Setelah selesai membersihkan diri, ia kembali beraktivitas seperti biasanya di rumah. Hingga waktu semakin siang dan perutnya sudah mulai merasakan mulas.
Lula menunggu hingga malam hari dan rasanya masih sama. Sedangkan keluarga besarnya sudah sigap berkumpul dirumah kecil itu untuk mendampingi persalinannya nanti.Saat tengah malam, frekuensi sakitnya makin naik. Hingga kini, ia mulai merintih menahan rasa sakitnya saat perutnya kencang. Namun, ia tak segera bergegas ke klinik juga. Ia memutuskan untuk menunggu hingga pagi karena jarak sakitnya masih belum terlalu dekat.Sebenarnya ia sangat gelisah, tapi melihat seluruh keluarganya mendampinginya. Hal itu memberikan kekuatan tersendiri untuknya.Lula tetap berada di ranjangnya. Posisi apapun yang ia lakukan tetap saja tidak mengurangi rasa sakitnya. Sepanjang malam ia terjaga hingga badannya mulai lelah. Kantung matanya menghitam, rambutnya berantakan. Ditambah nafsu makannya juga hilanMau tak mau Lula dan keluarganya mengiyakan perkataan bidan itu. Mereka kemudian pergi menuju rumah sakit khusus bersalin yang telah ditentukan. Bidan itu juga setia mendampingi Lula hingga rumah sakit seperti janjinya. Sesampainya disana, mereka langsung disambut oleh security yang berjaga didepan beserta perawat yang bertugas."Rujukan dari klinik ya?""Iya.""Mohon maaf sebelumnya, ini yang boleh nunggu cuma 2 orang. Kalau sudah masuk gak boleh keluar lagi." Karena kondisi covid, mereka membatasi pengunjung bahkan keluarga pasien juga.Setelah beberapa saat berunding, mereka memutuskan untuk memilih Ibu dan Tante Nda yang tinggal dirumah sakit bersama Lula."Ayo silahkan langsung masuk ke ruang dokter!" Perawat segera membawa Lula keruang dokter segera setelah Ibu dan Tante Nda berjalan dibelakang Lula.Para petugas terlihat sangat sigap dan tanggap dalam menangani pasien. Tidak bertele-tele dan membuang waktu. Rup
Tepat diatas leher Lula, ada tirai yang berfungsi untuk menutupi bagian perut kebawah agar pasien tidak melihat proses operasi. Namun, Lula masih bisa melihat kepala dokter dan perawat yang sedang menyayat - nyanyat perutnya."Gak sakit kan Bu? kaya digaris pake pulpen aja?""Sa-akit." Lula merasakan sayatan pertama yang rasanya perih luar biasa."Barusan sayatan kedua gak sakit juga kan Bu?""Sa-akit Dok." Sayatan kedua terasa lebih sakit daripada sebelumnya."Gimana sayatan yang ini sakit gak?""Sa-akit ini dok." Sayatan yang ketiga ini terasa sakit luar biasa. Namun, Lula berusaha keras menahannya.Mereka masih tak menghiraukan rasa sakit yang Lula rasakan. Hingga akhirnya saat mereka berusaha mengeluarkan bayinya, terlihat 2 orang dokter yang tepat berdiri di samping kanan dan kiri Lula menekan perutnya dengan sangat kuat secara bersamaan dengan diiringi loncatan."Hmmmmmmh sa-akiiiiiiit!" Ka
Lula masih belum bisa banyak bergerak, saat ini rasa sakit bekas operasinya paling terasa karena efek obat biusnya sudah hilang total.Ibu dan Tante Nda selalu sabar merawat Lula dan bayinya. Mereka bergantian istirahat, selalu sigap saat Lula membutuhkan sesuatu. Bahkan, untuk makan saja Lula tak bisa melakukannya sendiri. Membuat Ibu dan Tante Nda harus bergantian untuk menyuapinya dengan penuh kesabaran. Mereka tak menghiraukan rasa lelah yang mereka rasakan."Kamu udah nyiapin nama buat Thole (Panggilan untuk anak laki-laki Jawa) belum La?""Udah Bu, Ibu mau nyumbang nama gak?""Iya dong, kasih nama Raden ya La!""Oke Bu, Raden Volker bagus gak Buk?""Bagus tuh La. Raden Volker aja gak papa."Raden Volker. Artinya seorang bangsawan Jawa yang melindungi rakyat.Kelahirannya sebagai putra dari seorang Ibu berdarah Jawa membuatnya cocok mendapat nama Raden. Sedangkan dibalik nama Volker yang art
