Sore itu sepulang kerja, Lula merebahkan badannya di ranjang (tempat ternyaman setelah seharian berkeluh). Tak lama kemudian, tiba-tiba ponsel yang Lula letakkan di atas nakas bergetar.
Drrrrrt.Drrrrrrrt.Drrrrrrrt.Lula berusaha meraihnya dari nakas dan terlihat 1 notifikasi pesan di layar ponselnya. Tak butuh waktu lama, Lula segera membuka pesan singkat tersebut."Besok aku pulang, datanglah kerumah! Ibu juga ingin bertemu denganmu." pesan dari Langit.Lula terkejut bukan main, ia membulatkan kedua bola matanya sempurna kearah ponsel. Dengan gerakan cepat, ia langsung menghubungi Pak Henry terlebih dahulu untuk meminta petunjuk apa yang harus ia lakukan selanjutnya."Hallo Pak Henry, selamat malam. ini Lula Pak.""Ohh, iya La gimana?" tanya Pak Henry."Begini Pak, Langit bilang besok sudah kembali kerumah. Dia meminta saya untuk datang kerumahnya. Menurut bapak sebaiknya saya harus gimana ya pak?" Lula benar-benar butuh petunjuk untuk setiap gerak geriknya mulai saat ini."Kamu hubungi saja polisi yang datang ketempatmu kemaren! dan bilang apa adanya." timpal Pak Henry dengan nada yakin."Ahh, begitu apa tidak apa-apa Pak?" Tanyanya memastikan. Butuh beberapa saat untuknya mencerna perkataan Pak Henry."Iya La, biar nanti kamu tidak salah langkah." Lula reflek menganggukkan kepalanya terlihat mengerti dengan wajah sangat serius meski pak Henry tidak dapat melihat ekspresinya saat ini."Baiklah Pak kalau gitu, terima kasih." Mereka berdua segera mengakhiri panggilan tersebut. Kemudian Lula segera mencari kontak Farhan, ia segera menghubunginya tanpa merubah ekspresi serius diwajahnya."Hallo Pak, ini Lula." Nadanya sopan."Iya Mba Lula, gimana Mba?" tanya Farhan dari sebrang panggilan."Begini Pak, jadi besok Langit pulang kerumah. Dan saya diminta untuk datang kerumahnya. Menurut bapak saya harus datang atau tidak?" tanyanya berharap mendapatkan jawaban dari Farhan."Datang aja Mba! Ini kesempatan bagus, saya akan mengawasi Mba Lula dari jauh untuk memastikan tidak terjadi apa-apa pada Mba Lula selama berada dirumah Langit." ucap Farhan antusias. Ia seperti mendapatkan segepok uang yang jatuh dari Langit."Baik kalo begitu Pak, besok saya akan pergi ke rumah Langit." merasa mendapat petunjuk, Lula sudah memutuskan apa yang harus dilakukannya. Ia kemudian memutuskan panggilannya dengan Farhan.***Sore harinya sepulang kerja, Lula langsung bersiap-siap berangkat kerumah Langit seorang diri. Tapi sebelumnya Lula sudah mengabari Farhan sehingga dia bisa mengawasinya dari kejauhan.Normalnya dia akan merasa berdebar akan bertemu dengan calon mertuanya. Tapi perasaan Lula saat ini lain, ini adalah debaran yang berbeda. Harus berperan sebagai seorang detektif yang sedang menyelidiki kasus serius.Butuh waktu sekitar 30 menit dari kosannya untuk sampai ke rumah Langit. Dalam perjalanan, ia memikirkan banyak hal. Belum lagi ia harus mengingat ingat jalan menuju rumah Langit karena sudah cukup lama sejak mereka putus Lula tidak pernah lagi pergi kerumah Langit.Tok! Tok! Tok!Lula mengetuk pintu rumah berwarna putih itu beberapa kali. Sampai akhirnya terdengar suara seseorang dari dalam rumah.CeklekAkhirnya terlihat wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu membukakan pintu sambil menyunggingkan senyuman ramah padanya. Raut wajahnya menunjukkan seperti sedang sangat menanti seseorang."Lulaaa! Ibu sudah menunggumu dari tadi, kamu gak nyasar kan?" tanya Ibu