Meminta waktu untuk berbicara berdua dengan Rena, menariknya menuju kamar mereka berdua. Mengunci pintunya terlebih dahulu, setelah itu keheningan menghampiri mereka dan tidak ada yang membuka suara sama sekali.
“Kamu hamil?” tanya Azka yang diangguki Rena “Kapan? Maksudnya kapan kamu tahu?”
“Dua hari lalu.” Rena menjawab pelan.
“Apa ini alasan kamu tidak mau kita berpisah?” tanya Azka hati-hati.
Rena menatap Azka membuat tatapan mereka bertemu, menyesali pertanyaannya yang memang tidak membutuhkan jawaban. Azka sendiri juga tidak sanggup berpisah dari Rena, kehilangan anaknya dengan Wulan sudah membuat dunianya hancur dan saat ini pengakuan Rena membuat Azka berharap kembali.
“Apa kamu mau berpisah dariku?” tanya Rena yang langsung dijawab gelengan kepala Azka “Aku tahu kamu sudah berubah, jadi tidak ada alasanku untuk meragukan seksualitasmu.”
“Tapi papa kamu....
Sama sekali tidak bisa menebak apa yang ada dalam isi kepala Rena, tidak bisa menjawab apapun itu permintaannya. Azka sendiri tidak yakin dengan membawa Wulan pulang ke rumahnya, semua serba sulit bagi Azka.Memikirkan perkataan Rena, tidak membuat Azka sadar jika permasalahannya semakin dalam. Usulan Rena pastinya akan mereka pergunakan sebagai langkah akhir, hanya saja Azka merasa tidak akan sampai sejauh itu.“Ayah mau bicara.” Bima berkata dengan nada datarnya membuat lamunan Azka terhenti dan Endi menatap bingung “Kita bicara di belakang.”Azka dan Endi saling memandang, hanya bisa mengangkat bahu karena tidak tahu apa yang sedang terjadi. Memilih mengikuti langkah Bima menuju taman belakang rumah Azka, keberadaan taman membuat mereka berdua mendapatkan ketenangan, hanya saja taman juga menjadi tempat mereka berbicara suatu hal yang penting.“Fabian hubungi dan permasalahan semakin serius.” Bima membuka suaranya me
“Kamu yakin ketemu Wulan?” tanya Azka sudah tidak tahu berapa kalinya pada Rena.“Aku harus menjawab berapa kali pertanyaan kamu itu?” Rena menatap malas pada Azka “Tapi, saat ini dia belum siap bertemu dengan siapapun.”Azka membenarkan perkataan Rena “Kita tunggu sampai dia siap, bagaimana?”“Terserah, lagian statusku....”Azka menghentikan perkataan Rena dengan melumat bibirnya lembut “Jangan pernah berkata seperti itu lagi.”Rena mengangguk pelan, menundukkan kepalanya dimana pastinya wajahnya saat ini memerah “Kamu sepertinya harus kesana, temani dia.”Azka memandang Rena setelah menarik dagunya, tatapan mereka bertemu “Apa tidak lebih baik kamu tinggal bersama dengan orang tuamu?”Rena menggelengkan kepalanya “Bunda bentar lagi datang, ada Endi juga.”“Baiklah.” Azka berkata dengan nada pasrahnya &
Menatap Wulan yang tertidur setelah meminum obat, pikiran Azka melayang kemana-mana. Hembusan nafas panjang tanpa melepaskan tatapan dari Wulan, keinginan yang berbeda dari mereka membuat kepala Azka pusing.“Kamu disini?” Azka menatap sumber suara mendapati kembarannya, Dona.“Kenapa disini?” tanya Azka mendatangi kembarannya dengan memeluk erat “Naik apa?”Dona memandang sinis pada Azka “Sejak kapan kamu perhatian?” mengalihkan pandangan pada Wulan “Cantik.”“Mana pernah pria keturunan Hadinata mencari wanita jelek.” Azka memberikan tatapan menggoda pada Dona.Mendatangi Dona dengan memeluknya erat, hubungan mereka bukan jenis hubungan yang dekat. Meskipun begitu mereka saling melindungi satu sama lain, tanpa foto dari Dona membuat permasalahan Azka tidak akan selesai. Melepaskan pelukan dengan menatap Dona dalam, mereka memang tidak memiliki persamaan dalam bentuk wajah, ban
