All Chapters of CEO Mencari Cinta: Chapter 151 - Chapter 160
273 Chapters
Mencari Jejak Lita
“Masuk, Rio. Ini yang akan menceritakan kejadian penculikan itu.” Ilham menunjuk dengan mengangkat tangannya kedua orang sebagai saksi penculikan. Mario mengangguk kemudian duduk di depan Ilham. Mereka mulai mengidentifikasi dengan mulai cerita dari suami Lita awal kejadiannya.  Mario merekam setiap kejadian yang menimpa Lita. Lelaki itu mulai memutar otak kira-kira siapa yang menculik. Ini akan menjadi PR yang harus di kerjakan dengan sangat hati-hati, menghingat target operasi adalah seorang perempuan.                         Mereka saling bersalaman dan mengenalkan diri. Gaya salaman juga sudah berubah. Dengan jalan mengepalkan tangan dan beradu kepal. Suami Lita sudah terlihat gusar. Dia menceritakan kejadian penculikan istrinya dengan seksama, tanpa ada satu pun yang terlewatkan. “Kira-kira, ada
Read more
Pelacakan
Mario mengambil bedilnya yang berada di pinggangnya, kemudian mengarahkan ke langit. Tidak, lelaki itu tidak menyerah dia tetap berlari. Doggy ikut berlari bersama pawangnya. Ilham memegang tali doggy itu. Karena doggy ada dua, jadi satu di pegang Ilham, satu lagi pawangnya yang memegang. Mereka berlari menyusuri semak-semak itu. Beberapa kali Ilham tergores tumbuhan liar yang berduri, karena memang dia mengenakan celana pendek saja. Salah satu doggy yang di bawa Ilham berhenti di sebuah parit. Berarti wanita itu di bawa melintasi parit. Diggy berhenti karena kehilangan jejak, di akibatkan mereka membawa Lita melintasi air. Reseptor doggy akan kehilangan jejak saat terkena air. Tapi, pawang doggy tersebut mengarahkan mereka melintasi parit. Barulah doggy kembali beraksi. Mereka berlari mengikuti arah kemana doggy pergi. Sedangkan Mario, masih mengejar lelaki itu yang tadi berlari, dengan arah yang berlawanan. Doggy berhe
Read more
Negoisasi
Mario masih susah payah menyeret lelaki itu ke tepian. Setelah sampai tepian, dia meletakkan tubuh lelaki itu di rerumputan. Kemudian, dia berhenti sejenak untuk mengambil nafas.                   Mario menyapu wajahnya yang penuh dengan air. Matanya terasa sedikit perih karena kemasukan air. “Hufff ... luar biasa. Kau kira nyawamu sembilan lembar. Mau bunuh diri nggak bisa renang terjun ke sungai,” keluh Mario. Dia melakukan PCR dengan menekan dada lelaki itu. Sekali sampai beberapa kali lelaki itu belum juga dapat bernafas. “Ayolah!” Mario menekan terus dada lelaki itu, hingga akhirnya dia terbatuk-batuk dan memuntahkan air yang di minumnya. Lelaki itu akan kabur, namun Mario cekatan dia langsung memborgol lelaki itu. “Jangan lakukan lagi. Kau tidak ingat anak istrimu di rumah?&rd
Read more
Tersangka
“Sok tahu! Kau mau tahu masa kecilku? Aku juga sama sepertimu di jalanan mengemis sana-sini. Tapi, aku bisa memilih mana yang baik dan tidak merugikan negara. Aku tidak hanya memikirkan perutku sendiri.” Mario menajamkan matanya. Lelaki itu sangat membenci tawanan yang ada di depannya. Sebenarnya, mereka sama. Dari lembah hina yang selalu di sebut sampah masyarakat. Namun, saat itu tekad Mario bulat. Saat jualan di depan kantor polisi, sesekali dia mewawancarai seorang polisi. Dulu, seringkali lelaki itu berhayal kepingin jadi polisi. Saat usianya sudah menginjak delapan belas tahun dan dia lulus kejar paket C, maka mencoba peruntungannya dengan mendaftar sebagai taruna. Pucuk dicinta  ulam pun tiba. Gayung bersambut, lelaki dengan rambut setengah ikal itu diterima. Bahkan karena usahanya yang gigih, dia berprestasi. Itulah sepenggal kisah masa kecil Mario. Tidak ada yang tahu. Lelaki yang baru menikah belum genap satu tahun itu memiliki kisah t
Read more
Tanda Selesai
Lelaki itu terdiam. Mungkin, dia mulai menyadari akan omongan Mario. Di atas jembatan, sudah bertengger mobil polisi, yang akan menjemput mereka. Mario melambaikan tangannya, kemudian mereka yang baru turun dari mobil polisi itu melakukan penyusuran di bantaran sungai. Cukup lama, karena mereka harus sedikit memutar untuk menggapai posisi Mario sekarang. Mario menunggunya dengan sabar. Setelah sekian waktu, akhirnya anggotanya Mario tiba juga. Dua orang berseragam lengkap mengambangi polisi yang lebih sering berseragam preman itu. “Komandan, di mana yang lainnya. Angga? Bukankah dia bersama  Anda?”  tanya salah satu anggota. Dia mulai mengangkat tawanan dengan tandu. Lelaki itu memang merepotkan. Apakah dia tidak tahu tugas polisi akan semakin berat jika seperti ini. “Dia sama Ilham mengejar target ke arah selatan. Wisnu sudah menyusul?” tanya Mario. “Oh, pak W