Langit khawatir. Ia memegang kedua bahu Lula seperti sedang memastikan anak perempuannya baik - baik saja."Enggak kok Bu, tadi Lula pulang kekos dulu sebelum kesini dari tempat kerja. Makanya lama sampainya." jelasnya sambil tersenyum, ia kemudian mencium punggung tangan ibunya Langit. Rasanya sikap ibunya masih sama hangatnya seperti saat dulu pertama kali ia bertemu."Ayo masuk! duduklah! Ibu akan mengambilkan minum untukmu." ajaknya sambil menuntun tangan kanan Lula untuk masuk kedalam.Lula mengikutinya dari belakang, ia memberikan kantung plastik berisi kue yang tadi sengaja ia beli sebagai buah tangan untuk Ibunya Langit."Aahhh makasih La repot-repot, Ibu kebelakang sebentar ya." ia meraih kantung plastik yang Lula berikan padanya, kemudian berlalu pergi menuju dapur.Lula mengiyakannya dan segera mendudukan tubuhnya dikursi ruang tamu sambil melihat seisi ruangan itu untuk menunggu ibunya Langit.Tak lama kemudian, wanita paruh baya itu kembali dengan segelas teh diatas nampan.Ia meletakkan gelas tersebut didepannya."Ini minumlah dulu tehnya La mumpung masih hangat!" pinta Ibunya Langit."Ah, baiklah bu. Maaf merepotkan." ia meneguk sedikit teh manis buatannya."Ibu gak repot kok La, kamu apa kabar La? baik kan? kerjaan lancar? masih tinggal dikos yang dulu?" tanyanya beruntun.Mereka berbincang cukup panjang, rupanya Ibunya Langit ingin bercerita banyak tentang kejadian yang dialami Langit kepadanya selama putus dengan Lula. Dia benar-benar berharap agar Lula bisa membantunya merubah Langit agar menjadi anak yang lebih baik.Setelah lama berbincang, tanpa Lula sadari ia tidak melihat sosok Langit sedari tadi dirinya sampai rumah Langit. Lula mencoba menanyakannya pada Ibunya."Bu, Langit kemana? kok dari tadi gak kelihatan?" tanyanya heran."Ah iya maaf, Ibu banyak bicara sampai lupa memberitahumu kalau Langit ada kegiatan di kampusnya sampai malam. Memangnya dia gak ngasih tahu kamu La? Ibu kira dia udah ngasih tahu kamu, makanya ibu gak bilang." jawabnya heran."Oh gitu? Lula gak tahu bu, dia gak ngasih tahu aku. Kemaren dia cuma nyuruh Lula buat datang kerumah untuk bertemu dengan Ibu." jelasnya padanya."Iya La, Ibu memang sering menyuruhnya untuk mengajakmu datang kesini." ia tersenyum.Lula pun juga membalas senyumannya, kemudian mereka berdua melanjutkan perbincangan. Ibunya juga menceritakan kronologi kejadian dimana dulu Langit pernah dipenjara selama 1 tahun, itulah sebabnya mengapa sekarang Langit belum menyelesaikan kuliahnya.Dia dulu ditangkap karena kasus narkoba, ternyata dia juga menggunakan motif yang sama seperti yang dilakukannya pada Lula.Dia memanfaatkan teman wanitanya untuk bertransaksi barang haram tersebut sehingga temannya itu juga masuk kepenjara akibat jebakan yang dibuat oleh Langit.Setelah cukup lama berbincang, tak terasa malam pun semakin larut. Akhirnya Lula memutuskan untuk pamit dan tidak minunggu Langit pulang karena paginya ia harus bekerja, jadi ia tidak bisa tidur terlalu malam dan harus segera istirahat.Ibunya Langit pun mengerti dan mengijinkannya untuk pulang."Bu, Lula pamit pulang dulu ya? sampaikan salam Lula pada bapak!" ia mencium punggung tangannya."Iya La, hati-hati dijalan! sering-sering datang kesini kalau ada waktu! ibu tunggu ya." ucapnya seakan masih ingin bersama Lula."Baik Bu akan Lula usahakan, Asaalamualaikum.""Wa'alaikumsalam." ia mengantarkan Lula kedepan rumah, melihatnya pergi dan