“Apa?! Lu gila? Jadi ngapain aja lu selama seminggu di sono?” tanya Fina kaget tak percaya dengan kebodohan Windi.
Bisa-bisanya seminggu bersama Yoo Ill, Windi justru tidak memiliki nomor kontak lelaki itu. Bagaimana Fina tidak merasa gemas?
“Entahlah, sepertinya akal sehat aku hilang kalo udah berhadapan sama dia. Ketampanannya itu jenis yang mampu membuat perempuan amnesia dengan segala hal. Itulah mengapa aku sama sekali ga ingat untuk tukeran nomor dengan dia," papar Windi panjang lebar. "Jadi gimana ini, Fin? Tolongin gue dong Fin,” rengek Windi.
“Gak tau ah, itu derita loe. Males gue ngurusin orang ga kreatif kaya loe," sungut Fina kesal. "Aku pulang aja, deh. Lama-lama di sini bisa-bisa ikutan mumet gue,” ancam Fina sambil melangkah pergi.
Windi ingin mencegah, tangannya terulur ingin menarik tangan Fina, tetapi tiba-tiba ponselnya berbunyi.
“Tuh, hape kamu bunyi. Lihat
Windi segera meraih kertas notes, mencatat informasi penting yang terdapat di dalam biodata Vivi Yanuar yang ia temukan di website KitaSiapBantu. Setelah itu, Windi menghubungi tim legal pribadinya, memberi mereka instruksi untuk mencari tahu informasi yang lengkap tentang Vivi Yanuar. Hati kecil Windi berbisik, sesuatu yang tidak wajar sedang terjadi."Win, udah selesai belum inputannya? Aku lapar nih," ujar Fina."Oh, udah kok. Bentar, ya. Aku shutdown dulu komputernya," jawab Windi seraya mematikan komputer yang baru saja ia gunakan. Lalu mereka pergi ke warung makan yang berada tepat di depan kantor Yayasan Kita Siap Bantu."Fin, lu kenal keluarganya Vivi, nggak? tanya Windi, beberapa saat setelah memesan makanan."Vivi? Yang anak manajemen atau anak akuntansi?" Fina balik bertanya."Vivi Yanuar, yang beberapa waktu lalu pernah ngeledekin aku pas kita mau ke Korea," jawab Windi."Oh, Vivi si Itik," sahut Fina asal, dengan ekspresi mengej
"Apa maksud semua ini, Fina?" tanya Faris sambil melemparkan berkas-berkas hasil audit itu ke meja di hadapan Fina.Fina melirik kertas itu dengan ketakutan, ia tahu dirinya sudah melakukan kesalahan besar."Jawab papa, Fina!" bentak Faris.Fina masih bungkam, hanya kepalanya yang menunduk semakin dalam. Tubuhnya gemetar, takut melihat kemurkaan pria yang selama ini selalu berlaku lemah lembut padanya itu."Kamu masih tidak mau bicara? Oke. Papa beri kamu waktu 1 jam untuk merenungi semua ini. Lewat dari itu, papa tidak akan peduli lagi jika kamu ditangkap atas tuduhan penipuan, pencemaran nama baik, atau penggelapan dana!" Kecam Faris emosi."Tuntutannya sebanyak itu, Pa?" tanya Fina ketakutan."Bahkan bisa lebih dari itu!" tukas Faris."Apa yang ada dalam pikiranmu saat melakukannya, Fina? Untuk apa? Apa selama ini kamu kekurangan uang? Tidak, kan?" cecar Faris.Dia sulit menerima kenyataan kalau putri semata wayangnya itu te
Suasana kampus terlihat sepi. Bahkan kantin yang biasanya ramai oleh mahasiswa pun terlihat lengang, hanya satu dua orang yang terlihat duduk menikmati makanan mereka.Di salah satu ruangan di kampus itu, Windi dan rekan-rekan seperjuangannya sedang berjibaku melawan soal-soal ujian yang membuat mereka harus memeras otak. Yah, meski sulit untuk konsentrasi, namun Windi tidak menyerah begitu saja karena ia sadar ujian kali ini merupakan ujian akhir yang harus ia tuntaskan sebelum mengajukan proposal skripsi. Tidak terasa, Windi sudah memasuki fase akhir di kampus itu. Jika tidak ada aral melintang, beberapa bulan lagi ia akan menyandang gelar sarjana."Waktu tinggal 10 menit lagi." Suara bariton Pak Wisnu membuat seisi kelas kasak-kusuk karena panik. Namun, Windi tetap tenang, dia tetap fokus untuk menyelesaikan soal-soal di depannya."Sst! Win ... Windi!" Setengah berbisik, Fina memanggil Windi sambil menendang-nendang kaki kursinya dari belakang. Tanpa menoleh
