Semua Bab Cinta yang Kau Bawa Pergi : Bab 81 - Bab 90

157 Bab

Part 81 Quality Time 2

Samudra terbangun saat merasakan dingin di tubuhnya. Selimut ditarik hingga menutupi dada. Lantas meraih arloji di atas nakas. Jam tiga pagi waktu setempat.Pria itu memandang ke sebelah. Diva masih tidur meringkuk menghadap ke arahnya dengan selimut yang menutupi hingga ke batas leher. Rambut lurusnya acak-acakan karena keliaran mereka beberapa jam yang lalu.Rasanya seperti mimpi semua yang ia lalui dalam beberapa hari ini. Akhirnya ia menikah di usia yang memasuki angka tiga puluh tiga tahun. Dan wanita disebelahnya ini adalah orang yang baru menghabiskan malam pertama dengannya.Memang benar, sekecil apapun peristiwa pasti ada tujuan disebaliknya. Ada hikmah meski hanya sekedar memberikan pengajaran dan pengalaman. Dikarenakan lampu seinnya yang ditabrak Diva, akhirnya ia mengenali gadis itu. Proses yang singkat tanpa banyak pertemuan, lantas menikah. Begitu mudahnya jalan menuju pernikahan jika Allah telah berkehendak. Semua di atur sedemikian rupa di tengah hatinya yang porak po
Baca selengkapnya

Part 82 Kado Istimewa 1

Mak Ni menggeser kotak kado ke hadapan Delia. Ada baby gift vouchers yang bernilai sangat fantastis. Di kartu ucapan selamat tertulis nama Yovan. Pria itu sengaja memberikan voucher supaya Delia bisa berbelanja dan memilih barang sesuai kebutuhan untuk bayinya. Bukan voucher belanja untuk dirinya, tapi untuk baby boy yang akan lahir lima bulan lagi."Mas Yovan ngasihnya banyak banget, Mbak?" Mak Ni memperhatikan voucher di tangan Delia. "Iya. Aku bisa belanja di retail yang tertera di voucher ini, Mak. Mungkin dia bingung mau ngasih apa, akhirnya ngasih voucher saja."Wanita setengah baya itu turut terharu, karena pernah menjadi saksi hubungan lelaki itu dengan majikannya. Bagi Mak Ni, Yovan adalah pria yang sangat baik, sopan, dan ramah. Dia mudah sekali bergaul dengan siapapun, termasuk pegawai rendahan seperti dirinya. Saat Delia putus dari Yovan, Mak Ni ikut merasakan patah hati."Mak, roti tawar masih ada?" tanya Delia yang tiba-tiba merasakan perutnya lapar. Padahal tadi sudah
Baca selengkapnya

Part 83 Kado Istimewa 2

Delia menjawabnya dengan senyuman lantas memejam. Sedangkan Barra masih memperhatikan wajah ayu yang terlihat masih menyimpan guratan kecewa. Apa yang mesti dilakukannya sekarang? Menemui Cintiara atau menelepon agar gadis itu tidak mengganggu hidupnya lagi, tapi baginya itu tidak mungkin. Jika bicara dengannya, berarti Barra kembali berkomunikasi. Banyak kemungkinan yang terjadi jika ia kembali bicara dengan mantannya. Entah bertemu langsung atau via telepon. Walaupun maksudnya untuk menghentikan gadis itu agar tidak terus-menerus meneror rumah tangganya. Memang ia telah menyakiti Cintiara, tapi bukan berarti ia harus mentoleransi tindakannya.Lalu bagaimana supaya Delia benar-benar mempercayainya? Berulang kali Barra menghela nafas panjang. Helaan nafas yang masih bisa di dengar jelas oleh Delia yang tengah memejam. Dia tidak bisa terlena meski telah berusaha. Benci sekali rasanya jika keraguan muncul lagi tiap kali ada perkara yang kembali mengungkit kisah lama suaminya.Rasanya t
Baca selengkapnya

