Home / Urban / Lelaki Impian Si Gadis Tak Sempurna / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Lelaki Impian Si Gadis Tak Sempurna: Chapter 71 - Chapter 80

330 Chapters

Kembali dalam pelukku

Aku masih melumat bibirnya hingga tanpa sadar telah membuat Minaki menangis. Dia pasti terkejut dan merasa dilecehkan karena tanpa seizinnya aku melakukan perbuatan yang tidak sepantasnya. "Minaki?" Aku meraih tubuhnya ke dalam dekapanku. Rasa bersalah itu kemudian menyeruak. Bagaimana bisa aku sampai lupa diri? Padahal Minaki adalah klienku, bukan pelampiasan nafsu dan egoku. "Maaf Minaki, maaf." Aku mengusap dan mencium pucuk kepalanya. Minaki masih menangis tergugu dengan menggigit jarinya sendiri. Tapi aku terus menenangkan dan mengusap halus punggungnya. Aku khawatir tangisnya terdengar pelayan atau kedua orang tuanya. Ini berbahaya dan bisa menjadi akhir bagiku untuk mendapatkan ribuan yen lagi dari keluarga Minaki. Setelah tangis itu berhasil kuredakan dengan kalimat maaf berkali-kali dan bujuk rayu, akhirnya Minaki luluh dengan mata sembab. Semoga saja esok hari ia tidak mengatakan hal ini pada orang tuanya. "Aku pernah bilang jika profesi seorang DJ sangat dekat deng
Read more

Traktiran mewah

Aku menyingkirkan tangan Minaki perlahan dari dadaku ketika jarum jam baru saja menunjukkan pukul 11 malam. Yah, aku memutuskan tidak menginap setelah Minaki terlelap. Aku tidak mau Tuan Tatsuo kembali marah padaku karena menginap di kamar putrinya, karena bagaimanapun aku ini hanya seorang surrogate sexual partner, bukan suami Minaki. Hubungan kami terjalin sebatas karena profesionalisme, tidak lebih. Kesedihan karena mengetahui ciumanku bersama Harumi cukup membuatnya menjaga jarak denganku, dengan alasan tidak mau melukai hati sesamanya. Dan entah mengapa melihat ia kembali terpuruk dan menjauh membuatku tidak tega. Aku bingung dengan hatiku sendiri. Sopir keluarga Tatsuo mengantarku hingga asrama di tengah guyuran salju yang belum mereda di malam ini. Tidak lupa paper bag yang Minaki berikan padaku tadi. Ternyata isinya sebuah sepatu boot hitam rendah keluaran terbaru untuk manggung di Yokoha Club. *** Selesai bekerja dari pabrik, aku menghubungi Harumi melalui sambungan
Read more

Nasehat kecil yang besar

"Jayka, tadi pagi kamu pulang jam berapa?" Tanya Minaki di ujung telfon ketika aku baru pulang dari traktiran makan malam Yamada. "Oh.... Aku.... Pulang jam 4 pagi." Bohongku. "Kenapa aku tidak tahu ya?" Aku terkekeh. "Kamu terlalu pulas sampai tidak menyadari pergerakanku." Minaki terkekeh. "Kamu bergerak sangat halus, sampai aku tidak menyadarinya. Seperti tupai." Apa maksud Minaki berkata demikian? Apa dia masih mencurigaiku? Menyindirku? Menyamakanku seperti tupai yang pandai melompat kesana kemari. Kecil namun bisa bergerak sangat lincah dari satu pohon ke pohon yang lain. Analogi itu tidak salah, karena aku memang demikian. Mencari pohon terbaik yang bisa memberiku banyak keuntungan untuk kubawa kembali ke sarang. "A...apa yang kamu maksud Minaki?" Minaki masih terkekeh. "Aku terbangun pukul 4.15 sedang kamu pulang pukul 4 pagi. Jaraknya hanya 15 menit Jayka." Andai Minaki tahu jika aku pulang hampir tengah malam. Hanya saja aku tidak mau membuat Minaki sedih dan
Read more

