Hari itu Lula menjalani rutinitas pekerjaannya dengan semangat penuh karena mengetahui besoknya adalah hari libur, rasanya tidak sabar ingin cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya meski hari masih pagi.
Tak terasa waktu berlalu begitu cepat hingga tanpa sadar sudah menunjukkan waktu pulang, beruntung semua pekerjaannya sudah selesai. Jadi Lula bisa kembali kekos tepat waktu.***Malam harinya.Saat sedang bersiap-siap untuk mengistirahatkan badannya, tiba-tiba ponselnya kembali berbunyi.Drrrrrrt.Drrrrrrrt.Drrrrrrrrt."Siapa malam-malam begini?" gumamnya sambil meraih ponsel yang ia taruh diatas nakas. Terlihat nama kak Ayya tertera di layar ponselnya. Tak butuh waktu lama, Lula segera menggulir tombol berwarna hijau dilayar ponselnya."Hallo Kak Ayya, ada apa telpon malam-malam begini? tumben." tanyanya penasaran karena tak biasanya Ayya menghubunginya seperti itu."Hallo La, besok kamu pulang kerumah gak?" tanyanya."Pulang Kak, gimana-gimana?""Besok kan hari ulang tahunnya Rofi, ayo bikin surprise buat dia!" pintanya."Ahhh, iya. aku hampir lupa, Baiklah. Mau bikin dimana Kak?" tanyanya."Gimana kalo dicafe tempat biasa kita kumpul?" seru Ayya meminta pertimbangan."Baiklah Kak, besok kabari ya waktunya!" Timpalnya."Oke. Daaaah, sampe ketemu besok." mereka segera mengakhiri panggilan teleponnya.Setiap weekend Lula selalu pulang kerumah orangtuanya. Sedangkan Rofi dan Ayya adalah sahabat Lula sejak SMA. Jadi mereka sering berkumpul disetiap hari libur ketika Lula pulang kekota asalnya.***Keesokan paginya, Lula telah bersiap untuk pulang kerumah. Tapi sebelumnya ia menyempatkan diri untuk sarapan terlebih dahulu agar tidak terasa lapar ditengah perjalanan pulang.Tepat pukul 09.00 wib, Lula beranjak meninggalkan kosannya. membutuhkan waktu selama kurang lebih 2 jam untuk sampai kerumah orang tuanya. Tapi kali ini Lula tidak langsung pulang kerumah, melainkan ke cafe terlebih dahulu. Tempat dimana Lula dan ke 2 temannya akan bertemu membuat surprise untuk Rofi.Sesampainya dicafe, Lula melihat Ayya telah duduk disofa yang berada dilantai 2 seorang diri. Lula segera menghampirinya."Kak! gimana? udah siap semuanya? Rofi datang jam berapa?" tanyanya dengan penuh antusias."Udah, kuenya udah kutitipin sama mas-mas pelayan cafe dan aku udah suruh Rofi datang jam 12 untuk berjaga-jaga kalau kamu agak terlambat." jelasnya. Ayya sangat pengertian memperhitungkan semua rencana."Ohh... berarti sebentar lagi dia sampai dong?" tuturnya. Ayya hanya menganggukkan kepala menanggapinya.Setelah cukup lama menunggu, akhirnya terlihat seorang wanita didepan cafe tersebut yang tak lain adalah Rofi dan hendak berjalan memasuki cafe. Dengan sigap mereka bersiap-siap untuk mempersiapkan kue yang telah mereka titipkan pada pelayan."satuuu.""Duaaa.""Tigaaa.""Happy birthday to youuuu... Happy birthday to youuuu... Happy birthday happy birthday happy birthday to youuuu." mereka mulai bernyanyi ketika Rofi telah tiba dilantai 2 sambil membawa kue lengkap dengan lilin yang menyala.Sontak dia terkejut dan membulatkan kedua matanya dengan sempurna seakan tak percaya dengan apa yang kedua sahabatnya itu lakukan untuknya. Matanya mulai berkaca-kaca dan memeluk sahabatnya satu persatu.Selesai dengan semua drama surprisenya, akhirnya mereka bertiga beranjak duduk disofa dan berbincang-bincang saling melepas kerinduan. Sudah ada