"Kenapa kamu menutupi hubungan kita? Kamu malu menjadi pacarku?" tanya Yoo-ill heran.Irish emerald itu menatap tajam menuntut penjelasan pada Windi. Yoo-ill bingung dengan sikap Windi. Ketika kebanyakan wanita ingin memproklamirkan hubungan cintanya dengan sang kekasih, tapi Windi justru ingin menutupinya rapat-rapat."Tentu saja tidak, Yoo-ill-ssi. Aku justru sangat bahagia menjadi pacarmu," jawab Windi.Bagaimana mungkin ia bisa malu memiliki kekasih sempurna seperti Yoo-ill? Bukan hanya wajahnya yang tampan, tapi hatinya juga sangat baik dan perhatian. Windi yakin di luar sana banyak wanita yang antre untuk menjadi kekasihnya."Lantas? Mengapa harus ditutupi?" tanya Yoo-ill lagi."Karena aku tidak ingin membuatmu malu dengan statusku," ujar Windi.Meskipun orang-orang terdekat sudah mengetahui latar belakang keluarga Windi, tapi tidak bagi orang-orang lain.Di mata orang banyak, Windi tetap hanya anak yatim piatu yang
Yoo-ill terperanjat tidak menyangka akan mendengar kata-kata itu dari mulut Vanessa."Jangan bercanda, Vaness. Jangan jadikan hati sebagai objek permainan," sergah Yoo-ill berang."Aku tidak bercanda. Coba pegang dadaku, kau pasti bisa rasakan jantungku selalu berdetak kencang setiap kali berada di dekatmu," ujar Vanessa lagi. Ia meraih tangan Yoo-ill lalu meletakkannya di atas dadanya.Yoo-ill terbelalak, tidak menyangka dengan aksi nekad Vanessa. Saat ini tangan Yoo-ill berada tepat di atas benda kenyal milik wanita itu.Betapapun lugu dan polosnya Yoo-ill, tapi dirinya tetap laki-laki normal. Tenggorokannya tercekat, aliran darahnya pun mendadak terasa panas."Apa yang kau lakukan?!" bentak Yoo-ill seraya menarik tangannya dari dada Vanessa."Aku hanya ingin kau tau bagaimana perasaanku," ujar Vanessa santai."Kau sudah gila!" maki Yoo-ill, beranjak pergi meninggalkan Vanessa yang masih terdiam di tempatnya berdiri.Vanessa
Fina terpaku mendengar pertanyaan Windi. Ia bisa mengerti ketakutan dan kekhawatiran yang sahabatnya itu rasakan.Namun, hidup merupakan serangkaian takdir yang tidak pernah bisa dibantah dan ditolak. Sebagai makhluk fana manusia hanya bisa menjalani takdir yang datang menghampiri. Nasib bisa diperjuangkan, tapi takdir merupakan hak mutlak dari Yang Maha Kuasa."Persiapkan dirimu untuk kemungkinan terburuk, jika memang sudah takdir kamu tidak bisa menghindarinya, Win," ujar Fina. Cairan bening itu kembali turun, meluncur bebas membasahi pipi Windi.***Faniro Entertainment gempar, video mesum yang melibatkan salah satu artis terbaik mereka tengah viral di masyarakat.Sebagai Direktur Utama Faniro Entertainment, Faris tidak bisa duduk berdiam diri. Apalagi video panas itu turut menyeret nama Han Yoo-ill sebagai salah satu pelakunya. Faris segera memanggil Yoo-ill ke ruangannya."Apa yang terjadi, Manajer Han?" tanya Faris begitu Yoo-ill berad
"Mengakhiri hubungan dengan Windi?" Yoo-ill balik bertanya dengan bibir bergetar. Sebuah keputusan yang sudah pasti tidak pernah ada dalam kamusnya. Di saat ia sedang menyusun rencana untuk melamar Windi, bagaimana mungkin ia harus mengambil keputusan pahit itu? "Tidak, Pak. Saya tidak sanggup mengambil pilihan itu. Bapak tahu sendiri bagaimana perasaan kami berdua. Saya sangat menyintai Windi, Pak," tolak Yoo-ill dengan netra berkaca-kaca. Faris kembali menghela napas panjang. Ia tahu pilihan solusi yang ia tawarkan sulit untuk dijalankan. Namun, bukannya tidak mungkin. Asalkan ada niat dan kemauan, semuanya pasti bisa dilakukan. Ruangan berukuran empat puluh meter persegi itu mendadak senyap karena masing-masing mereka larut dalam pikiran masing-masing. Hanya suara detik jam yang bersahutan dengan deru napas yang bergulir dalam kegelisahan. "Sekali lagi saya katakan. Pikirkanlah dengan kepala dingin," ujar Faris dengan nada pelan.
