Home / Romansa / Ibu Sambung Untuk Anak CEO / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Ibu Sambung Untuk Anak CEO: Chapter 21 - Chapter 30

39 Chapters

21. Bercerita tentang kehidupan

"Dari aku kecil hingga dewasa, aku tinggal di sini. Ya begini lah lingkungan tempat tinggal kami, berbeda dengan lingkunganmu, Mas."Renata tersenyum tipis saat Naren tidak berhenti memperhatikan bangunan rumah tua tempat tinggalnya dulu. Ya, sekarang mereka berada di panti asuhan tempat asal Renata. Mereka sudah berada di sini sejak sore hari hingga petang menjelang.Kedatangan Naya dan Naren disambut baik di panti, bahkan Naya cepat akrab dengan anak-anak seusianya. Mereka berkenalan dan mulai bermain bersama hingga kelelahan, Naya yang tidak memiliki banyak teman merasa sangat senang saat bertemu anak-anak panti. Begitu pula Naren yang sudah bertemu dengan bu Mirna dan memberi tahu tentang pernikahannya dengan Renata.Wanita paruh baya itu jelas sangat terkejut namun juga sangat bahagia mendengar kabar itu. Selama ini bu Mirna tidak pernah tahu jika Renata dekat dengan laki-laki, perempuan itu juga tidak pernah mengenalkan seorang teman laki-laki padanya, tapi hari ini tiba-tiba da
Read more

22. Mencari orang tua kandung?

Naren tersenyum dalam pangutannya, ciuman hangat yang baru saja ia berikan terasa sangat tulus, tanpa sekalipun ada niat selain memberi sebuah keyakinan. Namun lelaki itu terpaksa melepaskan tautan bibir mereka karena Renata yang memukul dadanya, perempuannya mulai kehabisan napas. Naren terkekeh saat melihat Renata langsung menunduk malu, walau tercemar pantulan sinar rembulan Naren tahu pipinya bersemu. Perempuan itu bahkan tidak berani menatap wajahnya dan itu sangat lucu."Maaf, aku tidak bisa menahannya." Ujar Naren penuh penyesalan.Kedua tangan lelaki itu mengenggam kedua tangan Renata yang terasa dingin. Tidak ada jawaban dari Renata dan perempuan itu masih tak bergeming. "Renata, maafkan aku." Ulang Naren takut perempuannya marah.Lelaki itu menunduk ingin melihat wajah Renata sebelum akhirnya perempuan itu mengangguk pelan, membuat senyum kembali terpatri di bibirnya. Mereka terlalu lama duduk di selasar rumah dan berpangut bibir hingga tak menyadari jika hari semakin malam.
Read more

23. Nawes tidak berkutik

Semua penghuni mansion jelas tahu Naya adalah gadis kecil penguasa di mansion, semua orang menurut pada Naya tanpa terkecuali. Termasuk Aldeis dan Nawes yang sangat menyenyangi Naya. Jika Naren adalah putra mereka yang penurut, maka Naya adalah cucu yang sedikit pembangkang. Sebab Naren mendidik putrinya tak sekeras Naren saat mendidiknya dulu.Jika Naren kecil harus selalu menghormani orang tua, berbeda dengan Naya yang justru biasa saja dengan anggota keluarganya. Gadis kecil itu tidak pernah sekalipun menundukkan kepala kepada Nawes, Aldeis, apalagi Naren. Naya selalu mendongak angkuh karena merasa bisa memiliki semua yang dia inginkan, begitu lah cara Naren memanjakan putrinya, maka saat Naya tidak mendapatkan apa yang di inginkan, dia akan berubah menjadi rubah kecil yang suka menggigit, suka mengancam, begitulah Naren menyebutnya."Kakek! Kamu harus setuju Mama Renata menjadi Mamaku!" Begitu lah cara Naya meminta persetujuan pada Kakeknya. Gadis kecil itu akan memaksa dan harus
Read more