melambaikan tangan.30 menit kemudian Lula sampai di kos dan memberi kabar pada Farhan, selesai memberi kabar ia segera beristirahat karena lelah, waktu juga sudah sangat larut. Lula merebahkan badannya diatas ranjang dan memejamkan matanya yang sudah terasa sangat berat.Pagi harinya.Matahari mulai membiaskan sinarnya ke dalam kamar Lula, ia mulai membuka pelan matanya yang masih buram menyesuaikan pandangannya dari bias matahari yang menyinari wajahnya.Lula mulai beranjak duduk dari tempat tidur kemudian menyandarkan punggungnya ke tepi tempat tidur. Ia meraih air putih diatas nakas yang sengaja ia siapkan sebelum tidur untuk ia minum saat dirinya bangun.Setelah semua nyawanya terkumpul, ia segera ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Beberapa menit kemudian, Lula keluar dari kamar mandi dan segera bersiap-siap untuk pergi ke kantor.***Lula mulai melangkahkan kakinya menuju lift yang biasa membawanya untuk sampai ke lantai 7. Sesampainya didepan lift, ia menyadari bahwa ternyata lift yang biasa ia naiki mati karena sedang dalam perbaikan. Terpaksa ia harus menaikki anak tangga sebanyak 7 lantai."Ahh sial!" umpatnya kesal karena membayangkan lelahnya harus menaiki beberapa tangga. L
Tak lama kemudian, seorang pelayan datang membawa 3 gelas minuman diatas nampan yang berbentuk lingkaran dan berwarna coklat ke meja mereka, ia meletakkan dimasing-masing depan meja sesuai pesanan."Jadi kronologis lengkapnya gimana Mba Lula? Pak Henry hanya menjelaskan garis besarnya saja pada saya." Tanya Frank kepada Lula. Tugasnya memang untuk menggali informasi darinya.Lula menjelaskan semua kronologis kejadiannya dengan detail agar Frank memahami semua kejadian yang ia alami. Setelah selesai menjelaskan panjang lebar, tiba-tiba Frank memberitahu Lula bahwa akan ada dua orang rekannya yang datang. Awalnya Lula tak merasa keberatan sama sekali."Mba sebenarnya saya datang bersama dua orang teman saya, nanti tunggu sebentar ya. Dia sedang berada diperjalanan menuju kesini. Sebenarnya saya ada di divisi kriminal Mba, jadi saya akan mengalihkan kasus ini pada teman saya yang bertugas di divisi narkoba." Jelasnya pada Lula. Setelah mendengar penjela
Hari itu Lula menjalani rutinitas pekerjaannya dengan semangat penuh karena mengetahui besoknya adalah hari libur, rasanya tidak sabar ingin cepat-cepat menyelesaikan pekerjaannya meski hari masih pagi.Tak terasa waktu berlalu begitu cepat hingga tanpa sadar sudah menunjukkan waktu pulang, beruntung semua pekerjaannya sudah selesai. Jadi Lula bisa kembali kekos tepat waktu.***Malam harinya.Saat sedang bersiap-siap untuk mengistirahatkan badannya, tiba-tiba ponselnya kembali berbunyi.Drrrrrrt.Drrrrrrrt.Drrrrrrrrt."Siapa malam-malam begini?" gumamnya sambil meraih ponsel yang ia taruh diatas nakas. Terlihat nama kak Ayya tertera di layar ponselnya. Tak butuh waktu lama, Lula segera menggulir tombol berwarna hijau dilayar ponselnya."Hallo Kak Ayya, ada apa telpon malam-malam begini? tumben." tanyanya penasaran karena tak biasanya Ayya menghubunginya seperti itu."Hallo La, b
