Semua Bab Terjerat Kontrak dengan Pria yang Kutolak: Bab 31 - Bab 40

61 Bab

31. Rasa Suka?

“Dara, laki-laki kalau sudah melakukan kekerasan, susah banget sembuhnya,” ujar Arhan yang kini berbicara dengan Dara di taman belakang karena Arhan memaksa Dara untuk mengikutinya. “Kalau kamu ada masalah rumah tangga, kamu bisa mencariku untuk bercerita. Kita sudah lama saling kenal, aku akan jadi pendengar yang baik untukmu,” tambah Arhan. Dara mengangguk seraya tersenyum, “Terimakasih, Dokter. Dari dulu Dokter memang sering membantu saya,” ucap Dara. “Haiyah, tidak perlu seformal itu. Aku saja sudah memanggilmu aku kamu, kamu tidak perlu bicara formal,” kata Arhan yang lagi-lagi diangguki oleh Dara. “Minum minumannya, sepertinya kamu kelelahan. Minuman itu bisa meningkatkan stamina!” titah Arhan menunjuk minuman bersoda di tangan Dara yang tadi diberikan oleh Arhan. “Iya, beberapa hari ini memang lelah. Tapi syukurlah tadi saat melihat Kaivan, keadaannya sudah membaik,” jawab Dara. “Dara, ingat yang aku bicarakan tadi. Penyakit laki-laki yang tidak bisa sembuh itu selingkuh
Baca selengkapnya

32. Ciuman Pertama

Dara mengelus tangan adiknya yang masih tidak sadarkan diri, perut Dara terasa mual, pun dirinya yang mendadak pusing. Namun, Dara enggan beranjak dari duduknya. Dara sangat merindukan Kaivan, ingin melihat adik kecilnya dengan celotehan yang tiada henti. Suara pintu terbuka tidak berhasil membuat Dara menatap ke sana, perempuan itu masih menatap Kaivan. Hingga sebuah kertas berada tepat di hadapannya. “Tanda tangan di sini!” pinta Revan. “Ini persetujuan keluarga untuk transplantasi tulang belakang. Besok sudah bisa dilakukan,” tambah Revan. Dara berdiri dan menatap Revan dengan air mata yang bercucuran di wajahnya. Perasaan Dara akhir-akhir ini sangat tidak terkendali, lebih mudah menangis juga sangat sensitif. Ucapan suaminya yang mengatai selingkuh dengan Arhan masih membuat Dara sakit hati, dan sekarang Revan datang membawa kabar baik. “Biar aku yang tanda tangan, dia juga adikku,” ujar Revan yang kini mengambil bolpoin di saku kemejanya dan membubuhkan tanda tangannya. Setel
Baca selengkapnya

33. Harapan Revan

Risya menatap dengan seksama Devano yang tengah mengerjakan tugasnya. Risya hanya mengatakan satu kali, tetapi Devan sudah bisa melakukannya dengan baik, pun dengan Devano yang kini hampir selesai mengerjakan tugasnya. Devano melirik Risya, “Jadi gimana, Nona? Sudah memikirkan cara berterimakasih padaku?” tanya Devano membuat Risya menguap. “Aku ngantuk, mau tidur sebentar,” jawab Risya yang kini ingin merebahkan kepalanya di meja kerja, tetapi tangan Devano menahannya membuat Risya meniduri punggung tangan kiri pria itu. “Eh, singkirkan tanganmu!” titah Risya. Devano tidak menuruti ucapan Risya. “Mejanya sangat dingin,” jawab Devano. Risya menyentuh meja itu, dan benar telapak tangannya langsung dingin apalagi kalau nanti pipinya yang menempel. “Tidur saja, nanti aku akan menggendongmu,” ujar Devano. Risya merebahkan kepalanya di atas tangan berbulu milik Devano. Bukan karena Risya menyukai Devano, tetapi karena perempuan itu merasa rezeki tidak boleh ditolak. Risya merebahkan
Baca selengkapnya

