Aku dan Dareen sedari tadi diam satu sama lain di dalam mobil. Setelah ia melontarkan pentanyaan canggung yang kupilih untuk tidak menjawabnya. Kini, dia tetap memaksaku agar dirinya mengantarku pulang ke rumah. Sungguh ini aneh sekali, biasanya dia banyak bicara. Tapi, dia hanya diam dan menampilkan wajah datar dengan rahangnya yang mengeras. Apa mungkin dia salah paham tentangku dan menjadi cemburu. Rasanya dia sudah cukup berumur untuk berada di fase seperti itu. “Hm, Dareen. Sebenarnya kau tidak perlu begitu repot mengantarku pulang.” Aku berkata basa-basi hanya untuk memecah suasana canggung ini. “Tidak apa-apa,” jawabnya dengan singkat, jelas, dan padat. Ya. Bisa kutebak, dia pasti mengira karena Zion lah aku tidak menerimanya. Ck! Dasar, apa dia tidak ingat sama umurnya. Tapi, biarlah mungkin dengan begitu dia akan menjauhiku. Sekali lagi kutegaskan kalau aku berada disini hanya untuk fokus dengan pendidikanku dan prioritasku hanyalah untuk ana
Baca selengkapnya