Menata barang-barang Wulan untuk dibawa pulang, tidak terlalu banyak barang yang dibawa karena memang Azka tidak membawa apapun. Wulan sendiri masih dalam kamar mandi, setelah pertemuannya dengan Dona membuat mereka menjadi akrab.“Kamu terima tawaran Dona?” tanya Azka yang entah sudah ke berapa kalinya.“Belum dipikirkan, lagian aku malu kalau harus kembali ke agency.” Wulan menjawabnya dengan nada sedih.“Mereka nggak ada yang tahu siapa wanita itu.” Azka menenangkan Wulan dengan membelai lembut lengannya.Wulan menggelengkan kepalanya “Agency kamu juga dalam keadaan tidak baik-baik saja.”“Semua sudah selesai, berkat uang.” Wulan mencibir perkataan Azka.Azka tidak berbohong, tidak tahu apa yang mereka lakukan sampai akhirnya berita mengenai dirinya hilang. Wartawan juga tidak ada yang mendatanginya, kasus itu seakan berhenti begitu saja. Azka tahu jika Josh tidak akan tinggal di
“Pulanglah, kasihan Rena.” Wulan menatap Azka dengan tatapan memohon “Kamu sudah lama bersamaku dan baiknya kamu sekarang menghabiskan waktu sama Rena.”“Rena paham tenang saja.” Azka menenangkan Wulan.“Bukan masalah tenang, aku juga wanita disini jadinya aku paham dengan perasaan dia.” Wulan berkata sedikit keras pada Azka.“Rena yang meminta aku untuk menemani kamu sampai sembuh.” Azka menjawab dengan nada lembutnya.Wulan menggelengkan kepala “Pulanglah, aku baik-baik saja sudah. Aku ingin sendirian memikirkan keadaan kita.”“Apa yang akan kamu pikirkan?” menggenggam tangan Wulan dengan mengangkat dagunya membuat mereka saling menatap satu sama lain. “Aku disini dan kamu bisa berbagi bersama.”Wulan menggelengkan kepalanya “Tidak ada yang bisa dibagi antara kita berdua.” Azka mengerutkan keningnya “Tidak semua bisa dibagi.&rd
Azka tidak tahu harus bagaimana mengajak Wulan untuk meninggalkan tempat tinggalnya, kondisi tempatnya tidak memungkinkan Wulan berada disana. Azka sangat yakin jika begini keadaannya akan membuat Rena meninggalkan dirinya secara perlahan, menatap Wulan yang menikmati makanan dihadapannya dalam diam.“Aku benar nggak papa kamu tinggal sendiri.” Wulan menatap Azka lembut “Pria itu sudah berada di penjara, kan? Jadi semuanya akan baik-baik saja.”“Aku melihat pria yang lain berada disini semalam.” Wulan membeku “Kalau kamu dengan segala keras kepala semakin membuat aku tidak bisa meninggalkan kamu, pastinya hubunganku dengan Rena akan menjadi berantakan, apa itu yang kamu inginkan?”Wulan terkejut dengan kata-kata Azka “Aku tidak nyaman kalau tinggal dengan orang lain.”“Lalu kenapa kamu nyaman sama aku?” tembak Azka langsung menahan emosinya.“Kamu suamiku jadi pastinya be
