Home / Romansa / Pernikahan Kontrak 100 Miliar / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Pernikahan Kontrak 100 Miliar: Chapter 1 - Chapter 10

14 Chapters

Bab 1. Tunangan Berselingkuh

Sepatu hak tinggi 5 cm berwarna peach menapaki lantai marmer putih menggemakan suara yang berirama. Pemilik sepatu memiliki kaki yang putih bersih, lurus dan panjang. Dress berwarna peach senada dengan sepatu dan tas tangan yang dipegang di tangannya. Sebuah senyum manis tersungging di bibir merah mudanya setiap kali melihat karyawan yang menatapnya. Para karyawan tersipu melihat senyum nona muda yang cantik dan lembut itu. CEO mereka benar-benar beruntung memiliki tunangan seperti itu. Pemilik sepatu peach terus berjalan memasuki lift dan naik ke lantai atas menuju kantor CEO. Setibanya di depan pintu tanpa mengetuk dia langsung membuka pintu itu. Bibir yang tadinya masih tersenyum berubah datar melihat pemandangan di depan matanya. Dilihatnya tunangannya tengah berciuman dengan seorang wanita lain di pelukannya. Wajah cantik itu membeku tidak percaya, matanya memerah berembun, hingga setitik air mata terjatuh melintasi kulit yang halus dan lembut. Bibir merah mudanya mengerucut
Read more

Bab 2. Bawa Pulang

"Nona, sudah sampai di rumah sakit," kata Pak Sopir mengingatkan sambil menoleh ke belakang. "Ini...?" Pak Sopir tidak tahu harus berbuat apa melihat nona yang hampir ditabraknya tadi sepertinya tertidur. Entah kapan Asrina mulai tertidur ditengah tangisannya yang tak kunjung berhenti. Mungkin dia kelelahan setelah menangis begitu banyak dan tertidur. "Tuan, Nona itu sepertinya tertidur. Apa yang harus kita lakukan?" tanya Pak Sopir melihat ke arah bosnya. Mendengar pertanyaan Pak Dodi, Arbian mengangkat kepalanya dari dokumen di tangannya dan melirik ke arah Asrina. Arbian tidak mengerti kenapa wanita ini bisa tertidur begitu saja di mobilnya. Tidakkah dia merasa khawatir, dimana kewaspadaannya sebagai orang asing yang tidak mengenal bisa-bisanya dia tidur seperti itu. "Kembalilah ke vila," ucap Arbian kemudian. Dia tidak tahu dimana tempat tinggal wanita itu dan dia tidak mau membangunkannya. Ya, Arbian tidak suka ikut campur dalam urusan orang lain, termasuk berbicara dengan
Read more

Bab 3. Pindah

Setelah hari itu, Asrina mengurung diri di rumah. Asrina tidak memberitahu orang tuanya mengenai Evan yang memutuskan pertunangan mereka. Dia tidak ingin orang tuanya khawatir. Duduk di meja makan, Asrina menikmati sarapan yang dibuat oleh mamanya. "Ada yang ingin Papa katakan pada kalian," ucap Pak Morael menatap istri dan putrinya. "Apa Pa?" tanya Asrina penasaran. "Heh ... kita harus pindah dari rumah ini hari ini juga," kata Pak Morael dengan wajah berat. "Apa!""Papa bercanda kan?"Bu Kinanti dan Asrina berkata bersamaan. Pak Morael menggelengkan kepalanya. "Perusahaan sedang mengalami krisis keuangan. Para investor telah menarik dana mereka dan pihak bank tidak mau memberikan pinjaman. Papa terpaksa harus menjual rumah ini dan barang-barang lain untuk mengisi kekosongan dana perusahaan."Ucapan Pak Morael seakan menjatuhkan bom bagi Asrina dan Bu Kinanti. "Ini? Bagaimana bisa? Terus apa yang harus kita lakukan sekarang?" tanya Bu Kinanti panik. Asrina menggigit bibirnya
Read more

