"Selamat datang." suara finger print yang Lula tekan berhasil mencuri perhatian bagi siapa saja yang mendengarnya. Semua orang yang sedang berada didalam ruangan itu seketika menatap kearahnya. Lula mematung, matanya melirik menyapu seisi ruangan.
"Telaaaaat lageeeeeee." Kebetulan sekali Lula berpapasan dengan pak Zack saat hendak beranjak dari tempatnya berdiri. Pak Zack berbicara sangat lantang sambil berlalu tanpa menatap Lula. Suaranya sungguh terdengar sangat lantang ditelinga, didalam ruangan yang cukup riuh oleh suara karyawan yang sibuk dengan aktivitas mereka masing-masing itu suaranya tetap terdengar sangat nyaring ditelinga. Demi apapun Lula ingin menutup wajahnya dengan sesuatu karena malu. Lula melirik kearah meja teman-temannya. Mereka menundukkan kepalanya, menyembunyikan wajahnya yang sedang menertawakan Lula. Lula pun mempercepat langkah kakinya untuk menuju meja kerjanya, ingin segera terlepas dari tatapan-tatapan itu."Awaaaas ya kaliaaan!" LSore harinya"Dek menurut analisa dari timku, kayaknya yang semalem dateng ke kosmu itu anak komplotannya si Langit.""Loh kok? kenapa gitu?""Mereka dendam sama kamu, ya karena kemaren mereka terancam.""Kok jadi gini sih, aku kan gak salah.""Kamu ada komunikasi sama Langit gak kemaren-kemaren?""I-iya mas, aku sempet ketemu sama dia kemaren.""Nahh itu! mulai sekarang jangan lagi ketemu sama dia atau aku gak akan ketemu kamu lagi." Setelah mengucapkan kata-kata dengan nada yang sangat tegas, raut wajahnya berubah serius hingga terlihat kemerahan seperti marah. Ia diam dan menambah kecepatan laju mobilnya. Lula diam karena takut melihatnya.Saat sampai didepan kos, Lula merasa sangat lega dan cepat-cepat ingin turun dan keluar dari dalam mobil itu. Namun, saat hendak ingin membuka pintu mobilnya. Tiba-tiba tangan Jaka memegang lengan Lula erat."Dek, aku mohon jangan sampai ketemu La
"Kallula lagi dimana? kerja gak nak?" ~Ibu Langit"Iya Lula ditempat kerja bu, gimana?" ~Lula"Ah yasudah, ini ibu masak banyak. Sebenarnya kalo kamu gak sibuk ibu pengen kamu kesini. Tapi, kalo kamu lagi kerja biar Langit antar makan ketempat kerjamu aja ya." ~Ibu Langit"Jangan bu makasih, gak usah repot-repot. Lula gak enak sama ibu. Lula sudah makan kok. Itu biar dimakan ibu sekeluarga aja." ~Lula"Tunggu ya nak, Langit dalam perjalanan kesitu. Dimakan lho ya!" ~Ibu Langit"Ibu... makasih banyak ya, Lula ngrepotin Ibu." ~Aku"Ibu senang, Kamu sama sekali gak ngrepotin. Biasanya kamu suka sama masakan ibu." ~Ibu LangitLula sudah menunggu di depan kantor sebelum Langit tiba. Tak lama ia menunggu, Langit datang dengan membawa bungkusan makanan dari ibunya."Kamu lama nunggunya La?" Langit menyodorkan bungkusan makanan ke arah Lula yang sedang duduk di kursi yang ada didepan kantornya.
"Aku serius. Baru kali ini aku ketemu wanita yang bisa bikin perasaanku begini. Aku gak mau main-main sama kamu La. Aku pengen kita serius makanya kemaren aku berani ketemu orang tua kamu.""Kita kenal belum lama mas, ada baiknya kita saling kenal dulu.""Iya La, orang tuaku sekarang lagi menunaikan ibadah haji. Makanya aku belum bisa bawa mereka kerumah kamu. Kalau saja mereka sedang dirumah, kemaren aku akan langsung mempertemukan orang tua kita. Aku udah cukup umur buat menikah, aku gak mau buang-buang waktu untuk pacaran La. Aku mau berkomitmen sama kamu.""Kamu seyakin itu sama aku mas? apa gak terlalu buru-buru?""Enggak La, orang tuaku udah sepuh. Aku pengen mereka bisa secepatnya melihatku menikah dan agar bisa segera menimang cucu.""Mas, aku butuh waktu untuk mempertimbangkan semua ini ya.""Iya La aku paham. Yaudah kalau gitu sekarang kamu istirahat dulu dan pikirkan ucapanku ya. Aku pulang dulu."
