"La susunya coba yang kayak gini dulu ya? Lihat dulu ntar Raden suka gak." Tante Ai tiba-tiba muncul dari balik pintu dengan memegang 1 kotak susu ditangan kanannya.
"Ah iya Te, makasih ya.""Nanti kalau Raden nangis bilang Ibu, biar Ibu bikinin susunya." Ibu tiba-tiba masuk kedalam kamar dan menyahuti perbincangan mereka berdua."La kamu mau jadi kontrol di rumah sakit?""Iya Te, kata perawatnya kemaren gitu.""Gak ke klinik aja? Dulu tante lepasnya di klinik juga bisa lho, malah lebih murah.""Beneran Te?""Iya, kontrol tuh cuman lepas perban sama jahitan aja.""Oh iya kah?""Iya La, Tante anterin deh besok kalau gak percaya.""Oke deh Te."***Keesokan harinya, Lula bersiap-siap untuk pergi ke klinik. Kali ini ia ditemani Tante Ai dan bapak. Raden yang berada di gendongan Tante Ai itu terlihat tidur pulas.Setelah semuanya masuk kedalam mobil, B"Kenapa ya La kok bisa gitu?" Tante Ai mengernyitkan keningnya heran. Sedangkan Lula hanya menggelengkan kepala."Mana benangnya di tanem di dalem lagi. Kalau dulu aku cuma di pinggir-pinggir bagian luar doang. Apa gara-gara posisi bayinya yang mlumah ya La? jadi harus lebar gini?""Gak tau Te. Bisa aja." Lula menaikkan kedua bahunya.***Hari berikutnya, Lula sudah bersiap untuk pergi kerumah sakit. Kali ini ia hanya pergi bersama Bapak, sedangkan Raden tetap dirumah bersama Ibu dan yang lainnya."La, nanti dirumah sakit kamu coba minta surat kelahiran lagi! buat jaga-jaga kalau misal Raden jadi dimasukin ke KK Ibu atau Tante." Tante Ai tiba-tiba muncul dibalik pintu saat Lula sedang siap-siap."Iya coba nanti Te.""Bilang aja yang kemaren hilang atau gimana.""Oke Te."Ia datang lebih pagi dari sebelumnya, jadi saat sampai rumah sakit belum begitu banyak antrian. Lula masuk kedalam seorang
Sebulan telah berlalu. Kondisi Lula pun sudah membaik. Ia juga mulai bisa mengurus Raden sendiri. Sekarang Lula akhirnya hanya tinggal berdua bersama Raden. Sebelumnya, Ibu, Tante Ai dan Tante Nda bergantian untuk menemani Lula. Tapi sekarang Tante Ai dan keluarganya harus kembali ke Malaysia karena setelah negara itu buka lockdown, Om Sunan harus kembali bekerja. Jadi hanya Ibu dan Tante Nda yang bergantian untuk mengunjungi Lula sesekali.Awalnya Ibu sangat khawatir, ia sadar karena Lula anak tunggal. Jadi ia tak pernah melihat cara merawat bayi sebelumnya. Tapi ternyata, Lula tak membutuhkan waktu lama untuk belajar. Sekarang Lula terlihat lihai merawat Raden, hingga membuat ibunya tega membiarkannya merawat Raden seorang diri."La, besok jadwal Raden imunisasi kan?" Terdengar suara khas Ibu dari sebrang panggilan telepon."Iya Bu.""Ya udah besok Ibu sama Bapak kesana biar bisa nganter kamu." Meski begitu, Ibu tetap saja khawatir karen
"Now I have children of my own They ask their mother, what will I be.Will I be handsome, will I be rich.I tell them tenderly.Que Sera, Sera, Whatever will be, will beThe future's not ours, to see Que Sera, Sera What will be, will be."Itulah lagu yang biasa Lula lantunkan pada Raden setiap pagi. Setiap kali ia nyanyikan lagu milik Doris Day itu, bayi mungilnya selalu menatapnya dan tersenyum seakan mengerti dengan arti lirik lagu tersebut. Bayinya juga menghentikan tangisnya tiap kali ia menyanyikan lagu itu. Tak ada pemandangan yang lebih indah di dunia ini selain melihat senyum bahagia putranya.Semenjak Raden lahir, Lula memang memutuskan untuk tidak kembali lagi bekerja dikantornya dan lebih memilih untuk menggunakan waktunya untuk fokus mengurus anaknya.Entah mengapa ia merasa tidak rela jika anaknya diurus orang lain. Setiap kali melihat Raden, tekadnya semakin kuat untuk melakukan pekerjaan yang bisa ia kerjakan diruma