Wajah Rena memucat mendengar keputusan Azka, melihat itu membuat Azka menggenggam tangannya. Mereka saling menatap satu sama lain, seakan berbicara melalui tatapan mata masing-masing. Azka tahu jika keputusannya ini adalah salah, hanya saja ini jalan yang masuk akal.“Mengenai pria itu?” tanya Rena mengalihkan pembicaraan.“Dia sudah berada dalam penjara, aku tidak bertemu sama sekali dengan dia semenjak di penjara. Kasus yang dipermasalahkan adalah menabrak Wulan, bukan mengenai hubungan kami berdua.” Azka menjelaskan tanpa melepaskan genggaman tangan.“Kamu menyukai dia?” Azka mengangkat alisnya mendengar pertanyaan Rena, “pria itu.”“Dulu, sekarang sudah nggak.” Rena mengangkat alisnya mendengar jawaban Azka “Semua berubah semenjak melihat kamu, membuat aku mengambil langkah cepat dengan melamar kamu. Saat itu aku tidak menyadari bahwa perasaan sama kamu adalah cinta, kehadiran Wulan yan
Pengalaman pertama yang Azka alami, berada diantara wanita hamil. Rena berada disampingnya dengan senyum lebar, sedikit hati Azka berdebar mengamati Rena dan perutnya secara bergantian. Melupakan yang terjadi pada Wulan, tidak pernah mengalami dan tidak berharap memiliki anak dari Wulan.“Aku nggak sabar buat lihat dia.” Rena mengucapkan sambil membelai perutnya.“Sama.” Azka menyetujui semua kata-kata yang keluar dari bibir Rena “Setelah ini kita mau kemana?”“Kamu ke kantor?” Rena menatap penuh selidik dan harapan agar Azka tetap berada di tempat.“Kenapa? Kamu mau ke suatu tempat?” Rena mengangguk dengan wajah bahagia, “baiklah seharian ini aku milik kamu, tapi aku besok sudah mulai masuk.”“Aku juga harus masuk kerja.” Rena mengubah ekspresinya menjadi cemberut.“Kamu bisa kerja di ruanganku, aku nanti akan ada disana.” Azka memberikan usul ya
Azka benar-benar tidak membayangkan kehidupannya sekarang menjadi seperti sekarang, hidup bersama dengan kedua wanita dan juga anak-anak yang lucu. Rena mengikuti semua perkataan Azka, tidak bisa membohonginya dengan bertemu diam-diam. Azka bahkan sudah memberikan ancaman juga pada orang tua Rena agar tidak memudahkan pria itu dekat dengan putrinya.Azka tahu secara nasab putrinya ini tidak pada dirinya, dimana hanya pada Rena nasabnya jatuh. Awalnya terjadi perdebatan dan akhirnya dengan terpaksa menggunakan namamya untuk akta, bagaimanapun ini semua demi ke depan sang anak.“Kamu nggak ke Wulan?” tanya Rena sambil menggendong putrinya.“Nanti.” Azka menjawab singkat.“Wulan pasti butuh bantuan apalagi anak kalian baru beberapa bulan.” Rena mengingatkan Azka.“Kamu tenang saja Wulan bisa mengatasinya.” Azka menjawab singkat.Tidak ada suara diantara mereka kembali, Azka sendiri tidak ped
Azka tahu dan sadar jika anak yang dilahirkan Rena bukan darah dagingnya, tapi tidak membuat perasaan cemas dan takutnya hilang. Azka takut terjadi sesuatu pada Rena saat melahirkan, ketakutan yang sama saat Wulan berada didalam walaupun pastinya berbeda.“Rena kuat, jadi tenang saja.” Bima menepuk bahu Azka pelan agar tidak terlalu cemas.“Kamu doakan saja, kalau Rena tahu kamu begini pasti kepikiran,” tambah Via membuat Azka akhirnya duduk disamping Via.Tidak ada yang tahu masalah rumah tangganya, kecuali Rifat dan orang tua bundanya. Azka meminta mereka untuk merahasiakan semuanya, tidak mau kedua orang tuanya tahu dan biarkan tetap menganggap anak Rena adalah cucunya. Orang tua Rena sendiri tidak banyak berubah dalam bersikap, tidak mau ambil pusing dengan apa yang dilakukan mereka karena bagi Azka adalah rumah tangganya. Tidak lama pintu terbuka membuat semua berdiri termasuk Azka, mendatangi dokter yang menatap mereka dengan senyum lebarnya.