Gigitan penuh cinta

Guguran salju sangat lebat sekali. Kebetulan ini puncaknya musim dingin di Jepang. Walhasil jalanan tertutup salju tebal, hingga transportasi umum mengalami penundaan jam kedatangan dan keberangkatan. Aku tidak mungkin menerjang salju yang lebat menuju halte di depan pabrik, toh disana juga tidak ada bis yang beroperasi. Lebih baik mengeratkan jaket, bercengkerama dengan teman teman sambil menunggu salju selesai berguguran. Baru saja aku duduk di kursi panjang depan pintu keluar karyawan pabrik, ponselku berdering dari Minaki. "Aku terjebak salju di pabrik. Maaf, aku pasti terlambat." Ucapku dengan suara bergetar karena dingin. "Aku tahu Jay, aku hanya mau memberi tahu jika sopirku sedang menunggumu di depan pabrik. Dia akan mengantarmu kemari." Aku melongok menatap pelataran luar pabrik, ada mobil sedan kuning yang belakangan ini sering kunaiki telah terparkir disana. "Kesanalah Jayka, aku sudah menyiapkan pakaian ganti untukmu di dalam mobil." Aku makin terkejut dengan uc
Read more

Perkenalan awal keluarga

Ciuman yang awalnya hanya berupa kecupan kecupan ringan sembari merasakan rasa mentega yang menempel di bibir kami pun kini berubah menjadi lumatan lumatan panas. Minaki hingga melenguh nikmat karena terbuai ciumanku. Tangannya mencengkeram kaos depanku untuk dibawa mendekat pada tubuhnya, seakan aku tidak boleh pergi dari hadapannya. Sedang aku yang ikut terbuai pun mendekap pinggangnya untuk lebih dekat dengan tubuhku. Matanya memejam menikmati ciuman yang mulai liar dengan kami saling bertukar saliva dan membelitkan lidah satu sama lain. "Ehem, nona." Merasa ada yang memanggil Minaki, kami langsung menjauh satu sama lain. Minaki langsung melepas cengkeraman tangannya di kaosku, dan aku yang langsung berdiri mengusap sudut bibir yang terasa basah. "A...ada apa?" "Saya mau pamit pulang dulu." Minaki mengangguk gugup dengan aku memalingkan muka malu hingga pintu dapur ditutup kembali. Minaki terkekeh kemudian dengan aku menghela nafas lega. Semua ini benar benar memaluk
Read more

Dibakar api cemburu

Sesuai janjiku tempo hari pada Harumi, akan mengajaknya liburan menikmati musim dingin ke Prefektur Saga. Sebuah prefektur yang tidak jauh dari Prefektur Miyazaki. Prefektur Saga terkenal dengan resort mata air panas tradisionalnya yang bernama Oreshino Onsen, serta pemandangan kota yang tenang. Selain itu aku juga berencana mengajak Harumi menikmati Kepiting Katsuzukuri yang terkenal lezat. Rencananya disana, kami akan mengunjungi Mifuneyama Rakuen atau taman bunga, Taman Bersejarah Yoshinogari, dan Kastil Karatsu. Sepertinya menghabiskan dua hari satu malam disana bukanlah hal buruk. Setelah gajiku menjadi DJ telah keluar dua hari yang lalu, secara surprise aku mengajak Harumi ke Prefektur Saga tanpa banyak persiapan. Konon, semakin direncanakan semakin banyak gagalnya. Masih setengah mengantuk, aku menjemput Harumi di asramanya pukul 4 pagi. Karena kami harus sampai di Terminal Kiyotake sebelum pukul 05.26, lalu mengendarai bis tujuan Stasiun Shin-Yatsushiro kemudian menaiki K
Read more

Aku tidak mau diganggu

"Jayka!" Aku tetap berjalan keluar Taman Bersejarah Yoshinogari tanpa memperdulikan panggilan Harumi. "Jayka! Aku mencintaimu!" Akhirnya kakiku berhenti melangkah lalu merasakan pelukan dari belakang di tengah hembusan angin musim dingin. "Please don't be angry." Kalimat ini aku tahu apa artinya. Dari pada berbicara Bahasa Inggris lebih baik aku diajak berbicara dengan Bahasa Jepang. Aku melepas rangkulannya lalu menarik tangannya menuju stasiun Yoshinogari-Koen agar ia tidak kembali berbicara dengan bule sialan itu. Sepanjang perjalanan menuju hotel kami yang berada Mifuneyama menggunakan kereta, aku tidak berbicara apapun pada Harumi. Sesampainya di hotel pun, aku langsung bergelung dengan selimut karena terlalu lelah. Dan Harumi, entahlah. Mungkin dia sedang bahagia meladeni pesan teman bulenya yang baru. *** Hubungan kami tidak kunjung membaik bahkan saat kami menikmati Kagamiike, danau yang berada di Mifuneyama saat malam hari. Padahal air danau, pohon pohon dan bunga
Read more