34. Terciduk

Malam ini Revan pulang lebih dahulu daripada Dara. Beberapa hari Revan sibuk lembur dan menyuruh Risya menghibur istrinya, kini Revan berada di dapur berusaha masak, tetapi sekarang pria itu lebih cocok dikatakan mengacak-acak dapur. Revan melempar telur rebus yang sudah dikupas ke wajan hingga minyak menyiprat kemana-mana. Revan kembali melempar telur dengan kencang hingga tepat ke wajan. Sudah tidak karu-karuan dapur yang bersih setelah Revan mencoba memasak. Karena api yang dinyalakan Revan sangat besar, telur itu pun meledak-ledak membuat Revan semakin menjauh. Pria itu seorang Dokter yang sering melihat luka pada pasien, tetapi cowok itu takut terluka dengan minyak dan telur. “Revan, apa yang kamu lakukan?” tanya Dara memasuki dapur tergesa-gesa saat dia mendengar teriakan Revan. “Dara, awas. Ada serangan!” pekik Revan menunjuk kompor. Buru-buru Dara ke sana dan mengecilkan apinya, dengan mudah perempuan itu membalik telur-telur di wajan. “Dara, hati-hati. Kamu bisa terluka
Baca selengkapnya

35. Berubah Sikap

Napas Dara terengah-engah saat percintaan panas itu sudah selesai. Ada yang berbeda dari Revan sebelumnya, Dara menyadari kalau malam ini Revan tidak berhenti senyum dan lebih lembut dari sebelum-sebelumnya. Bahkan dalam percintaan kali ini tidak ada kata-kata kasar atau menyakitkan dari bibir Revan, hanya ada cumbuan yang sangat menggairahkan untuk Dara. Pun dengan saat ini Dara telentang berbantalkan lengan Revan. “Haus?” tanya Revan. Dara semakin bingung dengan pertanyaan sang suami, biasanya mau dia kehausan pun Revan tidak peduli. Semakin Dara tersiksa, semakin Revan senang. Sekarang saat Revan perhatian, Dara takut setengah mati. “Akan aku ambilkan air,” ucap Revan yang kini mengangkat sedikit kepala Dara dengan satu tangannya hingga tangan yang lain tidak lagi ditindih Dara. Revan menarik celana pendek dan memakainya cepat, “Tunggu di sini!” pinta Revan pada Dara, pun dengan Dara yang mengangguk. Dara berpikir keras kenapa sikap Revan berubah, hingga ingatannya saat di dapu
Baca selengkapnya

36. Senyum Revan

“Dara, cepetan! Aku harus ke tempat Devano setelah ini,” ujar Risya menarik paksa tangan Dara agar mengikutinya. Kini Dara melangkahkan kakinya terseok-seok karena ulah Risya yang tidak bisa sabar. “Risya, kami mau apa lagi membawaku e mall begini?” tanya Dara yang takut uang suaminya habis. “Aku harus memberikan hadiah pada Devano. Meski aku membencinya, tetapi dia sudah membantuku lembur beberapa hari lalu,” jawab Risya. “Halah, bilang saja kalau kamu menyukainya. Kamu terlalu banyak alasan,” ejek Dara. “Lalu bagaimana denganmu? Sudahkah kamu mengucapkan suka sama Kakakku?” tanya Risya. Dara mengangguk kecil membuat Risya membulatkan matanya. “Terus bagaimana dengan kakakku? Apa kakaku balik mengatakan suka sama kamu?” tanya Risya berbinar. Dara menggeleng, sedangkan Risya berkacak pinggang. Risya lah yang mendesak Dara mengucapkan kalimat suka pada Revan agar hubungan keduanya lebih baik, tetapi setelah Dara mengucapkan, Revan malah tidak ada pergerakan apa-apa. “Tapi ada se
Baca selengkapnya

37. Berebut Revan

Sore ini Risya menuju ke kantor Devano, perempuan itu membawa paper bag berisi hadiah untuk Devano. Akhirnya setelah dua hari merajut, Risya berhasil membuat sesuatu untuk Devano. Saat sampai lobi, Risya melihat Devano tengah berjalan dengan beberapa pria yang memakai pakaian serba hitam. Untuk sesaat Risya terpana melihat penampilan Devano yang memakai jas hitam, pria itu tampak menawan dari sebelumnya. “Selamat atas keberhasilannya, Pak. Semoga kita bisa kerja sama di lain waktu,” ucap pria paruh baya yang kini mengulurkan tangannya pada Devano. “Terimakasih, Pak,” jawab Devano balas tersenyum. Saat beberapa pria itu pergi, tinggalah seorang perempuan di samping Devano. “Dasimu miring, biar aku benarkan,” ujar perempuan itu segera berdiri di hadapan Devano untuk membenarkan dasi pria itu. Risya yang melihat Devano sama perempuan pun tersenyum sinis, “Dasar bandit cabul,” maki Risya bergegas pergi. Risya kesal setengah mati dengan Devano, saat tidak kerja Devano selalu mengejarn
Baca selengkapnya