Bab 4. Antar Pulang

Hilya membawa Arbian dan Asrina berjalan-jalan hingga ke depan tempat perjamuan saat tiba-tiba seorang wanita paruh baya mengahapiri Hilya. "Hilya, kemana saja kamu? Mama sudah mencarimu sejak tadi. Ayo ikut Mama," kata wanita itu menarik tangan Hilya. Hilya melirik Arbian dan Asrina meminta maaf. "Tuan Arbian maaf saya harus pergi dulu. Asrina kamu bisa menemani Tuan Arbian sebentar, ya." Hilya tersenyum meminta maaf dan mengikuti mamanya. Tinggal berdua, Asrina tidak tahu harus berbuat atau berkata apa. "Itu, Tuan Arbian, apa Anda haus? Bagaimana kalau saya mengambilkan Anda minuman?" tanya Asrina kikuk. "Tidak perlu. Aku hanya ingin tahu, apakah kamu mempertimbangkan kontrak waktu itu?" tanya Arbian menatap gadis yang berdiri di depannya dengan kepala tertunduk. Gadis itu mengangkat kepalanya dan menatapnya dengan mata yang bingung dan seperti akan menangis kapan saja. Apakah dia akan menangis seperti saat pertama kali mereka bertemu? Gadis ini sepertinya sangat mudah menang
Read more

Bab 5. Kesepakatan

Di pagi hari berikutnya, Asrina bangun pagi-pagi dan berpakaian rapi. "Selamat pagi, Papa, Mama," sapa Asrina duduk di meja makan. "Selamat pagi, Sayang," balas Pak Morael. "Tumben kamu bangun pagi? Biasanya kamu masih tidur jam segini," tanya Bu Kinanti sambil menyendok nasi goreng ke dalam piring putrinya. "Mulai sekarang aku akan bangun pagi. Aku tidak akan seperti dulu lagi," kata Asrina. Pukulan belakangan ini membuat Asrina sadar dunia tidak seindah yang dibayangkannya. Asrina tahu dia bisa hidup dengan bebas, murni, dan riang semuanya berkat perlindungan kedua orang tuanya. Papa dan mamanya tidak pernah membiarkannya terpapar kekejaman dan intrik dunia. Pertarungan secara terang-terangan maupun diam-diam diantara keluarga kaya. Ternyata selama ini dia hidup sangat polos. Mungkin jika tidak melihat tunangannya selingkuh, memutuskan pertunangan, atau kebangkrutan perusahaan, dia pasti akan tetap berada dalam dunianya yang murni. "Bagaimana keadaan perusahaan sekarang Pa?"
Read more

Bab 6. Investasi

Kembali ke rumah kecilnya, Asrina mengepak beberapa pakaian dan yang lainnya ke dalam koper. Selesai berkemas Asrina menarik kopernya keluar dan bertemu dengan mamanya yang baru saja pulang dari pasar. "Kamu mau kemana bawa koper segala sayang?" tanya Bu Kinanti menatap koper di belakang putrinya dengan bingung. "Asri mau pindah ke rumah teman, Ma," jawab Asrina. "Loh, kok tiba-tiba. Memangnya ada apa?" Bu Kinanti meletakkan belanjanya di atas meja. "Maafin Asri ya, Ma. Sebenarnya Asri diam-diam cari kerja tanpa memberitahu mama dan papa. Kebetulan hari ini Asri keterima dan rumah teman Asri sangat dekat dengan perusahaan. Jadi, Asri akan tinggal di sana untuk sementara," jelas Asrina. Menjadi kekasih kontrak Arbian juga merupakan pekerjaan kan? Arbian membayarnya gaji yang sangat mahal sebagai istri kontrak, ini namanya kerja juga kan? Meskipun dalam bentuk lain. Anggap sajalah seperti itu. Jangan sampai orang tuanya khawatir. Dia tidak boleh menambah beban orang tuanya sekaran
Read more

Bab 7. Kohabitasi

Malam hari, meja makan. Duduk di meja makan Asrina menatap sekeliling mencoba mencari keberadaan Arbian. Setelah beberapa saat dia tidak melihat orang itu datang. "Bi, apa Arbian belum pulang?" tanya Asrina pada Bi Yupi. "Belum, Nona. Hari ini Tuan ada makan malam dengan klien jadi pulangnya larut. Nona makan saja, tidak perlu menunggu Tuan," jawab Bi Yupi melihat makanan di atas meja belum tersentuh. "Baik, Bi." Asrina pun menggerakkan sendoknya dan makan perlahan. Setelah makan malam Asrina pergi mandi, lalu duduk di atas tempat tidur selesai mengeringkan rambutnya. Bermain dengan ponsel Asrina menjelajahi internet mencari informasi tentang Arbian dan perusahaannya. Dia ingin mengenal pria itu lebih baik lagi. Ada baiknya jika dia berhati-hati. "Kenapa tidak ada anggota keluarga yang dicamtumkan di biografinya, ya? Ah, sudahlah lebih baik aku tidur saja. Hoaaamhh...." Asrina menguap tidak sanggup menahan kantuk. Padahal dia ingin menunggu pria itu pulang, tapi apa daya kantuk
Read more

