Share

Chapter 11

Author: Suzy Wiryanty
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Vina sangat meyakini pepatah yang mengatakan ; di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan. Dan jika satu pintu tertutup, insyallah pintu lain akan terbuka. Kuncinya adalah terus berusaha yang diiringi dengan ikhtiar yang tidak putus-putusnya. Begitu juga dengan musibah demi musibah yang terus menerpanya. Walau ia harus jatuh bangun menghadapi semuanya, namun menyerah bukanlah karakternya. 

Seperti sekarang saja misalnya. Pada pukul lima pagi, ia telah sibuk berbelanja ke pasar tradisional. Setiba di pasar, ia memeriksa satu persatu daftar belanjaan yang harus ia beli di selembar kertas. Setiap satu bahan telah ia beli, maka ia akan langsung mencoretnya dari daftar, agar tidak tumpang tindih. Ia memang sengaja mencatat daftar belanjaan pada selembar kertas, dibandingkan dengan notes di ponselnya. Pengalamannya berbelanja di hari pertama memberikan pelajaran, bahwa berbelanja sembari memeriksa ponsel itu menyusahkan. Selain berkali-kali jatuh, karena tangan

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Nanoy
mahallll beutttt koinnyaa
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • (bukan) Perempuan Biasa. (buku ketiga)   Chapter 12

    Kamar sudah rapi. Ia dan ibunya bergotong royong membersihkannya. Sementara Dina duduk melamun di sudut kamar. Pandangannya kosong. Tidak lagi liar seperti tadi. Ia tidak lagi berteriak-teriak atau menangis. Sebutir obat penenang memang ampuh. Namun ada rasa tidak tega di hati Vina saat melihat Dina dalam pengaruh obat seperti ini. Air liur perlahan mengalir dari sudut bibir kakaknya. Sang ibu bergegas menyekanya dengan sehelai sapu tangan. Beginilah keadaan kakaknya apabila diberi obat penenang. Syarat-syarafnya mati rasa. Sehingga kakaknya tidak bisa mengontrol reaksi tubuhnya."Ayah ke mana, Bu? Dari tadi Vina tidak melihatnya.""Ayahmu ke kanton Reyhan, Vin. Ayahmu ingin mengembalikan cek yang kamu berikan tempo hari." Bu Misna menggenggamkan sapu tangan ke tangan Dina. Ia bermaksud mengajarkan Dina untuk belajar menyeka air liurnya sendiri."Nanti diseka seperti ini ya, Din. Biar bersih," bujuk Bu Misna

  • (bukan) Perempuan Biasa. (buku ketiga)   Chapter 13

    "Kamu ini ternyata jahatnya hingga ke pembuluh darah ya, Vin?" Bunyi derit pintu yang terbuka, serta kuatnya suara hardikan dari Rajata membuat Vina mengelus dada. Salah paham lagi. Entah mengapa Rajata ini selalu saja muncul di saat yang tidak tepat. Saat ini ia berdiri di antara Rajata dan Aria. Vina melirik sekilas air muka Aria yang memucat dan ekspresi geram di wajah Rajata. Dua laki-laki sakit ini saling memandang dengan asumsi berbeda dalam benak mereka masing-masing.Vina melirik sekilas map yang berada di tangan Rajata. Sepertinya Rajata masuk ruangan ini karena ingin membicarakan masalah pekerjaan dengan Aria. Sebaiknya ia pergi saja dari ruangan ini. Toh urusannya di sini sudah selesai."Permisi," Vina memeluk map yang berisi ijazahnya sendiri dan bermaksud berlalu dari ruangan Aria. Setelah map berisi ijazahnya ini sudah kembali padanya, ia sudah tidak mempedulikan apapun lagi. Ia tidak membutuhkan simpati Aria apalagi Raja

  • (bukan) Perempuan Biasa. (buku ketiga)   Chapter 14

    Vina baru saja menghidangkan empat mangkuk bakso kepada pelanggan, saat gerobak ayahnya memasuki halaman. Vina heran. Rasanya belum terlalu sore. Tetapi ayahnya sudah pulang. Padahal terlihat di stealing, kalau bahan dagangan ayahnya masih banyak. Biasanya ayahnya baru akan pulang ke rumah pada pukul tujuh malam. Paling cepat pun pukul enam sore. Atau jangan-jangan memang sudah sore?Penasaran Vina melongok ke ruang tamu. Memindai jam dinding di sana. Pukul empat lewat lima menit. Berarti ia tidak salah. Ayahnya memang kembali lebih cepat. Dan saat ia memperhatikan kondisi gerobak lebih teliti, ia segera menghampiri ayahnya. Gerobak ayahnya lecet-lecet, dan agak melesak ke dalam. Bahan-bahan bakso di stealing juga saling bercampur-baur. Satu dugaan melintas dalam benak Vina. Ketika ia melihat tubuh ayahnya luka dan beset-beset seperti tergesek aspal, dugaannya kian menguat."Ayah kenapa? Jatuh ya?" Vina meletakkan bakinya sembarang. Ia