"Udah gitu keluarganya kurang ajar banget nuduh Lula mata duitan. Duit gak seberapa aja diminta lagi kok sok sok an! Dasar gak tahu malu." Tante Nda membiarkan Ibu untuk meluapkan amarahnya. Ia berharap itu bisa membuatnya lebih lega."Emang si Jaka bisa banget biar gak malu didepan keluarganya Mba. Dia kayak gitu karna malu kalau keliatan kere didepan keluarganya." Tante Nda juga sebenarnya geram. Tapi ia berusaha menahannya agar tidak membuat Ibu lebih emosi lagi."Nda, kamu bisa bantuin jual mobil Lula gak?" Ibu menatap Tante Nda, ia tersenyum setelah melihat Tante Nda yang malah ikut marah-marah."Bisa Mba, nanti biar Mas Dul yang jualin. Kita turuti kemauan Lula dulu aja Mba. Saat ini mentalnya pasti lagi down banget, kita harus dukung dia Mba biar dia tetap kuat." Tante Nda memberi pengertian sebaik mungkin pada Ibu agar ia bisa mengerti kondisi anaknya yang sedang terpuruk dan sangat membutuhkan dukungan dari orang terdekatnya."Iya
"Mba hari ini sudah boleh pulang.""Apaaaa?" Lula yang masih belum 100% sadar dari tidurnya itu tiba-tiba mengerjapkan matanya setelah sebelumnya terpejam. Ia terkejut mendengar suara perawat yang memperbolehkan pasien pulang."La, pasien disebelah udah boleh pulang tuh." Tante Nda terlihat menghampiri Lula ke ranjangnya setelah sebelumnya berdiri didekat pintu mendengarkan pembicaraan perawat dan pasien yang ada disebelahnya."Ya ampun cepet banget pulihnya. Aku lho belum bisa duduk Te. hiks hiks hiks.""Makanya ayo semangat latihan duduk biar cepet pulih!" Lula menganggukkan kepalanya berkali-kali mengiyakan perkataan Tantenya. Ia sangat semangat membantu Lula untuk menaikan dan menurunkan sandaran tempat tidurnya.Baru kali ini Lula harus tidur di ranjang rumah sakit selama berhari-hari. Hingga membuat punggungnya terasa pegal dan panas. Rasa panas itulah yang membuat dirinya ingin segera bisa duduk dan beranjak dari tempat t
"2 minggu lagi kontrol kesini ya Bu. dedeknya juga!" Perawat itu tetap mendorong Lula hingga keluar dari bangunan rumah sakit."Oh ya baik Mba." Ia menghentikan laju kursi rodanya tepat didepan mobil Bapak."Sudah saya daftarkan sekalian ya Bu, jadi tinggal kesini aja sekitar jam 9nan." Ia juga membantu Lula untuk masuk ke mobil. Karena Lula masih sedikit kesusahan untuk mengangkat tubuhnya, menahan perih diperutnya."Terima kasih banyak ya Mba." Perawat itu memundurkan kursi roda yang tadi sempat Lula duduki itu untuk menjauh dari mobil."Sama-sama Bu, semoga cepat sehat ya." Setelah semuanya naik, Bapak kemudian melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit yang sudah beberapa hari Lula tinggali itu.Sesampainya dirumah, Tante Ai, Mbah Putri, Om Sunan dan anak-anak menyambut kedatangan Lula dengan gembira. Tante Ai segera membantu Lula turun dari mobil, ia kemudian menuntun Lula yang masih sulit berjalan untuk masuk kedalam kama