Saat ini pikiran Lula belum begitu jauh, meski ada bayangan untuk pergi ke Jepang. Namun, hal itu masih belum ia putuskan. Butuh banyak hal sebagai faktor pendukung untuk memantapkan niatnya. Belum lagi jika dirinya harus meninggalkan Raden di negeri yang jauh."Kalau jadi nanti Lula ambil kontrak 2 atau 3 tahun aja Bu gak lama-lama.""Ibu ada temen yang jadi agen penyalur tenaga kerja ke luar negeri La. Mau Ibu tanyain?""Boleh Bu." Ibu meraih ponselnya dan segera menghubungi teman yang ia maksud itu."Hallo Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Hey say apa kabar?""Alhamdulillah baik say. Anu, kamu masih jadi agen penyalur gak say?""Masih nih say. Gimana? ada anak mau keluar negeri kah?""Mau nanya nih say. Kalau di tempatmu ada buat ke Jepun gak?""Ada dong say.""Syaratnya apa aja? kasih tahu dong.""Buat perempuan apa laki-laki say?""Perempuan say
Lula seketika terjingkat saat tiba-tiba ada tangan yang memegang bahunya. Ia membulatkan kedua matanya dengan sempurna lalu menatap lekat bahu kanannya."Woi! kaget lu? hahaha." Seorang pria tampan tengah berdiri dibelakangnya. Ia menyunggingkan senyuman kearah Lula yang sedang terkejut."Eh beneran elu Ben?" Lula masih tak percaya melihat sosok pria yang ada didepannya itu. Berulang kali ia mengucek matanya untuk memastikan kebenaran seseorang yang ia lihat."Menurut ngana? haha." Benny terkekeh, ia kemudian duduk di kursi yang ada didepan Lula."Lu kapan balik?" Lula menyondongkan badannya kemeja, ia terlihat sangat antusias saat bertemu dengan temannya itu."Udah hampir sebulan nih, tapi gua di Tambun. Disini baru beberapa hari.""Masa? kok cepet banget nyampe sini barusan?" Lula meletakkan kedua tangannya keatas meja."Gua tadi di lantai atas pas liat lu bikin story. Ya gua langsung turun nyamperin lu l
"Serius lu? terus terus?" Benny mendengarkan Lula dengan seksama."Dia mau kasih posisi buat gua kalau gua serius mau kerja disana.""Kok lu doang? lu gak bilang ama gua juga?" Benny mengerutkan keningnya."Lu kan juga deket ama dia. Bilang aja sendiri. Wleeek" Lula menjulurkan lidahnya meledek Benny yang terlihat kesal."Dih jahat banget sih lu ama gua!" Benny mengerucutkan bibirnya."Haha dia mau bilang ama Pak Indra dulu. Ntar kalau di Acc baru mau hubungin gua lagi.""Lu janji bilang ama gua kalau Khun Mod hubungin lu lho La." Benny menekankan perkataanya."Iye iyee bawel. hahaha." Lula terkekeh melihat ekspresi lucu Benny."Oh iya, lu kenapa keluar dari kantor lu? Bukannya jabatan lu udah bagus ya disana?""Ada masalah gua kemaren." Lula tak mau menceritakan perihal kejadian sebelumnya yang ia alami pada teman-temannya dulu. Ia belum siap, selain itu Lula juga muak jika harus meng
Tari dan Lina mengikuti langkah kaki Lula dan Benny dari belankang. Mereka kemudian memperhatikan Lula dan Benny dari jauh untuk menghilangkan rasa penasarannya. Meski mereka tak bisa mendengarkan percakapan antara Lula dan Benny, tapi setidaknya mereka bisa memperhatikan gerak gerik keduanya."Mereka berdua tadi itu, istri sama kakaknya bapak anak gua Ben.""Hah? kok bisa?""Iya. Namanya Jaka, dia nikah sama wanita tadi pas aku ngelahirin anakku." Lula tetap tersenyum meski air matanya sudah mengalir deras membasahi pipinya."Udah gak usah dilanjutin gak papa La. Yang penting gua udah paham intinya, gua gak mau lu sedih gara-gara inget masa lalu lu." Ben kembali mengusap bahu Lula. Melihat raut wajah sedih Lula, Benny sudah paham bahwa Lula memendam rasa sakit di hatinya. Ia tak mau membuat Lula menggali kenangan buruk masa lalunya lagi."Mau balik sekarang?" Benny menundukkan kepalanya berusaha melihat wajah Lula karena Lula j
