Ayahku menghela napas, "Kalau Hani yang melakukannya, hasilnya pasti lebih baik!"Wajah ibuku dan Lenny langsung berubah suram.Mata Lenny berkaca-kaca. Dia mendekap ibuku dengan wajah penuh kesedihan. "Aku tahu aku nggak bisa menyaingi Hani, tapi aku sudah berusaha sekuat tenaga."Ibuku menyeka air matanya sambil melotot tajam ke arah ayahku. "Untuk apa mengungkit-ungkit anak sial itu? Meskipun dia berbakat, sekarang dia cuma sampah yang nggak berguna. Dia begitu rakus sampai berebut makanan dengan anjing. Pantas saja jarinya digigit sampai putus."Aku memegangi kepalaku, lalu berjongkok. Ujung jariku yang buntung kembali terasa nyeri.Dulu, ibuku memang tidak menyukaiku, sampai-sampai aku sering dibiarkan kelaparan.Suatu kali, Lenny memberiku sepotong daging. Aku yang sangat lapar bersembunyi di bawah untuk memakannya diam-diam.Entah dari mana, beberapa anjing besar datang menyerangku.Aku memegangi daging itu sekuat tenaga, tidak mau melepaskannya. Akibatnya, tiga jariku digigit h
Saat mata mereka hampir bertemu, ibuku segera berjongkok dan menyembunyikan jari yang terputus itu di telapak tangannya.Ketika Candra pergi, hatiku hancur berkeping-keping.Di dalam mobil, ayahku mabuk, masih larut dalam momen kemenangannya tadi. Dia mendengkur dengan keras.Ibuku mengemudi dengan satu tangan. Alisnya berkerut tajam, sementara potongan jari itu tetap erat digenggam di telapaknya.Dia mengeluarkan ponsel, lalu dengan ragu-ragu menatap lama fotoku di kontak, seolah-olah akan mengambil keputusan besar.Menekan tombol rekam suara, suaranya sangat lembut, "Hani, kamu ada waktu untuk segera pulang? Ibu kangen sama kamu."Dengan kaget, aku menatap wajahnya yang biasanya sinis di kaca spion. Entah kenapa aku merasa cemas.Setelah menunggu lama tanpa balasan dariku, dia mendecakkan lidah dan mengumpat, "Dasar anak sialan. Sekarang sudah berani ya, sampai telepon dari ibumu sendiri pun diabaikan?"Dia lalu menoleh ke Lenny sambil berkata, "Lenny, kalau Hani menghubungimu, bilan
Ayahku pulang dari kota, akhirnya teringat kalau patung itu belum selesai diperbaiki.Tetapi, di ruang bawah tanah, tidak ada apa-apa.Ibuku panik, "Jelas-jelas tadi ada di sini. Pintunya juga dikunci. Barang sebesar itu bagaimana bisa hilang?"Wajah Lenny pucat. Dia menggeleng, "Nggak mungkin, nggak mungkin."Ibuku bertanya dengan nada mendesak, "Kamu membiarkan Candra masuk ke sini?""Dia bilang kebetulan akan ke pusat pameran, jadi bisa sekalian membantu mengangkut patung itu," jawab Lenny dengan gugup."Aku kira tadi malam Ayah sudah selesai memperbaikinya."Lenny buru-buru menjelaskan, sambil menyalahkan Ayahku, "Semua salah Ayah. Kalau Ayah sudah memperbaiki patung itu tadi malam, meski Candra membawa patung itu pergi, dia nggak akan menemukan apa-apa. Semua gara-gara Ayah."Ayahku marah, "Pasti dia menemukan sesuatu, makanya dia datang. Kamu berani membiarkan dia masuk ke ruang bawah tanah!""Kamu bodoh banget! Apa kamu nggak punya otak?"Lenny memeluk Ibu dan menangis tersedu-s
