Semua Bab The Sad Angel Geana: Bab 11 - Bab 20

34 Bab

BAB 10 Aku Tidak Pergi

Pagi telah tiba, kemarin malam adalah malam pertama aku dapat tidur dengan tenang setelah sejumlah kejadian menimpaku. Aku mengantarkan Ren ke gerbang perbatasan alam kami. “Sampai jumpa, jika bertemu masalah datanglah mencariku,” ucap Ren. Aku pun memeluknya, tidak disangka dari awal pertemuan kami hingga pelukan kali ini, dari musuh hingga menjadi teman, aku tidak pernah memikirkan dapat memiliki teman dari alam yang berbeda. “Kau juga, jika bertemu masalah jangan sungkan-sungkan, aku akan membantumu,” ucapku menatapnya dengan lekat. Seorang dewa kebahagian tertampan sejagat, Ren kini memakai kembali topengnya. Dia menyunggingkan senyuman di bibirnya yang tipis. “Jika begitu ikutlah aku pulang.” “Jangan bercanda lagi,” gumamku ikut tersenyum. “Baik-baik, sampai jumpa.” Aku melihat sosok Ren yang pelan-pelan menjauh. Jika aku tidak pulang untuk menjadi ratu kebahagian, Ren pasti akan menjadi raja, aku mengharapkan hari itu segera tiba. Setelah mengantarkan Ren, aku pun kemba
Baca selengkapnya

BAB 11 Kekanak-kanakan

Kami sampai di taman bermain. Waktu menjadi Mila, hal yang begitu aku inginkan adalah datang ke taman bermain, bermain roller coaster, komedi putar, bianglala, bagaikan cerita dongeng. “Ayo kita main itu!” tunjukku ketika melihat wahana tornado, tetapi Amor langsung menarikku, membuat langkahku terhenti. “Tidak, tidak, permainan itu terlalu berbahaya,” cegatnya. Aku pun mengangguk-angguk menyetujui, kematian karena permainan itu tidaklah sedikit. “Baiklah, kalau gitu kita main yang itu,” tunjukku ke arah lain, di saat aku ingin berjalan pergi, Amor kembali menarikku. “Tidak, itu juga berbahaya,” cegatnya lagi. Aku pun menatap Amor dengan kesal. “Amor, kamu lupa jika kamu adalah dewa kematian?” tanyaku mengingatkan. “Iya juga,” angguk Amor menyadari. Akhirnya kami memutuskan untuk bermain roller coaster yang tidak jauh dari kami. Di bumi permaian ini adalah permainan yang paling terkenal, banyak orang yang akan mencoba menaikinya, aku tentu penasaran. Kini kami duduk bersebelah d
Baca selengkapnya

BAB 12 Keluargaku

Kini langit memancarkan cahaya matahari sebelum terbenam, warna langit menjadi begitu indah, pink jingga. Seiring matahari yang menghilang dari depan mataku, warna langit pelan-pelan mengelap, seperti kekosongan di hatiku sekarang. Aku dan Amor duduk di atas bianglala tertinggi di bumi ini. Aku memakai sihirku menghentikan bianglala, menikmati pemandangan luar dari ketinggian sini. “Tidak ada gunanya kamu memikirkan dia,” gumam Amor menghampiriku. Walau tidak membuka pintu hati, Amor tetap dapat mengerti diriku dengan baik. Dari mata Amor aku dapat merasakan jika dia sudah membuat keputusan. “Amor, apakah ada cara untuk tidak membunuhnya?” Amor tidak menjawabku, Mir kakakku telah melakukan kesalahan yang begitu besar, hukuman ringan saja tidak cukup untuknya, walau aku membencinya yang sekarang, namun dari dalam lubuk hatiku, aku tidak ingin mengakhiri hidupnya. “Bagaimanapun dia adalah keluarga satu-satunya yang aku miliki sekarang,” lanjutku. Amor terdiam cukup lama menatap ke
Baca selengkapnya

