Home / Pernikahan / FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS! / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of FITNAHMU ADALAH DOAMU, MAS!: Chapter 11 - Chapter 20

26 Chapters

BAB 11. Tuduhan Mas Gandung Pada Ibu

Aku menoleh ke arah suara yang memanggilku."Mas Gandung?!"Kulihat Mas Gandung berlari kecil menghampiriku."Akhirnya aku bisa bertemu denganmu!" kata Mas Gandung yang membuatku mengernyitkan dahi. Memangnya selama ini dia tidak bisa menemuiku? Bukankah dia sendiri yang tak mau menemuiku? Atau apakah selama ini ibu melarang mas Gandung menemuiku? "Kau? Semakin cantik kamu sekarang!" puji mas Gandung ketika menatapku. Memindaiku dari atas hingga bawah. Aku hanya tersenyum mendengar pujiannya. Mungkin karena perawatan di salon Tice tadi."Aku yakin kamu sudah sembuh sekarang" kata mas Gandung," kenapa kamu tidak balik ke rumah?"Aku diam. Tak menjawab pertanyaannya."Aku kangen kamu!" kata mas Gandung lagi. Kali ini tangannya menggenggam kedua tanganku," memangnya kamu gak kangen sama aku?""Mayang?!!" Suara ibu yang memanggilku membuatku kaget. Ibu sudah duduk dibelakang kemudi mobil."Sebentar, Bu!" sahutku sembari melepas tangan mas Gandung yang masih memggenggam tanganku."Apa kam
Read more

BAB 12. Kejutan Dari Ibu

Aku ternganga dan menutup mulutku secepatnya. Tak percaya ketika melihat poster-poster besar yang menempel di dinding ruangan. Semuanya berisi gambarku. Ada posterku saat berambut panjang dan berikat kepala bendera Amerika Tengah memainkan gitar. Berpose ala Axl Rose, vokalis Gun'n Roses. Ada juga poster hitam putih saat aku memakai jaket kulit. Berphoto bersama vokalis Gigi, Armand Maulana yang juga berkostum sama. Juga photoku bersama Luki, vokalis Resonansi, band kampusku dulu. Aku mendekat ke poster terakhir. Sebuah photo wisuda sarjanaku. Aku berdiri di tengah. Memakai toga. Membawa buket bunga. Diapit bapak dan ibu yang tersenyum bahagia.Aku menggelengkan kepala. Tak percaya. "A-appa maksud semua ini, Bu?" Aku menatap ibu yang tengah berdiri dan bersandar di dinding. Bersidekap dada."Apa kau suka?" Ibu malah balik bertanya. Tanpa melihatku. Ekspresinya datar saja. Matanya menatap ke poster-poster di dinding. "Tapi apa maksud ini semua, Bu?" Aku masih bertanya hal yang sama t
Read more

BAB 13. Kedatangan Tante Sari

Melihat perempuan itu tertawa tiba-tiba saja ibu ikut-ikutan tertawa. Meninju bahu perempuan itu kuat-kuat."Apa yang kamu inginkan, hah?" Ibu kembali mendorong perempuan itu. Keduanya masih saja tertawa dan terpingkal-pingkal. Meskipun perempuan yang didorong ibu itu sama sekali tak melawan.Aku dan beberapa pegawai butik yang ikut berjaga-jaga dari tadi malah melongo. Tak mengerti apa sebenarnya yang telah terjadi."Sudah, sudah! Bubar semua! Kembali kerja!" usir ibu pada semua pegawai butik yang masih berkerumun dan berbisik-bisik melihat kejadian yang mungkin sangat tak lazim menurut mereka.Para pegawai butik lalu serentak membubarkan diri begitu mendengar perintah ibu. Kembali pada pekerjaan masing-masing. Meskipun aku yakin dengan banyak pertanyaan di pikiran mereka dengan peristiwa yang baru saja terjadi."Ibu?" Aku mendekat ibu. "Ini Mayang, anakku!" Ibu menarik tanganku."Walah-walah... Anakmu cantik sekali ya? Lebih cantik dari kamu lo Mbak Sita!" komentar perempuan itu ket
Read more