Ketika menerima telepon dari kantor polisi, ibuku memandangi dirinya di cermin. Wajahnya terlihat lelah, tetapi dia menyunggingkan senyum puas.Meskipun aku sudah menduga, aku tetap tertegun saat melihat Candra di kantor polisi.Jadi, hari itu dia ke rumahku memang karena aku?Begitu ibuku melihatnya, dia langsung bergegas menghampiri, "Dasar pencuri, kembalikan barang-barang kami!"Candra mengerutkan kening dan mundur selangkah.Ibu mengejarnya, memukul-mukul seolah-olah patah hati.Di belakangnya, Lenny berpura-pura menahan ibuku.Polisi memandang Candra sekilas, lalu menekan bahu ibuku hingga duduk di kursi. Mereka mengatakan ada orang yang melaporkan bahwa patung milik keluargaku menyimpan tulang manusia. Polisi sedang memastikan identitas korban tersebut.Ibuku menutup wajahnya dengan kedua tangan, menangis tersedu-sedu, "Nggak perlu diperiksa lagi, itu putri bungsuku."Kalimat itu membuat semua orang di ruangan itu terkejut.Tubuh Candra goyah d, hampir terjatuh. Dahinya berkerut
Di dalam mobil, Lenny mengamuk, "Bu, kenapa Ibu nggak bawa saja benda itu? Makin lama benda itu ditinggal di sana, aku makin merasa nggak nyaman."Ibu jarang membentaknya, tetapi kali ini dia membentaknya, "Diam! Makin tenang kita, makin baik. Saat ini, paling-paling, ini masalah pembuangan mayat secara ilegal. Tapi, kita punya alasan. Dengan sedikit usaha, kita bisa lolos begitu saja.""Kalau Ibu terus bikin keributan, Ibu akan menimbulkan kecurigaan. Ibu sendiri yang akan masuk penjara."Lenny diam.Tak butuh waktu lama, aku akhirnya melihat apa yang mereka maksud dengan "usaha."Ayahku, yang selama ini cukup terkenal di dunia seni, punya banyak kenalan.Dengan sedikit usaha dan beberapa koneksi, kasus itu ditutup.Kantor polisi hanya memberi teguran lisan, lalu menyerahkan tulang belulangku kembali kepada mereka.Di saat yang sama, Lenny mengumumkan kepada publik bahwa karyanya yang memenangkan penghargaan terinspirasi dari adiknya yang cacat.Beberapa hari yang lalu, adiknya bunuh
Ibuku memeluk Lenny dan memarahinya, "Kenapa panik? Orang lain punya mulut, kamu juga punya, 'kan? Anak cacat itu sudah jadi abu. Sekarang, apa pun yang kamu katakan, orang akan percaya."Harus kukatakan, ibuku selalu begitu tenang dan kuat. Sangat disayangkan bahwa dia hanya menggunakannya untuk membereskan kekacauan Lenny.Lenny pun tenang dan segera menanggapi di media sosial.[Adikku orang yang sensitif dan baik. Dia selalu percaya diri dan ceria di depan orang lain.][Tapi sebenarnya, dia sudah lama sakit. Dokter bilang dia punya kecenderungan bunuh diri yang kuat. Kami mencoba yang terbaik untuk membantunya, tapi sayangnya, hasilnya nggak ideal.][Dia sangat menderita saat masih hidup, dan sekarang diolok-olok setelah meninggal. Sebagai keluarga, kami patah hati, dan kami berharap semua orang bisa berbelas kasih.]Dia juga melampirkan catatan bunuh diri palsu sebagai bukti.Setiap kata menyentuh dan memilukan.Para penggemar langsung merespons, mengatakan mereka akan melacak oran
Kisah tambahan Candra Setiadi:Aku pertama kali bertemu Hani saat orientasi mahasiswa baru. Dia dengan percaya diri menunjukkan kekurangannya, tersenyum, dan memberi tahu teman-teman sekelasnya untuk tidak memperlakukannya secara berbeda.Saat itu, aku pikir gadis ini benar-benar pemberani.Kedua kalinya, aku melihatnya di studio seni. Dia memegang alat pahat dengan tangan kirinya yang bergetar, seolah-olah sedang berlatih sesuatu.Aku dengar, ayahnya adalah seorang pematung yang cukup terkenal, dan dia juga berbakat. Namun, sebuah kecelakaan membuatnya harus melepas mimpinya.Hari itu, aku memperhatikan dari luar untuk waktu yang lama. Aku bahkan diam-diam menyembunyikan potongan plester yang dia buang.Di wajahnya selalu ada senyum. Aku selalu mengira keluarganya pasti sangat hangat.Sampai suatu hari, aku melihat seorang gadis menyudutkannya.Gadis itu adalah Lenny Lianto, yang dikenal sebagai gadis berbakat di akademi seni. Aku tahu dia pernah mengejarku, tetapi aku tidak pernah me