beberapa makanan dan minuman yang tersaji dimeja menemani perbincangan hangat mereka.Drrrrrrt.Drrrrrrt.Drrrrrrrt.Ditengah perbincangan mereka, ia baru menyadari bahwa ternyata ponselnya sedari tadi telah berbunyi berkali-kali. Terlihat banyak sekali notifikasi panggilan yang masuk dari seseorang. Setelah Lula membukanya, ia mendapati orang itu tak lain adalah Langit."Langit?" gumamnya sembari melotot kearah layar ponselnya. Ia terkejut setiap kali mendapati sesuatu tentang Langit."Kamu dimana?" tanyanya disebrang panggilan sana."Memang ada perlu apa menghubungiku? Bukankah sudah lama kamu tidak menemuiku dan bahkan hanya untuk memberi kabar padaku?" tanyanya dengan nada yang tak ramah. Lula sebenarnya sudah muak dan tidak ingin berhubungan dengan orang itu lagi."Ahh maafkan aku, aku sibuk membantu usaha bapak dan ada banyak kegiatan di kampus." Jelasnya dengan nada memelas."Aku mau minta tolong sama kamu, aku ngirim paket. Tolong kamu terima ya La kalau udah sampai! mungkin 3-5 hari kedepan paketnya sampai, kalau udah sampai tolong kabari aku ya!" pintanya pada Lula. Sekarang Lula baru sadar kalau Langit menghubungi hanya saat sedang butuh bantuan saja."Paket apa lagi?" tanyanya pura-pura tak tahu."Paket biasa kok seperti kemaren." jelasnya"Hmmmmm." jawabnya singkat dan segera menutup telponnya. Sebenarnya Lula benar-benar sudah merasa kesal dibuatnya, tapi ia harus menyelesaikan misi ini. Kalau saja urusannya tidak serumit ini pasti Lula sudah tak mau menghiraukan Langit lagi.Lula segera mencari nomor Pak Henry pada daftar kontak telpon yang ada diponselnya. Ia scroll naik turun, dilihatnya satu persatu hingga menemukannya."Hallo Pak, ini Lula." sapa nya pada Pak Henry."Iya La, gimana?" sahut beliau."Maaf Pak mengganggu, apa bapak sedang sibuk?" Lula memastikan karena sungkan. Tidak sopan rasanya jika langsung bicara pada intinya."Tidak, gimana? katakan saja!" tukasnya dengan nada santai."Barusan Langit menghubungi saya Pak. Dia mengirimkan paket lagi ke alamat kosan saya, saya harus gimana ya Pak?" tanyanya bingung. Butuh petunjuk dari Pak Henry."Nahh kan? apa kubilang, dia pasti ngirim barang lagi. Yasudah segera hubungi Frank!" Beliau seperti mendapati durian jatuh. Perkiraannya benar."Baik Pak, terima kasih maaf mengganggu." Lula segera menutup panggilan tersebut dan segera menghubungi Frank."Hallo mas Frank? ini saya Lula. Langit baru saja mengabari kalau dia mengirimkan paket kealamatku lagi." jelasnya pada Frank tanpa basi - basi."Baik Mba Lula, langsung hubungi Jaka saja! nanti saya juga akan bantu menghubunginya." titah Frank. Lagi-lagi orang yang Lula hubungi mengintruksikan untuk melemparkan pada orang lainnya lagi. Lula sudah merasa gemas dibuatnya."Baik Mas." Lula segera menutup panggilan tersebut dan segera menghubungi Jaka. Ia menghembuskan nafas kesal. Raut wajahnya terlihat sangat gelisah.Lula mencoba menghubungi nomor Jaka berkali-kali namun nomornya tak bisa dihubungi. Ia memutuskan untuk mengirimkan pesan singkat padanya agar ketika ia sempat membuka ponselnya dia akan membacanya, pikirnya.Rofi dan Ayya hanya memandang heran kearah Lula yang sedari tadi sibuk berkutat dengan ponselnya. Sedikit banyak mereka mendengar perbincangan Lula pada seseorang di sebrang panggilannya itu."La, kamu ada masalah apa?" tanya Ayya kepadanya. Sebenarnya ia sedikit takut untuk bertanya, tapi disisi