Home / Fiksi Remaja / Serendipity in Magnanimous / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Serendipity in Magnanimous: Chapter 11 - Chapter 20

75 Chapters

11.Tante Chicken Wings

Titan lapar. Cacing-cacing di perutnya memang paling tidak bisa diajak buat kompromi. Di luar langit sudah gelap dan Aldo belum pulang juga. Titan membuang napas kasar lalu beranjak menuju meja belajarnya. Ia mengambil dompet dan berjalan keluar kamar. Menuruni tangga lalu keluar rumah dan mengunci rapat pintu rumahnya.Demi cacing-cacing di perut, Titan datang!!!Ia beranjak keluar kompleks menuju ruko-ruko di depan kompleks perumahan. Ada minimarket di daerah belakang deretan ruko tersebut. Karena letaknya di belakang, maka minimarket tersebut tidak terlalu ramai karena hanya segelintir orang yang tinggal di dekat ruko atau kompleks depan yang tahu letaknya.Titan menarik napas dalam-dalam. Merasakan tiap desiran angin malam yang menyapu anak rambutnya. Tiap tarikan napas ya
Read more

12.Lingkaran Hidup Mereka

Rheva membuang napas kasar. Ia menengok ke jam berbentuk kepala doraemon yang tergantung di atas dinding kamarnya yang bernuansa baby blue. Pukul 21.00. Dengan malas, ia beranjak turun dari kasur dan keluar kamar menuju lantai satu. Tiap sudut rumah terang-benderang namun rumahnya selalu benar-benar sepi. Sendiri. Entah kapan terakhir kali suasana rumah ini pernah terasa hangat baginya. Ia sudah terbiasa hidup seperti ini.Ia membuka kulkas namun lagi-lagi hanya bisa menghembuskan napas kasar ketika melihat isinya yang kosong melompong. Ia mengingatkan diri sendiri agar besok meminta mbak yang selalu datang pagi untuk bersih-bersih agar sekalian membelikannya bahan makanan. Akhirnya, ia cuma meminum segelas air di kursi bar dapurnya.Merogoh kantong celana, Rheva membuka daftar kontak dan mengamati
Read more

13.Oke Titan Ladenin

Titan mendengus kesal karena ucapannya tidak dihiraukan. Ia melangkahkan kakinya menuju toilet perempuan dan memperbaiki ikatan rambutnya di sana. Karena jam pertama adalah olahraga dan ia tidak mau kegerahan karena rambut panjangnya sendiri.Seperti biasa, toilet perempuan akan ramai saat pagi hari dipenuhi siswi-siswi yang berdandan. Mereka memakai berbagai macam dempul yang menurut Titan terlalu tebal. Beberapa dari mereka sudah selesai dan keluar setelah mereka melipat roknya menjadi lebih pendek.Muka kok putihnya udah kayak tukang sapu jalanan aja, ia membatin heran.Setelah selesai memperbaiki kuncirannya, ia hendak beranjak keluar, namun gerakan tangannya untuk membuka pintu terhenti kala mendengar suara salah satu siswi."Eh, lo yang mau keluar, lo yang disamperin Tristan waktu basket kapan lalu kan?" tanya seorang siswi sambil memakai liptint.Titan hanya memandangnya dengan kening berkerut, menunggu lanjutan ucapan
Read more

14.Kalah

"Lo boleh jadiin temen lo itu buat jadi wasit," ujar Tristan sambil menunjuk Rheva yang berada di pinggir lapangan."Oke," Titan menghampiri Rheva dan berucap, "Rev, jadi wasit gih.""Lo serius nerima tantangan tadi mau ngalahain dia?" Rheva menaikkan sebelah alisnya. Mereka lalu kembali ke tengah lapangan."Iya, gapapa. Lagian kalau kalah juga dia nggak mi-""Enak aja! Kalau lo kalah ya lo juga harus ngabulin dua permintaan gue lah, gimana sih?! Di mana-mana ya gitu aturannya, bego!" potong Tristan yang bisa menebak arah pembicaraan Titan.Bahkan jadi babu gue buat seminggu penuh, Tristan membatin."Cih," Titan hanya berde
Read more

15.Traktir

Bel istirahat pertama berbunyi. Kali ini, tanpa menunggu kelas sepi, Titan langsung ngacir keluar kelas. Sementara Rheva tidak mengikutinya karena hari ini cewek itu dibuatkan bekal oleh asisten rumah tangganya.Titan tahu ke mana kakinya harus melangkah. Area belakang sekolah. Ia akan menagih piala kemenangannya.Benar saja, ia melihat ada empat cowok yang sedang merokok di sana. Titan datang menghampiri Tristan yang sedang tertawa bersama teman-temannya. Keempat cowok itu terlihat asik sekali sampai tidak sadar akan keberadaan Titan yang semakin mendekat.Langsung saja, Titan mengambil rokok di tangan Tristan lalu membuang dan menginjaknya di tanah. Tristan yang kaget otomatis langsung kesal begitu melihat siapa yang datang. Bukan lagi kesal karena rokoknya, melainkan karena ia tahu
Read more