38. Hadiah Kecil

Malam ini Dara dan Revan pulang ke rumah mereka karena Kaivan sudah tidur, besok Dara baru balik lagi menjaga Kaivan. Kalau malam, Kaivan dijaga oleh suster yang dibayar khusus oleh Revan agar menjaga adik iparnya. Satu tangan Revan memegang kemudi sedangkan satu tanganya yang lain berada di atas tangan Dara, sesekali Revan mengusapnya. Pria itu senang karena hubungannya dengan Dara sudah membaik dan lebih hangat.“Dara, apa itu artinya kita sudah baikan?” tanya Revan. “Eum, sebenarnya kapan kita bertengkar?” tanya Dara pelan. Revan tampak berpikir sejenak, memang mereka tidak pernah bertengkar hebat tetapi perang dingin sangat menyiksa mereka. “Aku punya sesuatu untuk kamu,” ucap Dara yang kini balik mengelus tangan Revan. “Tapi aku malu mau memberikannya,” tambah Dara. “Kamu memang harus memberiku sesuatu, cepat berikan padaku!” titah Revan. Dara mengeluarkan sesuatu di tas kecilnya, “Aku tidak punya uang pribadi untuk membelikanmu hadiah. Sebenarnya aku ingin kerja agar bisa m
Baca selengkapnya

39. Tetap Pada Pilihan

Dara dan Revan tidur saling berhadapan, tidak ada aktivitas bercinta malam ini, hanya tangan Revan yang tidak berhenti bergerak membelai wajah Dara. Sedangkan Dara yang melihat Revan semakin terang-terangan peduli padanya pun semakin mendekatkan dirinya. “Dara, jangan lagi kamu lupa kalau aku selalu di sisimu,” bisik Revan. “Aku … aku hanya tidak mau terlalu percaya diri,” jawab Dara. “Bagaimana pun kita menikah karena aku yang mau uangmu. Saat aku sudah menyukaimu, aku takut kamu tidak percaya padaku,” tambah Dara. “Sejak kapan kamu menyukaiku?” tanya Revan yang kini mencium kecil hidung Dara. “Apa sejak kita menikah? Apa sejak kita lebih dekat? Apa kita—” pertanyaan Revan terhenti saat Dara mencium bibir Revan lebih dahulu. “Bukan,” jawab Dara. “Lalu sejak kapan kamu menyukaiku?” tanya Revan. “Apa kalau aku mengucapkan kamu akan mempercayaiku?” tanya Dara pelan. Revan mengangguk. Tiba-tiba Dara membalikkan badannya, perempuan itu membelakangi Revan yang membuat Revan semakin
Baca selengkapnya

40. Tergantung Sikap

Sore ini Devano berdiri di lobi perusahaan pria yang akan menjadi mertuanya. Pria muda itu sesekali menatap ke segala arah untuk mencari Risya. Hingga matanya melihat gadis itu yang datang dengan tergesa-gesa seraya sibuk dengan eraphone yang terpasang di telinganya. “Risya,” panggil Devano membuat Risya mendongak, perempuan yang akan menghidupkan musik itu langsung mengurungkan niatnya. “Risya, sejak kemarin aku mencari dan menelfonmu. Kenapa kamu tidak mengangkat panggilanku?” tanya Devano. “Gak penting,” jawab Risya yang kini berlalu pergi. Namun, Devano menahan tangan Risya membuat gadis itu berhenti. “Risya, kenapa kamu menghindariku?” tanya Devano. Risya melepas paksa tangan Devano, “Bukankah setiap saat kalau aku bertemu denganmu aku selalu begini?” tanya Risya sewot. “Kamu datang ke kantorku lalu melihatku sama perempuan dan kamu marah?” tanya Devano balik. “Kamu cemburu?” tambah Devano lagi. Bibir Devano terus berkedut karena pria itu tidak bisa menahan senyumnya. Risya
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status