Beranda / Romansa / Suami Warisan / Bab 81 - Bab 90

Semua Bab Suami Warisan: Bab 81 - Bab 90

177 Bab

80 - Masa Terbaik

SUAMI WARISAN80 – Masa Terbaik Narendra dan Rengganis cukup lama duduk di atas batu di pinggir sungai. Suara air yang mengalir terdengar menenangkan. Jika saja tidak ada panggilan perut keroncongan, mungkin mereka akan menghabiskan waktu seharian di sana.“Lain kali kita piknik di sini ya, Naren?” pinta Rengganis sambil menunduk memerhatikan langkahnya yang meniti batu demi batu agar tidak terpeleset dan jatuh ke sungai yang airnya cukup deras.Untung saja ada tangan Narendra yang kuat memeganginya, lelaki itu menyahut, “Ya, boleh.”Sepertinya Rengganis sudah mulai mengapresiasi alam di sekitarnya. Pikirannya tidak lagi penuh dengan tanggung jawab pekerjaan dan obsesinya. Sejak membuka mata, Narendra hanya menghitung satu kali Rengganis berpikir mengenai pekerjaannya, itu juga soal pola yang tiba-tiba saja muncul di benaknya gara-gara melihat bunga liar yang tumbuh di pinggir sungai, sisanya Rengganis si
Baca selengkapnya

81 - Senyum Sendu

SUAMI WARISAN81 – Senyum Sendu “Hey, how are you, Honey?”Sapaan dari lelaki tampan di seberang telepon membuat Rengganis tersipu malu. Dia membalas pelan, “I’m good. Kamu gimana kabarnya, Mahesa?”Tangannya sibuk mencabuti rumput-rumput liar yang berada di sekitarnya. Rengganis memegang ponsel di tangan kirinya sementara dia duduk di pinggir danau beralaskan tikar tipis. Di sekitarnya ada sebuah buku sketsa dan pensil-pensil warna yang berserakan.Dia sedang menggambar pemandangan yang cantik sore ini ketika ponselnya yang akhirnya mendapatkan sinyal, menerima panggilan dari nomor Mahesa.“Lelah, capek, lemah, letih, lesu,” balas Mahesa yang diiringi tawa dari Rengganis.“Segitu capeknya?”“Yes,” balas Mahesa, suaranya memang terdengar lelah, “kemarin aku baru tiba di Jakarta and guess what? I’m having jetla
Baca selengkapnya

82 - Mengarungi Waktu

SUAMI WARISAN82 – Mengarungi Waktu Narendra tidak mendengarkan teriakan Rengganis.Tubuhnya terbang sesaat kemudian meluncur ke dalam air. Menyelam hingga ke dasar. Pemandangan di dalam dan luar danau sungguh berbeda.Berkas cahaya menembus permukaan air, mempercantik ekosistem dalam danau. Namun cahaya itu tidak sampai dasar danau, Narendra menyelam semakin dalam. Ikan-ikan bergerak menghindar darinya.Gelembung-gelembung air tercipta dari hidungnya, kemampuannya bernapas dalam air cukup diacungi jempol, diimbangi oleh kecepatannya berenang, dalam beberapa detik, dia sudah berada di palung terdalam danau.Tubuhnya meliuk, menghindari sebuah karang kemudian meluncur mulus ke sebuah gua yang gelap. Dia sudah hapal setiap sudut danau hingga tidak masalah dengan minimnya cahaya. Sebuah gerakan berkelebat di sekitarnya, bukan gerakan ikan, Narendra berbalik dan berhadapan dengan sesosok mahluk.Dia mengangkat alisnya
Baca selengkapnya

