Semua Bab Mutiara Sang Rahwana: Bab 11 - Bab 20

30 Bab

Takdir Tak Terduga

Di malam terakhir bulan madu mereka berdua. Tiara menyandarkan kepala di bahu kokoh Bima. Entah mengapa kini di sisi Bima Sena ditemuinya nyaman yang membuatnya enggan kehilangan.Dalam dekap tubuh lelaki berdada bidang itu, detak jantung Bima menjadi candu yang selalu menenangkan resahnya. Belaian demi belaian tangan dari Bima berubah menjadi hal yang selalu dinantikannya."Kenapa kamu harus baik kepadaku? Bukankah selama ini aku menyebalkan? Aku selalu berusaha mencipta jarak di antara kita, tapi kau, tak pernah menyerah untuk memutuskannya," ungkap Tiara."Karena kamulah Sinta yang dicari Rahwana. Pertemuan kita seperti roda, tak peduli kita yang berbeda. Kamu di atas, dan aku dibawah. Namun pada putarannya ada temu yang menyatukan kita. Pada dua pilihan selanjutnya yang disajikan untuk kita, bersama atau saling meninggalkan. Aku tetap ingin menjadi satu dalam kebersamaan." Bima menyunggingkan senyum yang lagi-lagi membuat Tiara tersipu untuk ke sekian kaliny
Baca selengkapnya

Kehamilan yang Merepotkan

Hamil adalah hal terakhir yang diinginkan Tiara dari pernikahannya dengan Bima. Meski perlahan hatinya mulai luluh pada semua ketulusan lelaki itu, kehamilan adalah hal yang paling tidak dikehendakinya dalam hidup, selain pernikahan yang telanjur dijalani Tiara saat ini. Tiara merasa seperti tengah dipaksa harus memilih antara membenci kehamilan ini atau malah mencintai janin tak berdosa itu. Dia tak ingin terikat lebih lama dengan Bima, atau mungkin, dia juga tak ingin Bima membagi perhatian yang selama ini sangat disukainya. Namun, bagaimanapun bayi di kandungannya tak meminta untuk diciptakan atas kemauan sendiri, Tiara sendiri-lah yang membiarkan semua itu terjadi hingga menghadirkannya. Naluri keibuannya yang mulai muncul tanpa sadar terus mendorong Tiara untuk tetap bertahan. "Sayang, Honey Bunny Stroberi! Sarapan!" seru Bima riang saat masuk kamar dan membawa senampan sarapan berisi dua tangkup roti lapis dan susu hangat. Nampan itu belum menyentuh ran
Baca selengkapnya

Hantu Pemakan Bayi!

Tiara merasakan ada yang menekan pelan kakinya, membuat terjaga. Sesuatu bersinar di bawah perutnya, dalam kegelapan. Apakah hantu? Wanita itu bergidik saat matanya sudah terbiasa dalam gelap, terlihat sosok putih-putih dengan penutup kepala seperti sedang bicara dengan perutnya. Tiara tercekat, tenggorokannya tiba-tiba kering dan lidahnya kelu. Itu pasti hantu pemakan bayi!Bima. Dia harus memanggil Bima sekarang juga. Ke mana sih lelaki itu saat Tiara butuh? Ketika Tiara sedang berupaya mengeluarkan suara, sosok di dekat kakinya lebih dulu bersuara. Berbisik, bukan dia bernyanyi. Ya, Tuhan! Tiara makin gemetaran. Makhluk itu pasti menyasar bayinya! Tak salah lagi!Tiara berusaha menggerakkan kakinya ketika terdengar deheman dan suara lelaki bicara,"Jago, baik-baik ya di dalam sana. Jadi laki-laki kuat yang tenang. Jangan bikin bundamu kesusahan." Itu suara Bima, bukan hantu pemakan bayi.Tunggu dulu! Darimana Bima yakin coba kalau bayi mereka laki-laki
Baca selengkapnya

