Home / All / Bawang Merah Bawang Putih / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Bawang Merah Bawang Putih: Chapter 11 - Chapter 20

31 Chapters

Cemburu

Sejak pernyataan cintanya diterima oleh sang pujaan hati walaupun karena terpaksa, Arjuna semakin giat bekerja. Arum menjadi penyemangat hidupnya walaupun mereka hanya bisa bertemu di hari libur dan itu hanya sebentar. Arum sendiri semakin giat belajar semenjak dibantu oleh Ayu, sekalipun saudaranya itu kerap kali marah atau mengucapkan kata-kata yang tidak enak didengar karena pemahamannya yang lambat. "Pergi dulu, Bu." Arum mencium tangan Lastri dan berpamitan. Dia memang berangkat lebih awal karena harus berjalan kaki. Sementara Ayu akan dijemput oleh salah satu temannya dengan motor. "Hati-hati. Belajar yang rajin." Arum berjalan melewati gang dan membalas sapaan para tetangga. Setelah Arjuna rutin menjemputnya setiap minggu, warga gang menjadi lebih ramah jika bertemu. Mereka mulai membandingnya dan Ayu, dan mengatakan bahwa dia lebih beruntung. Sesampainya di sekolah, Arum terkejut saat Ratih menarik tangannya da
Read more

Ketahuan

Lastri duduk di ruang tamu dengan gelisah. Ini sudah hampir sore dan Arum belum muncul. Tadi Arjuna meneleponnya dan meminta izin untuk mengajak putrinya pergi tapi entah ke mana. Laki-laki itu tak menjelaskan secara detail. Sekalipun tak sedarah, namun dia sudah diamanahkan untuk menjaga Arum. Lastri sudah berjanji kepada mendiang sang suami bahwa dia akan mengantar putrinya hingga lulus sekolah. "Arum pergi ke mana sih, Bu?" tanya Ayu ketika melihat ibunya tak tenang sejak tadi. "Tadi dijemput Arjuna. Katanya mau pergi sebentar. Ini belum pulang juga," jawab Lastri. "Ya biarkan saja, Bu. Mungkin mereka lagi jalan-jalan. Aku juga kan sering," kata Ayu."Tapi kamu pergi sama teman perempuan. Ini kan beda, Yu. Ibu tetap khawatir. Apalagi Arjuna itu orang kota," jelasnya. Lastri tidak membenci siapa pun yang berasal dari kota. Namun, perbuatan suami pertamanya menimbulkan trauma. Apalagi, putri keduanya yang waktu
Read more

Terhanyut

Arum menyodorkan sebuah kertas dengan lukisan seorang ibu dan anak kepada Ratih, saat jam istirahat tiba. "Ini. Bagus, ndak?" Matanya menatap dengan harap-harap cemas. Ratih meraih kertasnya dan melihat dengan teliti. Sahabatnya itu memang lemah di beberapa mata pelajaran umum, namun mendapat nilai yang cukup baik di pelajaran kesenian. "Kataku kurang greget, Rum," ucap Ratih sembari memutar gambarnya dan melihat ulang."Apanya yang kurang?" tanya gadis itu kebingungan.Selama dua hari ini, diam-diam Arum membongkar semua album foto lama dan memilih beberapa kenangan saat bersama ibunya dan mulai menggambar. Hanya dasarnya saja, nanti dia akan menyempurnakannya lagi saat lomba dimulai.  "Gambar ibu dan anak ini sudah bagus, Rum. Mungkin latarnya yang kamu tambah, misalnya di mana begitu," saran Ratih. Tangannya sibuk menyeruput es dawet dan menyuap sepotong kue bolu."Kalau begitu nanti aku perbaiki," kata Arum
Read more

