All Chapters of DIAM DISANGKA BABU, BERGERAK JADI RATU: Chapter 121 - Chapter 130
180 Chapters
(S2) Bab 6. Sekilas Tentang Masa Lalu
"Aku juga mau bicara sama kamu." Alvino menarik tangannya menjauh dari tempat itu menuju sebuah pohon rindang di samping rumah dengan tinggi tiga meter.Mereka saling menatap, tenggelam dalam pikiran masing-masing. Alvino masih resah, mengapa Rosaline terlihat santai dan apa maksud pembicaraannya tadi?Entahlah, Alvino akan mencari jawaban itu nanti."Kamu ngerasa ada yang janggal nggak mulai malam itu sampai tiba di rumah?""Maksudnya gimana, Al?""Malam itu, mereka nggak langsung ngebunuh aku dan lari karena dengar suara sirine mobil doang? Terus kita pergi dan ada yang ngehalang, padahal itu bukan jalan ke rumahku. Dia mukul kamu, tapi biarin aku tidur di kamar. Pas kita kabur ...." Alvino menghela napas berat merasa kepala akan segera pecah. "Nggak ada hambatan sama sekali.""Mungkin kebetulan aja, Al. Aku juga bingung. Kamu nuduh aku?""Enggak, bukan gitu. Masalahnya aku sering nonton film thriller atau sejenisnya g
Read more
(S2) Bab 7. Aku Mau Kita Pacaran
"Diem aja. Aku tahu, kamu udah lama naksir sama dia, 'kan? Kalau iya, biar aku urus!" lanjut Lucky lagi berhasil membuat lawan bicaranya merekahkan senyuman.Mereka sudah lama akrab, bermula dari pertemuan yang tidak disengaja di sebuah mall sampai akhirnya gadis itu sering berkunjung untuk menjadi teman, padahal usia mereka terpaut tiga tahun.Usut punya usut, ternyata dulu Rosaline kuliah di kampus yang sama dengan Lucky, hanya saja mereka tidak pernah bertemu dan satu tahun terakhir terpaksa resign dari pekerjaan karena lebih memilih mengurus sesuatu yang dianggap jauh lebih penting."Serius? Tapi sepupu kamu mau gak sama aku? Secara aku malah masih lebih tua daripada dia.""Beda setahun doang mah gampang. Ada yang pacaran beda lima tahun, tuaan ceweknya. Tergantung sih. Kebetulan juga si Al belum pernah pacaran. Kali aja dia suka sama kamu, cuma malu. Tahu sendiri kekurangannya apa, 'kan?"Rosaline manggut-manggut mengerti, menampilka
Read more
(S2) Bab 8. Perdebatan
"Kenapa kamu yang protes? Memangnya kamu adik Al?" Rosaline langsung memberi tatapan dingin, padahal biasanya dia akan bersikap hangat pada siapa pun. Namun, itu sekilas saja mengingat ada target di sana."Kamu pikir aku nggak tahu kamu, Ros? Kita emang jarang pergi berdua, tapi aku kamu itu gak setia! Jangan coba dekati Alvino karena aku gak bakal biarin dia sakit hati.""Bilang aja kalau kamu cinta sama dia. Beres, kan?"Rena mendelik kesal. Dia menggigit bibir bawah merasa gemetaran mendengar tuduhan tadi. Anehnya, dia tidak bisa mengelak seolah membenarkan semuanya secara gamblang.Suasana berubah menjadi hening. Gadis berambut sebahu itu tetap diam. Sesaat dia sadar, untuk apa melarang jika keputusan tetap ada di tangan Alvino?"Dugaanku benar, ternyata kamu emang cinta sama Al. Oke, aku juga cinta sama dia dan harusnya kita bersaing secara sehat. Siapa yang bisa mendapatkan hati Al, maka dialah pemenangnya. Kamu jangan protes atau n
Read more
(S2) Bab 9. Perang Mertua dan Menantu