"Kamu ... mau ... kita putus?" tanya Windi dengan suara bergetar. "Hanya untuk sementara, Windi. Sampai skandal ini reda. Aku tidak ingin Vanessa melukaimu." "Bagaimana dia bisa melukaiku? Sementara dia tidak mengetahui hubungan kita," "Saat ini, ya, dia memang tidak tahu. Tapi kamu tidak mengenal Vanessa, Sayang. Dia bisa saja bayar seseorang untuk menyelidikiku. Lalu dia tahu hubungan kita, dia pasti akan menyiksamu siang dan malam." Windi tersenyum sinis. "Silakan saja dia lakukan itu, aku tidak takut." "Tapi aku yang takut, Win. Aku tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu." "Jadi, kamu ingin kita putus?" "Tidak sebenar-benarnya putus, Win. Aku akan mencari cara untuk tetap bisa berkomunikasi denganmu. Aku mohon bersabarlah." Windi mengangguk, menurut. "Tapi ... benarkah kamu tidak memiliki perasaan apa pun pada Vanessa. Apa lagi kalian sudah tidur bers ...," "Ssst! Jangan berpikir yang
Windi terpaku di tempatnya berdiri, sementara matanya tak berkedip menatap Yoo-ill. Untuk beberapa saat ia hanya berdiri mematung dengan ekspresi bingung, terlebih saat melihat tangan Yoo-ill yang terulur padanya. Ia pun tersadar tak lama kemudian. Dengan raut wajah gelisah dan bingung, Windi mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Ia baru sadar kalau kursi-kursi di gereja itu telah banyak yang ditinggalkan penghuninya. Hampir separuh dari tamu undangan itu pergi setelah mengetahui pengantin prianya sosok yang berbeda.Di barisan paling depan Windi berharap menemukan keluarga Pandu, tetapi barisan itu pun terlihat lengang. Hanya rekan kerjanya yang setia menyaksikan acara pemberkatan itu sampai selesai."Ha-ni-yah. Apa yang terjadi. Mana Kak Pandu dan keluarganya?" tanya Windi dengan mata berkaca-kaca.Ha-ni yang bertugas sebagai bridesmaids tak bisa menyembunyikan rasa bersalahnya kepada Windi. Ia menghampiri Windi lalu memeluknya dengan erat. "Maafkan aku, Win. Aku tidak bisa m
Satu jam sebelumnya. Di ruang tunggu pengantin pria, Pandu bercengkrama dengan sejumlah tamu yang merupakan teman kuliahnya dulu. Ternyata perihal pertunanganan Yoo-ill yang batal telah menyebar luas di kalangan mereka."Aku tidak mengerti dengan cara pikir si Yoo-ill itu. Padahal kalau aku tidak salah dengar, ini pertunangannya yang kedua kali. Yang pertama dulu, belum sempat dikenalin ke publik, masih di kalangan internal perusahaan aja. Tapi, hanya beberapa bulan, Yoo-ill memutuskan wanita itu secara sepihak," kata salah satu di antaranya."Tapi aku dengar wanita itu ada skandal dengan salah satu pamannya," kata yang lain pula.Namun, pria yang lain membantah dengan gerakan tangannya. "Itu tidak benar. Kamu lupa kalau aku juga bekerja di Han Enterprise? Skandal itu adalah hoaks yang diciptakan oleh Han Tae Soo, paman Yoo-ill yang lain, karena ingin menurunkan tunangan Yoo-ill dari kursi direktur.""Gila. Parah juga persaingan di perusahaan itu.""Paman Yoo-ill yang satu itu memang