Lula sampai rumah ketika hari sudah petang. Dengan rasa tidak sabar, ia segera masuk kedalam rumah tanpa ada yang mempersilahkan. Keluarganya sedang berkumpul diruang tengah tanpa mengetahui kedatangannya, mereka pun terkejut melihat Lula yang tiba-tiba ada dirumah. Dengan segera semua orang menyambutnya, sang ibu dengan sigap segera menyiapkan makanan kesukaannya."Kamu kok gak bilang dulu kalau mau pulang La? kok sampe malem gini baru sampe rumah kenapa?" tanya Ibu Lula. Raut wajahnya terlihat mengkhawatirkan sosok anak gadisnya itu."Biasanya kan aku selalu pulang setiap weekend Bu, Ibu masa gak hafal sih?" Lula sudah duduk dimeja makan. Ia mulai memasukkan makanan kedalam mulutnya."Iya sih, gimana kerjaanmu? Lancar kan Nak?" ucapnya sambil sibuk menghidangkan makanan diatas meja untuk putrinya itu."Alhamdulillah lancar Bu." Lula masih sibuk memasukkan makanan kedalam mulutnya."Yasudah, makanlah dan segeralah istirahat! pa
Sore harinya setelah menyelesaikan semua pekerjaannya, Lula segera keluar dari gedung kantornya yang megah itu dan pulang kekosan. Karena paginya ia telah menempuh perjalanan yang cukup jauh dari kampung halamannya dan langsung bekerja tanpa istirahat, rasanya badan begitu lelah dan ingin segera mengistirahatkan tubuhnya.Ceklek!Lula membuka pintu kamarnya pelan dan langsung masuk kekamar mandi bermaksud untuk membersihkan tubuh. Tak sabar untuk segera menikmati guyuran air yang terasa begitu segar menerpa tubuh lelahnya.Setelah cukup lama menghabiskan waktu dikamar mandi, Lula kemudian merebahkan tubuhnya keatas ranjang sambil memerhatikan layar ponselnya yang terlihat ada beberapa notifikasi masuk yang belum sempat ia baca.Lula melihat satu persatu notifikasi tersebut dan kedua matanya terfokus pada satu pesan dari Langit. Ia mengirimkan sebuah screenshoot foto bukti nomor resi dari ekspedisi yang ia pakai untuk mengirim paketnya ke a
Lula menoleh kekanan dan kekiri mencari sumber suara tersebut. Ia membuang nafas lega setelah menemukan sumber suara tersebut. Ia melihat seorang wanita tengah sibuk menjemur pakaian dibalkon lantai 2 kosnya dan tersenyum kearah Lula dengan memanggil namanya berulang-ulang. Wanita itu tak lain adalah Risti teman kos Lula sekaligus teman kuliahnya."Dari mana La?" tanyanya dengan senyuman yang lebar."Tuh dari warung kopi dibawah." jawabnya jujur sambil menggerakkan jari telunjuknya ke bawah."Kok gak ngajak-ngajak sih. Perutku kosong pengen yang anget-anget juga." ia terlihat mengerucutkan bibirnya menunjukkan rasa kecewa dan kesalnya."Yahh aku kan gatau. Lagipula aku tadi kesana ada urusan bertemu dengan Polisi yang akan mengurus kasus Langit." Jelas Lula padanya untuk mengurangi rasa kecewanya."Hah? memang kapan rencana eksekusinya?" tanyanya sambil mengerutkan kedua alisnya penuh penasaran. Ia tahu tentang masalah yang Lula
Lula mendengarkan suara wanita paruh baya itu setenang mungkin karena beliau bicara diiringi dengan isakan tangis yang terus menerus, membuat Lula ikut merasakan sakit dan kesedihan yang beliau rasakan saat ini.Andai saja Lula tega, ingin rasanya ia katakan semua kebenaran tentang kelakuan jahat anaknya yang telah dilakukannya pada dirinya. Namun, karena rasa kasihan yang Lula miliki. Ia lebih baik diam dan membiarkan kebenaran akan terungkap dengan sendirinya."Laaaa, kamu dimana Laaa?" tanyanya masih diikuti dengan isakan tangis."Gimana Bu, ada apa? Ibu kenapa nangis?" tanyanya pelan. Ia sangat khawatir dengan keadaannya."Langit lagi kena musibah Laaa." ia kembali menjawab dengan tangisan. Kali ini terdengar lebih kencang dari sebelumnya."Musibah? musibah apa Bu?" sahutnya. Lula tetap memastikan situasi yang terjadi."Langit ditangkap polisi tadi La. Dia tadi dari tempatmu kan?" tanyanya dengan nada sedih.
