All Chapters of Ketika Rumah Tanggaku Masih Di Setir Oleh Mertua : Chapter 11 - Chapter 20

68 Chapters

11. Nasihat Dari Ibu Mertua.

“Loh, kenapa isi rantangnya masih penuh?Bukannya tadi kamu membawakan Adit makan siang. Lalu kenapa ini isinya masih utuh?” tanya Bu Ana kepada Rani.Rani hanya tersenyum kepada mertuanya itu. Kemudian Ia pun mengeluarkan isi rantang dan menaruh ke sebuah piring.“Tadi, sewaktu saya ke sana Mas Adit sedang ada tamu, dan dia sedang makan bersama tamunya. Mas Adit mengatakan supaya saya membawa makanan ini kembali. Katanya, nanti pulang kerja dia bisa makan lagi,” jawab Rani.Mendengar suara Rani menahan tangis membuat Bu Ana mengerutkan dahinya. Ia menatap menantunya itu dan melihat sisa-sisa air mata di pipi sang menantu. “Apa tamunya Gea?” tanya Bu Ana kepada Rani.Rani tersenyum kemudian menganggukkan kepalanya.“Iya Bu, tamunya Mbak Gea,” jawab Rani.Bu Ana menghela nafas panjang kemudian menghembuskann
Read more

12. Selalu Salah.

“Kamu mau mandi atau makan dulu?” tanya Rani saat Adit baru saja pulang. Seperti kata mertuanya. Ia mencoba untuk bersikap tenang dan elegan menghadapi Adit. Ia tidak mau Adit makin menjauh darinya. “Kamu nggak mandi? Perasaan, kamu sekarang jadi kucel. Padahal dulu aku suka sama kamu karena kamu itu cantik dan bersih. Meski nggak perawatan mahal tapi kamu menarik untuk dilihat,” kata Adit alih-alih menjawab pertanyaan Rani. Rani menghela napas panjang dan mengembuskannya perlahan. Sakit sekali mendengar kalimat itu keluar dari mulut sang suami.“Mas, aku kan sedang hamil. Jadi-““Jangan kamu jadikan alasan. Banyak wanita hamil di luar sana yang masih tampak sangat cantik dan menarik. Coba kamu lihat ini jerawat dan Flex hitam di wajahmu,” kata Adit sambil memegang pipi Rani. Rani hanya bisa menundukkan kepalanya menahan supaya air matanya tidak jatuh menetes. Bagaimana mungkin seorang suami yang sangat ia cintai begitu tega mengatakan hal seperti itu padahal saat ini ia sedang men
Read more

13. Meminta Nafkah.

“Mas, hari ini sudah sebulan kan kita tinggal di rumah ini. Apa aku boleh minta uang? Kamu pasti sudah gajian, kan?” kata Rani kepada Adit malam hari itu. Adit menatap istrinya kemudian mengerutkan dahi.“Iya, aku sudah gajian, sih. Biasanya setiap bulan aku menyetorkan uang penjualan kepada ayah. Kemudian ayah akan memotongnya dan memberikan kepadaku sebagian dari keuntungan. Karena, aku yang sudah mengelola toko itu, memangnya kenapa?” kata Adit.“Ya, aku minta uang ... wajar kalau aku minta uang. Aku kan istrimu. Aku perlu membeli kebutuhan untuk kita,” kata Rani.Mendengar perkataan istrinya, Adit sedikit meradang.“Kamu nggak usah macam-macam deh, kita ini tinggal di rumah Ayah dan Ibuku. Mau makan apa saja tinggal ambil. Ibu selalu berbelanja untuk kita semua, kamu tinggal makan, tinggal mengolah. Lalu minta uang untuk apa lagi? Kita juga tidak perlu membayar listrik, tidak perlu membayar biaya sewa rumah. Jadi untuk apa aku memberimu uang?” kata Adit.Rani terbelalak kaget, ia
Read more