BAB 14. Gagal Menemui Om Hendri

Hari ini tepat seminggu sejak kedatanganku ke kantor om Hendri. Berkali-kali ibu mengingatkanku untuk pergi menemui om Hendri. "Kamu jangan membuat proses perceraianmu menjadi panjang dan rumit!" pesan ibu padaku."Mayang sudah besar, Bu! Tahu mah dia!" sambung bapak. Kami baru selesai sarapan. "Besar sih besar... cuma Bapak kan tahu sendiri Mayang tu macam mana orangnya? Labil!" Ibu memandangku. Seperti orang mengintimidasi."Jangan kwatir, Bu! Mayang yang sekarang tak seperti Mayang yang kemaren!" Aku tersenyum pada ibu. "Dan itu semua berkat Ibu!" Aku memuji ibu. Meskipun pujianku sama sekali tak membuat wajah ibu melunak kepada ku.Aku merentangkan tangan. Berdiri dan menggeser kursi mendekati ibu."Mau apa kamu?" tanya ibu mendelik. Mencurigaiku."Meluk Ibu!" "Haish... gak perlu! Dah sana pergi, temui Om-mu! Takutnya dia ada urusan mendadak! Buruan gih, ke sana!"Ibu mengibaskan tangannya. Menolak kupeluk dan menyuruhku segera pergi menemui om Hendri.Aku merengut. Pura-pura k
Read more

BAB 15. Pernyataan Cinta Geri

Beberapa menit di dalam mobil menuju rumah sakit aku dan Geri lebih banyak diam. Entah kenapa aku sendiri jadi merasa lebih sungkan ketika hanya berdua saja dengannya didalam mobil seperti ini."Kau masih bisa bertahan kan?" tanyaku menoleh ke arahnya. Berusaha memecah kekakuan.Geri tersenyum. Menatapku sekilas. Lalu kembali memejamkan matanya. Tangannya masih menekan pelipis kirinya. Bau amis darah juga mulai menyeruak di dalam mobilku. Meskipun aku sudah menggunakan masker. Bau anyir darah sedikit banyak membuatku harus menahan mual yang sangat menyiksa."Geri?!" Aku memanggil namanya. Sebenarnya aku sendiri mulai sedikit panik melihat dia hanya diam dan terus memejamkan matanya. Kalau pingsan bagaimana?Lelaki itu tak menjawab. Hanya membuka matanya lemah.Dalam hati aku mengucap syukur melihatnya masih hidup. Aku mempercepat laju mobil menuju rumah sakit."Jangan pingsan ya Ger!" Aku berkata tanpa menoleh."Mbak?" Terdengar suara Geri memanggilku."Ya? Kau perlu sesuatu?""Apa ben
Read more

BAB 16. Bertemu Ratih

Geri berani sekali mencuri kesempatan untuk mencium pipiku. "Kau?!" Aku tentu kaget bukan kepalang. Tanganku sudah terangkat ke atas hendak menamparnya. Namun niat itu aku urungkan saat melihat wajahnya yang terluka karena kecelakaan tadi."Haisssshhh!!" kesalku seraya memukul setir mobil. Geri sudah mengambil kesempatan untuk bertindak kurang ajar padaku dan aku tak mampu memberikan reaksi apapun atas tindakan nekatnya itu."Maaf!" pintanya lirih. Maaf katanya! Hello...! Aku ini masih berstatus istri mas Gandung. Dia juga masih berstatus suami Ratih. Aku memejamkan mata sesaat. Berusaha menetralkan perasaan marah, malu dan perasaan entah lainnya yang membaur dalam hatiku."Turunlah! Kau harus segera di obati!" kataku padanya. Berusaha bersikap seolah tak terjadi apa-apa.Geri tak bergeming."Kamu nggak mampu turun sendiri?" tanyaku saat melihat Geri tak beranjak keluar mobil."Kepalaku sakit," keluh Geri kemudian. Menyandarkan tubuhnya ke kursi mobil. Matanya memejam.Aku memperh
Read more

BAB 17. Menunggu Hasil Pemeriksaan Geri

"Maaf, Ibu! Ini rumah sakit! Mohon pengertiannya untuk tidak membuat keributan!" kata dokter pria muda itu. Menatap tajam ke arah Ratih.Ratih hanya melengos mendengar peringatan dokter muda itu. Namun sejurus kemudian dia berjalan menjauh dari aku dan Geri.Aku tersenyum sinis melihat Ratih."Ibu nggak papa kan?" Dokter pria itu bertanya padaku.Aku tersenyum menggelengkan kepala."Nggak papa, Dok! Terima kasih banyak!" jawabku seraya agak membungkukkan badan padanya."Sama-sama, Bu! Saya permisi!" kata dokter itu tersenyum padaku. Aku menganggukkan kepala dan membiarkannya pergi meninggalkan aku dan Geri.Huft! Aku bisa bernapas lega sepeninggal Ratih dan dokter itu. Padahal aku sudah khawatir kalau Ratih akan membuat keributan yang lebih besar lagi dan mempermalukanku."Maaf ya, Mbak Mayang!" kata Geri. Ada rasa tak nyaman tersirat di wajahnya."Untuk?" "Gara-gara saya, Mbak Mayang jadi mendengar omongan yang nggak enak di dengar dari Ratih!" jawab Geri.Aku hanya tertawa mendenga
Read more