"Lu kok gak langsung balik sih? udah malem, ntar kalau gua diomongin tetangga gimana dong?" Lula yang baru saja keluar dari kamarnya, seketika menatap tajam kearah Benny yang tengah duduk diruang tamunya."Gua minum kopi ini dulu bentar! udah Ibu buatin juga." Ia menyeruput kopi yang masih panas itu agar cepat habis."Bentar biar Benny minum dulu, kasihan udah jauh-jauh. Lagian Ibu juga udah lama gak ketemu dia. Udah sana kamu mandi dulu!" Ibu keluar dari dapur dengan membawa nampan berisikan beberapa makanan."Ayo Ben dimakan dulu! pelan-pelan minumnya! masih panas tuh." Ibu ikut duduk diruang tamu bersama Benny, sedangkan Lula masuk kedalam kamar mandi meninggalkan mereka berdua.Beberapa saat kemudian selesai mandi, Lula kembali keruang tamu dengan membawa secangkir kopi ditangannya. Ia kemudian ikut duduk bersama Ibu dan Benny disitu."Mau makan apa kalian? Ibu masakin.""Tuh bilang aja! mumpung dimasakin Ibu." Lu
Lula menjalani hidup selama 4 tahun terakhir ini seorang diri tanpa Ben. Ia membesarkan Raden dengan tangannya sendiri. 4 tahun sudah ia melewati semuanya. Ini adalah waktunya Raden masuk ke sekolah."Om? ada berapa uangku sekarang?" Waktunya untuk Lula menarik seluruh investasinya."Sekitar 20 milyar La." ya, investasi yang telah ia diamkan selama 4 tahun itu kini sudah terkumpul sebanyak itu.Hari ini dia datang kekantor tempat Om Dul bekerja untuk mencairkan uangnya. Hasilnya sama sekali tidak mengecewakan. Detik ini juga ia berubah menjadi seorang milyarder.Lula sangat senang karena akhirnya ia siap memasukkan Raden disekolah International terbaik di kotanya. Cita-cita yang selama ini ia impikan, akhirnya berhasil ia wujudkan.Perhitungannya sangat tepat, tanpa meleset sedikitpun. Meskipun selama 4 tahun ini ia hidup dalam kesederhanaan. Selalu menerima hinaan dari keluarga Jaka, tapi kini akhirnya ia bisa terlepas dari sem
Raden tertidur dalam pangkuan Ben dengan sangat nyenyak. Ia mungkin lelah hingga membuatnya tertidur di pangkuannya."Gua balik dulu ya?" Ben pamit pada Lula setelah meletakkan Raden ditempat tidurnya."Iya. Makasih ya Ben." Ben mengusap ujung kepala Lula dengan lembut, ia kemudian berjalan keluar dari kamar Lula."Langsung balik ke kota? gak tidur dirumah?" Ibu berjalan menghampirinya."Iya Buk. Besok pagi saya harus terbang ke Jakarta." Ben mencium tangan Ibu kemudian berjalan keluar dari rumah Lula. Lula pun berjalan mengikutinya dari belakang."Oh gitu? ya udah hati-hati. Makasih banyak ya Le." Ibu menepuk pundak Ben dua kali, mengungkapkan rasa terima kasihnya secara tidak langsung."Berapa lama di Tambun?" Lula memasukkan kepalanya ke pintu mobil Ben yang kacanya masih terbuka."Kenapa? gak mau lama-lama pisah ama gua ya? hahaha." Lula mengerucutkan bibirnya mendengar ucapan Ben. Ben pun mengusap waja