16.Tetanggaan Dengan Dajjal

"Makasih ya, minyak goreng." Titan turun dari motor Bimo lalu melepas helm dan mengembalikannya pada si empunya."Pala lu minyak goreng. Seenak jidat kalau gonta-ganti nama orang. Kenapa sih, lo nggak pernah bener manggil nama orang? Kalau panggilannya bagus aja gak apa. Sekali-kali panggil gue si cakep lah." Bimo menerima lalu memakai helm itu, kemudian merapikan rambut Titan yang berantakan."Cerewet lo, soalnya nama kalian pada susah-susah sih." Titan cuma balas nyengir."Terserah udel lo aja lah. Yaudah, gue duluan ya," ujar Bimo."Hm...." Titan tersenyum singkat sambil melambaikan tangannya pada Bimo yang sudah berlalu dengan motornya, lalu ia berbalik ingin mengetuk-ngetuk gembok pagar rumahnya.
Read more

17.Tante Chicken Wings Lagi

Mereka berjalan melewati beberapa rumah. Tristan dan Timo di depan, sementara Titan hanya mengikuti beberapa langkah di belakang mereka dalam diam."Adaw!" Titan menabrak bahu Tristan."Melamun aja mulu. Ini rumah gue," ujar Tristan sambil maju lalu membuka pagar dengan sebelah tangannya yang menganggur tidak menggendong Timo."Eh iya." Titan mengamati rumah di depannya.Rumah dua lantai di depannya ini terlihat sangat asri. Dimulai dengan pagar pendek di ujung kiri yang langsung mengarah pada garasi terbuka. Dari samping garasi,ada jalan berbatu dengan kerikil putih yang membelah halaman berumput.Halamannya terbilang cukup luas, terbukti dengan beberapa pohon yang tumbuh di sana da
Read more

18.Starry Night

Setelah menghabiskan makan malamnya, ponsel Titan bergetar. Titan mengangkat ponselnya. Tertera nama "Iblis Senior" di sana, oh abangnya."Halo, Bang Aldo udah di mana?" Titan langsung membuka pembicaraan.".....""Oh, Titan lagi di rumah teman di blok sebelah. Sebentar Titan kirim alamatnya.""Abang kamu mau jemput? Nggak usah ya? Biar Tristan aja yang antarin kamu," pinta Riana tiba-tiba setelah paham isi pembicaraan mereka dari apa yang ia dengar.Tristan langsung cemberut."Eh, Tante nggak usah repot-repot gitu. Abangnya Titan udah dekat kok," ujar Titan sembari menjauhkan ponselnya.
Read more

19.Tentang Rheva

Istirahat pertama ini langsung dipakai Titan untuk menyeret Tristan menuju kantin. Sementara Rheva hanya mau berdiam di kelas karena lagi-lagi membawa bekal.Tristan yang sudah pasrah hanya menurut saja diseret-seret begitu. Ia jadi ingat ketika dia juga sering diseret-seret oleh Timo, adik kecilnya yang bandel ketika merengek menginginkan sesuatu. Diam-diam ia meringis, berasa punya satu adik di rumah dan satu lagi di sekolah. Titan kemudian memesan banyak makanan dan Tristan membayarnya, lalu ia hendak keluar kantin namun tangannya dicekal oleh gadis itu."Lo mau pergi?" tanya Titan sambil menyereput sedikit es tehnya."Iyalah, ngapain gue lama-lama di sini? Muka gue mau taruh di mana kalau mesti nungguin cewek rakus kayak lo?" balas Tristan sarkastis.
Read more

20.Rebutan Meja di Kafe

Rheva tidak banyak bicara sejak keluar dari rumah. Mereka sudah selesai dengan toko buku lalu sekarang menuju Cafe Hypez. Titan paham bahwa ia sangat perlu membawa sahabatnya ini melepaskan diri sejenak dari rumah penuh memori itu.Titan memarkirkan mobilnya di parkiran kafe. Mereka masuk dan melihat bahwa semua meja hampir terisi penuh. Cafe Hypez ini memang sedang terkenal. Suasana kafe ini sangat nyaman dengan dominasi warna hijau daun di dinding kafe. Kursi? Tidak. Mereka menyediakan sofa yang sangat cozy untuk bagian indoor kafe. Atap kafe ini transparan, membuat warna hijau kafe ini seolah hidup di bawah terpaan sinar mentari di atas sana.Titan melongok ke kan
Read more
PREV
123456
...
8
DMCA.com Protection Status