lain ia khawatir pada sahabatnya itu.Setelah mengirimkan pesan singkat pada Jaka, Lula meletakkan ponselnya dan mulai menceritakan masalahnya pada kedua sahabatnya itu. Mereka berbincang cukup lama hingga sore hari.Hari pun sudah mulai terlihat gelap, mereka bertiga memutuskan untuk kembali kerumah masing-masing sebelum terlalu gelap. Mengingat jarak rumah mereka yang cukup jauh dari kafe tersebut.Lula sampai rumah ketika hari sudah petang. Dengan rasa tidak sabar, ia segera masuk kedalam rumah tanpa ada yang mempersilahkan. Keluarganya sedang berkumpul diruang tengah tanpa mengetahui kedatangannya, mereka pun terkejut melihat Lula yang tiba-tiba ada dirumah. Dengan segera semua orang menyambutnya, sang ibu dengan sigap segera menyiapkan makanan kesukaannya."Kamu kok gak bilang dulu kalau mau pulang La? kok sampe malem gini baru sampe rumah kenapa?" tanya Ibu Lula. Raut wajahnya terlihat mengkhawatirkan sosok anak gadisnya itu."Biasanya kan aku selalu pulang setiap weekend Bu, Ibu masa gak hafal sih?" Lula sudah duduk dimeja makan. Ia mulai memasukkan makanan kedalam mulutnya."Iya sih, gimana kerjaanmu? Lancar kan Nak?" ucapnya sambil sibuk menghidangkan makanan diatas meja untuk putrinya itu."Alhamdulillah lancar Bu." Lula masih sibuk memasukkan makanan kedalam mulutnya."Yasudah, makanlah dan segeralah istirahat! pa
Sore harinya setelah menyelesaikan semua pekerjaannya, Lula segera keluar dari gedung kantornya yang megah itu dan pulang kekosan. Karena paginya ia telah menempuh perjalanan yang cukup jauh dari kampung halamannya dan langsung bekerja tanpa istirahat, rasanya badan begitu lelah dan ingin segera mengistirahatkan tubuhnya.Ceklek!Lula membuka pintu kamarnya pelan dan langsung masuk kekamar mandi bermaksud untuk membersihkan tubuh. Tak sabar untuk segera menikmati guyuran air yang terasa begitu segar menerpa tubuh lelahnya.Setelah cukup lama menghabiskan waktu dikamar mandi, Lula kemudian merebahkan tubuhnya keatas ranjang sambil memerhatikan layar ponselnya yang terlihat ada beberapa notifikasi masuk yang belum sempat ia baca.Lula melihat satu persatu notifikasi tersebut dan kedua matanya terfokus pada satu pesan dari Langit. Ia mengirimkan sebuah screenshoot foto bukti nomor resi dari ekspedisi yang ia pakai untuk mengirim paketnya ke a
Lula menoleh kekanan dan kekiri mencari sumber suara tersebut. Ia membuang nafas lega setelah menemukan sumber suara tersebut. Ia melihat seorang wanita tengah sibuk menjemur pakaian dibalkon lantai 2 kosnya dan tersenyum kearah Lula dengan memanggil namanya berulang-ulang. Wanita itu tak lain adalah Risti teman kos Lula sekaligus teman kuliahnya."Dari mana La?" tanyanya dengan senyuman yang lebar."Tuh dari warung kopi dibawah." jawabnya jujur sambil menggerakkan jari telunjuknya ke bawah."Kok gak ngajak-ngajak sih. Perutku kosong pengen yang anget-anget juga." ia terlihat mengerucutkan bibirnya menunjukkan rasa kecewa dan kesalnya."Yahh aku kan gatau. Lagipula aku tadi kesana ada urusan bertemu dengan Polisi yang akan mengurus kasus Langit." Jelas Lula padanya untuk mengurangi rasa kecewanya."Hah? memang kapan rencana eksekusinya?" tanyanya sambil mengerutkan kedua alisnya penuh penasaran. Ia tahu tentang masalah yang Lula