24. Sarapan bersama

"Papa, Naya mau bertemu Mama." Pinta Naya saat mereka telah memasuki mobil. Air mata gadis kecil itu sudah tidak lagi mengalir, tetapi wajahnya memerah padam. Mata sembabnya menatap Naren sayu. Seolah memohon agar dipertemukan dengan Renata."Baiklah, kita jemput Mama sekarang." Ujar Naren setuju, lalu menyuruh sopir agar segera melajukan mobil. Meninggalkan mansion dengan perasaan campur aduk.Hari ini Naren memutuskan untuk tidak menyetir sendiri karena putrinya yang tak mau melepas pelukannya. Naya duduk dengan nyaman di atas pangkuan, bersandar di dada sang ayah. Menikmati usapan lembut di punggungnya."Papa, Naya mau Mama Renata." Mohon Naya dengan suara yang berubah bindeng."Iya, sayang. Tenang, Mama Renata akan menjadi Mamanya Naya." Tenang Naren yang sesekali menciumi pucuk kepala putrinya."Naya dengar kan, tadi Kakek bilang Papa boleh menikah dengan Mama. Jadi, Naya tidak perlu khawatir, jangan bersedih." Bujuknya.Naya diam tak menjawab, anak itu terlalu nyaman berada di
Read more

25. Datang ke mansion, ya?

"Mama, apa kau tidak lelah bekerja terus?" Naya yang duduk di sofa bertanya pada Renata, gadis kecil itu tak lepas menatap Renata yang sibuk bekerja. Karena di serang bosan Naya jadi ingin mengusik Renata. Saat melihat Renata menggeleng, helaan napas kasar langsung berembus."Tidak, sayang.""Mama, Naya bosan, ayo bermain." pinta Naya yang kini turun dari sofa. Melangkah mendekati Renata."Sebentar lagi jam makan siang, apa Naya bisa menunggu sebentar lagi?" Alih Renata dari layar laptopnya. Wanita itu tersenyum kecil saat melihat bibir Naya mengerucut. Kemudian dengan gerakan cepat Renata mengangkat tubuh kecil yang bersandar pada kursi itu ke atas pangkuannya. Tangannya berayun untuk mengusap kepala Naya, merapikan anak-anak rambut yang menghalangi wajah cantik gadis kecilnya."Mama akan selesaikan pekerjaan dengan cepat, jadi jangan cemberut, oke?" "Tapi Naya bosan." keluh Naya. "Maaf ya, tidak ada boneka atau mainan di ruangan Mama." sesal Renata."Setelah selesai Mama berjanj
Read more

26. Mulai tinggal bersama

Tepat pukul dua belas siang Renata menyelesaikan laporannya, bertepatan dengan jam makan siang. Wanita itu menggerakkan tubuhnya pelan-pelan karena Naya masih tertidur di atas pangkuannya. Kali ini dia percaya dengan ucapan Naren jika memangku Naya membuat tubuhnya pegal-pegal, itu benar adanya.Renata bangun perlahan karena harus menyeimbangkan tubuhnya, baru setelah itu berjalan menuju sofa dan meletakkan Naya di atasnya. Wanita itu meregangkan tubuhnya yang hampir kaku, melemaskan otot-otot tubuhnya agar kembali rileks. Lain kali, dia akan menuruti ucapan Naren agar tidak pegal dua kali."Merawat anak memang tidak mudah, heuh bu Mirna pasti kesusahan selama ini karena merawat banyak anak." Ujarnya pada dirinya sendiri.Dan setelah ini dia akan merasakan apa yang sudah bu Mirna rasakan, merawat seorang putri kecil. Walaupun Renata sudah banyak membantu mengasuh adik-adik pantinya dulu, tetap saja rasanya akan berbeda. Tanggung jawabnya adalah sebagai seorang ibu, bukan sebagai seora
Read more