BAB 13 Misi Yang Terlupakan

Sebuah bar di tengah kota, aku dan Amor menelusuri tempat tersebut dengan kekuatan kami, sehingga tidak akan ada yang menyadari keberadaan kami. “Akhirnya ketemu.” Begitu puasnya diriku ketika melihat segerombolan manusia yang aku cari. “Manusia jahat seperti inilah yang harus di beri pelajaran olehku. “Amor hanya tersenyum meledek di sampingku. Dia mengerti diriku, jika ada dendam maka harus dibalas. “Lakukanlah,” gumamnya.Aku pun tersenyum melihat kakak-kakak kelasku yang menikmati bir dengan sejumlah lelaki, sungguh hancur hidup mereka. Aku mulai mengerakkan tanganku, memindahkan seluruh kesedihan berlebihan di jiwa orang-orang sekitar sini dan memasukan ke mereka, dengan ini mereka akan menanggung kesedihan berlebihan di hidup mereka. Aku ingin mereka merasakan bagaimana hidup orang-orang yang ditindas oleh mereka, Mereka telah memperburuk hidupku di bumi, balasan seperti ini tidaklah keji untuk mereka.Salah satu kakak
Baca selengkapnya

BAB 14 Gurun Dewa Kematian

Kami kembali berpijak di atas bumi, kali ini tidak untuk bermain-main. Kami harus menempuh misi yang belum ada titik terang ini. Seingatku ayah tidak pernah turun ke bumi dan juga dia sudah meninggalkan orang yang menyebut dirinya ibuku itu sejak aku lahir. Aku sungguh tidak tahu ke mana busur itu pergi? Sedangkan sehari sebelum kematian ayah, aku masih melihat busur itu.“Ke mana kita harus pergi, Amor,” tanyaku melihatnya dengan bingung.Angin kencang berhembus membawa pergi pasir-pasir di padang gurun ini melewati kami. Aku menatap Amor dengan penuh tanda tanya, dia terlihat sibuk merasakan sesuatu di sampingku.“Apakah ada sesuatu di sekitar sini?” tanyaku.Amor mengangguk pelan, mata dan tangannya masih tidak berhenti merasakan hawa di sekitar. “Beberapa tahun lalu saat mencarimu aku pernah melihat blackhole di sekitar sini, namun kenapa..”“Blackhole?”Amor kembali mengangg
Baca selengkapnya

BAB 15 Finderick

Ketika kami sampai di depan rumah yang dimaksud, beberapa orang mulai berjalan keluar, mereka membawa sejumlah obat-obatan tradisional yang dibungkus kertas. Kami pun berjalan masuk ke dalam rumah itu dan menemukan sosok seseorang. Finderick, aku segera berjalan ke arahnya dan menarik kerah bajunya. “Kenapa kau berada di sini?!” tanyaku. “Pu..putri,” panggilnya terengah-engah. Aku menatapnya dengan lekat, Finderick seorang dewa yang gagah dan juga tampan, kini berubah dratis, bagaikan orang yang sudah berumur 60 tahunan, kriput-kriput telah memenuhi wajahnya, sebenarnya apa yang terjadi padanya? Aku pun melepaskan kerah bajunya dan melepas kain yang menutupi wajahku. “Ke mana kau selama ini?” Finderick tidak menjawabku, dia memalingkan wajahnya dan mulai sibuk memunggut obat-obatnya yang tidak sengaja terjatuh dari tangannya karena diriku. Aku dapat merasakan aura di dalam dirinya menghilang total, ini sungguh tidak normal.
Baca selengkapnya

BAB 16 Blackhole

Aku terdiam di dekat piramida, sudah hampir seharian aku berada di daerah ini, perubahan suhu yang cukup dratis, jika dewa-dewi, mereka mungkin tidak akan merasakan perubahan tersebut, namun mereka dewa yang bukan seutuhnya, juga manusia yang tidak seutuhnya, apakah mereka merasakan udara dingin di tengah malam ini?“Ayah, apa yang telah terjadi pada mereka? Kenapa Finderick berubah menjadi seperti itu? Ingatanku masih berhenti pada bagaimana kerennya Ayah dan dia memegang senjata masing-masing melawan musuh dengan entengnya.”“Kamu putri Geana?” tanya gadis yang berada di belakangku.Gadis kecil yang merupakan anak Finderick itu terlihat sedikit takut padaku.“Apakah ayahmu menceritakan tentangku padamu?” tanyaku kembali melihat sisi-sisi piramida sudah kulihat berkali-kali hari ini.“Ayah tidak bisa berbicara,”“Apakah kamu tahu kenapa dia bisa berubah menjadi seperti ini?”
Baca selengkapnya