Lula mendengarkan suara wanita paruh baya itu setenang mungkin karena beliau bicara diiringi dengan isakan tangis yang terus menerus, membuat Lula ikut merasakan sakit dan kesedihan yang beliau rasakan saat ini.Andai saja Lula tega, ingin rasanya ia katakan semua kebenaran tentang kelakuan jahat anaknya yang telah dilakukannya pada dirinya. Namun, karena rasa kasihan yang Lula miliki. Ia lebih baik diam dan membiarkan kebenaran akan terungkap dengan sendirinya."Laaaa, kamu dimana Laaa?" tanyanya masih diikuti dengan isakan tangis."Gimana Bu, ada apa? Ibu kenapa nangis?" tanyanya pelan. Ia sangat khawatir dengan keadaannya."Langit lagi kena musibah Laaa." ia kembali menjawab dengan tangisan. Kali ini terdengar lebih kencang dari sebelumnya."Musibah? musibah apa Bu?" sahutnya. Lula tetap memastikan situasi yang terjadi."Langit ditangkap polisi tadi La. Dia tadi dari tempatmu kan?" tanyanya dengan nada sedih.
"Jaka." Lula bergumam saat mendapati panggilan dari Jaka pada layar ponselnya. Ia berniat untuk mengangkat panggilan teleponnya. Namun, sebelum sempat Ia angkat, tiba-tiba suara panggilan telepon dari Jaka sudah mati.Lula berniat untuk menghubunginya kembali namun ia urungkan karena Risti sudah selesai dengan persiapannya dan mengajaknya segera turun untuk makan."Ayo Laaa! buruan! malah bengong ih. Tinggal loh!" serunya sambil menutup pintu kamarnya dan beranjak menuruni anak tangga."Oh udaaah?" Lula terperanjak mendengar suara Risti, ia bergegas mengikuti langkah kaki Risti untuk turun kebawah.Mereka berjalan menyisiri jalanan sekitar kosan dan terhenti di salah satu Restaurant siap saji. Mereka memilih makanan siap saji karena rasa lapar yang sudah tidak bisa ditahan lagi dan tak mampu menunggu makanan yang diolah terlalu lama.Setelah memasuki Restaurant tersebut, mereka berdua mulai mengedarkan mata elangnya untuk mencar
"Ah itu anu, kayaknya malam ini aku numpang tidur dikamarmu boleh ya ya ya?" Pintanya dengan memasang raut wajah dan nada memelas."Lahh kenapa emangnya?" Tanya Risti penuh selidik."Jaka nyaranin aku buat ngungsi, takut komplotannya Langit melakukan tindakan yang tak diinginkan." jelasnya penuh penekanan. Ia tetap memberi Risti pengertian meski tahu sahabatnya itu pasti mengijinkannya tinggal."Ahh gitu yaa? jadi serem ya?" sahutnya dengan ekspresi wajah yang terlihat agak takut. Ia bergidik ngeri."Gimana? Boleh yaa Risti cantik ?" tanyanya sambil melemparkan senyuman termanisnya berharap Risti mengabulkan permintaannya."Iyaaa, ambilah tempat tidurku!" ucapnya pura-pura memasang wajah kesal.Mereka kembali kekos cukup larut karena keesokan harinya masih hari libur. Dikos, Lula langsung masuk kekamarnya terlebih dahulu untuk bersiap-siap sebelum akhirnya pergi kekamar Risti."Tidurlah diatas, ambil tempat
Pria itu tak lain adalah Jaka. Lula berjalan mendekat menghampiri mobil itu dengan diikuti Risti dibelakangnya setelah tahu siapa yang ada didalamnya."Mas Jaka, gimana mas? mau ngobrol dimana?" Lula langsung saja bertanya tanpa basa-basi. Rasa penasaran yang sudah membuncah tak dapat dibendung lagi."Masuklah kedalam mobil mba! kita ngobrol dijalan aja. Nanti saya akan jelaskan." Lula menganggukkan kepalanya mengiyakan ajakan Jaka kepadanya meski sebenarnya dia heran. Sebelum masuk kedalam mobilnya, tak lupa ia berpamitan pada Risti terlebih dahulu. Disaat seperti ini Lula tak boleh kehilangan kewaspadaannya. Belajar dari pengalaman sebelumnya."Ris, fotoin plat mobilnya ya jangan lupa! do'akan aku baik-baik aja." Lula berbisik ke telinga Risti agar suaranya tak terdengar oleh Jaka. Jelas saja Lula merasakan keanehan, bukankah mereka tidak harus ngobrol dijalan ya? pikirnya."Okay sipp, hati-hati ya!" Risti mengacungkan salah satu jempol