Larut malam, ruang bawah tanah.Dengan pisau bedah, ibuku mengiris kulit dan dagingku dengan cekatan.Mungkin karena sudah bertahun-tahun tidak memegang pisau, tangannya agak gemetar.Lapisan demi lapisan kulit dan otot dipisahkan dengan rapi, lalu dilempar ke kantong sampah di sebelahnya.Kakakku, Lenny Lianto, memeluk lengannya sendiri sambil meringkuk di sudut ruangan. Mata besarnya penuh ketakutan. "Bu, kita lapor polisi saja. Aku takut."Aku melayang ke sampingnya, memandangnya dengan tatapan menyipit.Beberapa hari lalu, aku menerima pesan dari ibuku, memintaku ke ruang bawah tanah untuk menemuinya.Begitu masuk, sebuah benda keras menghantam bagian belakang kepalaku. Setelah rasa sakit yang tajam, aku kehilangan kesadaran.Saat membuka mata lagi, yang kulihat adalah tubuhku sendiri yang berlumuran darah, dimutilasi hingga tak berbentuk.Wajah dan tubuhku telah disiram air keras, sehingga sama sekali tidak bisa dikenali lagi.Lenny gemetar ketakutan, nyaris tidak berani membuka m
Kisah tambahan Candra Setiadi:Aku pertama kali bertemu Hani saat orientasi mahasiswa baru. Dia dengan percaya diri menunjukkan kekurangannya, tersenyum, dan memberi tahu teman-teman sekelasnya untuk tidak memperlakukannya secara berbeda.Saat itu, aku pikir gadis ini benar-benar pemberani.Kedua kalinya, aku melihatnya di studio seni. Dia memegang alat pahat dengan tangan kirinya yang bergetar, seolah-olah sedang berlatih sesuatu.Aku dengar, ayahnya adalah seorang pematung yang cukup terkenal, dan dia juga berbakat. Namun, sebuah kecelakaan membuatnya harus melepas mimpinya.Hari itu, aku memperhatikan dari luar untuk waktu yang lama. Aku bahkan diam-diam menyembunyikan potongan plester yang dia buang.Di wajahnya selalu ada senyum. Aku selalu mengira keluarganya pasti sangat hangat.Sampai suatu hari, aku melihat seorang gadis menyudutkannya.Gadis itu adalah Lenny Lianto, yang dikenal sebagai gadis berbakat di akademi seni. Aku tahu dia pernah mengejarku, tetapi aku tidak pernah me
Ibuku memeluk Lenny dan memarahinya, "Kenapa panik? Orang lain punya mulut, kamu juga punya, 'kan? Anak cacat itu sudah jadi abu. Sekarang, apa pun yang kamu katakan, orang akan percaya."Harus kukatakan, ibuku selalu begitu tenang dan kuat. Sangat disayangkan bahwa dia hanya menggunakannya untuk membereskan kekacauan Lenny.Lenny pun tenang dan segera menanggapi di media sosial.[Adikku orang yang sensitif dan baik. Dia selalu percaya diri dan ceria di depan orang lain.][Tapi sebenarnya, dia sudah lama sakit. Dokter bilang dia punya kecenderungan bunuh diri yang kuat. Kami mencoba yang terbaik untuk membantunya, tapi sayangnya, hasilnya nggak ideal.][Dia sangat menderita saat masih hidup, dan sekarang diolok-olok setelah meninggal. Sebagai keluarga, kami patah hati, dan kami berharap semua orang bisa berbelas kasih.]Dia juga melampirkan catatan bunuh diri palsu sebagai bukti.Setiap kata menyentuh dan memilukan.Para penggemar langsung merespons, mengatakan mereka akan melacak oran