Untuk beberapa saat Windi terpaku di tempatnya berdiri karena tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. Windi tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihat Yoo-ill sedang bersandar di mobilnya dengan kedua tangan yang sibuk memainkan ponsel. Windi juga heran bagaimana Yoo-ill bisa tahu tempat kerjanya."Yoo-ill? Kamu kenapa bisa ada di sini? Kamu tahu dari mana aku kerja di sini?" Windi mencecar Yoo-ill tanpa jeda.Yoo-ill mendekat tanpa melepaskan tatapannya dari wajah Windi, wajah wanita yang selama beberapa tahun terakhir ini terus mengusik hati dan pikirannya bahkan di saat tidur."Aku sudah menerima undangan pernikahanmu. Jujur ... aku kaget sekali karena tidak menyangka kalian akan menikah secepat itu," ujar Yoo-ill mengabaikan pertanyaan Windi."Apanya yang aneh? Kami memang sudah merencanakan sejak lama, hanya sedikit dipercepat saja karena keluarga Pandu inginnya begitu," jawab Windi beralasan. Padahal ia sendiri yang meminta hal itu pada Pandu, karena tidak i
Dua hari berlalu. Di kediaman keluarga Han sedang terjadi ketegangan. Pasalnya adalah kepulangan Yoo-ill setelah tiga hari menghilang pasca membatalkan pertunangannya dengan Ji-hyun.PLAK! PLAK!Tamparan keras dari tangan Tn. Han mendarat di wajah Yoo-ill. Tidak hanya sekali, tetapi berkali-kali. Masih tak puas juga, tetua keluarga Han itu juga menendang Yoo-ill dengan kakinya yang memakai sepatu pantofel. Sakit? Jangan ditanya. Ringis kesakitan dari Yoo-ill sudah menjawab semua itu, betapa sakit tubuhnya yang didera pukulan bertubi-tubi dari sang ayah.Sementara Ny. Ko hanya bisa menangis tersedu sambil menahan kaki sang suami agar berhenti memukuli buah hatinya."Cukup, Yeobo. Jangan pukuli Yoo-ill lagi. Berhenti memukuli kepalanya, matanya masih sangat rentan dengan guncangan. Tolong berhentilah!" pinta Ny. Ko yang kalut melihat luka di kening Yoo-ill. Ia takut sekali penglihatan Yoo-ill kembali bermasalah akibat pukulan itu.Namun, Tn. Han mengabaikan rengekan istrinya. Matanya y
Dengan penuh tanda tanya Windi menyeret langkah menuju pintu, lalu mengintip lewat peephole yang ada di sana. Windi mengernyit heran saat melihat wajah Ji-Hyun di sana. Tak ingin memendam rasa penasarannya lebih lama, ia pun membuka pintu itu."Ji-Hyun?! Ada keperluan apa kamu di sini?" "Aku mau bicara." Dengan lancangnya, Ji-Hyun menerobos masuk lalu berkeliling kamar, masuk ke kamar mandi, membuka pintu lemari seolah sedang mencari sesuatu. Setelah gagal menemukan apa yang dicari, dia pun duduk di sofa yang tersedia di sudut kamar."Kamu sendiri?" tanyanya dengan tatapan menyelidik."Bersama Pandu. Dia sedang membeli makanan ke luar."Ji-hyun tak percaya. "Kenapa tidak pesan di restoran hotel saja?""Dia lagi pengen makan masakan Indonesia. Di restoran hotel ini tidak ada," jawab Windi asal. Padahal ia tidak tahu pasti Pandu ke mana, karena lelaki itu pergi saat dirinya sedang mandi.Windi menghela napas panjang, menutup pintu, lalu duduk di pinggir ranjang, berhadapan dengan Ji-hy
"Aku senang sekali, Win. Memang itu yang aku mau. Tetapi, kalau aku boleh tau, apa alasan kamu tiba-tiba ingin mempercepat pernikahan kita?" Pandu bertanya tak sabar setelah mereka berada di hotel. Tadi ia terpaksa beralasan ada pekerjaan mendadak sehingga bisa pamit lebih awal dari pesta pertunangan Yoo-ill dan Ji-hyun. Meskipun ia sendiri heran dengan sikap Windi yang bersikeras untuk pulang, tetapi demi kenyamanan sang kekasih hati ia pun menuruti permintaan Windi."Tidak ada alasan khusus. Melihat Kak Pandu dikelilingi wanita-wanita cantik saat di pesta tadi membuatku berpikir sepertinya aku harus segera mengikatmu dengan cincin pernikahan," jawab Windi beralasan. Padahal ia melakukan itu karena takut hatinya kembali goyah oleh Yoo-ill. Windi takut, nama Yoo-ill yang telah terkubur di hatinya hidup kembali karena terbayang tatapan laki-laki itu yang dipenuhi rasa bersalah saat menatapnya tadi. Sementara ia sudah berkomitmen dengan Pandu. Pandu dan keluarganya adalah orang-orang