  • (bukan) Perempuan Biasa. (buku ketiga)   Chapter 15

    Vina menjerit kecil saat membaca email masuk di ponselnya. Ia mendapatkan email dari PT Karya Gemilang Putra. Perusahaan ini adalah perusahaan besar yang diidam-idamkan setiap pekerja. Termasuk dirinya juga. Sebenarnya ia cuma iseng-iseng mengirimkan surat lamaran ke perusahaan ini. Siapa yang menyangka kalau ia diberi kesempatan untuk melakukan interview besok pagi. Ia merasa sangat beruntung.Vina juga sangat bersyukur karena jam interviewnya itu pagi hari. Dengan begitu tidak mengganggu jualannya. Paling ia akan meminta tolong ayahnya untuk berbelanja dan meracik bahan-bahan bakso. Jadi saat ia pulang nanti, ia tinggal berjualan saja."Kamu kenapa, Vina? Kok cengar cengir sendirian? Ini berapa Vin?" Pak Ramli yang baru saja pulang berjualan mengacungkan dua jarinya. Menggoda putrinya yang senyam-senyum sendirian di depan ponselnya. Warung putrinya sudah sepi. Bahan-bahan bakso di stealing juga sudah ludes. Itu artinya dagangan putri

  • (bukan) Perempuan Biasa. (buku ketiga)   Chapter 16

    Vina mengendarai gerobak bakso ayahnya sedikit lebih kencang. Ia takut terlambat ke warung Kanaya. Janjinya pada Kanaya adalah pukul empat sore. Dan saat ini waktu telah menunjukkan pukul empat sore lewat lima belas menit. Perkiraan waktunya salah. Ternyata mengendarai motor dengan gerobak di sampingnya sangat jauh berbeda dengan mengendarai motor biasa. Selain itu, ia harus mengantarkan pesanan bakso ke beberapa pelanggan ayahnya terlebih dahulu. Belum lagi terkadang di jalan ia berhenti apabila ada pembeli yang memanggilnya. Lumayan juga, ia jadi bisa menghabiskan sisa-sisa bakso di gerobaknya.Ia mengendarai gerobak bakso ayahnya ini karena ingin menjual sisa bakso di gerobak dan di rumah. Karena baksonya tinggal sedikit, ia memutuskan untuk menjualnya secara berkeliling saja. Digabung dengan sisa bakso ayahnya. Sambil jalan ke warung Kanaya, menyambi berjualan juga. Jadi ayahnya bisa langsung beristirahat. Tidak perlu menjual baksonya yang di rumah lag

  • (bukan) Perempuan Biasa. (buku ketiga)   Chapter 17

    Vina mengigit lidahnya sendiri sebelum mengucapkan salam. Saat ini ia berada di depan pintu rumahnya. Memikirkan alasan apa yang akan ia berikan, apabila kedua orang tuanya menanyakan keadaannya. Penampilannya saat ini tidak begitu baik. Kaosnya robek karena tarikan Alana, dan wajahnya juga luka-luka oleh cakaran kuku. Dan yang paling kentara adalah tangannya yang luka-luka dan melepuh. Kepulangannya dalam keadaan seperti ini pasti akan mengundang keheranan kedua orang tuanya.Masalah kaos, ia telah mengakalinya. Saat ini ia telah mengenakan jaket parasut milik Narti. Salah seorang staff Jihan yang membantu-bantu di warung. Narti dengan bijak meminjaminya jaket, saat melihat kaosnya robek cukup besar.Mengenai punggung tangannya yang melepuh, ia bisa mengarang bebas dan mengatakan kalau ia tidak sengaja menumpahkan kuah bakso. Alasannya masih masuk akal. Orang yang berjualan bakso tentu saja sesekali bisa ketumpahan kuah bakso. Yang ia bin