83 - Kaum Romantis

SUAMI WARISAN83 – Kaum Romantis Rengganis sudah menunggu di pinggir danau selama kurang lebih satu jam, namun tidak ada tanda-tanda Narendra muncul dari danau.Jantungnya sebentar lagi kolaps saking khawatirnya. Dia mondar-mandir di sepanjang sisi danau, tangannya memeluk bahunya dengan posisi menyilang. Langkah-langkah kakinya berkecipak menginjak tanah yang basah.Matahari mulai tenggelam, namun Rengganis enggan beranjak dari sana.Suaranya sudah serak, hampir habis memanggil nama Narendra. Namun si Patih oncom itu tak kunjung menyahut. Muncul ke permukaan saja tidak.Rengganis bersumpah, jika Narendra muncul, dia akan menenggelamkannya lagi!Sekalian saja enggak usah muncul lagi, Berengsek!“NAREN!” serunya lagi, urat-urat di lehernya sampai bermunculan. Tenggorokannya sakit kebanyakan berteriak, dia juga haus.“NARENDRAAAA…!”Suaranya bergema, diiringi oleh k
Baca selengkapnya

84 - Keresahan Dua Lelaki

SUAMI WARISAN84 – Keresahan Dua Lelaki Ada yang salah.Sangat salah.Dia tau seharusnya dia tidak di sini.Panggilan itu berdenging di telinganya namun ototnya tak satu pun yang mampu bergerak.Narendra terpaku di tempatnya, matanya memandang sosok yang berdiri tak jauh darinya.“Kang Pitar?” sapaan lembut itu membuatnya terpana.Sudah sekian lama dia tidak mendengar nama itu disebut oleh seorang manusia. Dadanya kembali berdegup, suara itu ….“Kang Pitar, naha aya di dieu?” perempuan berkain batik itu menghampirinya dengan tanda tanya besar di matanya. Di tangannya ada keranjang belanjaan, rambutnya di sanggul di tengkuk dan pakaiannya sederhana. Tak ada polesan make up di kulitnya.(Kak Pitar, kenapa ada di sini?)Narendra terperanjat ketika menyadari dia tidak seharusnya ada di sini, “Oh.”“Kang…” perempuan yang jel
Baca selengkapnya

85 - Di Antara Dua Takdir

SUAMI WARISAN85 – Di Antara Dua Takdir Semoga saja dia belum terlambat.Semoga saja Rengganis menerima kedatangannya walau pun ini sudah tengah malam.Benar perkataan pemuda rambut jagung itu. Jalan menuju ke vila rusak parah. Terjal dan seringkali mobil sedan mahal Mahesa hampir selip.Mahesa mencatat dalam hati agar membawa mobil off -road jika hendak kemari lagi. Rubicon yang biasanya nangkring di garasinya mungkin bisa menaklukkan jalanan yang keras ini.Dua buah motor meliuk-liuk di depannya menghindari lubang dan bebatuan yang terjal, sementara mobilnya terpaksa menerima apa adanya. Untung saja suspensi mobilnya masih bagus, lonjakan-lonjakan itu bisa teredam cukup baik, namun tetap saja Mahesa sering meringis mengingat tragisnya perjuangan dia untuk bertemu dengan Rengganis.Siapa sih Rengganis?Pastinya banyak orang bertanya kenapa seorang Mahesa, lelaki yang biasanya tidak peduli dengan keadaan ses
Baca selengkapnya

86 - Menantang Supremasi

SUAMI WARISAN86 – Menantang Supremasi Manners maketh man.Itu salah satu motto hidup Mahesa, bukan karena itu quote dari film favoritnya ‘Kingsman’ namun karena Mahesa dibesarkan oleh orang tua yang cukup tegas; terutama ibunya.Sikap itu sudah mendarah daging pada dirinya hingga di saat genting seperti ini, dia bisa tetap terlihat tenang.“Bawa, cepat!” seru Mahesa sambil menarik Rengganis.Narendra tidak sempat untuk membantah. Kedua lelaki itu berenang menggiring tubuh Rengganis ke tepian, di mana Ipah sudah menunggu dengan wajah panik.Mahesa naik ke daratan lebih dulu, namun ketika dia hendak menarik Rengganis, Narendra sudah menggotong perempuan itu dalam gendongannya. Lelaki itu berdiri gagah berani dengan tubuh polos tanpa pakaian sehelai pun.Mahesa ternganga, “Kamu ….” Giginya gemeletukan bersamaan dengan hawa dingin yang merayapi tulang belakangnya.
Baca selengkapnya