Kallula menatap wajah Raden yang sedang terlelap disebelahnya. Matanya berkaca-kaca tapi bibirnya menyunggingkan senyuman."Jadi anak kuat ya nak! terima kasih kamu udah lahir dengan sehat, mama sangat bersyukur atas kehadiran kamu nak." Lula mengusap kepala bayi kecilnya dengan lembut. Ia juga menciuminya beberapa kali.Setelah acara upacara adat itu selesai, Tante Nda sekeluarga dan Bapak pulang kerumah. Begitupun ketiga teman Lula. Lula masih ditemani Ibu, Mbah Putri dan keluarga Tante Ai dirumahnya.***Entah mengapa perasaan Lula makin sensitif. Ia sering tiba-tiba menangis tanpa alasan. Kadang ketika malam hari saat dirinya memandang wajah Raden, ia tiba-tiba menangis. Seperti alam bawah sadarnya sangat gelisah.Karena Tante Nda sudah pulang, Lula mulai menyusui Raden sendiri. Sedangkan ASI Tante Ai tidak terlalu banyak untuk 2 anak. Asi Lula masih sedikit yang keluar. Ditambah putingnya yang terasa sangat perih membuatnya selal
"La susunya coba yang kayak gini dulu ya? Lihat dulu ntar Raden suka gak." Tante Ai tiba-tiba muncul dari balik pintu dengan memegang 1 kotak susu ditangan kanannya."Ah iya Te, makasih ya.""Nanti kalau Raden nangis bilang Ibu, biar Ibu bikinin susunya." Ibu tiba-tiba masuk kedalam kamar dan menyahuti perbincangan mereka berdua."La kamu mau jadi kontrol di rumah sakit?""Iya Te, kata perawatnya kemaren gitu.""Gak ke klinik aja? Dulu tante lepasnya di klinik juga bisa lho, malah lebih murah.""Beneran Te?""Iya, kontrol tuh cuman lepas perban sama jahitan aja.""Oh iya kah?""Iya La, Tante anterin deh besok kalau gak percaya.""Oke deh Te."***Keesokan harinya, Lula bersiap-siap untuk pergi ke klinik. Kali ini ia ditemani Tante Ai dan bapak. Raden yang berada di gendongan Tante Ai itu terlihat tidur pulas.Setelah semuanya masuk kedalam mobil, B
Lula menjalani hidup selama 4 tahun terakhir ini seorang diri tanpa Ben. Ia membesarkan Raden dengan tangannya sendiri. 4 tahun sudah ia melewati semuanya. Ini adalah waktunya Raden masuk ke sekolah."Om? ada berapa uangku sekarang?" Waktunya untuk Lula menarik seluruh investasinya."Sekitar 20 milyar La." ya, investasi yang telah ia diamkan selama 4 tahun itu kini sudah terkumpul sebanyak itu.Hari ini dia datang kekantor tempat Om Dul bekerja untuk mencairkan uangnya. Hasilnya sama sekali tidak mengecewakan. Detik ini juga ia berubah menjadi seorang milyarder.Lula sangat senang karena akhirnya ia siap memasukkan Raden disekolah International terbaik di kotanya. Cita-cita yang selama ini ia impikan, akhirnya berhasil ia wujudkan.Perhitungannya sangat tepat, tanpa meleset sedikitpun. Meskipun selama 4 tahun ini ia hidup dalam kesederhanaan. Selalu menerima hinaan dari keluarga Jaka, tapi kini akhirnya ia bisa terlepas dari sem
Raden tertidur dalam pangkuan Ben dengan sangat nyenyak. Ia mungkin lelah hingga membuatnya tertidur di pangkuannya."Gua balik dulu ya?" Ben pamit pada Lula setelah meletakkan Raden ditempat tidurnya."Iya. Makasih ya Ben." Ben mengusap ujung kepala Lula dengan lembut, ia kemudian berjalan keluar dari kamar Lula."Langsung balik ke kota? gak tidur dirumah?" Ibu berjalan menghampirinya."Iya Buk. Besok pagi saya harus terbang ke Jakarta." Ben mencium tangan Ibu kemudian berjalan keluar dari rumah Lula. Lula pun berjalan mengikutinya dari belakang."Oh gitu? ya udah hati-hati. Makasih banyak ya Le." Ibu menepuk pundak Ben dua kali, mengungkapkan rasa terima kasihnya secara tidak langsung."Berapa lama di Tambun?" Lula memasukkan kepalanya ke pintu mobil Ben yang kacanya masih terbuka."Kenapa? gak mau lama-lama pisah ama gua ya? hahaha." Lula mengerucutkan bibirnya mendengar ucapan Ben. Ben pun mengusap waja