Bab 8. Ke Butik

Setelah mandi dan berpakaian Asrina turun ke lantai bawah menuju meja makan dimana sudah ada Arbian duduk di sana. "Selamat pagi," sapa Asrina dengan senyum lembut dan duduk di samping Arbian. "Pagi," gumam Arbian sebagai tanggapan. Keduanya sarapan dalam diam, Asrina tidak tahu harus berbicara apa dengan pria itu. Sementara Arbian tidak suka bicara saat makan. "Bisakah aku ikut dengan mobilmu?" tanya Asrina tiba-tiba menghentikan Arbian yang bagun dari kursi. "Kemana?" tanya Arbian. "Aku ingin ke Wedding Butik. Bisakah?" ucap Asrina menatap Arbian sedikit takut. Melihat wajah pria itu yang selalu terlihat dingin membuat Asrina takut. Dia takut akan membuat pria itu marah. "Oke," angguk Arbian. Asrina segera berjalan mengikuti Arbian dan masuk ke dalam mobil. "Aku sudah bertemu Pak Morael kemarin. Dan uang itu sudah aku berikan padanya. Ini dokumen perjanjian kerja sama dan 50% saham atas namamu," ucap Arbian mengeluarkan dokumen dari dalam tasnya dan memberikannya pada Asri
Read more

Bab 9. Lamaran?

Setelah berpisah dari teman-temannya Asrina tidak langsung kembali ke vila Arbian, tapi pergi ke rumah orang tuanya. Dia masih memikirkan tawaran Arbian untuk mengadakan pesta pernikahan. "Asri, kapan kamu datang? Kenapa hanya berdiri di situ? Ayo masuk," Kinanti terkejut dengan kedatangan putrinya segera memintanya masuk ke dalam rumah. Asrina sadar mendengar suara mamanya, dia pun tersenyum dan memasuki rumah. "Bagaimana pekerjaanmu? Apa kamu betah? Apa pekerjaannya sulit?" tanya Kinanti khawatir. "Tidak, Ma. Pekerjaannya sangat mudah," jawab Asrina duduk di kursi. "Baguslah kalau begitu," kata Kinanti berjalan ke dapur. Beberapa saat kemudian dia keluar sambil membawa nampan berisi teh dan kue. "Nih, minum dulu." Asrina mengambil cangkir yang di serahkan mamanya dan meletakkannya di atas meja. Kemudian, dia meraih tangan Kinanti dan memegangnya dengan kedua tangannya sedikit melamun. "Ada apa sayang? Kamu terlihat punya banyak pikiran seperti itu. Kalau ada masalah kamu bi
Read more

Bab 10. Beneran di Lamar

Asrina menatap berbagai macam hadiah yang dibawa oleh sekretaris Arbian dengan bingung. "Untuk apa semua ini?" tanyanya menghentikan Doni yang tengah sibuk menghitung hadiah. "Nona, ini semua adalah hadiah lamaran yang diperintahkan oleh Pak Arbian," terang Doni. "Hadiah lamaran?" gumam Asrina tidak mengerti. Untuk apa hadiah lamaran? Siapa yang mau dia lamar? "Kamu tidak ingin bersiap?" Asrina terkejut mendengar suara itu segera berbalik dan melihat Arbian berpakaian rapih, entah sejak kapan berdiri di belakangnya. "Bersiap untuk apa?" tanyanya menatap Arbian penuh tanya. "Untuk melamar ke rumahmu," jawab Arbian berjalan ke sofa dan duduk di sana. Ucapan Arbian membuat Asrina tertegun, apakah dia tidak salah dengar? Pria itu benar-benar ingin melamarnya? "Aku akan menunggumu setengah jam. Cepat berganti pakaian," kata Arbian sambil melirik arloji yang melingkari pergelangan tangan kirinya. "Ah, oke. Aku akan segera berganti pakaian," ujar Asrina segera berlari menuju lantai
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status