Read more
Pembebasan Yang Manis
“Tenang, Mas Ilham. Kita ikuti Pak polisi saja. Sepertinya si doggy juga mengarah ke sana. Hanya saja, ini jalannya yang mana?” tukas Rendra suami Lita. “Huff ... ini traking sulit sepertinya mas Ilham. Kita kirim SOS saja. Siapa tahu ada anggota lain menyusul. Kita tunggu di sini.” Wafa menyuruh bang Doel membuat asap untuk memberi tahu anggota yang mau menyusul. Ah, mereka tidak ada yang membawa korek api. Sehingga bang Doel memakai cara lama untuk membuat api. Dia menggesekkan dua batu berwarna hitam untuk membuat percikan api di atas daun-daun kering. Cukup lama bang Doel berusaha. Setelah berusaha cukup keras, akhirnya tidak perlu waktu lama lagi api membakar daun-daun kering itu. Untuk membuat asap membumbung, lelaki penjual nasi goreng itu mencari sabut kelapa. Dia memberikan di atas api tersebut, sehingga asap terbentuk lebih banyak. Mereka menunggu harap-harap cemas karena hari mulai menyingsing. Jam di perge
Read more
Lita Selamat
“Diam! Kau ini cerewet sekali. Diam dan makan makananmu. Kita istirahat, setelah itu melanjutkan perjalanan. Kalau kau masih bicara, kusetrum biar mampus!” bentak lelaki botak itu. Lita bergidig ngeri. Dia tidak lapar. Tapi perlu tenaga. “Bagaimana aku bisa makan? Tanganku saja kalian ikat?” tukas Lita. “Lepaskan ikatannya! Tapi ingat, jangan macam-macam. Kalau kau macam-macam, akan ku penggal kepalamu,” bentak lelaki itu. Lita bergidig ngeri. Lelaki yang gendut menuruti perintah lelaki botak itu untuk melepaskan ikatannya. “Angkat tangan!” Suara itu terdengar jelas di telinga mereka walau rupa belum terlihat karena gelapnya suasana. Mereka terperanjat dengan suara lantang tersebut. Dengan secara reflek mengambil senjatanya di saku mereka masing-masing. Sedangkan Lita berdiri dan bersembunyi. Wanita itu sudah gemetar melihat para pria akan beradu senjata laras panjang dan l
Read more
Cepat Dihalalkan Pak Bos
“Jangan basa-basi, Yuk!” Saat keluar Lita melihat suaminya Rendra berada di luar dan juga pak Doel. Dia langsung berlari menghampirinya dan memeluknya. Rendra membalas pelukakannya seraya mengucapkan terima kasih dengan Tuhan. Lelaki itu menangis haru, demikian juga dengan Lita. Melihat itu, Mario dan Ilham tersenyum, kemudian bekata, “pertemuan suami istri yang mengharukan.” “Jangan meledek. Siapa juga yang berbuat demikian saat beberapa hari lalu kekasihnya berhasil di selamatkan dari suaminya, ck alangkah lucunya hidup ini. Hahaha ... mari pulang. Aku sudah rindu selimut yang baru dicuci oleh istriku,” ajak Mario. “Ayo, aku juga rindu wajah kekasihku yang tersenyum karena sahabatnya sudah selamat.” Kedua sahabat itu berangkulan sambil jalan. Mereka menyusuri parit dan bersusah payah karena membawa lelaki terluka itu. Ketiga anggo
Read more
Pertemuan Mengharukan
“Jangan meledekku. Atau besok akan dapat banyak tugas,” ancam Ilham. “Yah, pak bos nggak asik ih. Baiklah kalau pak bos mengancam. Aku nggak mau bantuin untuk mak comblangin sama Tias lagi.” Bibir wanita itu mengerucut, sehingga membuat Ilham tertawa lepas. Disela tawa mereka, perut Lita bergemuruh, sehingga mereka tertawa semakin keras. “Baiklah, kita mampir makan!” ajak Ilham.   Dia sedikit menambah kecepatan. Setelah berkendara lima belas menit kemudian, barulah mereka sampai di tempat makan tenda biru. Kali ini, lesehan lamongan menjadi tempat tujuan mereka. Duduk bersila ditemani dengan temaram lampu, seolah mengingatkan masa silam tanpa listrik. Namun, ketenangan tercipta dari kesederhanaan itu. “Mangga, silakan. Ngersaken apa iye teh?” tanya bapak penjual. “Mang, Sunda banget tapi jualnya lesehan lamongan?&rdq
Read more
Tidak Sabar Ingin Menikah (21+)
“Udah kangen-kangennya? Makan, gue laper.” Ilham langsung melepas jaketnya di depan Tias dan juga semua orang. Steelah itu kaosnya. “Ih, porno deh. Lepas di kamar napa sih?” tukas Tias. Dia memutar bola matanya. “Kenapa? Kau cemburu orang lain melihatnya?” Ilham mendekati Tias di kursi, sehingga Lita mundur untuk menata makanan di meja makan. Lita melambaikan tangan agar suaminya dan juga pak Doel mengikutinya. “Ada apa?” tanya Rendra. “Ih, kamu kayak nggak tahu aja. Mereka mau melepas kangen. Jangan ganggu.” “Kalau kita?” tanya Rendra sambil mengungkung Lita di rak peralatan makan. “Ehem, jangan sampai saya lari pulang gara-gara kangen sama istriku,” tukas bang Doel. “Hahaha ....” Mereka melanjutkan menata makan di meja ma
Read more
PREV
1
...
1415161718
...
28
DMCA.com Protection Status