Part 84 Senja di Jakarta 1

Bau minyak kayu putih memenuhi penciuman saat pertama kali Delia membuka mata. Leher, dekat telinga, dan telapak tangan serta kakinya terasa hangat. Samar-samar ia melihat beberapa orang yang mengelilinginya. Ia juga merasakan tangannya di genggam oleh seseorang.Beberapa detik kemudian, Delia menangis hiteris. Bu Hesti memeluknya erat. "Istiqfar, Nak. Ayo, istiqfar. Barra nggak apa-apa, dia sedang ditangani dokter." Sambil terisak, Bu Hesti menenangkan putrinya. Di usapnya lengan sang anak sambil terus membimbing Delia untuk beristighfar.Diva turut mengusap-usap lengan adik iparnya. Sementara Samudra yang baru saja menutup telepon segera menghampiri sang adik. "Delia, ini Mas. Jangan khawatir, Barra nggak apa-apa. Dokter sedang menanganinya." Delia yang terisak dalam pelukan sang mama beralih menoleh pada kakaknya. Semudra memeluknya erat. Meski hatinya sendiri terasa hancur lebur. Ia seperti kembali teringat peristiwa tiga puluh dua tahun yang lalu. Delia seperti sang mama yang te
Baca selengkapnya

Part 85 Senja di Jakarta 2

Akhirnya pesawat take off tepat pukul 14.40 menit. Di dalam pesawat, Delia lebih banyak melamun daripada bicara. Bu Hesti yang duduk di sebelahnya tak henti mengusap lembut tangan dan perut Delia. Sementara Pak Irawan bersandar sambil memejam. Pikirannya tak kalah semrawut. Peristiwa hari ini seperti sedang mengulang zaman masih mudanya. Tidak. Semoga kondisi Barra tidak separah dirinya waktu itu. Kasihan Delia, kasihan calon cucunya.Samudra yang duduk di bangku sebelahnya bersama sang istri, sering sekali menoleh pada Pak Irawan. Pemikirannya pun sama, dia juga terkenang kisah silamnya seperti sang papa.1 jam lebih 30 menit akhirnya mereka sampai juga di Bandara Soekarno-Hatta. Lutut Delia terasa lemas meski hati tidak sabar untuk segera melihat keadaan suaminya.Sesampainya di rumah sakit, rombongan Pak Irawan disambut oleh Pak Adibrata dan Bu Diyah. Wanita itu memeluk menantunya erat. "Bagaimana keadaan Mas Barra, Ma?""Masih di ruang ICU, Nak," jawab Bu Diyah sambil menangis.
Baca selengkapnya

Part 86 Hasil Pemeriksaan 1

Pria itu masih memejam saat Delia masuk. Kantung infus sepertinya baru selesai diganti."Hari ini kalau nggak ada kendala, setelah CT scan Barra akan dipindahkan ke ruang perawatan," ucap Samudra lirih di telinga adiknya. Delia menjawab dengan anggukan kepala. Lega kalau dipindahkan dari ICU. Bermakna kondisi suaminya tidak mengkhawatirkan lagi. Meski masih butuh perawatan untuk beberapa hari ke depan.Delia menggenggam jemari Barra. Spontan pria itu membuka mata dan mencari orang yang sedang menyentuhnya. Senyum menghiasi bibirnya yang masih pucat. Tangannya merespon genggaman Delia. Membuat wanita itu berdiri dan mendekat ke wajah suaminya. Bulir bening meluncur dari sudut mata Barra saat melihat Delia berkaca-kaca. Bibirnya bergerak mengucapkan kata maaf tanpa suara. Membuat Delia makin sedih. Harusnya dia yang minta maaf. Saat Barra berangkat, dirinya masih bermuram durja. Semalaman membiarkan Barra bicara tanpa tanggapan serius darinya. Bahkan mengantarkan ke bandara dengan paks
Baca selengkapnya

Part 87 Hasil Pemeriksaan 2

Delia lega melihat suaminya jauh lebih baik. Wajahnya tak sepucat kemarin. Dan selang oksigen pun telah dilepas. Barra juga berbaring setengah duduk."Mas, sudah makan?" tanya Delia menggeser kursi lebih mendekat pada sang suami."Belum. Mas nunggu kamu," jawab Barra lirih sambil tersenyum. Tubuhnya masih tampak lemas dan terasa pegal-pegal. Efek dari guncangan di pesawat waktu pilot melakukan manuver penyelamatan meski pada akhirnya berujung naas. Kepalanya juga masih pusing, tapi tak separah kemarin."Aku suapi ya!" Delia bangkit dan mengambil jatah makan untuk pasien. Nasi putih, sup daging, tempe, dan perkedel kentang. Ada juga sepotong puding di sebuah wadah persegi."Kamu makan dulu. Mas makan habis kamu saja," kata Barra."Nggak apa-apa. Aku sudah makan buah sebelum Maghrib tadi," jawab Delia sambil membuka plastik wrap yang menutupi mangkuk makanan. Kemudian mulai menyuapi suaminya. Barra mengunyah sangat pelan. Ia merasakan rahangnya kaku dan tubuhnya masih sakit jika dipak
Baca selengkapnya

