Home / Romansa / Mom For Andrea / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Mom For Andrea: Chapter 11 - Chapter 20

23 Chapters

Madison

Kilatan-kilatan cahaya kamera mengenai wajah seorang wanita berambut blonde yang sedang berpose di depan kamera. Banyak sekali gaya yang digunakan, dan fotografer itu dengan sigap menangkap semua gaya tersebut.  “Oke! Kerja yang bagus, Madison! Kita istirahat sebentar sebelum lanjut sesi berikutnya!” Madison Thema adalah nama wanita yang berprofesi sebagai model terkenal itu. Tubuhnya yang seksi dengan kaki jenjangnya, membuat dirinya banyak dilirik oleh brand ternama untuk dijadikan wajah dari brand mereka. Tak hanya itu saja, pengikutnya yang banyak juga menambah nilai lebih.  “Apa kau sudah mendapatkannya?” Madison bertanya kepada seorang wanita berambut pendek yang tak lain adalah manajer pribadinya yang selalu mengikutinya kemanapun Mad
Read more

Bertemu Pertama Kali

Jasmine menerima ponsel miliknya yang disodorkan Madison setelah dia duduk dalam kondisi bingung. "Tadi ponselmu berbunyi," jelas Madison yang menjawab pertanyaan dibenak Jasmine.  "Oh, terima kasih. Mungkin hanya pesan," tuturnya dengan senyuman sembari memasukkan ponsel tersebut ke dalam tasnya, sebelum kemudian menatap Madison. "Kau memanggilku kemari … ada apa? Apa kau butuh sesuatu dariku?" Madison menarik napasnya dalam. "Aku kaget mendengar kabar kalau Emir menikah lagi," jelas Madison. Wajahnya berubah sendu. "Tapi setidaknya aku bersyukur karena kau terlihat baik, semoga saja Andrea betah dengan dirimu, setidaknya mewakilkan diriku yang seharusnya berada di samping Andrea" Jasmine terenyuh. Mendadak dirinya bingung ingin menjawab apa. 
Read more

Banyak Pikiran

Deniz yang sedari tadi berdiri di depan Emir tak pernah memutuskan pandangannya dari Emir. Dirinya terus menatap, seakan mencoba mengetahui apa yang sedang mengganggu Emir walau sangat sulit dilakukan. Seperti ada perisai yang sangat tebal, tak bisa ditembus oleh apapun, sekalipun peluru terbaik sedunia.    “Apa ada masalah, Tuan?” Memberanikan diri, akhirnya Deniz mengeluarkan pertanyaan. “Kalau ada yang mengganjal, mungkin Tuan bisa memberitahukan kepada saya. Siapa tahu saya bisa membantu.”   Emir terus menatap Deniz selama pria itu berbicara. Kemudian dia menghela napas, mendorong mejanya, membuat kursi dengan tumpuan roda itu terdorong ke belakang, lalu Emir berdiri dan berjalan ke arah samping. Matanya mengamati gedung-gedung pencakar langit yang terlihat begitu jelas dari ketinggian 60— ruangan kerjanya berada. 
Read more

Pertemuan Bisnis

“Apa semuanya sudah lengkap?” Jasmine bertanya, sembari memeriksa lagi isi tas Andrea. “Tugasmu, apa sudah di dalam, Andrea?”   Andrea yang sedang memasukkan sereal ke dalam mulutnya itu pun menghela napas. Menatap Jasmine yang berada di sampingnya. “Sudah, Mom … kalau Mommy tidak percaya, silakan periksa lagi,” katanya, kembali melanjutkan sarapannya. Jasmine sudah mengulang kalimat yang serupa sebanyak 3 kali, membuat Andrea bosan.    Sedangkan di ujung, Emir sedari tadi duduk, memperhatikan mereka tanpa berniat mengeluarkan kalimat sedikitpun. Emir seperti tidak dianggap oleh Jasmine dan Andrea … walaupun begitu, pria itu tak ambil pusing. Dia lebih baik diam sambil menyesap kopinya dan mengecek beberapa email yang masuk dari tablet.    Salah satu kebiasaan yang
Read more

Malam Penyatuan

Klub yang penuh dengan dentuman masuk, orang melompat-lompat, dan bau minuman— nyatanya tidak satupun pikiran Emir terbukti. Ternyata pertemuan itu diadakan di sebuah ruangan tertutup, dimana tadi mereka melewati ruangan yang benar-benar disebut klub, baru sampai di ruangan yang sudah dipesan Perusahaan Texas. Ruangan tersebut gelap, hanya ada lampu di atas sebagai penerang, dingin, dan juga kedap suara baik dari luar maupun dalam.  Emir berdehem, meminta izin untuk ke kamar mandi disela-sela makan mereka sebagai penjeda dari bisnis yang sedang mereka bicarakan. Mendadak Emir ingin buang air kecil, suhu ruangan ini sangat dingin.  Ketika cuaca sedang dingin, ginjal menyaring lebih banyak darah dari biasanya karena ada lebih banyak darah yang dipompa ke seluruh tubuh. Itu sebabnya ginjal akhirnya menghasilkan lebih ban
Read more