Lula mengerjapkan matanya perlahan, masih menyipitkan matanya menyesuaikan biasnya pantulan sinar matahari yang masuk kedalam kamar Ben. Ia tersenyum saat melihat Ben sedang memperhatikan wajahnya dari dekat."Bangun yuk! sarapan." Ben mengusap wajah Lula pelan. Membuat Lula menyunggingkan senyuman dan segera beranjak dari tempatnya."Gua pengen makan gudeg!" Lula berjalan menjauh dari tempat tidur dan masuk kedalam kamar mandi meninggalkan Ben begitu saja.Sesaat kemudian, ia keluar dari kamar mandi dan segera berjalan ke dapur karena sudah tak melihat keberadaan Ben dikamarnya."Nih diminum!" Ben memberikan segelas susu untuk Lula. Ia kemudian duduk didepan Ben.Tak lama kemudian, terdengar suara bel pintu rumah berbunyi."Bentar gua ambilin makannya dulu." Ben bergegas berjalan ke pintu untuk menerima kiriman makanan yang ia pesan.Sedangkan Lula sudah menyiapkan piring untuk tempat mereka makan. Ben mel
"Ayo sekarang makan!" Ben menarik nafasnya panjang, mencoba menahan emosi dan perasaannya yang sedang campur aduk. Ia juga tak sanggup melihat wajah Lula yang terlihat pucat. Sedangkan Lula terus menangis dan menggelengkan kepalanya, menolak ajakannya.Ben beranjak dari duduknya, ia berdiri dan hendak melangkahkan kakinya keluar dari dalam kamar meninggalkan Lula. Namun Lula segera memegang tangannya erat."Jangan seperti itu." Lula kemudian berdiri dibelakang tubuh Ben dan semakin mengeratkan tangannya. Ben hanya terdiam tak bergeming dari tempatnya."Gua ngandelin lu banget. Gua jadi makin kuat karna lu. Gua gak takut apapun saat memikirkan ada lu dibelakang gua. Gua salah, gua gak akan kayak gitu lagi. Jadi, jangan pernah pergi tanpa bilang apapun sama gua. Sejak Raden hadir, ditinggalkan adalah hal yang paling menakutkan buat gua." Tangis Lula makin pecah, ia membenamkan wajahnya di punggung Ben."Kalau gitu, lu mau makan sekarang?" Be
Lula mengeluarkan SIM dan STNK nya dari dalam dompetnya. Ia kemudian menyerahkannya pada polisi yang menilangnya."Mba tahu apa kesalahannya?" polisi itu menyimpan surat-surat kendaraan Lula."Tau Pak." Lula menganggukkan kepalanya."Mau bayar denda sekarang apa sidang?" polisi itu bertanya tanpa basa basi lagi."Sidang aja Pak." Lula yang saat ini keadaannya sudah kacau, memutuskan untuk menyerah. Ia pasrah, mungkin ia memang tidak ditakdirkan untuk bertemu dengan Ben pikirnya."Ya udah kalau gitu ikut saya kekantor sekarang!" Lula terpaksa mengikuti polisi itu dari belakang karena surat surat kendaraannya sudah ditahan.Lula memasuki kantor kepolisian dengan motor bututnya. Ia kemudian memarkirkannya disebelah motor polisi yang tadi membawanya. Ia melepas jas hujannya yang sama sekali tak melindungi tubuhnya dari guyuran air hujan. Seluruh badannya basah kuyup, ia kedinginan. Sebagian rambutnya juga basah, hanya bag
Setelah kepulangan Tante Nda sekeluarga, Lula terlihat bersantai di sofa empuk yang ada didepan tv dengan sangat nyaman. Ditambah malam itu Raden sudah tidur, mungkin karena lelah seharian bermain bersama yang lain."La! anterin makan buat Ben sana!" Ibu menghampirinya, ia memberikan 1 kotak makan berukiran besar padanya."Aaah malas Bu!" Lula membalikkan badannya, ia menyembunyikan wajahnya."Cepetan sana! kasian dari tadi dia belum makan." Lula seketika beranjak, ia tiba-tiba ingat seharian Ben belum makan. Ia meraih makanan itu dari tangan Ibu dan berjalan keluar dari rumahnya.Lula masih berdiri didepan pintu, ia terlihat ragu-ragu untuk mengetuk pintu rumah Ben.Tok! Tok! Tok!Tak ada sahutan sama sekali, Lula kemudian mencoba untuk membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Ia hanya memasukkan kepalanya saja dan kemudian mengedarkan pandangannya kedalam rumah Ben yang masih tampak gelap itu.Brak!