Di dalam mobil, Lenny mengamuk, "Bu, kenapa Ibu nggak bawa saja benda itu? Makin lama benda itu ditinggal di sana, aku makin merasa nggak nyaman."Ibu jarang membentaknya, tetapi kali ini dia membentaknya, "Diam! Makin tenang kita, makin baik. Saat ini, paling-paling, ini masalah pembuangan mayat secara ilegal. Tapi, kita punya alasan. Dengan sedikit usaha, kita bisa lolos begitu saja.""Kalau Ibu terus bikin keributan, Ibu akan menimbulkan kecurigaan. Ibu sendiri yang akan masuk penjara."Lenny diam.Tak butuh waktu lama, aku akhirnya melihat apa yang mereka maksud dengan "usaha."Ayahku, yang selama ini cukup terkenal di dunia seni, punya banyak kenalan.Dengan sedikit usaha dan beberapa koneksi, kasus itu ditutup.Kantor polisi hanya memberi teguran lisan, lalu menyerahkan tulang belulangku kembali kepada mereka.Di saat yang sama, Lenny mengumumkan kepada publik bahwa karyanya yang memenangkan penghargaan terinspirasi dari adiknya yang cacat.Beberapa hari yang lalu, adiknya bunuh
Ketika menerima telepon dari kantor polisi, ibuku memandangi dirinya di cermin. Wajahnya terlihat lelah, tetapi dia menyunggingkan senyum puas.Meskipun aku sudah menduga, aku tetap tertegun saat melihat Candra di kantor polisi.Jadi, hari itu dia ke rumahku memang karena aku?Begitu ibuku melihatnya, dia langsung bergegas menghampiri, "Dasar pencuri, kembalikan barang-barang kami!"Candra mengerutkan kening dan mundur selangkah.Ibu mengejarnya, memukul-mukul seolah-olah patah hati.Di belakangnya, Lenny berpura-pura menahan ibuku.Polisi memandang Candra sekilas, lalu menekan bahu ibuku hingga duduk di kursi. Mereka mengatakan ada orang yang melaporkan bahwa patung milik keluargaku menyimpan tulang manusia. Polisi sedang memastikan identitas korban tersebut.Ibuku menutup wajahnya dengan kedua tangan, menangis tersedu-sedu, "Nggak perlu diperiksa lagi, itu putri bungsuku."Kalimat itu membuat semua orang di ruangan itu terkejut.Tubuh Candra goyah d, hampir terjatuh. Dahinya berkerut
Ayahku pulang dari kota, akhirnya teringat kalau patung itu belum selesai diperbaiki.Tetapi, di ruang bawah tanah, tidak ada apa-apa.Ibuku panik, "Jelas-jelas tadi ada di sini. Pintunya juga dikunci. Barang sebesar itu bagaimana bisa hilang?"Wajah Lenny pucat. Dia menggeleng, "Nggak mungkin, nggak mungkin."Ibuku bertanya dengan nada mendesak, "Kamu membiarkan Candra masuk ke sini?""Dia bilang kebetulan akan ke pusat pameran, jadi bisa sekalian membantu mengangkut patung itu," jawab Lenny dengan gugup."Aku kira tadi malam Ayah sudah selesai memperbaikinya."Lenny buru-buru menjelaskan, sambil menyalahkan Ayahku, "Semua salah Ayah. Kalau Ayah sudah memperbaiki patung itu tadi malam, meski Candra membawa patung itu pergi, dia nggak akan menemukan apa-apa. Semua gara-gara Ayah."Ayahku marah, "Pasti dia menemukan sesuatu, makanya dia datang. Kamu berani membiarkan dia masuk ke ruang bawah tanah!""Kamu bodoh banget! Apa kamu nggak punya otak?"Lenny memeluk Ibu dan menangis tersedu-s
Saat mata mereka hampir bertemu, ibuku segera berjongkok dan menyembunyikan jari yang terputus itu di telapak tangannya.Ketika Candra pergi, hatiku hancur berkeping-keping.Di dalam mobil, ayahku mabuk, masih larut dalam momen kemenangannya tadi. Dia mendengkur dengan keras.Ibuku mengemudi dengan satu tangan. Alisnya berkerut tajam, sementara potongan jari itu tetap erat digenggam di telapaknya.Dia mengeluarkan ponsel, lalu dengan ragu-ragu menatap lama fotoku di kontak, seolah-olah akan mengambil keputusan besar.Menekan tombol rekam suara, suaranya sangat lembut, "Hani, kamu ada waktu untuk segera pulang? Ibu kangen sama kamu."Dengan kaget, aku menatap wajahnya yang biasanya sinis di kaca spion. Entah kenapa aku merasa cemas.Setelah menunggu lama tanpa balasan dariku, dia mendecakkan lidah dan mengumpat, "Dasar anak sialan. Sekarang sudah berani ya, sampai telepon dari ibumu sendiri pun diabaikan?"Dia lalu menoleh ke Lenny sambil berkata, "Lenny, kalau Hani menghubungimu, bilan