Sontak Lula melihat ke sekelilingnya, matanya tertuju pada bangunan di sisi bagian kiri. Terlihat minimarket yang buka 24 jam disana."Mba Lula butuh sesuatu untuk dibeli?" Jaka menoleh ke arahnya dengan tangan kanan yang sudah memegang pintu mobil bersiap hendak membukanya."Gak ada mas." jawabnya singkat dan datar sambil menggelengkan kepala ke kanan dan ke kiri.Tak banyak bicara, Jaka menganggukkan kepala lengkap dengan senyum tipisnya terlihat sudah paham. Ia pun segera membuka pintu dan turun dari mobil menuju minimarket tersebut.Beberapa saat Lula menunggunya, Jaka terlihat keluar dari dalam minimarket dengan membawa dua kantung plastik yang cukup besar ditangan kanan dan kirinya. Ia mendudukkan badannya di kursi kemudi sebelum akhirnya meletakkan dua kantung plastik ditengah, antara tempat duduk Lula dan dirinya.Lula melirik kearah kantung plastik tersebut penasaran tanpa mengeluarkan sepatah kata apapun."M
Lula menjalani hidup selama 4 tahun terakhir ini seorang diri tanpa Ben. Ia membesarkan Raden dengan tangannya sendiri. 4 tahun sudah ia melewati semuanya. Ini adalah waktunya Raden masuk ke sekolah."Om? ada berapa uangku sekarang?" Waktunya untuk Lula menarik seluruh investasinya."Sekitar 20 milyar La." ya, investasi yang telah ia diamkan selama 4 tahun itu kini sudah terkumpul sebanyak itu.Hari ini dia datang kekantor tempat Om Dul bekerja untuk mencairkan uangnya. Hasilnya sama sekali tidak mengecewakan. Detik ini juga ia berubah menjadi seorang milyarder.Lula sangat senang karena akhirnya ia siap memasukkan Raden disekolah International terbaik di kotanya. Cita-cita yang selama ini ia impikan, akhirnya berhasil ia wujudkan.Perhitungannya sangat tepat, tanpa meleset sedikitpun. Meskipun selama 4 tahun ini ia hidup dalam kesederhanaan. Selalu menerima hinaan dari keluarga Jaka, tapi kini akhirnya ia bisa terlepas dari sem
Raden tertidur dalam pangkuan Ben dengan sangat nyenyak. Ia mungkin lelah hingga membuatnya tertidur di pangkuannya."Gua balik dulu ya?" Ben pamit pada Lula setelah meletakkan Raden ditempat tidurnya."Iya. Makasih ya Ben." Ben mengusap ujung kepala Lula dengan lembut, ia kemudian berjalan keluar dari kamar Lula."Langsung balik ke kota? gak tidur dirumah?" Ibu berjalan menghampirinya."Iya Buk. Besok pagi saya harus terbang ke Jakarta." Ben mencium tangan Ibu kemudian berjalan keluar dari rumah Lula. Lula pun berjalan mengikutinya dari belakang."Oh gitu? ya udah hati-hati. Makasih banyak ya Le." Ibu menepuk pundak Ben dua kali, mengungkapkan rasa terima kasihnya secara tidak langsung."Berapa lama di Tambun?" Lula memasukkan kepalanya ke pintu mobil Ben yang kacanya masih terbuka."Kenapa? gak mau lama-lama pisah ama gua ya? hahaha." Lula mengerucutkan bibirnya mendengar ucapan Ben. Ben pun mengusap waja