Mencintai Dua Lelaki

Sejak itu, Bima semakin perhatian. Selalu ada kapanpun Tiara membutuhkannya. Tidak akan membuat wanita yang sangat dikasihinya itu merasa terabaikan.Hujan cinta dari Bima membuat Tiara semakin membuka diri. Dia juga sudah mulai terbiasa dengan kandungannya. Sudah seperti calon-calon ibu yang lain yang tak sabar berjumpa buah hatinya.Hari berganti minggu, minggu berganti bulan, saat itu akhirnya tiba.Tira terpekik saat merasakan ada sesuatu yang pecah di area bawahnya, disusul air yang merembes tanpa mampu ditahan.Dia menggoyang-goyangkan tubuh Bima yang masih tertidur di sampingnya."Bim… Bima, bangun!"Bima yang semalam lembur dan tidur larut, bukannya bangun malah memeluk guling semakin erat."Biiim, bangun!""Hemmm.""Biiim, salabiiim, Banguuuun! Ketubanku pecah!" suara Tiara mulai meninggi, melihat Bima yang tidur kaya kebo.Bima langsung terjaga, mendengar suara Tiara."Ah, eh … apa y
Baca selengkapnya

Ketakutan Tiara

Ingat kekonyolannya waktu itu Tiara spontan tergelak dan membangunkan Arjuna. Sedetik bayi itu mengejapkan mata, menatap wajah Bundanya dengan mengantuk, membuka mulut dan menguap lucu. Tak tahan lagi, Tiara duduk lalu meraih Arjuna ke dalam pelukannya. "Kamu itu gemesin." Tiara mencium pipi Arjuna bertubi-tubi. "Bunda pengen gigit pahamu yang sebesar balok ini. Bunda pengen gigit pipi montokmu ini. Bunda pengen gigit jarimu. Bunda peng..." "Kalau Bunda juga pengen digigit Ayah silakan saja." Bima mengambil selimut dan menutup tubuh Arjuna yang telanjang dada. "Coba kalau berani!" "Ahahahaha ... Ayahmu galak, Arjuna." "Huoaeeeeeee ... huweeee .... " Mungkin merasa kesal karena tidurnya terganggu, Arjuna meraung keras. Air mata yang bercucuran dengan bibir manyun malah terlihat lucu. Tiara cekikikan menggoda Arjuna. "I love you, Son. From here," ucap Tiara sambil menunjuk dada Arjuna. "Untill the moon." Tiara mengarahkan tangannya jauh ke atas
Baca selengkapnya

Hanya Sendiri

“Junaaa! Mainnya yang pelan!”“Junaaa! Jangan main itu!”“Bunda sudah bilang jangan dilempar mainannya itu!” geram Tiara karena Baby Juna tampak begitu senang melemparkan mobil-mobilan balap biru miliknya.Sejak pagi tak terhitung lagi suara teriakan Tiara yang menggema, entah berupa teguran hingga omelan. Kepergian Bima untuk mengurus perkebunan yang selalu memaksa berangkat di pagi buta hingga tak jarang pulang larut malam, membuatnya merasa menjadi kosong karenanya.Keberadaan Bi Yam pun membuatnya merasa tak terlalu terbantu karena super aktifnya Arjuna yang tengah lincah memainkan kaki ke sana kemari. Padahal, niat Bima memperbanyak waktu Bik Yam di rumah agar Tiara tak kelelahan merawat putra semata wayang mereka seorang diri.Tak ada barang-barang yang selamat jika masih bisa dijangkau tangan kecil bocah itu. Berkali-kali Tiara terpaksa bangkit sebelum Arjuna berhasil menyentuh apa yang dituju.Napa
Baca selengkapnya

Bibit Petaka

Bima mengusap belakang lehernya lalu merenggangkan kedua tangan. Berkutat dengan laporan dan tuntutan ini itu dari investor rasanya memang tak bisa dilakukan dalam waktu satu hari. Saat itu sudah hampir hari mulai senja, Bima harus segera pulang. Rindunya kepada Baby Juna sudah bertumpuk-tumpuk.Membayangkan tingkah lucu Bima Sena junior itu selalu membuat Bima tertawa senang. Kebahagiaan memiliki Arjuna dan Tiara melengkapi hidupnya. Segala lelah dan penat yang melanda dengan mudah dicairkan tawa polos Arjuna dan keriangan kaki-kaki kecil itu saat menyambut sang ayah di depan pintu.Bima tak pernah mengira, begitu dia mendapatkan hati Tiara, kebahagiaan datang tak terbendung ditambah kehadiran Juna. Oleh karena itu, Bima makin bersemangat bekerja, proposal memperluas perkebunan dengan membeli lahan di beberapa tempat sudah di-ACC investor dan itu berarti Bima harus siap-siap lebih sibuk dari biasanya. Tak mengapa, semua demi sang istri tercinta dan buah hati mereka.
Baca selengkapnya