BAB 18. Menjadi Istri Geri

Dengan perlahan aku menurunkan lengan Geri yang tadi aku angkat. Aku jadi merasa sedikit malu karena Geri memergoki aku tengah memberi perhatian padanya. Sedikit sih.Mata hitam Geri menatapku lekat-lekat. Bukannya tadi Geri sedang tidur? Mengapa cepat sekali dia terbangun?"Mbak Mayang ngapain?" tanya Geri masih menatapku. Aku tersenyum setengah malu."Itu... selang infusnya tertindih lengan kamu, jadi aku benerin. Maaf ya kalau kamu lalu jadi terbangun!" jawabku. Jujur sih. Karena apa yang aku lakukan tadi memang tulus tanpa modus apapun.Geri tersenyum mendengar jawabanku. Mungkin bahagia karena mendapat perhatian dari calon ibu dari anak-anaknya. Yaelah! Ini sih virus Geri dah mulai mengkontaminasi otakku, batinku. Mungkin juga setengah halu.Rasanya aku sudah berjam-jam nungguin di rumah sakit. Namun om Johan maupun bapak tak juga muncul. Apa belum selesai juga urusan kecelakaan tadi? Batinku."Mbak Mayang nggak lapar?" tanya Geri padaku.Aku tertawa. Bukannya aku yang seharusn
Read more

BAB 19. Lebih Dekat Dengan Geri

"Apa Mbak Mayang beneran mau jadi istri saya?"Hah! Pertanyaan Geri membuat aku terperangah. Ini orang ya? Apa segitunya ingin menikah denganku?"Yang ada sepertinya malah kamu lho yang pingin banget jadi suami aku!" jawabku setengah tertawa. Entah tertawa bahagia karena keGRan atau tertawa kebingungan karena tak tahu harus menjawab bagaimana. "Itu sih jelas banget Mbak Mayang. Tapi kan saya pingin tahu juga perasaan Mbak Mayang. Jangan sampai rasa cinta saya bertepuk sebelah tangan," sahut Geri.Aku tertawa lagi. Jadi teringat lagu Dewa "Pupus" saat Geri berkata tentang cinta bertepuk sebelah tangan."Menurutmu gimana?" pancingku."Menurut saya sih Mbak Mayang nggak keberatan," jawab Geri penuh percaya diri. Alamak! Haruskah aku bahagia ataukah harus protes karena terus menerus terkaget-kaget mendengar ungkapan cinta Geri selama seharian ini."Benar kan, Mbak?" tanya Geri setengah mendesakku. Aku tersenyum kecut. Kalau pertanyaannya sudah seperti aku harus jawab apa coba? "Diam, b
Read more

BAB 20. Mas Gandung Tak Pernah Berubah

Untung saja mobil yang sekarang ada aku dan Geri didalamnya sudah memasuki pelataran rumah om Johan. Halaman rumah om Johan memang sangat luas karena punya usaha mebel yang sangat besar. Jadi mobil-mobil truk maupun pick up sering lalu lalang di situ."Yaaahh!" Geri mendesah. Seperti kecewa."Kenapa?" tanyaku. Walaupun aku sudah tahu dia sebenarnya tak ingin mobil ini sampai ke rumah om Johan seperti yang dia bilang. Kumatikan mesin mobil dan berniat keluar. Namun urung kulakukan karena kulihat tak ada pergerakan dari Geri untuk keluar dari mobil."Kok nggak turun?" tanyaku menoleh ke arahnya. Geri malah menyandarkan badannya ke jok mobil. Matanya terpejam. "Ger?!" panggilku sambil menepuk lengnnya.Geri membuka matanya. Sesaat mata kami bertemu. Dan meski hanya sesaat, hal itu membuat aku sedikit gugup. Sejurus kemudian aku lihat senyum terkembang dari wajah tampan milik Geri."Aku turun!" kata Geri masih dengan senyumannya. Menarik handle pintu mobil dan membukanya. Keluar dari mob
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status