Lula mengerjapkan matanya perlahan, masih menyipitkan matanya menyesuaikan biasnya pantulan sinar matahari yang masuk kedalam kamar Ben. Ia tersenyum saat melihat Ben sedang memperhatikan wajahnya dari dekat."Bangun yuk! sarapan." Ben mengusap wajah Lula pelan. Membuat Lula menyunggingkan senyuman dan segera beranjak dari tempatnya."Gua pengen makan gudeg!" Lula berjalan menjauh dari tempat tidur dan masuk kedalam kamar mandi meninggalkan Ben begitu saja.Sesaat kemudian, ia keluar dari kamar mandi dan segera berjalan ke dapur karena sudah tak melihat keberadaan Ben dikamarnya."Nih diminum!" Ben memberikan segelas susu untuk Lula. Ia kemudian duduk didepan Ben.Tak lama kemudian, terdengar suara bel pintu rumah berbunyi."Bentar gua ambilin makannya dulu." Ben bergegas berjalan ke pintu untuk menerima kiriman makanan yang ia pesan.Sedangkan Lula sudah menyiapkan piring untuk tempat mereka makan. Ben mel
"Ayo sekarang makan!" Ben menarik nafasnya panjang, mencoba menahan emosi dan perasaannya yang sedang campur aduk. Ia juga tak sanggup melihat wajah Lula yang terlihat pucat. Sedangkan Lula terus menangis dan menggelengkan kepalanya, menolak ajakannya.Ben beranjak dari duduknya, ia berdiri dan hendak melangkahkan kakinya keluar dari dalam kamar meninggalkan Lula. Namun Lula segera memegang tangannya erat."Jangan seperti itu." Lula kemudian berdiri dibelakang tubuh Ben dan semakin mengeratkan tangannya. Ben hanya terdiam tak bergeming dari tempatnya."Gua ngandelin lu banget. Gua jadi makin kuat karna lu. Gua gak takut apapun saat memikirkan ada lu dibelakang gua. Gua salah, gua gak akan kayak gitu lagi. Jadi, jangan pernah pergi tanpa bilang apapun sama gua. Sejak Raden hadir, ditinggalkan adalah hal yang paling menakutkan buat gua." Tangis Lula makin pecah, ia membenamkan wajahnya di punggung Ben."Kalau gitu, lu mau makan sekarang?" Be
Lula mengeluarkan SIM dan STNK nya dari dalam dompetnya. Ia kemudian menyerahkannya pada polisi yang menilangnya."Mba tahu apa kesalahannya?" polisi itu menyimpan surat-surat kendaraan Lula."Tau Pak." Lula menganggukkan kepalanya."Mau bayar denda sekarang apa sidang?" polisi itu bertanya tanpa basa basi lagi."Sidang aja Pak." Lula yang saat ini keadaannya sudah kacau, memutuskan untuk menyerah. Ia pasrah, mungkin ia memang tidak ditakdirkan untuk bertemu dengan Ben pikirnya."Ya udah kalau gitu ikut saya kekantor sekarang!" Lula terpaksa mengikuti polisi itu dari belakang karena surat surat kendaraannya sudah ditahan.Lula memasuki kantor kepolisian dengan motor bututnya. Ia kemudian memarkirkannya disebelah motor polisi yang tadi membawanya. Ia melepas jas hujannya yang sama sekali tak melindungi tubuhnya dari guyuran air hujan. Seluruh badannya basah kuyup, ia kedinginan. Sebagian rambutnya juga basah, hanya bag
Setelah kepulangan Tante Nda sekeluarga, Lula terlihat bersantai di sofa empuk yang ada didepan tv dengan sangat nyaman. Ditambah malam itu Raden sudah tidur, mungkin karena lelah seharian bermain bersama yang lain."La! anterin makan buat Ben sana!" Ibu menghampirinya, ia memberikan 1 kotak makan berukiran besar padanya."Aaah malas Bu!" Lula membalikkan badannya, ia menyembunyikan wajahnya."Cepetan sana! kasian dari tadi dia belum makan." Lula seketika beranjak, ia tiba-tiba ingat seharian Ben belum makan. Ia meraih makanan itu dari tangan Ibu dan berjalan keluar dari rumahnya.Lula masih berdiri didepan pintu, ia terlihat ragu-ragu untuk mengetuk pintu rumah Ben.Tok! Tok! Tok!Tak ada sahutan sama sekali, Lula kemudian mencoba untuk membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Ia hanya memasukkan kepalanya saja dan kemudian mengedarkan pandangannya kedalam rumah Ben yang masih tampak gelap itu.Brak!