"Akmal, kamu lebih milih dia ketimbang Ibu? Kamu pikir surga anak laki-laki ada ada anakmu?!" bentak Oma Siska semakin geram. Kedua bola mata terdapat semburat, napas memburu menandakan amarah telah mencapai puncak."Aku tahu surgaku tetap sama Ibu, tapi apa Ibu nggak sadar sudah nyakitin hati aku, Zanna sama Al? Kalau Ibu nggak mau nganggep cucu sendiri, mungkin memang benar kalau Ibu nggak usah datang ke sini lagi." Akmal memalingkan pandangan. Dia lelah berdebat dengan sang ibu selama puluhan tahun.Entah kenapa ibunya menjadi sangat keras kepala. Setelah hampir tiga dekade, apakah tidak ada rasa kasihan di dalam hatinya atau keinginan berdamai dengan takdir dari Tuhan? Akmal tidak pernah mempermasalahkan sang istri yang melahirkan anak satu telinga karena percaya bahwa semua kehendak Tuhan meskipun ada sedikit kesalahan juga dengan mengabaikan kesehatan selama trimester pertama.Jika terus meladeni, maka sampai kiamat pun mungkin tidak akan ada habisny
Read more
(S2) Bab 10. Gadis Itu Lagi
Pagi-pagi sekali setelah melakukan pemanasan, Alvino memasang sarung tinju boxing di kedua tangannya. Di bangunan samping rumah khusus olahraga itulah dia sering menghabiskan waktu kala kembali terluka oleh hinaan dari satu atau lebih orang.Menatap tajam samsak tinju di depan, Alvino menarik napas panjang dan mengembuskan perlahan. Dia memang sudah lama menekuni olahraga itu walau memang kurang diminati oleh orang lain. Dia memulai dari gerakan bayangan sampai benar-benar memukul benda memanjang berwarna merah tersebut.Pelampiasan amarah. Itulah alasan Alvino latihan tinju kecuali saat pikiran sedang tenang dia akan memilih olahraga treadmill. Satu pukulan, dua pukulan hingga sepuluh pukulan, dia masih belum puas. Bayangan wajah Oma Siska membuat amarahnya semakin membakar jiwa.Apakah dia salah dan dianggap sebagai cucu durhaka karena membayangkan Oma sendiri sebagai samsak tinju? Mungkin tidak, begitu menurut Alvino. Dia terus menggerakkan tangan kanan
Read more
(S2) Bab 11. Ancaman Ivan
Selesai membersihkan diri, Alvino mengambil kunci motor hendak ke toko buku karena diminta oleh ayahnya memberi beberapa ensiklopedia sebagai pengisi di waktu luang nanti. Dengan membaca, kita bisa mengetahui dunia di luar sana, wawasan pun bertambah, perbendaharaan kata semakin banyak. Begitu nasihatnya.Akan tetapi, ketika hampir melewati pintu utama, sang bunda memanggil dengan suara pelan. Dia mendekat dan meminta putranya duduk terlebih dahulu. Jam masih menunjuk angka tiga sore, masih ada waktu karena toko tutup pukul sepuluh malam."Bunda mau tanya sesuatu sama kamu, Al!""Tanya apa, Bun?""Rosaline itu siapa? Kenapa dia ngemis-ngemis supaya ngasih izin nemuin kamu di tempat olahraga?"Alvino melipat bibir, berpikir alasan apa yang akan diberi pada sang bunda. Bukannya tidak mau jujur, tetapi khawatir ada kesalahpahaman.Sungguh, sampai sekarang masih belum yakin ada cinta untuk gadis berambut panjang itu. Jantung yang berdetak cepat bisa saja menjadi hal wajar apabila dekat den
Read more
(S2) Bab 12. Pembuat Onar
"Menikah sama Al?"Rosaline mengangguk mantap, dia tidak lupa tersenyum lebar pada wanita yang dianggap sebagai calon mertua. Jika nanti mereka benar menikah, maka kebahagiaan akan menyelimuti jiwanya."Al bilang mau menikah sama kamu atau gimana? Maaf, soalnya Al suka tertutup masalah seperti itu.""Kami ... tadi kami resmi jadian, Tan. Aku nggak masalah kalau dinikahin dalam waktu cepat. Aku tulus sama, Al.""Ros!" Suara Alvino membuat keduanya menoleh. Lelaki itu berdiri dengan raut wajah dingin. "Aku minta kamu ngebuktiin bukan bilang ke Bunda mau nikah!""Loh, Al, apa salahnya? Ini bagian dari usaha aku untuk meyakinkan kamu kalau aku ini emang tulus. Seharusnya aku yang butuh kepastian dan bukan kamu, tapi aku selalu percaya bahwa cinta memang butuh perjuangan. Gimana pun nanti keputusan kamu, nggak ada paksaan."Alvino mendengkus kesal lalu duduk di samping sang bunda. Dia meletakkan secangkir teh di meja untuk dihidangkan