Minaki, gadis nakalku

Lelah. Aku baru sampai asrama pukul 9 malam setelah menempuh perjalanan darat romantis dari Prefektur Saga menuju Prefektur Miyazaki. Bersama kekasih tercintaku, Harumi. Dia memberi 'kehangatan' layaknya sudah menjadi istriku, walau kenyataannya kami hanyalah masih sepasang kekasih. "Jak, tuh rotimu." Ucap Rinto ketika aku baru berbaring di futon. Aku langsung terduduk mendengar ucapannya. Seakan baru tersadar dan kembali dari tidur panjangku. "Roti?" Rinto memberi kecupan di jari jempol dan telunjuknya. "Lezat dan sedap. Aku juga mau Jak dibawain lagi." Aku baru ingat jika Minaki membuatkan roti kesukaanku seperti yang dijual di toko roti Caniel le Pain. "Eh ngomong-ngomong, kasihan ya temanmu itu, pakai kursi roda. Tapi masih untung lah anak orang kaya, manis lagi." Aku menoleh ke arah Rinto. "Dia tuh murah senyum Jak. Ramah. Yang bikin aku terenyuh tuh dia tetap optimis dengan usahanya menjadi seorang pastry meski memiliki keterbatasan. Jarang jarang ada cewek kayak gi
Read more

Dua pilihan sulit

Pertengkaranku dengan Minaki membuat tidurku tidak nyenyak semalam. Bagaimana tidak, ia menolak kehadiranku mentah-mentah padahal biasanya ia sambut dengan senyum bahagia. Roti buatannya kusimpan dalam kulkas karena tidak tega memakannya setelah kebodohan yang kulakukan. Melukai hatinya terlalu dalam padahal ia belum memiliki hati sekuat seharusnya karena masih belajar menghadapi kenyataan. Akhirnya selama di pabrik, aku sering menguap. Bahkan hampir terjatuh karena tersandung. Baru saja merebahkan diri di atas futon, masih lengkap dengan seragam kerja, ponselku berdering nyaring. Sedikit mengumpat karena ada saja yang menggangu waktu tidurku padahal sebentar lagi harus ke Yokoha Club. "Halo, apa Din?" Tanyaku serak. "Mas Jaka keterlaluan!! Apa yang mas lakuin sampe Mbak Minaki bilang nggak bisa jadi sahabat penaku lagi?" Teriak Dina. Aku perlahan tersadar lalu menghela nafas. "Astaga." "Dia bilang nggak bisa lagi jadi sahabat penaku karena dia khawatir mengganggu mas! Mas ng
Read more

Minaki sungguh menjauhiku

Kata orang, hidup itu butuh uang. Dengan uang orang bisa mendapatkan apapun yang mereka inginkan. Tanpa uang, bagaimana nasibku di Jepang? Tanpa uang bagaimana nasib keluargaku di Indonesia? Dan tanpa uang bagaimana masa depanku kelak? Jika tanpa uang aku tidak bisa hidup, artinya tanpa Minaki aku masih bisa bertahan hidup. Sesederhana itulah pemikiranku. Tanpa mempedulikan teriakan Fukuda yang memanggilku sembari menghubungi Minaki dengan sambungan video call, aku berjalan menuju Matsushima untuk menemui Tuan Takahashi. Ia lebih penting dari pada sekedar urusan minta maaf pada Minaki. Toh selama ini aku bertahan hidup karena bekerja sebagai DJ di club ini. Bukan karena sokongan uang dari Minaki. Fukuda menahan tanganku agar tidak menemui Tuan Takahashi, tapi aku menepisnya. "Maaf aku sedang sibuk." Fukuda sedikit menggerutu tapi aku acuh. Karena kontrak kerjaku disini jauh lebih penting. "Selamat malam Tuan Takahashi." Ucapku sembari menunduk memberi salam. "Duduklah J
Read more
PREV
1
...
678910
...
33
DMCA.com Protection Status