Aku mencium bibirnya lembut, menyesap kenangan yang akan hilang darinya. "Sudah, kamu istirahat dulu. Cepat sembuh, dan kita bisa bersama selamanya!" ujarku, setelah aku melepaskan pagutanku. Ada ras sesak yang menjalar di dalam hatiku, entah kenapa aku harus menikahinya walapun cintaku untuknya hanya sekedar cinta masa kecil. Reinaldi merentangkan tangannya, aku tahu, dia ingin aku memeluknya. "Aku boleh menyandarkan kepalaku di sini?" tanyaku menunjuk dadanya. Rona bahagia terlihat jelas di matanya, aku tersenyum, kemudian membaringkan tubuhku di sebelahnya. Meletakkan kepalaku di dadanya, masih bisa kau mendengar detak jantung yang berdetak kencang. menandakan kebahagia darinya. "Ka--kamu bahagia, Dis?" tanya Reinaldi lirih, dan aku hanya mengangguk. Takut, jika air mataku terjatuh. Tiba-tiba, rasa sakit muncul. Membuatku meringis, aku lupa meminum pil pereda nyeri. Juga, karena gerakanku yang terlalu sering. "Dis!" sapa Mas Kelvin. Itu Mas Kelvin, meskipun tidak melihat
Baca selengkapnya