"La, kamu mau mas kawin apa aja?" seperti lamaran pada umumnya, pihak lelaki bertanya perihal mas kawin sebagai hak pihak perempuan."Terserah kamu mas, asal yang menurutmu pantas kamu berikan buat aku aja." menurut Kallula hal seperti itu sudah sepantasnya Jaka yang memikirkan. Jika dirinya sendiri yang memutuskan belum tentu Jaka mampu memberikannya pikirnya."Yasudah, aku kasih kamu uang 20 juta ya. Nanti yang 10 juta kamu beliin emas sama seperangkat alat sholat dll." itulah penawaran dari Jaka."Terus sisanya?" Lula yang bingung membaginya."Sisanya buat uang tunai aja. Sebanyak itu udah pantas kan?""Pantas enggaknya bukan aku yang berhak memutuskan mas. Aku terima berapapun asal gak memberatkan kamu.""Sebenarnya aku cukup keberatan. Tapi aku akan usaha untuk membuatkan kamu pantas.""Pokoknya aku ikuti semua yang terbaik buat kamu aja mas.""Nanti habis nikah, uangnya kamu balikin aja ya?
"Dek bangun! kamu gak kerja?""Duhh aku pusing nih mas." Jaka memegang leher dan kening Lula."Gak panas tuh." Saat Jaka sedang sibuk mengecek suhu badan Lula, tiba-tiba rasa mual menyerang Lula begitu kuat dan tak sanggup ia tahan. Lula segera berlari ke kamar mandi untuk mengeluarkan isi perutnya."Yok ayok periksa ke dokter aja." Dengan sigap Jaka membalutkan baju hangat di tubuh Lula dan membawanya ke rumah sakit terdekat.Sesampainya di rumah sakit, Lula langsung menuju Front Office untuk menanyakan perihal dokter yang bertugas dihari itu. Namun, petugas yang berjaga memberikan Lula beberapa lembar kertas yang harus ia isi terlebih dahulu untuk keperluan registrasi. Setelah selesai dengan semua urusan registrasi, petugas mengarahkannya untuk pergi keruangan dokter yang sedang praktik.Lula mendudukkan badannya di kursi yang berjajar rapi didepan ruangan dokter menunggu giliran untuk diperiksa. Tinggal satu orang lagi di dep
Lula menoleh kearah Jaka dan menatapnya. Namun, ia sama sekali tak berani menatap Lula. Ia memegang tangan Lula erat namun tak disangka ayahnya berteriak dan melarangnya."Lepaskan! Siapa yang mengijinkan kalian pegangan tangan?" Jaka seketika melepaskan tangan Lula kemudian berlalu pergi ke toilet. Ia meninggalkan Lula sendirian dihadapan orang tuanya."Siapa namamu?""Lula pak.""Sudah berapa lama kamu kenal Jaka?""Sekitar 4 bulanan.""Kenal 4 bulan lalu menikah? Begitu?""Iya pak.""Dari mana asalmu? Apa pekerjaan ayah dan ibumu?" Awalnya Lula masih menjawab pertanyaan ayahnya dengan baik. Namun, setelah mendengar pertanyaan mengenai pekerjaan orang tuanya, disitu Lula merasa seperti ia akan menyentuh harga diri keluarganya."Kamu tahu tidak siapa Jaka? Dia itu seorang polisi yang dihormati di desanya, semua orang di desanya membanggakan dia!" Dan ternyata dugaan Lula benar. Seteng
"Kemaren sok sok an berani deketin kamu. Sok sok an berani bilang sama orang tuamu. Tapi tadi apa? Malu kalik sama profesi."Jaka terus terusan menghubungi ponsel Lula. Namun, tak ia hiraukan sama sekali. Lula yang perasaannya tidak karuan masih betah berada di resto bersama Bi dan Fafa saat ini. Hingga akhirnya Jaka kembali lagi menyusulnya ke resto dan memohon padanya untuk kembali pulang bersamanya. Karena tidak enak hati pada Bi dan Fafa akhirnya Lula iyakan ajakannya. Sesampainya di kos, Jaka mengusap air mata Lula."La, apapun yang terjadi kamu jangan pernah ninggalin aku ya? kita hadapi ini sama - sama ya!""Apa kamu bilang? sama - sama? membiarkanku menghadapi orang tuamu sendirian, itu yang kamu sebut sama - sama?""Maafin aku La, sebenarnya aku bisa jadi polisi seperti ini juga berkat orang tuaku yang membiyayai ku. Lina calon istriku dan keluarganya juga memiliki andil banyak dalam keberhasilanku.""Kenapa kamu harus
