istrinya, dia masih berharap dan berdoa kalau kandungan isrinya yang baru seumur jagung itu baik-baik saja. Begitu pintu ruang itu terbuka
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-09
Baca selengkapnya

170. Rasa Bersalah Citra

Sejak dalam perjalanan hingga sampai ke rumah, Citra hanya berdiam diri. Bahkan dia tak menyahut ketika Bi Rahma menegurnya. Bi Rahma mengalihkan pandang pada Atala yang hanya dibalas gelengan kepala. Atala membiarkan Citra masuk ke kamar. Lantas dia bicara pada Bi Rahma."Ada apa, Tuan? Kenapa Non Citra begitu sedih? Kandungannya baik-baik saja, kan?" Meski sudah tahu apa yang mungkin terjadi, Bi Rahma masih berharap yang baik-baik.Atala terdiam lama sebelum akhirnya menjawab. "Citra keguguran, Bi." Dia berterus-terang. Wajahnya tertunduk lesu. Membayangkan bagaimana dia mengatakan berita buruk ini pada keluarga yang lain, terutama papa. "Ke-keguguran, Tuan?" Bi Rahma tampak tak percaya. Atala diam saja. Dan itu cukup menjelaskan."Ya Allah ...." Bi Rahma sampai menutup mulutnya. "Kasihan Non Citra." Art itu bisa langsung membayangkan bagaimana perasaan Citra saat ini. "Non Citra sekarang pasti sedih sekali. Pantas saja tadi banyak diam.""Iya, Bi. Bi aku ke kamar dulu, ya, temeni
last updateTerakhir Diperbarui : 2025-01-09
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
131415161718
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status