Read more
(S2) Bab 13. Perang Dunia Ketiga
"Dia cacat, pasti pahamlah kualitas dirinya gimana. Rena anak baik, pasti mau menikah sama Alvino. Suka atau tidak, anakmu harus setuju!""Kenapa? Kenapa Al harus setuju sama keinginan Ibu? Bukannya selama ini Ibu nggak pernah nganggap dia sebagai cucu, kenapa malah ngatur pernikahannya? Ibu nggak punya hak!"Suasana berubah semakin tegang karena Zanna tidak akan pernah mengalah pada sang mertua. Dia tahu bahwa anak temannya itu memang baik, penurut dan perhatian. Akan tetapi, memaksakan kehendak diri adalah sebuah kesalahan.Dalam cinta, tidak boleh ada paksaan. Kalau Alvino suka pada gadis cantik itu, maka mereka akan segera melamar. Lantas bagaimana jika ternyata perasaannya lebih condong pada Rosaline?"Dia anak Akmal dan Ibu masih–""Dia anak Mas Akmal, tapi bukan cucu Ibu. Itu yang selalu Ibu bilang, 'kan? Lagian aku yakin Ibu pasti punya rencana busuk kenapa sampai nekat menikahkan dia sama Rena." Zanna memberi tatapan dingin tak t
Read more
(S2) Bab 14. Lamaran Mendadak
"Mas!" Zanna tergopoh-gopoh menghampiri suaminya yang sedang menikmati makan siang. Lelah mengurus pekerjaan di usia yang tidak lagi muda membuatnya harus istirahat dulu sebelum ke meja makan."Ada apa? Kamu kalau gitu bisa jantungan aku, Sayang. Ada apa?" Akmal segera meneguk air yang tersisa setengah gelas tadi hingga tandas, kemudian mengubah posisi menghadap sang istri karena nasi di piring pun hampir habis disantapnya.Zanna menarik napas dalam lalu mengembuskan perlahan. Dia harus bisa tenang agar tidak membuat sang suami kaget. Setelah satu menit berlalu, dia meminta suaminya menghabiskan makan terlebih dahulu agar bisa berpikir jernih.Lelaki itu menurut saja. Dia segera menghabiskan nasi di piring dan membawanya ke wastafel untuk dicuci. Sementara sang istri membersihkan meja makan. Suasana akhirnya berubah seperti biasa. Tanpa aba-aba, mereka berdua melangkah santai menuju ruang tengah."Mas, kita harus ke rumah Haura sekarang!"
Read more
(S2) Bab 15. Rumit
Zanna yang sudah pulang dari rumah Haura setelah didahului mertuanya mengirim pesan pada sang putra. Dia ingin berbicara dari hati ke hati, tetapi bukan di rumah karena tidak mau jika ada orang lain yang mendengar sekalipun itu suami sendiri.Pesan yang dikirim baru dibaca setelah lima belas menit berlalu. Dia jadi berpikir keras tentang keberadaan Alvino yang sebentarnya. Entah kenapa dia merasa bahwa ujian terlalu sering menghampirinya.Bermula dari kehidupan malang setelah diusir keluarga demi Dimas lalu dijadikan pembantu oleh suami sekeluarga sampai memiliki anak cacat. Bertahun-tahun Zanna menguatkan diri menghadapi berbagai hinaan yang dilontarkan mertua sendiri sampai sekarang masih juga belum bisa hidup tanpa masalah.[Iya, Bun. Share-Lock aja, ntar aku samperin.] Begitu balasan dari Alvino.Zanna langsung mengirim lokasinya. Perasaan semakin tidak tenang sampai menemukan jawaban. Sebelum pulang, dia sempat mengobrol dengan teman lamanya
Read more
PREV
1
...
1112131415
...
18
DMCA.com Protection Status