"Gua tau duit lu banyak! tapi gak usah bayarin semua belanjaan gua juga kali. Sia-sia gua lari-larian nyari diskon. Tau gitu tadi gua pilih semua yang paling mahal aja." Lula terus mengomel sepanjang perjalanan menuju mobil."Hahaha salah sendiri daritadi lu repot." Hari ini Ben benar-benar dipenuhi kebahagiaan, karena bisa menghabiskan waktu bersama Lula yang terus bertingkah lucu.Mereka berdua memasukkan kantung belanjaan satu persatu kedalam mobil dari trolly. Sedangkan Lula yang terlihat kelelahan itu tetap terus menerus mengomel pada Ben."Ayo beli minum dulu!" Ben mengusap keringat di wajah Lula dengan lembut, ia kemudian menarik tangan Lula dan membawanya masuk kembali kedalam mall untuk membeli minuman. Lula yang dari tadi terus mengomel seketika terdiam karena sikap Ben yang tiba-tiba lembut padanya, membuat jantungnya kembali berdegup kencang."Duduk disini ya! gua pesenin hazelnut milk tea large ya?" Ben menarik kursi untuk Lul
"La! Raden tidur tuh!" Benny keluar dari kamarnya, ia kemudian menutup pintu kamarnya pelan agar tak membangunkan Raden."Iya kah? kalau udah mandi terus kenyang pasti langsung ngantuk tuh anak." Lula terlihat duduk di sofa ruang tengah rumah Ben."Kenapa lu nyari gua?" Ben berjalan mendekat dan duduk disebelah Lula. Ia meraih remot tv yang ada dimeja dan menyalakannya untuk menghilangkan keheningan antara mereka berdua."Nih sinyal laptop gua ilang lagi." Lula membuka laptopnya untuk menunjukkannya pada Ben."Oh kayak dulu itu ya? nih laptop penyakitnya emang gini La." Ben meraih laptop yang ada dipangkuan Lula. Ia kemudian fokus memperbaikinya, bukan hal yang sulit baginya karena dulu dialah yang sering memperbaiki kerusakan pada laptop Lula.Mereka berdua fokus menatap layar laptop secara bersamaan. Dalam hati Ben merasa senang karena bisa kembali dekat dengan Lula menjalani kembali masa-masa indah dulu."Ini pasti
Mata Lula masih terpejam. Namun, tangannya sudah bergerak-gerak disampingnya seperti sedang mencari sesuatu. Ia tiba-tiba mengerjapkan matanya ketika sadar tangannya tak menemukan sesuatu. Ia memutar kepalanya kesamping, dan benar saja. Ia tak menemukan Raden ditempatnya."Buuuk! Ibuuuk." ia bergegas keluar dari kamarnya sambil berteriak mencari Ibunya."Kenapa sih teriak-teriak?" Ibu terlihat sedang sibuk memasak di dapur."Raden ilang Buk. Raden mana?" ia benar-benar khawatir karena ini pertama kalinya ia tak menemukan Raden disampingnya saat pertama kali ia membuka matanya."Ngomong apa sih kamu? Raden didepan tuh!" Ibu tak tahan mendengar Lula yang terus-menerus berteriak tak jelas. Mendengar perkataan Ibu, Lula segera berlari keluar mencari keberadaan anaknya."Nak! Raden! Raden!" ia celingukan mencari keberadaan Raden."Mamaaa!" Raden yang sedang berada di punggung Ben terlihat melambaikan tangannya kearah Lula.