BAB 17 Larangan Finderick

Setelah lama menunggu, akhirnya malam terlewatkan, semalaman penuh aku mengelilingi rumah Finderick, tetapi aku tidak menemukan apapun selain obat-obat herbal yang sudah dikeringkan. Aku sungguh penasaran dari mana Finderick mencari obat-obat ini, sedangkan ini merupakan gurun yang cukup besar dan juga kering, tidak mungkin ada obat-obatan yang dapat tumbuh di sini.“Pagi,” sapa Finderick berjalan keluar dari kamarnya.Hari ini dia terlihat lebih segar dari kemarin. Aku menatapnya sekilas dan kembali melihat Amor yang masih tertidur pulas di ranjang pasien. Sepertinya Amor mentransfer banyak kekuatan untuknya. Aku dapat mengerti kenapa Amor sebaik itu padanya, bagaimanapun Amor sangat menghormatinya dan juga menganguminya.“Ke mana kamu mencari obat-obat ini?” tanyaku sambil memegang beberapa herbal langkah.“Jauh,” gumam Finderick menghampiriku, dia menyiapkan beberapa bahan obat-obatan dan berjalan ke dapur yang tepat
Baca selengkapnya

BAB 18 Kematian Finderick

“Amor,” panggilku, namun langkahku terhenti ketika melihat seorang dewi yang begitu cantik, rambut berwarna coklatnya berterbangan ditiup angin. Warna mata hijaunya bagai batu emerald membuatku menyadari jika dia adalah dewi pohon.“Dia ingin ikut ke sini, jadi aku membawanya,” jelas Amor.Aku pun tersenyum menyapanya.“Kamu Geana kan? Aku sering mendengar Amor membicarakanmu, senang sekali dapat bertemu denganmu,” ucap dewi pohon itu terlihat ramah.Sering katanya? Apakah mereka sering bertemu, tetapi Amor bukannya bilang ‘pernah’? Aku pun segera menutup suara hatiku.“Bagaimana dengan ranting pohonnya?” tanyaku mengalihkan pembicaraan.“Ah iya, kata Emma ini merupakan ranting dari pohon rainbow di bumi bagian selatan,”Selatan? Seingatku pohon pelangi hanya dapat tumbuh di daerah hutan tropis, “Apa di gurun ini ada pohon ini?” tanyaku yang baru
Baca selengkapnya

BAB 19 Emma Menyukaimu

Aku membangun sebuah piramida di samping piramida ayah, Finderick akan selalu di sisi ayah. Aku terdiam di tengah gurun, membiarkan angin sepoi-sepoi mengibasiku. Menatap kedua piramida itu membuatku merasakan bagaimana kejamnya waktu, dalam waktu singkat dia dapat membawa pergi orang-orang di sekitar begitu saja.“Finderick, di sini aku berjanji padamu, aku akan menjaga anakmu dengan baik,” gumamku. Aku pun memanggil Mera, sudah lama aku tidak memanggilnya turun ke bumi.Kini dia muncul di sisiku, sayapnya menjadi begitu indah, bersih bagai bulu angsa, Mera sudah tumbuh dewasa. “Mera, belakangan ini aku tidak akan kembali ke kastel, namun aku ingin kamu menjaga seseorang,” ucapku menoleh ke arah rumah Finderick. Aku yakin Mera akan menjaga Aurora dengan baik di waktu aku mencari cara menyelesaikan tugasku.Aku pun berjalan menuju arah rumah Finderick. Amor dan Emma di ruang tamu merundingkan rencana kami selanjutnya, aku segera 
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234
DMCA.com Protection Status