Lula mengerjapkan matanya perlahan, masih menyipitkan matanya menyesuaikan biasnya pantulan sinar matahari yang masuk kedalam kamar Ben. Ia tersenyum saat melihat Ben sedang memperhatikan wajahnya dari dekat."Bangun yuk! sarapan." Ben mengusap wajah Lula pelan. Membuat Lula menyunggingkan senyuman dan segera beranjak dari tempatnya."Gua pengen makan gudeg!" Lula berjalan menjauh dari tempat tidur dan masuk kedalam kamar mandi meninggalkan Ben begitu saja.Sesaat kemudian, ia keluar dari kamar mandi dan segera berjalan ke dapur karena sudah tak melihat keberadaan Ben dikamarnya."Nih diminum!" Ben memberikan segelas susu untuk Lula. Ia kemudian duduk didepan Ben.Tak lama kemudian, terdengar suara bel pintu rumah berbunyi."Bentar gua ambilin makannya dulu." Ben bergegas berjalan ke pintu untuk menerima kiriman makanan yang ia pesan.Sedangkan Lula sudah menyiapkan piring untuk tempat mereka makan. Ben mel
"Ayo sekarang makan!" Ben menarik nafasnya panjang, mencoba menahan emosi dan perasaannya yang sedang campur aduk. Ia juga tak sanggup melihat wajah Lula yang terlihat pucat. Sedangkan Lula terus menangis dan menggelengkan kepalanya, menolak ajakannya.Ben beranjak dari duduknya, ia berdiri dan hendak melangkahkan kakinya keluar dari dalam kamar meninggalkan Lula. Namun Lula segera memegang tangannya erat."Jangan seperti itu." Lula kemudian berdiri dibelakang tubuh Ben dan semakin mengeratkan tangannya. Ben hanya terdiam tak bergeming dari tempatnya."Gua ngandelin lu banget. Gua jadi makin kuat karna lu. Gua gak takut apapun saat memikirkan ada lu dibelakang gua. Gua salah, gua gak akan kayak gitu lagi. Jadi, jangan pernah pergi tanpa bilang apapun sama gua. Sejak Raden hadir, ditinggalkan adalah hal yang paling menakutkan buat gua." Tangis Lula makin pecah, ia membenamkan wajahnya di punggung Ben."Kalau gitu, lu mau makan sekarang?" Be
Lula mengeluarkan SIM dan STNK nya dari dalam dompetnya. Ia kemudian menyerahkannya pada polisi yang menilangnya."Mba tahu apa kesalahannya?" polisi itu menyimpan surat-surat kendaraan Lula."Tau Pak." Lula menganggukkan kepalanya."Mau bayar denda sekarang apa sidang?" polisi itu bertanya tanpa basa basi lagi."Sidang aja Pak." Lula yang saat ini keadaannya sudah kacau, memutuskan untuk menyerah. Ia pasrah, mungkin ia memang tidak ditakdirkan untuk bertemu dengan Ben pikirnya."Ya udah kalau gitu ikut saya kekantor sekarang!" Lula terpaksa mengikuti polisi itu dari belakang karena surat surat kendaraannya sudah ditahan.Lula memasuki kantor kepolisian dengan motor bututnya. Ia kemudian memarkirkannya disebelah motor polisi yang tadi membawanya. Ia melepas jas hujannya yang sama sekali tak melindungi tubuhnya dari guyuran air hujan. Seluruh badannya basah kuyup, ia kedinginan. Sebagian rambutnya juga basah, hanya bag
Setelah kepulangan Tante Nda sekeluarga, Lula terlihat bersantai di sofa empuk yang ada didepan tv dengan sangat nyaman. Ditambah malam itu Raden sudah tidur, mungkin karena lelah seharian bermain bersama yang lain."La! anterin makan buat Ben sana!" Ibu menghampirinya, ia memberikan 1 kotak makan berukiran besar padanya."Aaah malas Bu!" Lula membalikkan badannya, ia menyembunyikan wajahnya."Cepetan sana! kasian dari tadi dia belum makan." Lula seketika beranjak, ia tiba-tiba ingat seharian Ben belum makan. Ia meraih makanan itu dari tangan Ibu dan berjalan keluar dari rumahnya.Lula masih berdiri didepan pintu, ia terlihat ragu-ragu untuk mengetuk pintu rumah Ben.Tok! Tok! Tok!Tak ada sahutan sama sekali, Lula kemudian mencoba untuk membuka pintu yang ternyata tidak terkunci. Ia hanya memasukkan kepalanya saja dan kemudian mengedarkan pandangannya kedalam rumah Ben yang masih tampak gelap itu.Brak!