Proses Josh keluar tidak membutuhkan waktu lama, Azka tidak mau membuang waktu menjemput pria itu, cukup sudah dirinya memberikan kebaikan dengan menarik laporan bersama dengan Wulan. Rena terkejut dengan keputusan yang Azka buat dengan Wulan, tapi sekali lagi tidak bisa berbuat banyak. Kehamilan Wulan sudah diketahui banyak orang, tidak kecuali orang tua Rena. Sikap mereka pada Wulan tidak banyak berubah, tapi Azka tidak peduli dan setiap keluarga Rena datang ke rumah itu artinya pintu penghubung akan dikunci dan kunci ada di Azka. Orang tua Rena sendiri tidak meminta maaf atas apa yang telah mereka lakukan pada anaknya, sedangkan Azka berusaha untuk membuat Rena nyaman bersamanya dan juga perasaan Azka tidak bisa lepas dari Rena, meskipun wanita itu telah menyakitinya. Rena sendiri juga tidak merubah sikapnya, masih perhatian dengan Azka dalam hal apapun seperti biasa.“Wulan kerja?” tanya Rena yang hanya diangguki Azka. “Minta dia temani aku, takut tiba-tib
“Aku menarik gugatan pada Josh.” Azka mengatakan dengan nada datar dan sikap dinginnya.Rifat mengangkat alisnya mendengar perkataan Azka, “sudah kamu pikirkan dengan benar dan dalam?”Azka mengangguk “Menarik gugatan bukan karena aku masih memiliki perasaan sama dia, tapi aku merasa salah memasukkan orang yang tidak bersalah.”Rifat menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan Azka, “alasan masuk akal, lalu bagaimana dengan rumah tanggamu? Orang tua kalian sudah tahu?”“Oma opa sudah tahu?” tanya Azka tanpa menjawab pertanyaan Rifat.Memutar bola matanya malas mendengar pertanyaan Azka, tanpa ada niat pria itu menjawab pertanyaannya. “Menurut kamu mereka sudah tahu? Nggak mungkin aku nggak melaporkan semua perkembangan kasusmu sama mereka.” Rifat menjawabnya malas. “Kamu nggak ada niatan berbicara sama kedua orang tuamu itu?”“Nanti kalau semua selesai.” Rifat memutar bola matanya malas “Lagian Endi pasti
“Itu kata-kata Rena?” tanya Rifat yang diangguki Azka.Pagi-pagi setelah sarapan, langsung menuju rumah Rifat menceritakan semuanya. Kedatangannya membuat Rifat mengerutkan keningnya, tidak menunggu waktu lama langsung menceritakan semua yang Rena katakan.“Lantas bagaimana? Semua terserah sama kamu.” Rifat melanjutkan kata-katanya.“Pantas saja Brian diminta menjadi saksi kunci, pada saat itu memang berbicara dengan Josh.” Azka berkata sambil memikirkan semuanya.“Itu tidak penting, sekarang apa yang akan kamu lakukan? Josh nggak mungkin didalam sana dengan tuduhan yang tidak dilakukannya, tapi kalau Josh bebas kamu bisa kembali menjadi yang dulu.” Rifat memandang penuh selidik pada Azka yang hanya diam.“Aku nggak akan tergoda sama dia.” Azka mengatakan dengan penuh keyakinan.“Lalu kemarin?” Rifat memberikan tatapan penuh selidik membuat Azka terdiam “Terpaksa demi sebuah rahasia.”“Memang itu.” Azka men
“Bukannya sekarang kamu seharusnya ada di Rena?” Wulan menatap Azka bingung.Azka menarik Wulan kedalam pelukannya, membuat dirinya terkejut atas apa yang Azka lakukan tiba-tiba. Membelai punggungnya perlahan membuat pelukannya semakin erat, perasaannya saat ini tidak bisa dinilai oleh apapun, lebih pada perasaan bersalah saat memeluk Wulan. Azka juga sebenarnya tahu kalau Wulan terlibat didalamnya hanya saja anaknya yang tidak berdosa harus hilang tiba-tiba karena apa yang mereka lakukan, terutama dirinya dan itu semakin membuat hatinya sesak..“Lebih baik selesaikan dengan Rena, tidak baik sebelum tidur masalah belum selesai.” Wulan berkata lembut membuat Azka terdiam “Kesanalah pasti Rena membutuhkanmu.”Wulan melepaskan pelukan Azka darinya, memegang kedua pipi Azka membuat mereka saling menatap satu sama lain. Membelai kedua pipi Azka tanpa melepaskan tatapan mereka, membuat Azka menyadari satu hal Wulan mencintai dirinya dengan tulus. Perasaan
