All Chapters of Silakan Pergi Bersama Selingkuhanmu, Mas!: Chapter 121 - Chapter 130

140 Chapters

Bab 121

Kami langsung menghampiri dokter yang tengah melepaskan stetoskop. Lalu berbicara pada kami dengan mimik wajah serius."Gimana Tante saya, Dok?" tanya Mbak Giska sangat kelihatan cemas."Maaf, saya sudah berusaha menolong, tapi pasien sudah tidak bernyawa." Ucapan dokter membuat lututku sulit menopang kedua kaki. Aku dan Mbak Giska luruh ke lantai bersamaan."Inalillahi wa innailaihi rojiun," ucapku meskipun agak sulit. "Sabar, Bu. Seperti yang tadi ibu bilang, pasien kurang cairan, ditambah terserang gerd," jawab dokter.Aku memegang dada. Rasa bersalah mulai muncul dan merasuki hati juga pikiran. Belakangan banyak masalah, makan Tante Soraya sudah tidak teratur lagi. Ternyata ia memiliki penyakit kronis."Apa Tante Soraya sudah memiliki penyakit ini, Dok?" tanyaku penasaran. Khawatir menjadi bulan-bulanan keluarganya di Turki jika mengetahui Tante Soraya di sini meninggal dunia akibat membantu menyelesaikan masalah keponakannya."Sebuah penyakit pencernaan yang mana asam lambung at
last updateLast Updated : 2023-01-12
Read more

Bab 122

"Ceritanya nanti saja belakangan, Bu. Saya akan usahakan menghubungi keluarganya yang berada di Turki, jika tidak ada tanggapan, barulah anak dari pernikahan pertamanya, kita harus mengurus pemakaman Tante Soraya secepatnya, kalau bisa, di Indonesia aja," tutur Adnan. Kemudian aku setuju dengan usulannya, lalu panggilan pun terputus setelah ia menutup dengan salam.Aku kembali menemui Mbak Giska, dan hendak mengurus semua administrasi rumah sakit dan segalanya. Aku melihat wajah Mbak Giska yang sembab karena menangisi kepergian Tante Soraya. Dari arah belakang, aku pun memeluknya."Orang baik dipanggil dengan cepat ya, Mbak. Aku juga nggak nyangka. Tapi do'akan saja semoga Tante Soraya sudah tenang," ucapku tepat di telinga Mbak Giska. "Kalau boleh tahu, memang Tante Soraya sebelum menikah dengan yang di Turki, memiliki anak di Bandung dari pernikahan pertamanya?" Mbak Giska menoleh ke arahnya. "Iya, Om Sandi namanya, tinggal di Bandung, anaknya namanya Eria, usianya seperti kamu la
last updateLast Updated : 2023-01-13
Read more

Bab 123

"Kenapa kamu nggak kasih tahu aku, Mbak? Mama ada di Indonesia tapi anaknya sendiri tidak tahu!" teriak Eria.Kini kami semua jadi sorotan para pelayat yang datang. Sedangkan Mbak Giska, ia hanya mampu menangis menanggapi ucapan Eria."Maafkan Mbak, Eria. Bukankah kalian punya perjanjian di atas kertas, dan kamu tahu sendiri orang tuamu itu memiliki perjanjian khusus," sanggah Mbak Giska.Pilu, memang sangat menyakitkan untuk hati seorang anak broken home. Lagi-lagi Eria menjerit ketika ia menoleh ke arah sang mama yang sudah terbujur kaku dialaskan tikar, tubuhnya tertutup kain putih, wajahnya masih dibuka karena memang menunggu sang anak hadir."Sudah tidak ada waktu untuk berdebat masalah ini, lebih baik kamu peluk jenazah mama untuk terakhir kalinya," bujuk sang papa sambil memegang bahunya.Eria pun meluruhkan lutut dan tubuhnya ke lantai. Bobotnya jatuh tepat di hadapan mayat sang mama."Jangan netesin air mata di wajahnya, ya Mbak," seru salah seorang ustadz yang tengah ikut me
last updateLast Updated : 2023-01-14
Read more