14. Pecah Ketuban

Siang itu Rani terpaksa harus ke toko, karena ia diminta Bu Ana untuk mengantarkan pesanan orang yang lupa dibawa oleh Adit tadi pagi.“Tolong Ibu ya, Ran. Pesanan ini akan diambil oleh Bu Destri, dan dia akan ke toko karena jika ke rumah tidak akan sempat. Siang ini dia akan berangkat. Jadi dia terburu-buru, kamu bawakan ini ke tokonya Adit biar nanti Bu Destri bisa mengambil barang ini di toko Adit,” kata Bu Ana.“Apa di toko Mas Adit tidak ada lagi barang seperti ini, Bu?” tanya Rani. Bu Ana menggelengkan kepalanya.“Tidak ada, stok ini sudah habis dan ini hanya tinggal sisa. Makanya kemarin Adit bawa pulang, supaya tidak dijual oleh karyawannya kepada orang lain. Kamu ke sana, ya, sekalian bawakan suamimu makan siang,” kata Bu Ana. Rani mengganggukan kepalanya.Sebenarnya ia malas untuk ke toko Adit, karena beberapa kali Rani ke sana membawakan makan siang tidak pernah dimakan oleh Adit. Bahkan, dua kali terpergok olehnya Gea sedang berada di toko itu. Sebagai wanita biasa, Rani
Read more

15. Rani Melahirkan.

"Mas, tolong taroin dong. Pelan-pelan ya, nanti kebangun," pinta Rani pada Adit. Adit dengan senang hati menuruti. Digendongnya bayi mungil berbedong warna merah biru, direngkuhnya secara lembut, kemudian ia hirup wanginya dengan hidung. Jika pada awalnya Adit ingin marah kepada Rani karena wanita itu terpaksa cesar, saat melihat wajah putrinya hanya ada perasaan bahagia. Begitu pula dengan Rani. Lupa sudah ia dengan kejadian sebelum operasi. Lupa juga ia dengan adegan mesra Adit dan Ghea. "Mas, jangan diciumin. Dia baru tidur. Nanti kebangun," protes Rani yang melihat Adit malah menggoda Tasya.Adit nyengir saja ketika mendengar protes Rani. "Wanginya enak, Sayang," sahutnya.Ya, siapa orang yang nggak suka wangi bayi? Everyone would love it. Bayi belum mandi, baru bangun tidur saja wangi, apalagi ini—mereka habis mandi pagi.Tak lama, Adit benar-benar menaruh Tasya kembali di box bayi yang sudah disediakan pihak rumah sakit."Kamu mau sarapan sekarang, Sayang?" Adit sudah duduk
Read more

16. Nasihat Ulfa.

"Wajar, kan nge-ASI-innya? ASI kamu lancar?" kata Ulfa menanggapi sebelum kemudian mendekatkan dirinya ke ranjang Rani. "Aku nggak tepat banget ya, dateng jelang sore gini? Harusnya kamu kan banyak istirahat apa lagi kamu lahirannya cesar."“Ya, aku tidur sebentar aja ya, kalo gitu.” kata Rani. Ulfa mengangguk dan membiarkan sahabatnya itu tidur. Ya, Rani memang sulit tidur. Tadi, beberapa belas menit yang lalu, Adit memaksanya untuk tidur. Rani butuh istirahat juga kan, supaya kondisinya lekas pulih.Sementara itu, Tatia sudah meronta ingin diturunkan dari gendongan papanya, "Daddy, aku mau liat dedek bayinya!" pintanya agak sedikit keras. Ulfa melihat ke arah anaknya itu kemudian membuat gestur 'jangan berisik' dengan satu jarinya yang ia taruh di depan bibir. "Jangan teriak-teriak, Tatia. Nanti Tante Rani sama dedek bayinya bangun!" peringat Ulfa pada Tatia. Bocah itu mengangguk, mengerti, hingga akhirnya diturunkan Bima. Bersama Ulfa, Tatia melihat dengan takjub bayi mungil y
Read more

17. Bahagia Menjadi Seorang Ibu.

"Kenapa, sih? Kok kamu nggak ngantuk-ngantuk?" tanya Adit kepada RaniRani tersentak saat lengan Adit mengelilingi perutnya. Dagu suaminya itu juga ditumpukan di pundak Rani. Seperti malam kemarin, di malam kedua ini Rani masih saja sulit terpejam. Kantuk pun tidak kunjung datang. Minum susu hangat, sudah. Makan manis, sudah. Perut sudah kenyang. Tapi, masih saja segar matanya.Rani menghela napasnya kasar. "Ada yang kamu pikirkan, ya? Apa kamu masih memikirkan tentang Ghea?" Adit dengan sabar memancing Rani untuk menceritakan kegundahannya. Walau bagaimana, saat ini menjaga perasaan Rani jauh lebih penting untuk Adit. Ia memang masih mencintai Ghea, tapi ia tidak mau kehilangan Rani dan Tasya."Sekarang aku jadi tau, gimana perasaan Ibu, Mas," sahut Rani lirih."Hmm. Bagaimana?""Aku bisa bayangin, bagaimana dulu Ibu melahirkan aku. Ibu adalah seorang ibu yang sangat baik dan karena itu ayah terlalu mencintai sehingga saat Ibu tidak ada, Ayah begitu terpuruk hingga pada akhirnya-"Ra
Read more