Memasuki rumah langsung disambut Rena yang mendatanginya dan mencium punggung tangannya, melihat ini semua membuat Azka tidak percaya pada apa yang dikatakan Rifat dan juga Josh. Sudah membuat keputusan untuk menerima Rena apapun kondisinya, kecuali ayah sebenarnya dari bayi ini meminta hal yang tidak bisa Azka hentikan.“Aku mau mandi dan langsung tidur,” ucap Azka saat memasuki kamar.“Aku akan siapkan bajumu.” Rena mengatakan dengan lembut yang hanya diangguki Azka.Memikirkan banyak hal dalam kamar mandi, membuat Azka tidak tahu harus bersikap seperti apa dihadapan Rena. Azka sangat tahu jika Rena cukup cerdas dalam menilai sesuatu, setidaknya berbicara dengan Rena adalah hal utama. Memilih untuk mempercepat mandinya agar bisa berbicara langsung dengan Rena, keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk untuk menutupi bagian bawahnya.“Kamu lagi banyak beban pikiran.” Rena membuka suara pertama kali membuat Azka menatap sekilas kear
Wanita yang dicintainya bisa melakukan hal gila, tidak bisa menyalahkan karena posisinya jauh lebih salah. Membuat Rena menjadi kedua meskipun menikahinya secara sah di agama dan negara, hanya saja sebagai wanita Rena tidak terima dengan apa yang Azka lakukan.Semua kata-kata yang Rifat katakan membuatnya terkejut, selama ini Josh membantunya dalam menemukan cinta sebenarnya. Wulan yang dianggap hanya sebagai pelarian dirinya dan pemuas ranjang, tidak lebih dari wanita yang sebenarnya memiliki peran penting dalam kehidupan Azka. Perasaan bersalah kembali hadir ketika mengingat anaknya tidak bisa diselamatkan, tapi tetap tidak bisa menyalahkan siapapun.“Kamu sudah tahu semuanya, sekarang keputusan ada di tanganmu.” Rifat membuyarkan lamunan Azka.Menghembuskan nafas kasar dengan memejamkan matanya, Rifat hanya diam memandang apa yang Azka lakukan. Suasana diantara mereka menjadi sunyi, tidak ada yang membuka suara sama sekali setelah Rifat mengataka
“Apa yang dikatakan dia tidak benar.” Rifat berkata singkat.“Opa aja tahu kalau apa yang dia katakan nggak benar, kamu masih aja bisa masuk dalam jebakannya.” Wjjaya memutar bola matanya malas pada Azka.“Kamu akan mempertahankan mereka berdua?” Azka mengalihkan pandangan pada Tania yang menatapnya lembut.“Nggak mungkin aku melepaskan salah satu diantara mereka berdua.” Azka mengatakan dengan tegas.“Segala resiko harus kamu hadapi dan kami tidak akan ikut lagi.” Tania mengatakan dengan suara tegasnya.Diam, mencerna kata-kata Tania. Perkataan yang memang benar adanya, tapi dirinya masih terbayangkan kata-kata yang keluar dari bibir Josh. Tidak tahu dan seharusnya tidak terjadi sama sekali Azka mencurigai Rena, wanita yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.“Apa nggak bisa kamu memilih salah satu diantara mereka berdua?” pertanyaan Wijaya membuat Azka mengerutkan keningnya “keluarga kita hanya setia pada