"Gua tau duit lu banyak! tapi gak usah bayarin semua belanjaan gua juga kali. Sia-sia gua lari-larian nyari diskon. Tau gitu tadi gua pilih semua yang paling mahal aja." Lula terus mengomel sepanjang perjalanan menuju mobil."Hahaha salah sendiri daritadi lu repot." Hari ini Ben benar-benar dipenuhi kebahagiaan, karena bisa menghabiskan waktu bersama Lula yang terus bertingkah lucu.Mereka berdua memasukkan kantung belanjaan satu persatu kedalam mobil dari trolly. Sedangkan Lula yang terlihat kelelahan itu tetap terus menerus mengomel pada Ben."Ayo beli minum dulu!" Ben mengusap keringat di wajah Lula dengan lembut, ia kemudian menarik tangan Lula dan membawanya masuk kembali kedalam mall untuk membeli minuman. Lula yang dari tadi terus mengomel seketika terdiam karena sikap Ben yang tiba-tiba lembut padanya, membuat jantungnya kembali berdegup kencang."Duduk disini ya! gua pesenin hazelnut milk tea large ya?" Ben menarik kursi untuk Lul
"La! Raden tidur tuh!" Benny keluar dari kamarnya, ia kemudian menutup pintu kamarnya pelan agar tak membangunkan Raden."Iya kah? kalau udah mandi terus kenyang pasti langsung ngantuk tuh anak." Lula terlihat duduk di sofa ruang tengah rumah Ben."Kenapa lu nyari gua?" Ben berjalan mendekat dan duduk disebelah Lula. Ia meraih remot tv yang ada dimeja dan menyalakannya untuk menghilangkan keheningan antara mereka berdua."Nih sinyal laptop gua ilang lagi." Lula membuka laptopnya untuk menunjukkannya pada Ben."Oh kayak dulu itu ya? nih laptop penyakitnya emang gini La." Ben meraih laptop yang ada dipangkuan Lula. Ia kemudian fokus memperbaikinya, bukan hal yang sulit baginya karena dulu dialah yang sering memperbaiki kerusakan pada laptop Lula.Mereka berdua fokus menatap layar laptop secara bersamaan. Dalam hati Ben merasa senang karena bisa kembali dekat dengan Lula menjalani kembali masa-masa indah dulu."Ini pasti
Mata Lula masih terpejam. Namun, tangannya sudah bergerak-gerak disampingnya seperti sedang mencari sesuatu. Ia tiba-tiba mengerjapkan matanya ketika sadar tangannya tak menemukan sesuatu. Ia memutar kepalanya kesamping, dan benar saja. Ia tak menemukan Raden ditempatnya."Buuuk! Ibuuuk." ia bergegas keluar dari kamarnya sambil berteriak mencari Ibunya."Kenapa sih teriak-teriak?" Ibu terlihat sedang sibuk memasak di dapur."Raden ilang Buk. Raden mana?" ia benar-benar khawatir karena ini pertama kalinya ia tak menemukan Raden disampingnya saat pertama kali ia membuka matanya."Ngomong apa sih kamu? Raden didepan tuh!" Ibu tak tahan mendengar Lula yang terus-menerus berteriak tak jelas. Mendengar perkataan Ibu, Lula segera berlari keluar mencari keberadaan anaknya."Nak! Raden! Raden!" ia celingukan mencari keberadaan Raden."Mamaaa!" Raden yang sedang berada di punggung Ben terlihat melambaikan tangannya kearah Lula.