Tipu Muslihat

Pagi hampir menjelang, tetapi Dara belum juga bisa terpejam. Dia masih sibuk mematut diri di depan cermin, mengagumi paras yang terpantul di sana.Sungguh, dibanding Tiara dia jauh lebih memesona dan tidak akan sulit baginya menaklukkan seorang Bima, bukankah dia yang diinginkan Bima sejak awal?Tapi bagaimana dengan Tiara?Sekelabat, tanya itu mengusik hati Dara.Ah, Tiara itu kakaknya. Bukankah selama ini Tiara selalu mengalah untuknya, Tiara selalu ingin dia bahagia?Hal ini juga pasti bukan masalah besar untuknya? Tiara pasti mau berbagi! Gumam Dara dalam hati.Keesokan harinya, Dara mencoba mencari dukungan dari kedua orang tuanya.Tanpa malu, dia mengungkapkan perasaan yang dirasakannya pada kakak iparnya itu."Kamu jangan gila! Bima itu suami kakakmu!" Suara Pak Tardi sedikit meninggi mendengar ide gila anak bungsunya."Tapi, Yah. Bukankah memiliki menantu yang sudah terbukti kualitasnya jauh lebih menenangkan, da
Baca selengkapnya

Tamu Tak Diundang

Beberapa kali Bima mengerjapkan mata untuk memastikan apa yang dilihat benar nyata. Namun, ternyata itu hanyalah halusinasi karena terlalu memikirkan Tiara. Dia mengempaskan napas lega, bagaimana jadinya nanti jika istri tercintanya mengetahui dia membawa wanita lain ke tempat favorit mereka?Saat makanan telah datang, Dara segera mengambil alih piring Bima. Setelah meniup-niup sebentar, dia mengarahkan tangan untuk menyuapi. Dara berpikir, pria mana yang mampu menolak ketika diperlakukan bagai raja?"Aku bisa menyuapnya sendiri," tolak Bima. Namun sekeras apa dia menolak, Dara semakin agresif menyodorkan sendok itu. Membuatnya lagi-lagi akhirnya mengalah karena beberapa pasang mata di sana menatap mereka heran."Sudah! Sisanya biar aku sendiri!" Bima merebut kembali piring yang tadi dirampas Dara.Makanan lezat setiap kali dinikmati bersama Tiara, berubah hambar karena kelakuan wanita di hadapannya.Dara tersenyum penuh kemenangan, dia tahu sekera
Baca selengkapnya

Permainan Garpu Tala dari Iblis

"Sejak menikah kok malas-malasan. Sudah laku belum tentu tak akan dibuang." Lagi, Bu Tadi melayangkan perkataan yang benar-benar membuat Tiara muak."Kenapa kalian harus peduli? Bukankah kalian sendiri yang mengumpankan aku untuk menikahi Bima? Bahagia atau tidak, langgeng atau berantakannya rumah tanggaku bukan lagi urusan Ibu sama Dara!" geram Tiara."Oh, sudah berani, ya, sama ibu?" Bu Tardi berubah kesal dengan perkataan anak sulungnya."Memang kalau patuh, aku akan dianggap ada?" Tiara kembali bertanya.Dara menyela perkataan mereka, membuat Tiara semakin kesal terhadapnya. Pertengkaran bermula, adu mulut tak terelakkan di antara dua wanita yang sedarah itu.Hingga pada puncaknya, Dara tak tahan lagi dengan sang kakak yang telah lupa pada takdirnya angkat bicara."Aku hanya meminjamkan Bima sementara buat Kakak. Sekaranglah sudah waktu untuk kembali mengambilnya. Bukankah sejak pertama Bima menginginkanku? Kakak harus sadar diri dan men
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status