"Kamu?" Suara serak tersebut terkejut, karena Zaha sudah mengetahui tujuannya sebelum ia berhasil mengungkapkannya.
Jelas, ini tidak sama seperti yang ia inginkan. Tapi, makhluk siluman seperti dirinya, tidak mungkin menyerah hanya karena targetnya tidak menginginkan kekuatannya.
Ia mampu melihat ke dalam hati Zaha. Karena itu, ia tahu apa yang menjadi kelemahan terbesar Zaha.
Dengan licik, ia bertanya, "Apa kamu tidak ingin membalaskan dendam keluargamu? Ingat, ibu dan adikmu telah diperkosa dan dibunuh dengan cara yang sangat kejam. Ayah dan keluargamu yang lain, dibunuh dengan cara yang sangat tidak manusiawi, tepat di depan matamu. Lalu, kekasihmu. Dia diperkosa secara bergilir dan dibiarkan mati begitu saja, setelah mereka puas menikmati tubuhnya."
"Kamu tahu, kekasihmu meneriakkan namamu berulang kali dan berharap kamu datang menyelamatkannya. Apa kamu tidak ingin membalas penderitaannya? Aku bisa melakukannya."
Benar saja, Zaha terdiam cukup
"Mandigo?" Ujar Sawaka tercengang begitu berhasil mengenali aura khas yang keluar dari tubuh Zaha.Detik berikutnya, Sawaka tertawa sinis dengan berkata, "Hahaha, tidak ku sangka, justru kamu yang menjadi kekuatan ghoib bocah ini.""Tap, bagus juga! Dengan begini, kita bisa menyelesaikan urusan kita yang belum tuntas.""Hari ini juga, aku akan membunuh inang manusiamu itu dan menghancurkan kekuatanmu untuk selamanya!"Ada kebencian dan dendam yang teramat dalam dibalik kalimat Sawaka.Zaha tidak tahu, ada dendam apa antara mereka berdua. Satu hal yang pasti, kehidupan bangsa harimau seperti mereka pun, tidak ubahnya seperti manusia. Terbukti, mereka juga memiliki musuh dan juga bisa saling membenci karena sesuatu.Hanya saja, sampai detik itu, Zaha masih memilih diam. Karena ia sedang sibuk menstabilkan energi besar yang sedang meluap-luap di dalam tubuhnya. Zaha belum pernah, merasakan semangat yang begitu besar seperti sekarang. Tubuhnya juga terasa jauh lebih ringan dan sekarang, d
Sebuah mobil Jeep berhenti di depan rumah dokter Anna. Seorang pria paruh baya berbadan tegap nampak turun dari dalam mobil dan begitu terkejut mendapati rumah yang disinggahinya tampak berantakan. Pintu masuk rumah dalam keadaan hancur dan suasana rumah tampak begitu hening.Tidak ingin mengambil resiko, ia segera bicara dengan wanita yang duduk di sebelahnya, "Sayang, kamu jaga Zanna! Aku akan memeriksa ke dalam."Wanita paruh baya yang saat itu sedang memeluk seorang gadis kecil berusia lima tahun, tampak tegang. Dengan tangan bergetar dan wajah tampak cemas, ia berkata, "Iya, mas. Kamu hati-hati! Hiks, putri kita, putri kita..." "Tenang sayang! Kamu jaga diri dan cucu kita! Aku akan ke dalam dan memeriksa keadannya. Semoga tidak ada sesuatu yang buruk terjadi pada putri kita." Pesan pria tua tersebut sebelum meninggalkan mobil dan tatapannya penuh waspada. Pria pensiunan angkatan darat tersebut tampak begitu hati-hati!. Meski sudah tidak aktif dalam militer, kewaspadaan serta pe
"Mau membalas si tua itu dengan kondisimu yang seperti ini? Kamu bahkan akan mati, kurang dari satu jurus jika nekad melawannya.""Ini dendamku! Mati atau tidak, bukan urusanmu. Aku tetap akan membalaskan dendam keluargaku." Balas Zaha tidak peduli dengan semua peringatan Mandigo.Sementara itu, Zaha terus berjalan dengan langkah cepat melewati antara satu rumah dengan rumah lainnya untuk menghindari bertemu dengan penduduk. Zaha tidak ingin menarik perhatian yang tidak perlu, bahkan setiap langkahnya pun ia perhatikan agar tidak meninggalkan jejak.Penampilannya terlihat begitu mengerikan dengan semua luka ditubuhnya. Siapa yang tidak curiga melihat seorang remaja berjalan dengan tubuh penuh luka seperti itu?Zaha sempat meraih kain jemuran di belakang salah satu rumah untuk menutupi luka-lukanya."Cih, manusia keras kepala! Lalu, apa gunanya kamu pergi ke sana jika hanya untuk menyerahkan nyawa?" Tanya Mandigo greget dengan sikap keras kepala Zaha."Apa kamu tidak mengerti? Pria tua