"Gak ngrepotin kok, biar kalian betah disini hehe." Ibu Fafa terlihat bersemangat menyajikan masakannya."Kamu kenapa nduk?" Setelah ibunya pergi, Fafa berani bertanya pada Lula. Lula menceritakan semua kejadian yang ia alami padanya."Dia punya pikiran gak sih? Orang lagi hamil kok di kasarin. Tega banget mau nyelakain darah dagingnya sendiri." Fafa sangat geram mengetahui kelakuan Jaka."Banci tuh dia! beraninya kasar sama perempuan. Mana lagi hamil anaknya sendiri lagi." Bi yang sangat geram ikut menimpali."Kemarin aja sok sok an di depan Lula, eeeh taunya di depan keluarganya mlempem kayak krupuk di rendem minyak. Perjuangin darah dagingnya sendiri aja gak berani. Dihh apaan laki banci begitu.""Apa kabar tuh kalau temen - temennya tau mentalnya kayak tempe begitu. Malu - maluin kepolisian aja.""Mending kamu visum deh La buat jaga - jaga kalau Jaka berani nyelakain kamu lagi.""Nanti kalau mereka mojo
Lula menjalani hidup selama 4 tahun terakhir ini seorang diri tanpa Ben. Ia membesarkan Raden dengan tangannya sendiri. 4 tahun sudah ia melewati semuanya. Ini adalah waktunya Raden masuk ke sekolah."Om? ada berapa uangku sekarang?" Waktunya untuk Lula menarik seluruh investasinya."Sekitar 20 milyar La." ya, investasi yang telah ia diamkan selama 4 tahun itu kini sudah terkumpul sebanyak itu.Hari ini dia datang kekantor tempat Om Dul bekerja untuk mencairkan uangnya. Hasilnya sama sekali tidak mengecewakan. Detik ini juga ia berubah menjadi seorang milyarder.Lula sangat senang karena akhirnya ia siap memasukkan Raden disekolah International terbaik di kotanya. Cita-cita yang selama ini ia impikan, akhirnya berhasil ia wujudkan.Perhitungannya sangat tepat, tanpa meleset sedikitpun. Meskipun selama 4 tahun ini ia hidup dalam kesederhanaan. Selalu menerima hinaan dari keluarga Jaka, tapi kini akhirnya ia bisa terlepas dari sem
Raden tertidur dalam pangkuan Ben dengan sangat nyenyak. Ia mungkin lelah hingga membuatnya tertidur di pangkuannya."Gua balik dulu ya?" Ben pamit pada Lula setelah meletakkan Raden ditempat tidurnya."Iya. Makasih ya Ben." Ben mengusap ujung kepala Lula dengan lembut, ia kemudian berjalan keluar dari kamar Lula."Langsung balik ke kota? gak tidur dirumah?" Ibu berjalan menghampirinya."Iya Buk. Besok pagi saya harus terbang ke Jakarta." Ben mencium tangan Ibu kemudian berjalan keluar dari rumah Lula. Lula pun berjalan mengikutinya dari belakang."Oh gitu? ya udah hati-hati. Makasih banyak ya Le." Ibu menepuk pundak Ben dua kali, mengungkapkan rasa terima kasihnya secara tidak langsung."Berapa lama di Tambun?" Lula memasukkan kepalanya ke pintu mobil Ben yang kacanya masih terbuka."Kenapa? gak mau lama-lama pisah ama gua ya? hahaha." Lula mengerucutkan bibirnya mendengar ucapan Ben. Ben pun mengusap waja