18. Mengadakan Pesta

"Nah, Tasya, ini rumahmu," ujar Bu Ana pada Tasya di gendongannya. Anak itu seperti mengerti perkataan Neneknya, matanya mengerjap-ngerjap seperti betul-betul sedang memindai rumah.Mereka baru saja tiba di rumah, dan di sana ada Anjar dan Amel juga. Rani hanya dijemput oleh Adit dan Bu Ana saja. Sementara Pak Tomi seperti biasa tidak pernah mau berinteraksi dengan menantunya yang satu itu.Saat Dokter menyatakan Rani sudah bisa beraktivitas secara normal, mereka tak menunggu lama untuk kembali pulang ke rumah."Non, kangen saya," sambut Mbok Nurrmi memeluk Rani."Kamu sudah siapkan kamar Tasya?" tanya Bu Ana berikutnya, lantas langsung meminta Mbok Nurmi mengantarnya ke kamar cucunya.Rani hanya bisa tersenyum, sepertinya Bu Ana sudah mengambil alih posisinya sebagai ibu Tasya karena perempuan itu banyak sekali terlibat dalam urusan Tasya."Kangen juga sama rumah ini ya," ujar Rani seraya merebahkan kepalanya di dada Adit."He-eh," ujar Adit singkat, "Mana ada sih orang yang betah be
Read more

19. Tidak Tahu Malu.

Ya Tuhan, petaka apa yang akan terjadi saat perempuan itu ada di rumahnya? Siapa pula yang sudah mengundang mantan kekasih Adit itu untuk datang."Nah, ini dia sang Nyonya rumah yang baik hati," ujar Anjar saat melihat Rani mendekati mereka, "Ini Rani, istri dari adikku, Adit."Semua orang serentak berdiri –tidak terkecuali Ghea—lantas menyalami Rani saat Anjar memperkenalkan teman-temannya itu satu per satu pada Rani."Dan ini—""Kami sudah saling kenal, Mas Anjar. Waktu aku baru pulang dari Hongkong kemarin aku sudah bertemu dengan Rani," potong Ghea cepat dengan sebuah senyuman manis yang memabukkan. Rani takjub bagaimana Ghea bisa bersandiwara setelah kejadian terakhir yang menimpa mereka dan nyaris membuat Rani celaka karena kontraksi mendadak."Oh ya? Apa Rani juga sudah tau kamu siapa di masa lalu Adit?" tanya Anjar terlihat antusias."It's a long story," ujar Ghea seraya mengibaskan tangan, "Akan membosankan buatmu. Iya kan, Ran?" tanya Ghea dengan sebuah kedipan mata untuk R
Read more

20. Hadiah Dari Ulfa.

Di mana sih Rani? Tanya Adit dalam hati saat dia sudah berkeliling taman tapi juga tidak menemukan istrinya itu di mana-mana.Saat dilihatnya Bu Ana maupun Bude Yatmi yang tengah asyik mengobrol dengan para tamu tanpa kehadiran Tasya di tangan mereka, membuat Adit berasumsi istri dan anaknya itu saat ini berada di kamar mereka di atas. Mungkin Tasya ingin menyusu, atau anak itu memang sudah mengantuk dan harus segera tidur jauh dari kebisingan ini.Asumsi itu membuat Adit tenang, dia menarik sebuah kursi lantas mendudukinya ingin rehat sejenak setelah sejak tadi harus berbasa basi menyapa setiap tamu.Adit memutuskan untuk menikmati kesendiriannya seraya menonton band kecil yang saat ini sedang menyanyikan lagu All I Want-nya Kodaline. Salah satu lagu kesukaan Rani yang belakangan juga mulai dia sukai.'Cause you brought out the best of meA part of me I'd never seenYou took my soul wiped it cleanOur love was made for movie screensTidak bisa tidak, Adit tersenyum saat mendengarkan
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status