Bertemu dengan Madison

Emir berdehem. “Aku … mandi,” katanya yang lalu berlalu pergi masuk ke dalam kamar mandi. Di dalam, dia merutuki dirinya yang mendadak canggung.  Sedangkan Jasmine, wanita itu menghela napasnya panjang. Dia merapatkan selimut tersebut ke tubuhnya. Perasaan kecewa tentu saja ada. Melihat Emir yang mendadak dingin, jauh berbeda dengan kegiatan semalam, tentu membuat Jasmine bertanya-tanya.  “Apa dia mabuk semalam?” tanya Jasmine dengan perasaan yang mendadak menciut. Tak mau berlama-lama dengan kondisi tubuh seperti itu, akhirnya Jasmine berjalan tertatih ke walk-in closet. Perih sekali rasanya di bawah sana, Emir menghujam tanpa penuh ampun kemarin malam.  Sesudah mengguyur tubuhnya dengan air dingin, Emir memutuskan untuk keluar
Read more

Waitress

Madison tersenyum lebar sembari mendekap tubuh Andrea. Tak terasa, matanya berkaca-kaca. Andrea, balita yang ia tinggalkan sebelum berhasil memanggilnya mommy itu sudah sebesar sekarang. Tubuhnya berisi, menunjukkan kalau Andrea sangat sehat. Dan wajah itu sangat mirip dengan Emir terlebih warna mata— abu-abu     “Kau sangat tampan,” kata Madison sambil menangkup wajah Andrea.    Andrea menatap Jasmine, lalu kembali ke Madison. Jasmine tahu kalau Andrea masih belum merasa nyaman. “Memang,” sahut Andrea. “Aku sangat tampan, Mommy sering mengakuinya langsung,” lanjutnya sambil menatap Jasmine.    Madison menarik bibirnya, sedikit paksa. “Ayo, kau ingin makan? Mommy akan memesankan untukmu.” Madison berusaha memutuskan tatapan mereka.   
Read more

Kemarahan Emir

Ayo dong kasih review nya hehehe “Apa yang kau lakukan disini?” Bariton Emir terdengar amat mengerikan sesudah mereka sampai di tangga darurat. Tidak ada siapapun disana selain mereka. Cekalan itu pun juga membuat Jasmine meringis kesakitan. Emir marah, mengetahui kalau Jasmine bekerja tanpa seizin darinya.  “A—aku butuh pekerjaan,” Walau dalam kondisi penuh ketakutan, Jasmine tetap mengeluarkan jawabannya. Dia menatap manik abu Emir. “Keluargaku hidup dengan uangku! Aku harus memberi mereka uang setiap bulan—“  “Apa uangku tidak cukup?” Emir memotong dengan rahang yang mengetat. “Aku sudah memberimu banyak uang! Kau hanya perlu duduk diam di rumah! Tapi apa yang kau lakukan? Kau malah membuatku malu! Apa kata orang kalau menyadari dirimu
Read more

Terulang Kembali

“Jawab pertanyaan Daddy, Madison!” hardik Tufan tajam.    Madison terperanjat. Dia menggeleng pelan, merasa tidak yakin. “D—dad ….” Madison menunduk dalam. “Aku bersepakat akan pergi dari kehidupan Emir dan Andrea asalkan Emir memberiku uang tiap bulan.”   “Apa yang kau lakukan, Madison?!” Bentakan itu keluar dengan mulusnya. Napas Tufan terengah-engah saking kagetnya. “Hanya demi uang kau tega menjual anakmu! Ibu macam apa dirimu?”   “Dad, dengarkan Madison dulu,” pinta Madison sembari memegang tangan Tufan.     “Tidak ada lagi yang harus Daddy dengar!” tegas Tufan dengan nada penuh yakin. “Selesaikan kesepakatan kalian dengan mandiri, baru setelah itu kau bisa datang ke Daddy! Ingat, Madison, kalau
Read more

Mempererat

Emir memutuskan untuk membahas semua persoalan yang terjadi belakangan ini bersama Jasmine setelah mendiami wanita itu selama beberapa hari.  Sehabis kejadian malam penyatuan itu dimana Emir yang mabuk dan tak sadarkan diri, pria itu berubah seketika. Dia menjadi sangat dingin, bahkan enggan menatap Jasmine yang membuat Jasmine bertanya-tanya. Tak jarang perasaan bersalah pun menyelimuti Jasmine karena berpikir dirinya lah yang tidak bisa menjauh setelah ciuman panas yang Emir berikan.  Karena tidak tahu mau memulai dari mana, akhirnya Emir membawa dasi kepada Jasmine yang sedang terduduk di depan meja rias. “Pasangkan.” Jasmine yang dapat melihat Emir dari pantulan kaca sontak terkejut. Dia berdiri, berbalik, lalu langsung dihadapkan dengan dasi Emir.
Read more
PREV
123
DMCA.com Protection Status