Lula mengerjapkan matanya perlahan, masih menyipitkan matanya menyesuaikan biasnya pantulan sinar matahari yang masuk kedalam kamar Ben. Ia tersenyum saat melihat Ben sedang memperhatikan wajahnya dari dekat."Bangun yuk! sarapan." Ben mengusap wajah Lula pelan. Membuat Lula menyunggingkan senyuman dan segera beranjak dari tempatnya."Gua pengen makan gudeg!" Lula berjalan menjauh dari tempat tidur dan masuk kedalam kamar mandi meninggalkan Ben begitu saja.Sesaat kemudian, ia keluar dari kamar mandi dan segera berjalan ke dapur karena sudah tak melihat keberadaan Ben dikamarnya."Nih diminum!" Ben memberikan segelas susu untuk Lula. Ia kemudian duduk didepan Ben.Tak lama kemudian, terdengar suara bel pintu rumah berbunyi."Bentar gua ambilin makannya dulu." Ben bergegas berjalan ke pintu untuk menerima kiriman makanan yang ia pesan.Sedangkan Lula sudah menyiapkan piring untuk tempat mereka makan. Ben mel
"Ayo sekarang makan!" Ben menarik nafasnya panjang, mencoba menahan emosi dan perasaannya yang sedang campur aduk. Ia juga tak sanggup melihat wajah Lula yang terlihat pucat. Sedangkan Lula terus menangis dan menggelengkan kepalanya, menolak ajakannya.Ben beranjak dari duduknya, ia berdiri dan hendak melangkahkan kakinya keluar dari dalam kamar meninggalkan Lula. Namun Lula segera memegang tangannya erat."Jangan seperti itu." Lula kemudian berdiri dibelakang tubuh Ben dan semakin mengeratkan tangannya. Ben hanya terdiam tak bergeming dari tempatnya."Gua ngandelin lu banget. Gua jadi makin kuat karna lu. Gua gak takut apapun saat memikirkan ada lu dibelakang gua. Gua salah, gua gak akan kayak gitu lagi. Jadi, jangan pernah pergi tanpa bilang apapun sama gua. Sejak Raden hadir, ditinggalkan adalah hal yang paling menakutkan buat gua." Tangis Lula makin pecah, ia membenamkan wajahnya di punggung Ben."Kalau gitu, lu mau makan sekarang?" Be
Lula mengeluarkan SIM dan STNK nya dari dalam dompetnya. Ia kemudian menyerahkannya pada polisi yang menilangnya."Mba tahu apa kesalahannya?" polisi itu menyimpan surat-surat kendaraan Lula."Tau Pak." Lula menganggukkan kepalanya."Mau bayar denda sekarang apa sidang?" polisi itu bertanya tanpa basa basi lagi."Sidang aja Pak." Lula yang saat ini keadaannya sudah kacau, memutuskan untuk menyerah. Ia pasrah, mungkin ia memang tidak ditakdirkan untuk bertemu dengan Ben pikirnya."Ya udah kalau gitu ikut saya kekantor sekarang!" Lula terpaksa mengikuti polisi itu dari belakang karena surat surat kendaraannya sudah ditahan.Lula memasuki kantor kepolisian dengan motor bututnya. Ia kemudian memarkirkannya disebelah motor polisi yang tadi membawanya. Ia melepas jas hujannya yang sama sekali tak melindungi tubuhnya dari guyuran air hujan. Seluruh badannya basah kuyup, ia kedinginan. Sebagian rambutnya juga basah, hanya bag
Setelah kepulangan Tante Nda sekeluarga, Lula terlihat bersantai di sofa empuk yang ada didepan tv dengan sangat nyaman. Ditambah malam itu Raden sudah tidur, mungkin karena lelah seharian bermain bersama yang lain."La! anterin makan buat Ben sana!" Ibu menghampirinya, ia memberikan 1 kotak makan berukiran besar padanya."Aaah malas Bu!" Lula membalikkan badannya, ia menyembunyikan wajahnya."Cepetan sana! kasian dari tadi dia belum makan." Lula seketika beranjak, ia tiba-tiba ingat seharian Ben belum makan. Ia meraih makanan itu dari tangan Ibu dan berjalan keluar dari rumahnya.Lula masih berdiri didepan pintu, ia terlihat ragu-ragu untuk mengetuk pintu rumah Ben.Tok! Tok! Tok!Tak ada sahutan sama sekali, Lula kemudian mencoba untuk membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Ia hanya memasukkan kepalanya saja dan kemudian mengedarkan pandangannya kedalam rumah Ben yang masih tampak gelap itu.Brak!
