Harusnya bisa jika aku lanjut bertanya, seperti sejak kapan Dipta mencintai Livia, alasan apa yang membuatnya bisa mencintai kami berdua sekaligus, atau mungkin siapa yang lebih ia cintai, aku atau Livia. Namun, entah mengapa timbul rasa tidak tega saat raut wajah lelaki yang sebelah lengannya masih memelukku itu seperti sedang mengemban beban yang sangat berat. Dahinya berkerut hebat, menandakan ia tidak bahagia saat menyatakan kejujuran-kejujuran lain yang kupaksa terlontar.“Aku tidak mampu menceritakan secara lengkap, tetapi jika kamu ingin bertanya, tanyalah satu per satu,” lanjutnya perlahan. “Sebisa mungkin aku jelaskan.”Menanyakan satu per satu dan harus merangkai benang merahnya sendiri pasti akan semakin memancing kecewa. Bagaimana jika nanti ia mengakui lebih mencintai Livia ketimbang aku? Hatiku bisa berdarah-darah mendengarnya.“Mungkin tidak sekarang,” putusku akhirnya. “Tapi pasti suatu saat aku akan bertanya tentang hal itu.”“Anytime, Dear.” Dipta mengurai anak rambu
Baca selengkapnya