Pandu heran melihat Yoo-ill dan Windi terdiam dengan tatapan saling bertaut, sementara wajah mereka menggambarkan ekspresi yang sulit untuk digambarkan. Terkejut, kecewa, luka, dan juga rindu yang tersirat dalam. Berada di antara mereka membuat Pandu mendadak merasa berada di dunia yang berbeda. Keadaan itu berlangsung cukup lama sampai suara tunangan Yoo-ill membuyarkannya. "Wah, dunia ini sempit sekali, ya. Ternyata wanita yang ingin kamu kenalkan itu Windi, Pan?" tanya Ji-hyun pada Pandu. Pandu dan Ji-hyun merupakan teman saat duduk di bangku SMA dulu, sementara Yoo-ill adalah temannya di saat kuliah. Itu sebabnya Pandu sangat antusias menghadiri pesta pertunangan ini karena kedua calon pengantin adalah temannya. "Kamu kenal Windi?" Pandu balik bertanya dengan heran. Ji-hyun melirik Yoo-ill yang masih menatap Windi tanpa jeda, lalu bergelayut manja di lengan lelaki itu. Lewat sikapnya itu ia ingin memberi tahu Windi bahwa Yoo-ill adalah miliknya. "Bukan aku yang kenal Windi sec
Windi mematut pantulan dirinya yang ada di cermin. Sungguh ia merasa takjub sendiri melihat penampilannya dalam balutan gaun malam berwarna maroon itu. Gaun pesta ala mermaid membungkus tubuh Windi yang sintal dengan indah, menonjolkan bagian-bagian tertentu dalam porsinya yang pas. Setelah merasa cukup puas dengan gaun pilihannya, Windi pun keluar dari kamar ganti itu.Pandu yang menunggu di luar kamar ganti spontan berdiri dengan bola mata membesar saat melihat Windi keluar. Mulutnya ternganga, terpesona akan kecantikan Windi yang tak biasa."Bagaimana, Kak? Cocok, tidak?" tanya Windi malu-malu. Pandu tidak menjawab, hanya tepuk tangannya yang menggema ke seantero toko. "Kamu cantik sekali, Win. Super-duper-cantik!" puji Pandu sambil berdecak panjang."Kak Pandu ini bisa saja. Jangan berlebihan, Kak. Jangan buat aku malu," ucap Windi dengan bibir mengerucut, sedikit protes, tetapi tetap saja pipinya merona."Aku tidak berlebihan. Coba saja tanya pada pramuniaga itu," sahut Pandu. "
Windi terkesiap, ia terduduk, spontan menjauh dari Pandu. Napasnya masih tersengal dan wajahnya masih memerah karena lonjakan libido. "Maaf, Kak. Aku tidak bisa melakukannya. Maafkan aku kalau mengecewakanmu," ujar Windi sambil menenangkan debaran jantungnya."It's okay, Win. Aku juga minta maaf karena telah lepas kendali tadi," ujar Pandu dengan kepala menunduk."Tidak apa, Kak. Ini salah kita berdua, jadi mari jadikan pelajaran saja," kata Windi berusaha untuk bijak.Pandu mengangguk."Silakan mandi dan ganti pakaianmu, aku akan menunggu di luar," kata Pandu.Ia keluar dari kamar, lanjut menuju dapur lalu meminum segelas air dingin. Ia butuh meredakan gelora hasratnya yang masih membara.Sementara itu, di Seoul. Sebuah acara yang mempertemukan dua keluarga baru saja berakhir. Tn. Han tampak antusias melepas kepergian tamu mereka. Tangannya tak henti melambai, dan senyumnya juga tak henti mengembang. Di sampingnya Yoo-ill berdiri dengan ekspresi datar.Mereka yang baru saja pergi ada