"Jaka." Lula bergumam saat mendapati panggilan dari Jaka pada layar ponselnya. Ia berniat untuk mengangkat panggilan teleponnya. Namun, sebelum sempat Ia angkat, tiba-tiba suara panggilan telepon dari Jaka sudah mati.Lula berniat untuk menghubunginya kembali namun ia urungkan karena Risti sudah selesai dengan persiapannya dan mengajaknya segera turun untuk makan."Ayo Laaa! buruan! malah bengong ih. Tinggal loh!" serunya sambil menutup pintu kamarnya dan beranjak menuruni anak tangga."Oh udaaah?" Lula terperanjak mendengar suara Risti, ia bergegas mengikuti langkah kaki Risti untuk turun kebawah.Mereka berjalan menyisiri jalanan sekitar kosan dan terhenti di salah satu Restaurant siap saji. Mereka memilih makanan siap saji karena rasa lapar yang sudah tidak bisa ditahan lagi dan tak mampu menunggu makanan yang diolah terlalu lama.Setelah memasuki Restaurant tersebut, mereka berdua mulai mengedarkan mata elangnya untuk mencar
Lula menjalani hidup selama 4 tahun terakhir ini seorang diri tanpa Ben. Ia membesarkan Raden dengan tangannya sendiri. 4 tahun sudah ia melewati semuanya. Ini adalah waktunya Raden masuk ke sekolah."Om? ada berapa uangku sekarang?" Waktunya untuk Lula menarik seluruh investasinya."Sekitar 20 milyar La." ya, investasi yang telah ia diamkan selama 4 tahun itu kini sudah terkumpul sebanyak itu.Hari ini dia datang kekantor tempat Om Dul bekerja untuk mencairkan uangnya. Hasilnya sama sekali tidak mengecewakan. Detik ini juga ia berubah menjadi seorang milyarder.Lula sangat senang karena akhirnya ia siap memasukkan Raden disekolah International terbaik di kotanya. Cita-cita yang selama ini ia impikan, akhirnya berhasil ia wujudkan.Perhitungannya sangat tepat, tanpa meleset sedikitpun. Meskipun selama 4 tahun ini ia hidup dalam kesederhanaan. Selalu menerima hinaan dari keluarga Jaka, tapi kini akhirnya ia bisa terlepas dari sem
Raden tertidur dalam pangkuan Ben dengan sangat nyenyak. Ia mungkin lelah hingga membuatnya tertidur di pangkuannya."Gua balik dulu ya?" Ben pamit pada Lula setelah meletakkan Raden ditempat tidurnya."Iya. Makasih ya Ben." Ben mengusap ujung kepala Lula dengan lembut, ia kemudian berjalan keluar dari kamar Lula."Langsung balik ke kota? gak tidur dirumah?" Ibu berjalan menghampirinya."Iya Buk. Besok pagi saya harus terbang ke Jakarta." Ben mencium tangan Ibu kemudian berjalan keluar dari rumah Lula. Lula pun berjalan mengikutinya dari belakang."Oh gitu? ya udah hati-hati. Makasih banyak ya Le." Ibu menepuk pundak Ben dua kali, mengungkapkan rasa terima kasihnya secara tidak langsung."Berapa lama di Tambun?" Lula memasukkan kepalanya ke pintu mobil Ben yang kacanya masih terbuka."Kenapa? gak mau lama-lama pisah ama gua ya? hahaha." Lula mengerucutkan bibirnya mendengar ucapan Ben. Ben pun mengusap waja
Lula mengerjapkan matanya perlahan, masih menyipitkan matanya menyesuaikan biasnya pantulan sinar matahari yang masuk kedalam kamar Ben. Ia tersenyum saat melihat Ben sedang memperhatikan wajahnya dari dekat."Bangun yuk! sarapan." Ben mengusap wajah Lula pelan. Membuat Lula menyunggingkan senyuman dan segera beranjak dari tempatnya."Gua pengen makan gudeg!" Lula berjalan menjauh dari tempat tidur dan masuk kedalam kamar mandi meninggalkan Ben begitu saja.Sesaat kemudian, ia keluar dari kamar mandi dan segera berjalan ke dapur karena sudah tak melihat keberadaan Ben dikamarnya."Nih diminum!" Ben memberikan segelas susu untuk Lula. Ia kemudian duduk didepan Ben.Tak lama kemudian, terdengar suara bel pintu rumah berbunyi."Bentar gua ambilin makannya dulu." Ben bergegas berjalan ke pintu untuk menerima kiriman makanan yang ia pesan.Sedangkan Lula sudah menyiapkan piring untuk tempat mereka makan. Ben mel
