"Masuklah," ujar Tn. Han begitu ia melihat Windi berdiri canggung di depan pintu.
"Siaboji ... tentang kejadian di kantor, a--,"
"Aku tahu kamu tidak bersalah, Windi," potong Tn. Han. "Tetapi aku tidak bisa berbuat banyak kali ini, karena semua anggota dewan direksi sepakat untuk menurunkanmu dari jabatan direktur."
"Aku sama sekali tidak keberatan, tetapi ... izinkan aku memberi klarifikasi. Bagaimanapun juga, nama baikku sedang dipertaruhkan saat ini." Windi berusaha membujuk Tn. Han.
"Kamu tidak usah khawatir. Media sudah berhasil kita kuasai. Namamu tidak akan muncul lagi dalam pencarian di internet," tukas Tn. Han.
Windi terdiam dengan kepingan-kepingan kecewa di hatinya. Dari kata-kata Tn. Han ia bisa menilai sedikit pun tidak ada tersirat kekhawatirannya tentang Windi. Tindakan meredam media ia lakukan bukan untuk Windi, melainkan nama baik Han Group.
Sekalipun media berhasil diredam, tapi image yang tertanam di benak masyarakat tetap
Kondisi Yoo-ill sudah tampak membaik saat Ny. Ko, Yoo-na, dan Windi sampai di rumah sakit. Ny. Ko menangis terharu sambil memeluk putra kesayangannya itu."Berjanjilah pada Eomma bahwa kamu tidak akan pernah mengulanginya lagi," pinta Ny. Ko penuh harap."Benar, Oppa. Jika kau tidak ingin Eomma gila, jangan pernah lakukan lagi," ucap Yoo-na menimpali.Yoo-ill mengangguk. Ia mencium tangan ibunya berkali-kali sambil meminta maaf."Di mana Windi, Eomma?" tanyanya kemudian."Windi? Dia berdiri di sampingmu, sayang," jawab Ny. Ko.Ia meraih tangan Yoo-ill dan Windi, lalu mempertemukannya. Yoo-ill dan Windi sama-sama terdiam, hanya tangan mereka yang saling menggenggam dengan erat.Ny. Ko mengerti. Ia pun menggamit lengan Yoo-na lalu mengajaknya meninggalkan mereka berdua."Kalian berbicaralah berdua, Eomma dan Yoo-na menemui dokter dulu," kata Ny. Ko.Ibu dan anak itu pun keluar dari kamar itu, meninggalkan Yoo-ill dan
[Empat tahun kemudian]Windi sedang berada di sebuah lobby gedung, menunggu panggilan wawancara kerja. Ia merapikan roknya, tanpa sengaja tangannya menyenggol perempuan yang duduk di sampingnya. Perempuan yang sedang membaca majalah Forbes itu meringis kaget."Excuse me," ujar Windi meminta maaf.Perempuan itu mengangguk tipis, lalu kembali mengalihkan pandangannya ke majalah yang beberapa saat lalu ia abaikan.Windi mengamati perempuan itu dari ujung kepala sampai kaki, dan mendadak merasa tidak percaya diri dengan penampilannya sendiri.Perempuan itu memakai jas maroon dengan rambut digulung membentuk sanggul kecil. Sebuah jepit berhias batu permata menghiasi bagian sisi kepalanya. Tampak elegan dan profesional.Sementara Windi mengenakan rok sepan dan blazer warna hitam. Rambutnya yang sebahu ia biarkan tergerai begitu saja. Untung ada kacamata yang membuat penampilannya menjadi lebih profesional. Dengan tubuh mungilnya, orang-orang
Windi melangkah canggung menuju lobby, melewati Seo Da-Mi yang tengah bersiap memanggil pelamar berikutnya untuk di wawancarai."Wah, singkat sekali, Nona," ujarnya.Windi menghentikan langkahnya, lalu memutar tubuh menghadap wanita itu."Ya, begitulah," jawab Windi pasrah. Lalu undur diri, pamit meninggalkan kantor JoonSoo Ratings yang masih terlihat sibuk dengan ratusan agendanya.Satu minggu berlalu, di hari Senin yang cerah Windi menerima surel dari JoonSoo Ratings yang menawarkan posisi Financial Analyst, dengan bayaran yang cukup menggiurkan untuknya. Dalam surel itu disebutkan, jika bersedia dengan tawaran itu, ia harus melapor paling lambat tiga hari setelah email diterima. Tentu saja Windi menerima tawaran itu dengan senang hati, karena itu berarti dirinya sudah resmi menjadi pegawai JoonSoo Ratings.***Tiga hari kemudian, tepat di hari Kamis, dalam cuaca pagi yang cerah Windi melangkahkan kakinya dengan penuh semangat memasuki ged
