Semua Bab Rasa Yang Hilang: Bab 11 - Bab 20

25 Bab

11. Ancaman

Suara ketukan pintu menghentikan kegiatan Agina yang sedang mengecek dokumen. Ia menekan tombol remote untuk membuka pintu. Memperlihatkan seorang pria gagap yang berjalan ke arahnya dengan sebuah kardus besar di tangannya. “Apa itu?” tanya Agina. Ia menyingkirkan beberapa berkas ke pinggiran meja, membiarkan kardus besar itu diletakkan di sana. “Kiriman dari orang yang tak diketahui, Nona,” ucapnya. Agina menelisik wajah pria itu yang disangka bawahannya. “Orang baru?” Pria itu membungkuk sedikit. “Ya, Nona. Saya baru diterima dua hari yang lalu.” Tubuhnya ia tegakkan kembali. Sontak matanya melotot melihat pistol yang ditodongkan padanya. Agina langsung menembak tepat mengenai perut. Pria itu terduduk sesaat sebelum akhirnya badannya jatuh tengkurap. Bibirnya tersenyum miring. “Maaf ya, tapi anggota Seven Devil’s punya sesuatu simbol yang tidak dimiliki anggota organisasi lain.” Memasukkan kembali pistol ke dalam saku celana lainnya.
Baca selengkapnya

12. Kencan E dan T atau M?

“Kenapa membawaku ke tempat seperti ini?” tanya gadis yang sedang menumpu kaki dengan jus ungu di tangannya. “Tempat ini berbeda dengan tempat biasanya kita kunjungi yang pasti selalu mewah, di sini suasananya hangat dan penuh kegembiraan. Aku ingin merasakan itu denganmu, Tamaki,” kata Erwin dengan senyum. Gadis itu memalingkan mukanya, tanpa tahu kalau perbuatan itu malah semakin memperlihatkan kemerahan di pipinya. “T-tapi ini ‘kan tempatnya kencan pasangan remaja,” tuturnya. “Kita juga belum tua. Lagi pula dengan pakaian seperti ini, tidak akan ada yang tau kalau sebenarnya kita bukan remaja lagi.” Benar. Dengan Erwin yang memakai kaos oblong hitam ditutupi oleh Jaket kulit hijau dipadukan dengan celana jins biru serta sepatu sneakers navy-putih dan Tamaki memakai crop hoodie tosca dengan rok krim selutut juga sepatu sneakers Putih membuat mereka terlihat seperti remaja. “Pantas saja kau menyuruhku memakai pakaian seperti ini tadi,” ucap T
Baca selengkapnya

13. Rencana Dadakan

Air tampak oranye dikarenakan pantulan sinar matahari tepat mengarah pada tengah-tengah air, menciptakan suasana damai bagi siapa pun yang melihatnya. Agina memandang sendu danau di hadapannya. “Kita pasti ke danau ini saat sedih tidak berubah ya.” Agina tersenyum menanggapi suara dengan langkah kaki yang semakin mendekat yang kini berdiri di sampingnya. “Tempat ini penuh kenangan.” “Maaf ya,” ujar Alfin. Menoleh pada Agina yang saat ini matanya menjurus ke air. Agina menggeleng. “Aku yang harusnya minta maaf pada kalian, terutama pada Erwin. Demi keselamatan satu orang, aku sampai mengorbankan nyawa banyak orang,” ucapnya. Alfin bergumam hingga tersenyum simpul. “Soal pikiranmu itu, aku gak tau harus mengatakan apa. Karena hanya kau sendiri yang bisa menghilangkannya. Tapi ingat ‘kan ‘Satu diantara kita yang bermasalah, maka kita akan menanggungnya bersama-sama’. Dari dulu kita telah menghadapi banyak hal bersama, jadi jangan merasa b
Baca selengkapnya