"Gua tau duit lu banyak! tapi gak usah bayarin semua belanjaan gua juga kali. Sia-sia gua lari-larian nyari diskon. Tau gitu tadi gua pilih semua yang paling mahal aja." Lula terus mengomel sepanjang perjalanan menuju mobil."Hahaha salah sendiri daritadi lu repot." Hari ini Ben benar-benar dipenuhi kebahagiaan, karena bisa menghabiskan waktu bersama Lula yang terus bertingkah lucu.Mereka berdua memasukkan kantung belanjaan satu persatu kedalam mobil dari trolly. Sedangkan Lula yang terlihat kelelahan itu tetap terus menerus mengomel pada Ben."Ayo beli minum dulu!" Ben mengusap keringat di wajah Lula dengan lembut, ia kemudian menarik tangan Lula dan membawanya masuk kembali kedalam mall untuk membeli minuman. Lula yang dari tadi terus mengomel seketika terdiam karena sikap Ben yang tiba-tiba lembut padanya, membuat jantungnya kembali berdegup kencang."Duduk disini ya! gua pesenin hazelnut milk tea large ya?" Ben menarik kursi untuk Lul
"La! Raden tidur tuh!" Benny keluar dari kamarnya, ia kemudian menutup pintu kamarnya pelan agar tak membangunkan Raden."Iya kah? kalau udah mandi terus kenyang pasti langsung ngantuk tuh anak." Lula terlihat duduk di sofa ruang tengah rumah Ben."Kenapa lu nyari gua?" Ben berjalan mendekat dan duduk disebelah Lula. Ia meraih remot tv yang ada dimeja dan menyalakannya untuk menghilangkan keheningan antara mereka berdua."Nih sinyal laptop gua ilang lagi." Lula membuka laptopnya untuk menunjukkannya pada Ben."Oh kayak dulu itu ya? nih laptop penyakitnya emang gini La." Ben meraih laptop yang ada dipangkuan Lula. Ia kemudian fokus memperbaikinya, bukan hal yang sulit baginya karena dulu dialah yang sering memperbaiki kerusakan pada laptop Lula.Mereka berdua fokus menatap layar laptop secara bersamaan. Dalam hati Ben merasa senang karena bisa kembali dekat dengan Lula menjalani kembali masa-masa indah dulu."Ini pasti
Mata Lula masih terpejam. Namun, tangannya sudah bergerak-gerak disampingnya seperti sedang mencari sesuatu. Ia tiba-tiba mengerjapkan matanya ketika sadar tangannya tak menemukan sesuatu. Ia memutar kepalanya kesamping, dan benar saja. Ia tak menemukan Raden ditempatnya."Buuuk! Ibuuuk." ia bergegas keluar dari kamarnya sambil berteriak mencari Ibunya."Kenapa sih teriak-teriak?" Ibu terlihat sedang sibuk memasak di dapur."Raden ilang Buk. Raden mana?" ia benar-benar khawatir karena ini pertama kalinya ia tak menemukan Raden disampingnya saat pertama kali ia membuka matanya."Ngomong apa sih kamu? Raden didepan tuh!" Ibu tak tahan mendengar Lula yang terus-menerus berteriak tak jelas. Mendengar perkataan Ibu, Lula segera berlari keluar mencari keberadaan anaknya."Nak! Raden! Raden!" ia celingukan mencari keberadaan Raden."Mamaaa!" Raden yang sedang berada di punggung Ben terlihat melambaikan tangannya kearah Lula.