"Ayo sekarang makan!" Ben menarik nafasnya panjang, mencoba menahan emosi dan perasaannya yang sedang campur aduk. Ia juga tak sanggup melihat wajah Lula yang terlihat pucat. Sedangkan Lula terus menangis dan menggelengkan kepalanya, menolak ajakannya.Ben beranjak dari duduknya, ia berdiri dan hendak melangkahkan kakinya keluar dari dalam kamar meninggalkan Lula. Namun Lula segera memegang tangannya erat."Jangan seperti itu." Lula kemudian berdiri dibelakang tubuh Ben dan semakin mengeratkan tangannya. Ben hanya terdiam tak bergeming dari tempatnya."Gua ngandelin lu banget. Gua jadi makin kuat karna lu. Gua gak takut apapun saat memikirkan ada lu dibelakang gua. Gua salah, gua gak akan kayak gitu lagi. Jadi, jangan pernah pergi tanpa bilang apapun sama gua. Sejak Raden hadir, ditinggalkan adalah hal yang paling menakutkan buat gua." Tangis Lula makin pecah, ia membenamkan wajahnya di punggung Ben."Kalau gitu, lu mau makan sekarang?" Be
Lula mengeluarkan SIM dan STNK nya dari dalam dompetnya. Ia kemudian menyerahkannya pada polisi yang menilangnya."Mba tahu apa kesalahannya?" polisi itu menyimpan surat-surat kendaraan Lula."Tau Pak." Lula menganggukkan kepalanya."Mau bayar denda sekarang apa sidang?" polisi itu bertanya tanpa basa basi lagi."Sidang aja Pak." Lula yang saat ini keadaannya sudah kacau, memutuskan untuk menyerah. Ia pasrah, mungkin ia memang tidak ditakdirkan untuk bertemu dengan Ben pikirnya."Ya udah kalau gitu ikut saya kekantor sekarang!" Lula terpaksa mengikuti polisi itu dari belakang karena surat surat kendaraannya sudah ditahan.Lula memasuki kantor kepolisian dengan motor bututnya. Ia kemudian memarkirkannya disebelah motor polisi yang tadi membawanya. Ia melepas jas hujannya yang sama sekali tak melindungi tubuhnya dari guyuran air hujan. Seluruh badannya basah kuyup, ia kedinginan. Sebagian rambutnya juga basah, hanya bag
Setelah kepulangan Tante Nda sekeluarga, Lula terlihat bersantai di sofa empuk yang ada didepan tv dengan sangat nyaman. Ditambah malam itu Raden sudah tidur, mungkin karena lelah seharian bermain bersama yang lain."La! anterin makan buat Ben sana!" Ibu menghampirinya, ia memberikan 1 kotak makan berukiran besar padanya."Aaah malas Bu!" Lula membalikkan badannya, ia menyembunyikan wajahnya."Cepetan sana! kasian dari tadi dia belum makan." Lula seketika beranjak, ia tiba-tiba ingat seharian Ben belum makan. Ia meraih makanan itu dari tangan Ibu dan berjalan keluar dari rumahnya.Lula masih berdiri didepan pintu, ia terlihat ragu-ragu untuk mengetuk pintu rumah Ben.Tok! Tok! Tok!Tak ada sahutan sama sekali, Lula kemudian mencoba untuk membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Ia hanya memasukkan kepalanya saja dan kemudian mengedarkan pandangannya kedalam rumah Ben yang masih tampak gelap itu.Brak!