14. Ketegaran Agina dan Erwin

Tamaki sontak melepas lingkaran tangannya pada punggung Erwin begitu merasakan ponselnya bergetar dalam saku. Langsung saja perempuan tersebut sedikit menjauh dari kekasihnya melihat nama yang tertera di layar ponsel dan mengangkatnya. Erwin tersenyum miris. “Inilah saatnya,” gumamnya sangat lirih menyiratkan kesedihan mendalam. Wajah muram durja sudah terlihat dari gadis itu mendengar penjelasan dari sang penelepon, dan mata coklat terang itu memandang tajam penuh amarah padanya. “Jadi, ini tujuanmu mengajakku ke sini?” sarkas Tamaki alias Mikaela Anderson, pemimpin era sekarang dari organisasi gelap bernama R.A (Ronald Anderson) Ruthless Meski tatapannya sarat akan kemarahan, namun jika dilihat lebih teliti ada kekecewaan di sana. Bulu mata itu turun hampir menutupi bola matanya. “Tidak, apapun pradugamu sekarang sama sekali tidak benar. Aku memang mengajakmu ke sini untuk menghabiskan waktu bersama mu,” jelas Erwin. Seketika Mikaela bertepuk tangan
Baca selengkapnya

15. Hubungan Rumit

“Berhenti!” Dua suara bernada sama menginterupsi kegiatan mereka. Anggota Seven Devil’s lantas menghentikan gerakannya, begitu pun dengan anggota R.A Ruthles setelah mendengar perintah dari gadis bersurai hitam yang berjalan tergesa-gesa ke arah mereka. “Erwin! Mikaela!” seru Agina tersenyum miring dengan tangan melipat di depan dada. “Tidak sopan memanggil lawan tanpa embel-embel apapun, Nona Heart,” sarkas Mikaela berdiri di depan Agina, membalas gadis itu berkacak pinggang. Agina menghendikkan bahu dan menatap Erwin yang berdiri di sebelah Alfin. Laki-laki memalingkan muka, menghindari segala pertanyaan melalui mata sahabat perempuannya. “Jadi, Nona Mikaela.... Kau ingin melanjutkan diskusinya Nona Sheryl dan memutuskan tawaran kami?” tanya Agina melirik Sheryl di belakang Mikaela. Mikaela menoleh pada asisten pribadinya seraya menaikkan sebelah alisnya. Mulutnya bergerak seakan bertanya pada perempuan tersebut. Sheryl melangkah ke samping atasannya. Dengan datar ia berkata,
Baca selengkapnya

16. Ya, Sangat Penting

Kakinya menendang kerikil pelan, pelan sampai akhirnya ia kesal dan menendangnya penuh tenaga hingga terbang entah ke mana. Namun sebuah pekikan serta bentakan keras membuatnya mencari-cari. “SIAPA YANG MELEMPAR BATU KE ARAHKU, HAH!” Matanya membulat. Segera ia berlari ke tempat pemilik suara tadi. “Maaf-maaf, Alfin. Di kepalamu ya kena? Maaf-maaf banget, aku akan mengobatinya,” ujarnya panik. “Lidya?” Perhatian Lidya teralih pada laki-laki di samping Alfin, menurutnya. “Ezwar?” Mengeryit, ia menatap kembali sahabatnya. “Sejak kapan kau berteman dengan Ezwar? Dan kenapa kau tidak memakai kacamatamu? Apa rabun jauhmu sudah sembuh, kapan?” tanyanya beruntun diiringi usapan di kepala tempat terkena batu tadi. Tangannya Lidya ditepis kuat, gadis itu dibuat terkejut akannya. “Jangan menyentuhku. Dan lain kali, jangan melempar batu sembarangan.” Berucap intonasi tekan serta wajah dingin. Lidya membeku. Entah kenapa ia merasa asing, atau memang mereka tak saling mengenal. Lambaian tanga
Baca selengkapnya

17. Demam yang Diributkan

Sean melepas safbelt. Kemudian menjulur raganya ke belakang, berniat membangunkan majikannya. Namun kelopak mata lebih dulu menampakkan retina coklatnya, sedikit mengejutkannya. “Anda tidak tidur?” tanya Sean. Agina mendengus. “Jika aku tidur, aku tidak akan mendengar aduanmu pada kak Steven.” “Maaf, tapi...” “Aku tau.” Sean menatap Agina. “Terima kasih telah mengkhawatirkanku. Aku menghargainya.” Membuka pintu dan pergi meninggalkan Sean yang membeku. Agina menekan liontin kalungnya, lantas teriakan penuh kekhawatiran itu mengejutkan orang-orang di sekitar. “BOCAH NAKAL! BERANINYA KAU KE KANTOR SAAT SEDANG SAKIT!” Agina menepuk telinganya yang berguncang. “Kakak jangan berteriak. Meski sudah lama, sensor suara kalung ini masih bagus lho.” “Agina.” Spontan bulu kuduk Agina meremang. Nah, yang tadi itu lebih menyeramkan dari sebelumnya. Seruan penuh ancaman dari kakak perempuan tercinta. Perlahan Agina lari ke lift khusus miliknya yang letaknya tak diketahui orang bahkan Agra s
Baca selengkapnya