  • (bukan) Perempuan Biasa. (buku ketiga)   Bab 18

    Setengah berlari Vina memasuki kafe. Ia sudah terlambat setengah jam dari waktu yang ia janjikan pada Alana. Hari ini warungnya sangat ramai. Dan ia tidak mungkin meninggalkan rezekinya begitu saja. Istimewa ia sangat membutuhkan uang sekarang-sekarang ini.Vina melayangkan pandangan ke seantero kafe. Mencari-cari sosok Alana di antara para pengunjung kafe yang ramai. Vina menarik napas lega saat melihat sosok ringih Alana duduk di sudut kafe. Sedikit terhalang oleh meja yang berisi serombongan anak-anak muda yang sepertinya baru pulang kerja."Maaf saya terlambat. Sudah lama menunggu, Bu Lana?" Vina menyapa Alana sopan. Ia belum menarik kursi. Ia hanya berdiri di sisi meja. Menunggu Alana menyadari kehadirannya dan mempersilahkannya duduk.Alana tidak menjawab pertanyaannya. Ia hanya duduk bengong dengan pandangan lurus ke depan. Tatapannya kosong. Jangankan menotice sapaannya. Alana bahkan sama sekali tidak

  • (bukan) Perempuan Biasa. (buku ketiga)   Chapter 19

    "Berdiri! Kamu ikut dengan saya!"Vina yang masih dalam posisi bersimpuh di jalan raja, menatap horor pada Rajata. Ya Rajata mendatanginya setelah tubuh bersimbah darah Alana dimasukkan ke dalam mobil ambulan. Sejurus kemudian mobil ambulan melesat membelah jalan raya, dengan raungan sirene membahana."Saya tidak tahu apa-apa. Saya tidak bersalah! Saya... saya... tidak tahu kalau Bu Alana akan bunuh diri. Saya sudah berusaha mengejarnya. Tapi Bu Alana larinya sangat kencang. Saya tidak berhasil mencegahnya. Tapi saya sudah berusaha. Sungguh, saya sudah berusaha!" Vina merepet. Dalam keadaan kalut ia berusaha menjelaskan semuanya. Ia tidak mau Rajata salah paham lagi. Sudah terlalu banyak kesalahpahaman di antara mereka bertiga. Dan ia tidak mau menambahinya dengan kesalahpahaman baru lagi."Ya, saya bisa melihat seberapa keras usahamu. Saking kerasnya, kamu tega menonton tewasnya Alana secara live di depan matamu!" umpat R

Latest chapter

  • (bukan) Perempuan Biasa. (buku ketiga)   Chapter 54 (extra Part)

    Dua puluh bulan kemudian. Vina meraih sehelai gaun berwarna magenta berlengan balon dan dari lemari. Beserta hanger yang ia lekatkan ke dada, Vina mematut gaun tersebut di depan cermin. Pagi ini Rajata akan bebas setelah menjalani masa hukuman selama dua puluh bulan penjara. Sebenarnya Rajata divonis dua puluh empat bulan penjara dipotong masa tahanan. Rajata bebas lebih cepat karena mendapat remisi umum. Yaitu pemotongan masa tahanan dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus. Ketentuan remisi ini adalah, Narapidana yang masa hukumannya enam sampai dua belas bulan, memperoleh satu bulan pengurangan. Sedangkan narapidana dua belas bulan atau lebih, memperoleh dua bulan pengurangan. Setelah di potong masa tahanan dan lain sebagainya, hari ini Rajata akan menghirup udara sebagai manusia bebas. Untuk itu Vina akan tampil semempesona mungkin untuk melengkapi kebahagiaan Rajata. Bagaspati Bagaskara, sudah lebih dulu Vina dandani. Bagas mengenakan paduan

  • (bukan) Perempuan Biasa. (buku ketiga)   Chapter 53 (end)

    Keringat menguar dari segenap pori-pori Vina, ketika ia dipapah masuk ke dalam mobil oleh ayahnya dan Mang Pardi. Setelah perekonomiam ayahnya pulih, Mang Pardi memang kembali menjadi supir ayahnya. Vina mencoba bernapas pendek-pendek sesuai yang diajarkan oleh dokter Lita sebelumnya. Vina berusaha bersikap tenang agar ayahnya dan Lita tidak panik. Padahal dirinya sendiri juga panik dan ketakutan. Ia belum pernah melahirkan sebelumnya. Perutnya yang sakit ditambah dengan suasana yang kacau seperti ini semakin menciutkan nyalinya. "Apa yang kamu rasakan, sekarang, Nak? Bayinya sudah akan lahir ya?" Pak Ramli panik ketika melihat Vina terus meremas lengannya dengan napas terengah-engah. Ekspresi wajah putrinya seperti menahan kesakitan yang amat sangat. "Rasa--rasanya perut Vina bergolak, Yah. Cucu A--ayah sedang mengamuk, ingin segera melihat dunia." Walau perutnya mulas luar biasa, Vina masih berupaya bercanda. Suci yang duduk tepat di sebelah Vina meringis. Sahabatnya ini memang l