Perlombaan

Ratih menggenggam tangan Arum yang berkeringat karena gugup. "Kamu pasti bisa," bisiknya memberikan semangat. "Aku lolos tidak, ya?" tanya Arum khawatir."Semoga saja. Yang penting kamu sudah berusaha," katanya meyakinkan.Ketika suara MC terdengar, dua gadis itu segera duduk dan menunggu acara dimulai. Ada beberapa guru yang mendampingi siswa yang ikut perlombaan. Arum sendiri ditemani oleh Ratih, karena Ayu dan ibunya tidak datang. Gadis itu meminta kepada  Ibu Guru Kesenian untuk merahasiakannya. Gilang yang tadinya mengatakan akan ikut menemani membatalkan janji setelah Arum menolaknya untuk ikut. Akhirnya, anak laki-laki itu mundur secara perlahan untuk mendekatinya, karena kecewa. Lalu, di mana Arjuna? Dia masih berada di lokasi tanggul karena lomba diadakan di hari kerja. Arum sudah mengabarinya lewat surat yang dititipkan ke penjaga sekolah. "Baiklah. Acara kita mulai dengan sambutan dari Kep
Read more

Terenggut

Tak terasa waktu berlalu. Hari demi hari Arum lewati dengan penuh perjuangan, hingga ujian kelulusan sudah di depan mata. Rasanya dia sudah tidak sabar ingin semuanya selesai dan pergi dari kampung ini untuk mengadu nasib."Gimana, apa kamu sudah mengerti?" Ratih melirik sahabatnya yang sejak tadi serius menyimak penjelasannya."Sedikit. Masih bingung di bagian ini." Arum menunjuk beberapa rumus matematika yang membuatnya pusing tujuh keliling. Ratih menarik napas panjang kemudian mengembuskannya perlahan. Mungkin, Arum memang sulit memahami pelajaran ini sehingga tidak bisa dipaksakan. "Ya sudah. Nanti kita sambung lagi. Aku pulang dulu." Ratih membereskan bukunya dan berpamitan. Saat Arum bercerita bahwa Ayu merebut hadiahnya, Ratih memutuskan bahwa setiap hari Minggu, mereka akan belajar bersama. Dengan meminjam motor bapaknya, Ratih menyusuri gang dan harus menerima sindiran Bu Lastri juga Ayu. Namun tekadnya untu
Read more

Kotor

Dengan langkah tertatih, Arum berjalan menyusuri gang sembari membawa rantang yang isinya sudah dingin. Matanya menatap jalanan dengan hampa, hingga mengabaikan sapaan dari para tetangga. Sejak tadi, dia sudah ingin luruh dan menumpahkan tangis, tetapi masih berusaha sekuat tenaga untuk menahannya. "Assalamualaikum," ucap Arum sembari mengetuk pintu. Hari sudah siang dan masih punya pekerjaan rumah yang belum diselesaikan."Baru pulang?" tanya Lastri saat Arum masuk ke dapur dan menyerahkan rantang berisi titipan ibunya Ratih. "Nggih, Bu.""Banyak yang dimasak?" "Lumayan, Bu," jawabnya singkat. Arum berjalan ke kamar mandi dan mengambil handuk, membasuh wajah, juga tubuhnya hingga bersih. Bekas sentuhan Arjuna masih terasa, sehingga dia membilasnya berkali-kali. Gadis itu merasa begitu kotor dan sudah tak berharga lagi. "Kamu sudah dapat bagian, kan? Jadi yang ini buat Ibu sama Ayu saja, ya," kata Lastri
Read more

Menghilang

Bunyi ALARM yang memekakkan telinga membangunkan Arjuna dari tidur lelapnya. Laki-laki itu duduk bersandar di heard board ranjang sembari memegang kepala yang terasa berat dan mematikan benda itu. Dengan malas dia berjalan menuju kamar mandi. Arjuna membuka tutup sabun dan menuang isinya ke sponge dan mulai membersihkan diri. Dalam sekejap, aroma lavender menguar di ruangan itu. Setelah membasuh tubuh dengan air yang ke luar deras dari lubang-lubang shower, dia mengambil handuk, melilitkannya di pinggang dan melangkah keluar.Sebenarnya jika dilihat dari dekat, Arjuna tidaklah terlalu tampan. Hanya saja, laki-laki itu memiliki rahang yang kokoh dengan bulu mata lentik. Wajah balsteran dengan mata cokelat itu didapatnya dari sang papa, yang menikahi seorang gadis biasa dari tanah Jawa. "Halo?" ucapnya saat menjawab panggilan. Kali ini dering ponsel yang berbunyi."Kamu bisa pulang sekarang?" tanya suara di seberang sana dengan pani
Read more