Bab 124

Berbarengan dengan office boy yang keluar, Adnan pun masuk untuk sekadar berdiskusi dengan kami. Ia duduk di sebelahku persis dan menyimak obrolan setelah berjabat tangan dengan Mbak Giska juga aku.Aku melirik ke arah kertas tersebut. Feelingku mengatakan bahwa orang yang mengirim secarik kertas adalah Eria. Aku yakin itu anaknya Tante Soraya yang meminta bagian dari hartanya."Coba baca, Mbak, aku penasaran," suruhku.Mbak Giska pun membuka lipatan yang sudah dilipat menjadi dua."Mbak, aku baru baca pesan Mama yang terakhir kalinya di sosial mediaku yang sudah lama tak ku gunakan. Ia ingin memiliki satu pondok pesantren, bisakah Mbak Giska membantuku mewujudkannya? Konon kata Adnan, orang kepercayaan Mbak itu, Mama memiliki satu peninggalan perusahaan. Kalau boleh aku pinta untuk mewujudkan impian terakhir almarhum Mama. Aku tidak ingin ikut campur dalam hal ini, Mbak urus semuanya, itu saja. Terima kasih."Usai membacakan isinya, Mbak Giska yang tadinya berdiri langsung terduduk s
last updateLast Updated : 2023-01-15
Read more

Bab 125

"Namanya Pak Eric, Bu," ucap sekretarisnya Mbak Giska.Aku pun menautkan kedua alis. Begitu juga dengan Mbak Giska, tapi ia langsung memerintahkan tamu yang tanpa buat janji itu masuk."Ga, sekalian suruh OB buatin minum deh untuk Eric, lemon tea ya," suruh Mbak Giska membuatku tersenyum sambil mengangguk. Ternyata sehapal itu kakakku dengan minuman favorit Eric.Eric tak pernah berkabar sejak satu minggu kepergian Yunna, entah ada angin apa ia tiba-tiba muncul di hadapan kami. Rencana aku dan Mbak Giska untuk ke kampung halaman Yunna yang tidak lain kampungku juga pun belum terealisasi. Ya, karena kami terlalu sibuk dengan urusan masing-masing, terutama masalah aset peninggalan Tante Soraya.Mbak Giska meminta Eric untuk ke sofa, aku pun turut digandeng olehnya ke sofa berwarna biru navy yang ada di ruangan kerja Mbak Giska. "Apa kabar, Ric?" tanya Mbak Giska."Kabarku biasa, nggak baik dan nggak juga buruk." Ia mengawali dengan canda. "Tapi yang jelas aku ke sini mau marah pada ka
last updateLast Updated : 2023-01-17
Read more

Bab 126

Aku mulai membaca isi dari catatan yang almarhumah Yunna tulis.[Aku bertemu dengan teman kecilku, namanya Nurma. Jujur saja, aku baru tahu kalau dia kini menjadi istri kedua. Dsn uniknya, istri pertama yang memintanya untuk menjadikan dia istri kedua. Sungguh istimewa, aku beruntung bertemu dengan mereka. Niatnya, dalam waktu dekat ini aku ingin mengajak mereka kolaborasi untuk membuat sebuah panti asuhan. Hasil gajiku selama menjadi dokter sudah cukup untuk membangun rumah untuk panti yang tidak memiliki orang tua. Semoga segera terwujud.]Aku mengurai air mata seketika. Sungguh cita-cita seperti ini jarang ditemui, terlebih lagi aku sendiri yang memegang peranan penuh di perusahaan tempat Mbak Giska saja belum terbesit untuk membuat sebuah panti asuhan. Namun, tidak dengan Yunna, ia kepikiran ke arah sana. Apakah ini yang dinamakan orang baik meninggal pun akan berbekas kebaikan.Setelah aku membacakan catatan yang ditulis oleh Yunna beberapa waktu lalu. Aku menyerahkan kembali pon
last updateLast Updated : 2023-01-18
Read more

Bab 127

"Mama, kok ada di sini?" Aku menghampirinya dan meraih punggung tangan orang yang telah melahirkanku itu. Mama ke Jakarta tidak memberikan kabar padaku."Kamu sibuk jadi nggak perlu kasih kabar, lagian Mama ke sini mau kasih kejutan untukmu," sahut Mama Rosmala. Mbak Giska dan juga Adnan ikut menghampiri meraih punggung tangan mama. "Bu, langsung dari Semarang atau singgah dulu?" Mbak Giska bertanya pada mamaku."Giska, aduh Ibu bahagia sekali mendengar suaramu langsung. Sejak kamu bisa bicara lagi, Ibu belum pernah mendengar suaramu," ucap Mama. Tangannya membelai pipi kakak angkatku itu."Bu, maaf ya, gara-gara aku, anak Ibu jadi jauh dari mamanya," timpal Mbak Giska.Suasana menjadi haru, tapi ini sebuah kebahagiaan yang sangat tak terukur nilainya."Giska, Nurma, Ibu ke sini juga atas permintaan Adnan," jawab Mama membuatku menoleh ke arah laki-laki itu.Kami semua terpaku ke arah Adnan berdiri. Namun, tiba-tiba saja Eric datang dengan membawa bunga. Aku tersenyum, dan berpikir
last updateLast Updated : 2023-01-19
Read more