27. Permintaan Naya

Sore harinya mereka pulang bersama, ketiganya berjalan beriringan dengan Naya di antara Renata dan Naren sembari menggandeng kedua tangan orang tuanya. Wajah gadis kecil itu terlihat berseri-seri karena tahu mulai hari ini mereka akan tinggal bersama. Setiap hari dia bisa melihat wajah Renata saat bangun tidur, sarapan bersama, berangkat ke sekolah diantar dan yang paling Naya tunggu-tunggu adalah meminta Renata untuk membacakan dongeng sebelum tidur.Kebersamaan mereka mengundang banyak pertanyaan, tak banyak dari pegawai perusahaan menatap mereka bingung. Bagaimana seorang pemilik perusahaan berjalan bersama seorang pegawai biasa? Apa sebenarnya hubungan mereka sehingga terlihat sangat dekat? Begitulah kira-kira pertanyaan yang ada di kepala. Hingga ketiganya melesat pergi dari perusahaan untuk pulang, semua orang masih membeku tak percaya. Seorang Naren, pulang bersama perempuan biasa."Besok kita daftarkan pernikahan ke kantor agama, minggu depan kita melangsungkan resepsi. Kau su
Read more

28. Rumah baru

Lima belas menit perjalanan, mereka sampai di apartemen dan Renata langsung mengemasi pakaiannya. Beberapa barang yang menurutnya penting dan berharga, dimasukkan ke dalam satu koper besar. Barang-barang yang berukuran besar dia tinggalkan untuk dikemasi esok hari oleh orang suruhan Naren.Di apartemen Renata tidak begitu memiliki banyak barang. Selain karena kondisi apartemennya yang sempit dia juga harus menghemat uang untuk kebutuhan yang lebih penting. Mungkin barang-barang yang ada di dalam apartemennya juga sidah tersedia di rumah baru.Setelah di rasa cukup, kopernya juga sudah penuh, Renata keluar dari kamar. Menarik koper miliknya lalu menghampiri Naren dan Naya yang duduk di sofa menunggunya. Mulai hari ini dia akan pindah dan hidup bersama Naren, mereka akan berada dalam atap yang sama."Sudah selesai?" Naren mengalihkan pandangannya dari ponsel begitu menyadari ada suara koper yang ditarik. Melihat calon istrinya itu sepertinya telah selesai berkemas Naren segera beranjak
Read more

29. Mansion yang tidak bersahabat

Renata sudah menyiapkan hati ketika akan datang ke mansion keluarga Naren. Wanita itu sudah siap dicaci-maki seperti sebelumnya. Dia percaya setidaknya Naren akan membelanya sebab yang memintanya untuk menjadi istri adalah Naren sendiri. Wanita itu sudah rapi dengan gaun sederhana berwarna cream, membuatnya terlihat lebih elegan. Dia juga sudah selesai memandikan dan mempercantik Naya. Mereka berdua bahkan terlihat lebih akrab sekarang. Naya benar-benar seperti menemukan sosok yang selama ini dia cari, sosok ibu yang akan merawatnya dengan begitu baik. Dengan rambut digerai dan satu jepit pita di sisi kanan, Naya terlihat lebih cantik dan imut. Keduanya keluar dari kamar setelah benar-benar selesai bersiap, menunggu Naren di ruang tamu karena lelaki itu belum menunjukkan batang hidungnya. Mungkin masih belum selesai bersiap, sebab kata Naya, Naren memang membutuhkan waktu yang lama untuk bersiap-siap. Kini jantung Renata berdetak lebih kencang, telapak tangannya bahkan sedikit ba
Read more

30. Jangan injak mansionku!

"Kalau tetap memaksa, setelah menikah aku harap calon istrimu itu tidak akan menginjakkan kaki di mansion. Aku tidak sudi melihat wajahnya." "Kalian pikir aku akan merestui begitu saja? Di dalam mimpipun tidak akan aku lakukan! Memang tidak pantas perempuan rendahan sepertimu bersanding dengan putraku yang hebat!" Nawes berujar dengan menekan kata 'calon istri' yang berarti merujuk pada Renata. Setelahnya, lelaki paruh baya itu meletakkan alat makannya dengan keras, hingga berdenting ketika mengenai dasar piring. Dia pergi begitu saja, meninggalkan semua orang yang masih berada di tempat masing-masing dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. "Renata, maafkan Papa Naren. Mama benar-benar minta maaf atas sikap Papa." Raut penyesalan justru datang dari Aldeis. Mata wanita yang telah berumur itu sedikit bekaca ketika menahan malu atas sikap kasar dan sombong suaminya. Namun, dia tidak bisa melakukan banyak hal, dia tidak bisa membela Renata ketika suaminya menghina calon menantu
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status