Windi berdiri, menyambut uluran tangan pria itu."Senang bertemu dengan Anda, Pak Han. Mohon bimbingannya," jawab Windi sopan."Tidak usah panggil 'pak'. Panggil aku Ji-wan saja. Di tim kita semuanya dipanggil nama depan," kata Han Ji-wan. "Ayo, aku kenalkan dengan anggota tim yang lain."Windi pun menuruti ajakan Han Ji-Wan. Beberapa saat kemudian dia sudah berjalan di belakang pria tampan itu, menyusuri sisi-sisi cubicle yang berada di seberang cubicle Windi.Dari perkenalan singkat itu, Windi hanya mampu mengingat dua orang yaitu Jaeon dan So-Hyun karena berada di tim yang sama. Selebihnya mungkin ia butuh waktu lebih untuk mengingat mereka."Divisi Ji-Wan menangani industri-industri yang berhubungan dengan pertambangan, kehutanan, dan energi," jelas Jaeon pada Windi. "Tim kita menangani pertambangan," tambahnya.Windi hanya menganggukkan kepala mendengar penjelasan Jaeon. Windi cukup senang dengan anggota timnya, karena sikap mereka sang
Setelah satu minggu lebih mempelajari proyek-proyek Jisung Mine & Co, Windi menemukan ada kejanggalan atas rating A yang diraih oleh perusahaan itu.Tambang-tambang Jisung Mine & Co belum ada yang menghasilkan. Perusahaan itu tergolong masih baru dan belum memiliki track record yang cukup."Ji-Wan-ssi, menurutku perusahaan Jisung Mine & Co ini tidak layak untuk mendapatkan rating A. Tambang yang mereka kelola masih pada tahap awal begini," adu Windi pada Han Ji-Wan siang itu.Ji-Wan tidak menanggapi aduan Windi. Dia hanya mengangkat bahu, seolah tidak berminat untuk mendiskusikan lebih lanjut."Selesaikan tugasmu saja, Win. Buat prospektusnya tanpa banyak tanya," jawab Ji-Wan dingin.Sesaat, Windi terpaku di tempatnya berdiri. Ia merasa ada yang aneh dengan sikap dingin yang Ji-Wan tunjukkan. Bahasa tubuh pria itu seolah mengatakan, "Jangan campuri keputusanku.""Baiklah. Maaf sudah mengganggu waktumu," sahut Windi, lalu bergegas
Windi berjalan menuju cubiclenya dengan galau. Sikap Tn. Kim benar-benar menguras energinya. Sebisa mungkin ia ingin menghindari Manajer HRF itu, tapi sebagai karyawan baru ia bisa berbuat apa selain menurut perintah atasan?Lagi pula Windi juga tidak ingin keberadaannya menarik perhatian. Sebisa mungkin ia ingin membangun karir dengan nyaman tanpa ada gosip miring sedikit pun.Sudah cukup pengalaman masa lalu saat ia menjadi Direktur Han Enterprise memberinya pelajaran berarti bahwa gosip buruk memang bisa menghancurkan hidup seseorang, dan Windi adalah bukti nyatanya.Han Ji-Wan lewat di depan cubicle Windi sambil melempar pandangan lewat sudut matanya. Ia melihat Windi sedang fokus menatap layar komputer yang ada di depannya."Serius sekali, sih. Apakah dia tidak melihatku lewat?" batin Ji-Wan penasaran.Ia bahkan mondar-mandir hingga tiga kali di depan cubicle gadis itu, tapi tetap saja pandangan Windi sedikit pun tidak teralihkan.Sadar
Sibuk dengan tugas prospektus Jisung Mine & Co yang sedang ia kerjakan, membuat Windi lupa dengan waktu. Ia tidak sadar jika waktu sudah menunjukkan pukul tujuh lewat.Tidak banyak lagi karyawan yang masih berada di kantor di hari Jumat malam itu. Maklum saja, siapa sih yang mau menghabiskan weekend dengan setumpuk berkas?Meski begitu, tidak terlihat tanda-tanda Windi akan mengakhiri jam kerjanya. Ia tetap fokus menyelesaikan prospektus itu agar bisa diserahkan sebelum tenggat waktu habis.Lagi pula memang tidak ada alasan yang membuatnya harus pulang lebih awal. Paling hanya televisi dan tumpukan baju yang belum disetrika yang dengan setia menunggu kepulangannya.Dalam suasana hening begitu, tiba-tiba Tn. Kim masuk ke cubicle Windi tanpa permisi."Baguslah kamu masih di sini. Kamu tidak melupakan janji makan malam kita, 'kan?" tanyanya tanpa basa-basi.Windi kaget dengan kedatangan Tn. Kim yang begitu tiba-tiba.