Bab 128

"Mama nggak tahu siapa namanya, mereka datang bertiga, yang satu agak kurang waras gitu, sering ngomongin ayahnya, tentang ayahnya sudah meninggal gitu, dia bilang mau nyusul atau apa gitu," papar Mama membuat aku dan Mbak Giska saling bertumbuk pandangan.Ini pasti Helen dan Sheila, aku yakin mereka datang bersama mamanya."Kita lupa ngasih tahu mereka, Mbak, tentang kecelakaan yang menimpa Dokter Yunna," ucapku padanya."Iya, Mbak nggak kepikiran ke sana, nggak inget sama Helen, lupa kalau mereka itu sepupuan," tambah Mbak Giska."Oh kalian kenal, Mama nggak terlalu banyak dengar sih waktu itu, langsung pulang saat menitipkan sesuatu pada ibunya, dari Adnan untuk keluarganya Yunna."Lagi-lagi aku heran sama Adnan, banyak yang tidak aku ketahui tentang dia, apa yang ia lakukan sering di luar dugaan."Sudahlah kita fokus pada diri kita saja, nggak usah membicarakan orang lain. Helm marah sih wajar pada saudaranya, karena mereka kan saudara," jawab Mbak Giska.Kemudian sopir membelokka
last updateLast Updated : 2023-01-20
Read more

Bab 129

"Hai, Giska, Nurma, apa kabar?" tanya Helen."Baik, silakan duduk," suruh Mbak Giska.Aku menoleh ke arahnya dengan mata menyipit. Kemudian, mengatupkan bibir seraya masih tak percaya."Kamu dan Sheila gimana keadaannya?" tanya Mbak Giska."Kecewa," jawab Helen singkat.Aku dan Mbak Giska saling beradu pandangan lagi."Kecewa sama kami berdua? Karena tidak mengabari kematian Dokter Yunna?" Mbak Giska menebaknya, sama sepertiku saat ini, kepikiran ke arah sana juga."Itu hanya alasan kecil, alasan besarnya ada satu, yaitu tentang amanah sepupuku. Seharusnya Yunna mengamanahkan ke saudaranya, bukan pada kamu," terang Helen.Aku menautkan kedua alis. Kemudian menyoroti wanita itu dari ujung kaki ke ujung kepala. Ia duduk dengan kaki bertumpu di atas pangkal paha sebelah kiri."Kenapa kamu harus marah? Bukankah yang namanya amanah, terserah orang yang mengamanahkan ya? Kenapa jadi keharusan?" Aku menyanggah segala ucapan Helen. Sebab, walau bagaimanapun, amanah yang ditulis Yunna, tertera
last updateLast Updated : 2023-01-21
Read more

Bab 130

Kemudian Helen menunjukkan nominal yang tertera di layar ponselnya. Aku tahu dia orang kaya raya, dan memiliki saldo yang fantastis jumlahnya. Namun ini adalah pesan terakhir Yunna. Wanita yang pernah bertunangan dengan Eric telah berpesan ingin kolaborasi dengan Mbak Giska."Sebenarnya kamu paham nggak sih? Kan sudah dibilang ini masalah bukan dari jumlah uangnya, pesan Yunna adalah kolaborasi dengan Mbak Giska, kira-kira penjelasanku udah paham belum?" Aku bicara dengan nada sombong."Aku paham, tapi yang penting kan uangnya Yunna itu tetap terpakai untuk yang baik-baik. Jadi mau donasinya dari aku atau Giska seharusnya nggak masalah," sanggah Helen membuatku menghela napas.Sepertinya memang akan kesulitan bicara dengan Helen. Wanita ini sangat keras kepala, Sama halnya saat dia membalas dendam pada Mas Firman. Yang dipakai hanya keinginan yang berapi-api."Sudahlah nggak usah ribut, Ini masalah donasi aja kan? Aku atau Helen bisa sama-sama mendonasikan uangnya. Silakan kalau Helen
last updateLast Updated : 2023-01-22
Read more
PREV
1
...
91011121314
DMCA.com Protection Status