18. Berbagai Pertanyaan

Pintu terbuka kasar dan orang yang membukanya segera berdiri di samping ranjang diikuti beberapa orang di belakangnya. “kalian?” kejut Agra. “Bagaimana keadaan Agina, Andrew?” tanya Steven. “Sudah agak mendingan. Panasnya tidak separah tadi.” Andrew mengelap keringat yang terus mengalir dari dahi sampai leher Agina. Semuanya menghela napas. Lidya lantas memukul kepala Steven hingga pria itu mengaduh. “Tadi aja larang-larang, sekarang siapa coba yang bergegas ke sini,” sindirnya. “Maaf, maaf.” Namun Steven tak menunjukkan raut bersalah. “Woi... Apa keberadaanku tersamarkan di sini?” ujar Agra kesal. Seluruhnya menoleh pada laki-laki yang ingin diberi atensi. Alfin bersedekap. “Woah, apa ini tuan Agra Pratama? Dari raut mukamu kelihatan kau tidak senang bertemu teman rasa pesaing ini,” balas Alfin. Memang diantara lainnya, Alfinlah yang paling sering adu mulut dengan Agra. “Diam kau Raka versi dua!” sentak Agra membuat Alfin diam dengan wajah cemberut. Agra melirik teman-teman
Baca selengkapnya

19. Penyerangan di Jalan

“Hais... Gara-gara aku sakit, pertemuannya jadi tertunda,” keluh Agina. “Beruntung kali ini hanya pertemuan dua orang, terlebih orangnya adalah tuan Aprello.” Sean membuka pintu mobil dan mempersiapkan majikannya masuk. Lalu dirinya ikut masuk di jok depan tepatnya kursi pengemudi. Melakukan mobilnya membelah jalan raya. “Ke tempat Anggara,” ucap Agina memosisikan dirinya nyaman di kursi. “Anda harus istirahat, Nona. Saya mengantar anda pulang,” jawab Sean melirik kaca kecil di atas dan melihat Agina memejamkan mata. “Jarak dari Pratama Group ke tempat Anggara cukup jauh, waktunya akan aku gunakan untuk istirahat di mobil. Aku benar-benar harus ke sana, Sean.” “Baik, Nona.” Mobil berhenti di persimpangan jalan. Lampunya lalu lintasnya merah. Terlihat petugas polisi di tengah-tengah sambil menggerakkan tangan serta meniup peluit untuk mengarahkan kendaraan. Sean melihat ke belakang dan tersenyum memandang Agina tertidur dengan kepala pada jendela. Ia melepas sat belt dan
Baca selengkapnya

20. Pertemuan Pertama (Spesial)

“Aku pernah nonton film. Gurunya bilang pada protagonisnya ‘Tempat di mana seseorang memikirkanmu adalah tempat yang bisa kau sebut rumah’. Apa aku memiliki tempat seperti itu?” Gadis itu memiringkan kepalanya sambil tersenyum. Senyuman yang menurut anak laki-laki menyimpan sejuta luka. “Mau mencarinya?” tanya anak laki-laki tersenyum. Kedua tangan saling menggosok cepat kemudian menempelkannya pada pipi gadis itu, mencoba menyalurkan rasa hangat meski dirinya sendiri kedinginan karena kaosnya basah. Gadis itu memberikan tatapan bingung. “Mamaku bilang perempuan adalah rumah bagi laki-laki yang mencintainya, begitu pun sebaliknya. Memang benar tempat di mana seseorang memikirkan kita bisa disebut rumah, tapi kita tidak harus menunggu seseorang memikirkan kita ‘kan? Kita bisa mencarinya atau memberikan rumah ternyaman bagi orang lain dan orang itu akan memikirkan kita saat mengingat rumah, jadilah kita memiliki tempat itu juga.” Gadis itu membeku dengan mulut terbuka, namun s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status