"Gua tau duit lu banyak! tapi gak usah bayarin semua belanjaan gua juga kali. Sia-sia gua lari-larian nyari diskon. Tau gitu tadi gua pilih semua yang paling mahal aja." Lula terus mengomel sepanjang perjalanan menuju mobil."Hahaha salah sendiri daritadi lu repot." Hari ini Ben benar-benar dipenuhi kebahagiaan, karena bisa menghabiskan waktu bersama Lula yang terus bertingkah lucu.Mereka berdua memasukkan kantung belanjaan satu persatu kedalam mobil dari trolly. Sedangkan Lula yang terlihat kelelahan itu tetap terus menerus mengomel pada Ben."Ayo beli minum dulu!" Ben mengusap keringat di wajah Lula dengan lembut, ia kemudian menarik tangan Lula dan membawanya masuk kembali kedalam mall untuk membeli minuman. Lula yang dari tadi terus mengomel seketika terdiam karena sikap Ben yang tiba-tiba lembut padanya, membuat jantungnya kembali berdegup kencang."Duduk disini ya! gua pesenin hazelnut milk tea large ya?" Ben menarik kursi untuk Lul
"La! Raden tidur tuh!" Benny keluar dari kamarnya, ia kemudian menutup pintu kamarnya pelan agar tak membangunkan Raden."Iya kah? kalau udah mandi terus kenyang pasti langsung ngantuk tuh anak." Lula terlihat duduk di sofa ruang tengah rumah Ben."Kenapa lu nyari gua?" Ben berjalan mendekat dan duduk disebelah Lula. Ia meraih remot tv yang ada dimeja dan menyalakannya untuk menghilangkan keheningan antara mereka berdua."Nih sinyal laptop gua ilang lagi." Lula membuka laptopnya untuk menunjukkannya pada Ben."Oh kayak dulu itu ya? nih laptop penyakitnya emang gini La." Ben meraih laptop yang ada dipangkuan Lula. Ia kemudian fokus memperbaikinya, bukan hal yang sulit baginya karena dulu dialah yang sering memperbaiki kerusakan pada laptop Lula.Mereka berdua fokus menatap layar laptop secara bersamaan. Dalam hati Ben merasa senang karena bisa kembali dekat dengan Lula menjalani kembali masa-masa indah dulu."Ini pasti
Mata Lula masih terpejam. Namun, tangannya sudah bergerak-gerak disampingnya seperti sedang mencari sesuatu. Ia tiba-tiba mengerjapkan matanya ketika sadar tangannya tak menemukan sesuatu. Ia memutar kepalanya kesamping, dan benar saja. Ia tak menemukan Raden ditempatnya."Buuuk! Ibuuuk." ia bergegas keluar dari kamarnya sambil berteriak mencari Ibunya."Kenapa sih teriak-teriak?" Ibu terlihat sedang sibuk memasak di dapur."Raden ilang Buk. Raden mana?" ia benar-benar khawatir karena ini pertama kalinya ia tak menemukan Raden disampingnya saat pertama kali ia membuka matanya."Ngomong apa sih kamu? Raden didepan tuh!" Ibu tak tahan mendengar Lula yang terus-menerus berteriak tak jelas. Mendengar perkataan Ibu, Lula segera berlari keluar mencari keberadaan anaknya."Nak! Raden! Raden!" ia celingukan mencari keberadaan Raden."Mamaaa!" Raden yang sedang berada di punggung Ben terlihat melambaikan tangannya kearah Lula.