"Han Tae Joon?!" seru Windi kaget.Kaki Windi lemas seketika. Ia nyaris saja terjatuh, tapi logika membawanya kembali pada realita. Tanpa memedulikan panggilan itu, Windi kembali tegak lalu mempercepat larinya."Taxi!" panggilnya pada taxi yang lewat.Rasa syukur tak henti-henti meluncur dari mulutnya karena taxi itu kosong. Tanpa membuang waktu, Windi naik ke taxi itu."Cepat jalan, Pak," perintahnya setelah menyebutkan alamat tujuannya.Sementara itu Han Tae Joon pun tidak mau menyerah begitu saja. Ia yakin yang dilihatnya itu Windi. Gadis yang selama empat tahun ini ia cari keberadaannya.Begitu melihat Windi masuk ke dalam taxi, Tae Joon pun langsung mengikutinya dari belakang.Taxi yang membawa Windi terus melaju menyusuri jalan kota Busan yang padat. Windi tidak menyadari jika Tae Joon sedang membuntutinya."Berhenti di sini saja, Pak," ujar Windi ketika mereka sampai di depan sebuah komplek
Windi terpaku di tempatnya berdiri, sementara matanya tak berkedip menatap Yoo-ill. Untuk beberapa saat ia hanya berdiri mematung dengan ekspresi bingung, terlebih saat melihat tangan Yoo-ill yang terulur padanya. Ia pun tersadar tak lama kemudian. Dengan raut wajah gelisah dan bingung, Windi mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Ia baru sadar kalau kursi-kursi di gereja itu telah banyak yang ditinggalkan penghuninya. Hampir separuh dari tamu undangan itu pergi setelah mengetahui pengantin prianya sosok yang berbeda.Di barisan paling depan Windi berharap menemukan keluarga Pandu, tetapi barisan itu pun terlihat lengang. Hanya rekan kerjanya yang setia menyaksikan acara pemberkatan itu sampai selesai."Ha-ni-yah. Apa yang terjadi. Mana Kak Pandu dan keluarganya?" tanya Windi dengan mata berkaca-kaca.Ha-ni yang bertugas sebagai bridesmaids tak bisa menyembunyikan rasa bersalahnya kepada Windi. Ia menghampiri Windi lalu memeluknya dengan erat. "Maafkan aku, Win. Aku tidak bisa m
Satu jam sebelumnya. Di ruang tunggu pengantin pria, Pandu bercengkrama dengan sejumlah tamu yang merupakan teman kuliahnya dulu. Ternyata perihal pertunanganan Yoo-ill yang batal telah menyebar luas di kalangan mereka."Aku tidak mengerti dengan cara pikir si Yoo-ill itu. Padahal kalau aku tidak salah dengar, ini pertunangannya yang kedua kali. Yang pertama dulu, belum sempat dikenalin ke publik, masih di kalangan internal perusahaan aja. Tapi, hanya beberapa bulan, Yoo-ill memutuskan wanita itu secara sepihak," kata salah satu di antaranya."Tapi aku dengar wanita itu ada skandal dengan salah satu pamannya," kata yang lain pula.Namun, pria yang lain membantah dengan gerakan tangannya. "Itu tidak benar. Kamu lupa kalau aku juga bekerja di Han Enterprise? Skandal itu adalah hoaks yang diciptakan oleh Han Tae Soo, paman Yoo-ill yang lain, karena ingin menurunkan tunangan Yoo-ill dari kursi direktur.""Gila. Parah juga persaingan di perusahaan itu.""Paman Yoo-ill yang satu itu memang
Untuk beberapa saat Windi terpaku di tempatnya berdiri karena tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang. Windi tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya saat melihat Yoo-ill sedang bersandar di mobilnya dengan kedua tangan yang sibuk memainkan ponsel. Windi juga heran bagaimana Yoo-ill bisa tahu tempat kerjanya."Yoo-ill? Kamu kenapa bisa ada di sini? Kamu tahu dari mana aku kerja di sini?" Windi mencecar Yoo-ill tanpa jeda.Yoo-ill mendekat tanpa melepaskan tatapannya dari wajah Windi, wajah wanita yang selama beberapa tahun terakhir ini terus mengusik hati dan pikirannya bahkan di saat tidur."Aku sudah menerima undangan pernikahanmu. Jujur ... aku kaget sekali karena tidak menyangka kalian akan menikah secepat itu," ujar Yoo-ill mengabaikan pertanyaan Windi."Apanya yang aneh? Kami memang sudah merencanakan sejak lama, hanya sedikit dipercepat saja karena keluarga Pandu inginnya begitu," jawab Windi beralasan. Padahal ia sendiri yang meminta hal itu pada Pandu, karena tidak i
