Aiden datang dua puluh menit berikutnya. Dengan pakaian yang sepertinya dikenakan secara terburu-buru, rambut acak-acakan, dan wajah yang cemberut sempurna, dia akhirnya sampai di depan pintu apartemen Killian. Hal yang wajar. Sebab, siapa yang tidak akan sebal kalau ditelepon malam-malam dan harus datang pada saat itu juga? Padahal tadi dia sedang enak-enakan menghabiskan waktu bersama Aisa, istrinya. Lalu, sama seperti saat dia mengambil sampel darah dari Liliana, maka kali ini sikap Killian juga sama-sama mengesalkannya. Malah bisa dikata, bahkan berlebih. "Jangan memandangnya, Aiden, atau ucapkan selamat tinggal pada penglihatanmu!" "Bagaimana bisa aku mengambil sampel kalau tanpa melihatnya, Ian?" "Jangan berani-berani menyentuhnya! Kalau kamu masih ingin kedua tanganmu utuh, jangan coba-coba." "Lalu menurutmu, jarum suntik ini bisa
Read more