Luka

Arum berlari ke kamar mandi saat mencium bau tumisan bawang, yang sedang dimasak oleh ibunya untuk sarapan mereka. Seketika perutnya menjadi mual dengan kepala yang terasa berputar. Sudah satu bulan sejak kepergiaan Arjuna, Arum lebih banyak berdiam diri di rumah. Gadis itu lebih tekun belajar karena ujian kelulusan sudah di depan mata. Bunyi muntahan yang terdengar nyaring membuat Lastri kaget dan mematikan kompor, lalu mengetuk pintu kamar mandi.  "Kamu kenapa lagi, Rum?"Bukannya menjawab, Arum justru mengeluarkan semua isi perutnya hingga lambung terasa begitu perih. "Rum, Rum!" panggil Lastri lagi. Teriakan itu membuat Ayu yang sedang berada di kamar langsung berjalan menuju ke dapur."Ada apa sih, Bu? Berisik sekali pagi-pagi," katanya dengan wajah kesal. Entah mengapa semua yang berhubungan dengan Arum selalu membuatnya malas. "Itu Arum muntah-muntah," tunjuk Lastri ke pintu yang dikun
Read more

Sebuah Perjodohan

Desain kamar itu terlihat cukup mewah dan nyaman untuk ditempati, dengan hiasan wallpaper minimalis, cat berwarna putih juga perabotan yang terbuat dari kayu mahal. Empat orang yang berada di dalamnya saling bertatapan dengan lekat sembari membahas sesuatu hal yang cukup penting."Juna, kamu semakin dewasa. Usia juga sudah cukup matang untuk membina rumah tangga," ucap seorang laki-laki paruh baya seraya menatap putra sulungnya dengan tenang. Sudah beberapa minggu ini dia terbaring di kamar setelah kepulangan dari rumah sakit karena mendapat serangan jantung. Untunglah, nyawanya masih bisa diselamatkan, hanya perlu bedrest total untuk pemulihan. "Iya, Pa," jawab Arjuna dengan tegas. Kali ini, dia siap jika diminta untuk menikah karena telah memiliki seorang kekasih. Arum, sang gadis desa sederhana yang membuatnya mabuk kepayang. "Syukurlah. Berarti keputusan Papa sama Mama untuk menjodohkan kamu dengan Sasya gak salah. Kita bisa mengadak
Read more

Ketahuan

Pagi itu cuaca cukup cerah dengan teriknya matahari yang bersinar. Lastri mengambil keranjang baju kotor dan mulai memisahkan satu per satu. Ayu dan Arum akan mencuci bajunya masing-masing. Sejak tadi dia mengetuk pintu kamar kedua putrinya namun belum ada yang keluar. Sepertinya setelah subuh, Ayu dan Arum kembali tidur karena kelelahan. Ketika mengangkat baju seragam sekolah yang berwarna putih, sebuah benda terjatuh dari sakunya. Mata Lastri terbelalak saat melihatnya. Sebuah alat tes kehamilan dengan garis dua garis merah. Tangannya gemetaran saat memegang benda itu, lalu wanita itu berlari ke depan."Arum, bangun!" teriaknya menggedor pintu. Itu membuat beberapa tetangga keluar dari rumah untuk melihat apa yang terjadi, karena terdengar cukup keras."Arum! Buka pintu!" teriak Lastri lagi. Dadanya bergemuruh oleh amarah, sehingga sudah tak peduli ada banyak mata yang diam-diam mengintip. "Arum!" Kali ini gedorannya semakin kua
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status