  • (bukan) Perempuan Biasa. (buku ketiga)   Chapter 52

    Vina bermimpi. Ia tengah berlari-lari di pantai Pulau Nusa sebelum ombak besar menggulungnya ke dalam pusaran tak berdasar."Bangun, perempuan sombong!" Vina tersentak dan seketika gelagapan ketika air dingin menyiram wajahnya.Ini bukan mimpi. Ia diculik oleh Tante Rena cs.Vina mengerjap-ngerjapkan mata dan memindai sekeliling. Ia tidak mengenali tempat ini. Sepertinya para komplotan orang sinting ini telah memindahkan lokasi eksekusi ketika ia pingsan saat melihat penembakan Arman.Arman? Di mana Arman? Vina memindai sekeliling namun ia tidak mendapati jejak Arman di mana pun."Jasad Arman sedang on the way ke sini. Nah itu dia!" Tante Rena seperti bisa membaca pikirannya. Ketika Tante Rena meneriakkan kata itu dia, Vina tercekat. Aria, anak Hendro dan Sarah terlihat menggotong-gotong tubuh tidak berlumuran

  • (bukan) Perempuan Biasa. (buku ketiga)   Chapter 51

    Setengah jam sebelumnya.Suci tengah mendengar pemaparan Rajata tentang loyalitas karyawan terhadap perusahaan, kala notifikasi ponselnya bergetar. Suci mengabaikannya. Pasti itu adalah pesan dari ibunya. Karena waktu hampir menunjukkan pukul sembilan malam, sementara ia belum pulang ke rumah. Biasanya ia pulang kantor paling lambat pukul setengah tujuh malam.Suci memang lupa mengabarkan ibunya tentang rapat dadakan ini. Suasana tegang karena pemecatan tidak hormat terhadap Putri, Frans, Rani dan Daniel membuat seluruh staff tegang. Mereka takut kalau-kalau mereka juga ikut dipecat. Empat orang yang diberhentikan secara tidak hormat tadi siang adalah orang-orang yang membantu Aria dalam melakukan kecurangan. Frans dan Daniel adalah staff bagian keuangan. Sementara Putri dan Rani adalah sekretaris dan asisten Aria.Setelah memecat keempat staff tersebut Rajata langsung menggelar rapat dadakan. Rajata mengeval

  • (bukan) Perempuan Biasa. (buku ketiga)   Chapter 50

    "Man, kayaknya kita sudah berjalan lebih dari lima belas menit. Tapi tidak ada apa-apa di sekitar jalan ini. Sebaiknya kita pulang saja, Man."Vina mulai merasa ada yang tidak beres. Indra keenamnya mengatakan ada sesuatu yang salah di sini. Rasanya mustahil ada restaurant mewah di tengah-tengah perkebunan sawit begini. Sepanjang jalan yang mereka lewati hanya jalanan gelap nan sepi. Tidak ada tanda-tanda kehidupan apalagi rumah-rumah penduduk. Entah Rajata yang salah membagikan lokasi atau Arman lah yang salah jalan. Yang pasti Vina mulai tidak nyaman dengan keadaan ini."Sabar sebentar ya, Bu? Sebentar lagi kita sudah sampai pada tujuan. Maafkan saya ya, Bu?" desah Arman lirih. Kesedihan terdengar dari nada suaranya yang lesu.Vina mengernyitkan kening. Arman bilang apa? Sebentar lagi mereka akan sampai pada tujuan? Itu artinya Arman tahu tempat yang akan mereka tuju. Lantas mengapa Arman sepanjang jalan ta