Part 88 I Love You 1

Seorang pria usia enam puluhan dan sang istri tersenyum saat pintu di buka oleh Samudra. Mereka datang sambil membawa parcel buah dan sekotak besar aneka rasa roti."Pak Broto dan Ibu, mari silakan duduk." Bu Diyah buru-buru berdiri menyambut tamu sekaligus mitra bisnis suaminya. Pak Adibrata menyalami mereka. Begitu juga dengan semua yang ada dalam ruangan menyalami sepasang suami istri yang sangat ramah itu. Ini kali kedua Pak Broto datang membesuk, yang pertama waktu Barra masih di ruang ICU dan belum sadarkan diri. "Bagaimana Mas Barra? Nggak trauma kan jika kita mesti meeting di Jakarta lagi?" goda Pak Broto sambil berdiri di sebelah Barra yang duduk di atas brankar."Insyaallah nggak, Pak," jawab Barra sambil tersenyum. Pertemuan mereka membahas tentang kecelakaan yang menimpa Barra, bicara tentang spekulasi apa yang menyebabkan terjadinya accident kemarin. Setelah itu pembicaraan tak jauh dari dunia perniagaan dan bisnis. Hanya Samudra saja yang berbeda profesi di antara mer
Baca selengkapnya

Part 89 I Love You 2

Barra membuka aplikasi pesan. Semua pesan yang masuk menanyakan kondisi dan keadaannya. Juga berisi doa agar dirinya lekas pulih. Barra membalasnya satu per satu dengan kalimat yang sama. Ucapan terima kasih dan mengabarkan bahwa dia sekarang baik-baik saja."Ada yang mengirimkan email juga, Mas.""Oh ya?""Iya. Tapi maaf, aku sudah membuka dan membacanya. Ada email dari Cintiara. Dia tahu Mas kecelakaan. Mungkin dia khawatir karena berkali-kali mengirimkan pesan bertanya keadaanmu." Delia bicara dengan wajah tenang. Kendati perasaannya sedang bergolak. Pria itu diam sejenak, kemudian beralih memeriksa emailnya. Benar yang dikatakan Delia. Cintiara berulang kali menanyakan kabarnya. "Maafkan Mas ya, karena tidak bisa mengganti email. Jadi dia masih bisa mengirimkan pesan. Tapi Mas nggak pernah membalasnya."Delia tersenyum meski hatinya pedih. Ia bisa memahami dan tidak akan menuntut hal itu pada suaminya. Sebab email itu sangat penting bagi Barra. Banyak pekerjaan yang terhubung ke
Baca selengkapnya

Part 90 Kasmaran 1

"Kenapa kamu nggak tidur?" tanya Barra lagi sambil bergerak miring menghadap istrinya."Aku barusan bangun. Oh ya, aku dapat pesan dari Yovan," kata Delia hati-hati.Barra yang masih mengantuk langsung membuka mata dan menatap layar ponsel yang sedang dipegang istrinya."Yovan nanyain kabarnya, Mas.""Kamu balas saja nggak apa-apa." Jawaban Barra malah membuat Delia ragu. Terlebih selama ini sang suami telah membangun tembok tinggi di antara dirinya dengan Yovan. Voucher dengan nilai sebanyak itu juga dilarang untuk dibelanjakan. Padahal laki-laki itu tidak pernah mengusiknya seperti yang dilakukan Cintiara.Delia mengembalikan ponsel di nakas sebelah tempat tidur. Padahal sebenarnya ia kasihan. Yovan bertanya baik-baik, sebagai bentuk kepedulian terhadap kabar suaminya. Delia hanya khawatir, setelah ia membalas pesan Yovan, nanti Barra juga membalas pesan dari Cintiara. Ah, sejauh itu pikiran Delia. Bisa jadi, Barra mungkin sedang mengujinya."Nggak kamu balas?" tanya Barra."Nggak,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
16
DMCA.com Protection Status