Zaha beruntung karena berhasil menghabisi Sawaka dalam pertarungan sebelumnya. Dengan begitu, ia dapat mengklaim kekuatan Sawaka dan membuatnya jauh lebih kuat. Meski untuk melakukannya, Zaha mendapat pinjaman kekuatan dari Mandigo.Zaha sendiri, juga baru memahami ada realita seperti itu, saat merasakan kekuatan yang cukup besar mengalir ke dalam tubuhnya dan itu bukanlah kekuatannya Mandigo. Karena sesaat setelah Zaha berhasil mengalahkan Sawaka, Mandigo telah menarik kembali kekuatan miliknya. Sehingga, ia menyimpulkan jika kekuatan baru yang ada di dalam dirinya adalah kekuatan Sawaka.Mandigo jelas sangat mengetahui cara kerja mistis seperti ini. Jika ia mau, Mandigo bisa saja mengklaim kekuatan untuk dirinya dengan mengambil alih paksa kesadaran Zaha yang sudah terluka. Namun, ia seperti tidak tertarik dengan kekuatan Sawaka. Sehingga membiarkan Zaha mengendalikan tubuhnya sepenuhnya dan mengklaim kekuatan tersebut untuk dirinya.Dengan berbekal kekuatan Sawaka juga, Zaha berhas
Kehadiran Angel mampu mengalihkan perhatian Bulan. Tidak hanya berhasil memaksa Bulan bertarung satu lawan satu, Angel juga mampu menjauhkan Bulan dari Zaha. Dengan begitu, Zaha bisa fokus sepenuhnya bertarung melawan Midun.Tidak lama setelah keduanya pergi, pertarungan antara Zaha dan Midun pun segera dimulai.Jika melihat dari karakter Zaha, dia bukan karakter yang akan memulai pertarungan terlebih dahulu. Kecuali ia sedang dalam misi yang mengharuskannya untuk bergerak cepat, seperti saat ia masih berkarir di militer dulunya.Sayangnya, kali ini ia harus berhadapan dengan Midun, gurunya sendiri. Mereka memiliki karakter bertarung yang sama. Dalam pertarungan satu lawan satu seperti ini, mereka berdua cenderung menjadi karakter yang pasif di awal. Mengamati dan menganalisa kemampuan lawan adalah kunci dari kemenangan. Itulah yang Zaha pelajari dari Midun.Namun sekarang, situasinya berbeda. Zaha tidak mungkin menunggu Midun untuk menyerangnya lebih dulu. Bagaimanapun, ia sangat me
Kreek, kreek.Tumpukan batu yang menimbun tubuh Zaha bergerak dan meledak, begitu Zaha dengan tatapan menyala bangkit dari dalamnya.Sungguh luar biasa katahanan tubuhnya!Bahkan setelah tertimbun oleh dinding dan tiang rumah seperti itu, ia tidak terluka sama sekali, selain debu dan pasir yang mengotori tubuh dan pakaiannya. Melihat hal itu, Midun mau tidak mau mulai menganggap serius Zaha sebagai lawan yang pantas untuk menjadi lawannya. Jika pada pertarungan sebelumnya, Midun masih beranggapan Zaha sebagai seorang murid yang masih butuh banyak bimbingan untuk berkembang. Namun tidak setelah mereka bertukar belasan jurus, di mana Zaha mampu mengimbanginya dan bahkan beberapa kali membuatnya terpaksa harus berusaha keras untuk menahan serangannya.Zaha bukan lagi anak kemarin sore yang sedang berkembang. Dia sudah matang!Tingkat kematangan seperti itu adalah tingkat seorang ahli. Ketajaman serta instingnya terbangun seiring dengan pengalamannya. Ditambah, Zaha sekarang memiliki kek
Meski sudah mendapat peringatan dari Mandigo tentang kekuatan Maran, makhluk mistis milik Midun. Zaha masih saja bertindak nekat untuk menghadapinya dengan mengandalkan kekuatannya sendiri. Wus! Baru saja Zaha mengindahkan peringatan Mandigo, Midun sudah menghilang dari tempat ia semula berdiri dan hanya menyisakan kabut bayangan di belakang. Saat itu, Zaha merasakah kegelisahan yang luar biasa. 'Sangat cepat!' Zaha dengan kemampuan barunya, bahkan sama sekali tidak bisa melihat pergerakan mantan gurunya tersebut. Sampai, ketika Midun tiba-tiba sudah muncul tepat di depannya pada detik berikutnya dan melayangkan sebuah pukulan sederhana yang sulit untuk dicegat Zaha. Di saat kritis seperti itu, Zaha hanya sempat mengangkat kedua lengannya ke depan dada untuk menahan serangan Midun. Itu saja, sudah membuat ia terlempar mundur sejauh belasan meter dan terhempas di tanah dalam posisi telentang dengan kondisi cukup buruk. Wus!
Boom, boom,Dhuaar!Dalam sekejap, Zaha dan Midun sudah bertarung puluhan jurus. Serangan dan kecepatan mereka, tidak bisa diukur dengan mata telanjang. Karena keduanya sudah jauh melampaui level yang bisa diraih oleh manusia biasa.Pertarungan mereka, juga tidak lagi mengedepankan teknik yang tertulis di atas lembaran kertas ilmu beladiri. Di sekitar tempat mereka bertarung, banyak menyisakan lobang yang cukup dalam dan tidak beraturan, yang menunjukkan betapa tinggi intensitas pertarungan keduanya.Saat seperti ini, jurus dan teknik bukan lagi menjadi sesuatu yang penting. Keduanya bergerak dengan kecepatan tinggi dan didominasi oleh naluri bertarung tingkat tinggi yang tidak bisa diukur oleh teknik beladiri manapun.Bagi keduanya, puncak dari ilmu beladiri bukan lagi terletak pada teknik. Tapi pada insting, mental dan kecepatan. Siapa yang memiliki ketiganya akan menjadi penentu akhir kemenangan. Tapi, kerena hasil pertarungan mereka masih berimbang, di mana tidak ada satu pihak