87 - Terjebak Cemburu

SUAMI WARISAN87 – Terjebak Cemburu Rengganis terguncang menyadari bahwa ada dua orang lelaki di dalam kamarnya saat ini.“Saya yang salah. Saya telah lalai menjaga Rengganis.”Rengganis melarikan pandangannya ke lantai, detak jantungnya makin tidak karuan.“Baguslah kalau kamu mengakuinya, Narendra.” suara Mahesa yang biasanya hangat kini terdengar kaku dan dingin. Dia bahkan tidak menoleh pada Narendra yang berdiri di belakangnya, tatapannya lurus pada Rengganis yang tertunduk di hadapannya.“Ya.” nada Narendra juga mengambang. Pandangannya juga tertuju pada Rengganis yang bersembunyi di balik tirai rambutnya yang basah. Dia bisa merasakan kegelisahan dari istrinya itu kemudian berdeham “Ini sudah larut malam. Ny—Rengganis harus istirahat. Anda boleh menggunakan salah satu kamar tamu, Pak Mahesa.”“Oh, terima kasih.” Mahesa akhirnya menoleh pada Na
Baca selengkapnya

88 - Pamungkas

SUAMI WARISAN88 – Pamungkas Bodoh.Bodoh. Bodoh. Bodoh.Narendra mengutuki dirinya sendiri karena lengah. Sedangkan Rengganis tersenyum menang. Perempuan itu mendorongnya menjauh dan memakai pakaiannya, menjaga jarak darinya.“Cukup sampai di sini, Narendra.” ujar Rengganis. Dia menatap lelaki yang duduk di atas ranjang bersamanya dengan tegas, “kita enggak bisa selamanya begini, ya ‘kan?”“Maksud Nyai?”“Mahesa ada di sini sekarang. Itu berarti sesuatu bukan?” tanya Rengganis, dia menatap Narendra dan bertanya satu pertanyaan yang membuat Narendra terdiam seribu bahasa, “dia memang jodohku, ‘kan?”Narendra memalingkan wajahnya. Rahangnya terlihat mengeras.“Naren,” panggil Rengganis lagi, “perasaanku ini bukan bohongan, ‘kan? Perasaan ini bukan sekadar kagum atau suka saja, benar? Aku pernah bilang padamu
Baca selengkapnya

89 - Menentukan Pilihan

SUAMI WARISAN89 – Menentukan Pilihan “Nyonya, bangun, Nyonya.”Ipah menggoyang-goyangkan badan Rengganis yang baru bisa tidur menjelang subuh. Majikannya itu hanya bergumam pelan namun matanya masih terpejam.“Nyah…” panggil Ipah lagi, matanya melirik ke jendela kamar Rengganis. Di luar, dia bisa melihat dua orang lelaki sedang berdiri berhadapan, di antara mereka ada meja yang biasa Rengganis gunakan untuk bekerja.Mata Ipah memandang dua orang lelaki itu dengan waspada.“Nyonya! Bangun, ih!” akhirnya Ipah jadi panik sendiri, dia menggoyang-goyangkan lengan Rengganis lebih keras.Akhirnya Rengganis membuka matanya dan bergumam pelan, “Hmmmm…. Kenapa, Pah?”“Bangun, Nyah. Udah pada nungguin, tuh.”Rengganis mengucek matanya, “Nungguin? Siapa…?” dia menarik punggungnya dari kehangatan ranjang dan duduk.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
18
DMCA.com Protection Status