"Gua tau duit lu banyak! tapi gak usah bayarin semua belanjaan gua juga kali. Sia-sia gua lari-larian nyari diskon. Tau gitu tadi gua pilih semua yang paling mahal aja." Lula terus mengomel sepanjang perjalanan menuju mobil."Hahaha salah sendiri daritadi lu repot." Hari ini Ben benar-benar dipenuhi kebahagiaan, karena bisa menghabiskan waktu bersama Lula yang terus bertingkah lucu.Mereka berdua memasukkan kantung belanjaan satu persatu kedalam mobil dari trolly. Sedangkan Lula yang terlihat kelelahan itu tetap terus menerus mengomel pada Ben."Ayo beli minum dulu!" Ben mengusap keringat di wajah Lula dengan lembut, ia kemudian menarik tangan Lula dan membawanya masuk kembali kedalam mall untuk membeli minuman. Lula yang dari tadi terus mengomel seketika terdiam karena sikap Ben yang tiba-tiba lembut padanya, membuat jantungnya kembali berdegup kencang."Duduk disini ya! gua pesenin hazelnut milk tea large ya?" Ben menarik kursi untuk Lul
"La! Raden tidur tuh!" Benny keluar dari kamarnya, ia kemudian menutup pintu kamarnya pelan agar tak membangunkan Raden."Iya kah? kalau udah mandi terus kenyang pasti langsung ngantuk tuh anak." Lula terlihat duduk di sofa ruang tengah rumah Ben."Kenapa lu nyari gua?" Ben berjalan mendekat dan duduk disebelah Lula. Ia meraih remot tv yang ada dimeja dan menyalakannya untuk menghilangkan keheningan antara mereka berdua."Nih sinyal laptop gua ilang lagi." Lula membuka laptopnya untuk menunjukkannya pada Ben."Oh kayak dulu itu ya? nih laptop penyakitnya emang gini La." Ben meraih laptop yang ada dipangkuan Lula. Ia kemudian fokus memperbaikinya, bukan hal yang sulit baginya karena dulu dialah yang sering memperbaiki kerusakan pada laptop Lula.Mereka berdua fokus menatap layar laptop secara bersamaan. Dalam hati Ben merasa senang karena bisa kembali dekat dengan Lula menjalani kembali masa-masa indah dulu."Ini pasti
Mata Lula masih terpejam. Namun, tangannya sudah bergerak-gerak disampingnya seperti sedang mencari sesuatu. Ia tiba-tiba mengerjapkan matanya ketika sadar tangannya tak menemukan sesuatu. Ia memutar kepalanya kesamping, dan benar saja. Ia tak menemukan Raden ditempatnya."Buuuk! Ibuuuk." ia bergegas keluar dari kamarnya sambil berteriak mencari Ibunya."Kenapa sih teriak-teriak?" Ibu terlihat sedang sibuk memasak di dapur."Raden ilang Buk. Raden mana?" ia benar-benar khawatir karena ini pertama kalinya ia tak menemukan Raden disampingnya saat pertama kali ia membuka matanya."Ngomong apa sih kamu? Raden didepan tuh!" Ibu tak tahan mendengar Lula yang terus-menerus berteriak tak jelas. Mendengar perkataan Ibu, Lula segera berlari keluar mencari keberadaan anaknya."Nak! Raden! Raden!" ia celingukan mencari keberadaan Raden."Mamaaa!" Raden yang sedang berada di punggung Ben terlihat melambaikan tangannya kearah Lula.