Ayahku menghela napas, "Kalau Hani yang melakukannya, hasilnya pasti lebih baik!"Wajah ibuku dan Lenny langsung berubah suram.Mata Lenny berkaca-kaca. Dia mendekap ibuku dengan wajah penuh kesedihan. "Aku tahu aku nggak bisa menyaingi Hani, tapi aku sudah berusaha sekuat tenaga."Ibuku menyeka air matanya sambil melotot tajam ke arah ayahku. "Untuk apa mengungkit-ungkit anak sial itu? Meskipun dia berbakat, sekarang dia cuma sampah yang nggak berguna. Dia begitu rakus sampai berebut makanan dengan anjing. Pantas saja jarinya digigit sampai putus."Aku memegangi kepalaku, lalu berjongkok. Ujung jariku yang buntung kembali terasa nyeri.Dulu, ibuku memang tidak menyukaiku, sampai-sampai aku sering dibiarkan kelaparan.Suatu kali, Lenny memberiku sepotong daging. Aku yang sangat lapar bersembunyi di bawah untuk memakannya diam-diam.Entah dari mana, beberapa anjing besar datang menyerangku.Aku memegangi daging itu sekuat tenaga, tidak mau melepaskannya. Akibatnya, tiga jariku digigit h
Bulan sabit akhirnya kembali bulat.Ibuku akhirnya teringat padaku. Dia mengambil ponselnya dan melihat sekilas, lalu mencibir, "Sudah hari raya, tapi dia nggak pulang. Entah apa yang dia lakukan di luar sana."Lenny berbaring di sofa dengan wajah penuh kebahagiaan.Beberapa waktu terakhir, karyanya telah melewati beberapa babak dan masuk ke babak final.Pencarian daring dengan cepat akan mengungkap banyak gambar patung itu, dan banyak ahli yang kagum dengannya.Judul "Gadis Patung Genius" telah menyebar luas.Penghargaan itu dibangun dari tulang-tulangku yang kering.Namun, aku hanya bisa bersembunyi di sudut, mendengarkan semua ceritanya tentangku.Lenny berpura-pura memeriksa ponselnya. "Hani bilang padaku kalau dia nggak akan pulang untuk hari raya. Mungkin dia bersama pacarnya atau apa."Omong kosong. Sejak kapan aku punya pacar?Aku mengerutkan kening, bingung dengan kebohongannya yang terang-terangan.Mendengar ini, sorot mata ibuku berubah dingin. "Ibu sudah menduga. Lama nggak
Larut malam, ruang bawah tanah.Dengan pisau bedah, ibuku mengiris kulit dan dagingku dengan cekatan.Mungkin karena sudah bertahun-tahun tidak memegang pisau, tangannya agak gemetar.Lapisan demi lapisan kulit dan otot dipisahkan dengan rapi, lalu dilempar ke kantong sampah di sebelahnya.Kakakku, Lenny Lianto, memeluk lengannya sendiri sambil meringkuk di sudut ruangan. Mata besarnya penuh ketakutan. "Bu, kita lapor polisi saja. Aku takut."Aku melayang ke sampingnya, memandangnya dengan tatapan menyipit.Beberapa hari lalu, aku menerima pesan dari ibuku, memintaku ke ruang bawah tanah untuk menemuinya.Begitu masuk, sebuah benda keras menghantam bagian belakang kepalaku. Setelah rasa sakit yang tajam, aku kehilangan kesadaran.Saat membuka mata lagi, yang kulihat adalah tubuhku sendiri yang berlumuran darah, dimutilasi hingga tak berbentuk.Wajah dan tubuhku telah disiram air keras, sehingga sama sekali tidak bisa dikenali lagi.Lenny gemetar ketakutan, nyaris tidak berani membuka m