  • (bukan) Perempuan Biasa. (buku ketiga)   Chapter 49

    "Jadi bagaimana Pak Aria? Bapak memilih di penjara atau melepaskan saham Bapak pada PT Karya Inti Mandiri ini pada Pak Raja?"Hotman Marpaung Sarjana Hukum, memberikan ultimatum pada Aria. Saat ini dirinya bertindak sebagai pengacara Rajata, mewakili perusahaan. Aria telah terbukti melakukan korupsi dan switch pada perusahaan. Aria menggunakan uang perusahaan untuk kepentingan dirinya sendiri, serta meminta komisi pada perusahaan yang ia menangkan. Aria bekerjasama dengan Putri dan staff keuangan untuk menggelapkan sejumlah besar dana perusahaan."Ini semua akal bulus lo kan, Ja? Lo pengen melenyapkan gue dari perusahaan, makanya lo mengarang bebas seperti ini!" Aria mengamuk. Ia kalah selangkah dari Rajata. Ia terlalu santai hingga akhirnya lengah. Dan si Rajata brengsek ini menyerangnya dari segala arah."Akal bulus?" Rajata mengernyitkan kening. Ia pura-pura berpikir keras sebelum melemparkan sebuah file d

  • (bukan) Perempuan Biasa. (buku ketiga)   Chapter 48

    Vina meletakkan sendok dan garpu. Sebagai gantinya ia memindai Tante Rena dan Sarah dari atas ke bawah. Ia sudah sering mendengar sepak terjang Tante Rena. Namun ia sama sekali tidak pernah melihat sosoknya.Untuk ukuran perempuan berusia awal empat puluhan Tante Rena ini terlihat awet muda. Nyaris seperti kakak adik dengan Sarah. Tidak heran karena usia mereka hanya berpaut tujuh belas tahun. Ditambah Tante Rena sangat fashionable, ia nyaris terlihat seumuran dengan Sarah."Nama saya Davina Bagaskara. Jangan memanggil saya dengan sebutan hai hei hai hei begitu. Sakit kuping saya mendengarnya."Rajata terkekeh. Tante Rena jumpa imbang kali ini. Vina ini berbeda dengan ibu dan juga adik perempuannya yang cenderung penakut dan labil. Sehingga mereka berdua gampang sekali dipengaruhi. Dulu setiap kali Tante Rena memamerkan keberhasilannya memikat ayahnya, ibunya paling hanya menangis pilu. Sementara Alana kecil

  • (bukan) Perempuan Biasa. (buku ketiga)   Chapter 47

    "Mas, coba jawab dengan jujur. Apa Mas tidak punya perasaan apa-apa setelah Mbak Sarah mengungkapkan soal kepergiannya dulu."Setelah berkendara hampir lima belas menit lamanya, Vina mengungkapkan apa yang berkecamuk di dalam hatinya. Ia sudah tidak tahan diam-diaman seperti ini."Tidak, Vin. Mungkin kalau dulu Sarah langsung mengatakan alasannya, saya bisa sedikit memahaminya. Karena Sarah toh tidak bisa memilih dari rahim siapa ia dilahirkan," jawab Rajata dengan pandangan lurus ke depan. Lalu lintas sore ini lumayan padat."Sedikit memahami," Vina mengangguk-anggukkan kepalanya. Pura-pura mengerti padahal ia kesal atas jawaban Rajata."Itu artinya Mas akan menerima Mbak Sarah kalau dulu ia berterus terang tentang jati dirinya. Begitu ya, Mas?" cecar Vina lagi. Ia tidak puas dengan jawaban ambigu Rajata."Tidak seperti itu juga analoginya, Vin. Memahami bukan

  • (bukan) Perempuan Biasa. (buku ketiga)   Chapter 46

    Vina yang masih termenung dengan ponsel di tangan, kaget saat ponselnya kembali bergetar. Firasatnya mengatakan kalau Sarah kembali menghubunginya. Mungkin sarah ingin memamerkan keberhasilannya memikat Rajata."Ha--""Vina, ini saya. Dokter Lita dalam perjalanan menjemputmu. Kamu siap-siap ya? Sebentar lagi ia pasti akan sampai.""Menjemputku ke mana, Mas?""Ke rumah, Sarah. Saya akan menjelaskan semuanya nanti. Pokoknya kamu ke sini saja dulu."Telepon kemudian ditutup saat terdengar suara manja Sarah menawarkan minuman. Benak Vina memikirkan kejanggalan dalam masalah ini. Rajata ke rumah Sarah. Namun Rajata juga memintanya menyusul ke sana. Kalau Rajata memang ingin menjalin hubungan kembali dengan Sarah, untuk apa Rajata memintanya datang bukan? Rajata pasti mempunyai rencana lain. Vina jadi penasaran karenanya.Vina bergegas ke kamar untuk me

DMCA.com Protection Status