Dua hari berlalu. Di kediaman keluarga Han sedang terjadi ketegangan. Pasalnya adalah kepulangan Yoo-ill setelah tiga hari menghilang pasca membatalkan pertunangannya dengan Ji-hyun.PLAK! PLAK!Tamparan keras dari tangan Tn. Han mendarat di wajah Yoo-ill. Tidak hanya sekali, tetapi berkali-kali. Masih tak puas juga, tetua keluarga Han itu juga menendang Yoo-ill dengan kakinya yang memakai sepatu pantofel. Sakit? Jangan ditanya. Ringis kesakitan dari Yoo-ill sudah menjawab semua itu, betapa sakit tubuhnya yang didera pukulan bertubi-tubi dari sang ayah.Sementara Ny. Ko hanya bisa menangis tersedu sambil menahan kaki sang suami agar berhenti memukuli buah hatinya."Cukup, Yeobo. Jangan pukuli Yoo-ill lagi. Berhenti memukuli kepalanya, matanya masih sangat rentan dengan guncangan. Tolong berhentilah!" pinta Ny. Ko yang kalut melihat luka di kening Yoo-ill. Ia takut sekali penglihatan Yoo-ill kembali bermasalah akibat pukulan itu.Namun, Tn. Han mengabaikan rengekan istrinya. Matanya y
Dengan penuh tanda tanya Windi menyeret langkah menuju pintu, lalu mengintip lewat peephole yang ada di sana. Windi mengernyit heran saat melihat wajah Ji-Hyun di sana. Tak ingin memendam rasa penasarannya lebih lama, ia pun membuka pintu itu."Ji-Hyun?! Ada keperluan apa kamu di sini?" "Aku mau bicara." Dengan lancangnya, Ji-Hyun menerobos masuk lalu berkeliling kamar, masuk ke kamar mandi, membuka pintu lemari seolah sedang mencari sesuatu. Setelah gagal menemukan apa yang dicari, dia pun duduk di sofa yang tersedia di sudut kamar."Kamu sendiri?" tanyanya dengan tatapan menyelidik."Bersama Pandu. Dia sedang membeli makanan ke luar."Ji-hyun tak percaya. "Kenapa tidak pesan di restoran hotel saja?""Dia lagi pengen makan masakan Indonesia. Di restoran hotel ini tidak ada," jawab Windi asal. Padahal ia tidak tahu pasti Pandu ke mana, karena lelaki itu pergi saat dirinya sedang mandi.Windi menghela napas panjang, menutup pintu, lalu duduk di pinggir ranjang, berhadapan dengan Ji-hy
"Aku senang sekali, Win. Memang itu yang aku mau. Tetapi, kalau aku boleh tau, apa alasan kamu tiba-tiba ingin mempercepat pernikahan kita?" Pandu bertanya tak sabar setelah mereka berada di hotel. Tadi ia terpaksa beralasan ada pekerjaan mendadak sehingga bisa pamit lebih awal dari pesta pertunangan Yoo-ill dan Ji-hyun. Meskipun ia sendiri heran dengan sikap Windi yang bersikeras untuk pulang, tetapi demi kenyamanan sang kekasih hati ia pun menuruti permintaan Windi."Tidak ada alasan khusus. Melihat Kak Pandu dikelilingi wanita-wanita cantik saat di pesta tadi membuatku berpikir sepertinya aku harus segera mengikatmu dengan cincin pernikahan," jawab Windi beralasan. Padahal ia melakukan itu karena takut hatinya kembali goyah oleh Yoo-ill. Windi takut, nama Yoo-ill yang telah terkubur di hatinya hidup kembali karena terbayang tatapan laki-laki itu yang dipenuhi rasa bersalah saat menatapnya tadi. Sementara ia sudah berkomitmen dengan Pandu. Pandu dan keluarganya adalah orang-orang
Pandu heran melihat Yoo-ill dan Windi terdiam dengan tatapan saling bertaut, sementara wajah mereka menggambarkan ekspresi yang sulit untuk digambarkan. Terkejut, kecewa, luka, dan juga rindu yang tersirat dalam. Berada di antara mereka membuat Pandu mendadak merasa berada di dunia yang berbeda. Keadaan itu berlangsung cukup lama sampai suara tunangan Yoo-ill membuyarkannya. "Wah, dunia ini sempit sekali, ya. Ternyata wanita yang ingin kamu kenalkan itu Windi, Pan?" tanya Ji-hyun pada Pandu. Pandu dan Ji-hyun merupakan teman saat duduk di bangku SMA dulu, sementara Yoo-ill adalah temannya di saat kuliah. Itu sebabnya Pandu sangat antusias menghadiri pesta pertunangan ini karena kedua calon pengantin adalah temannya. "Kamu kenal Windi?" Pandu balik bertanya dengan heran. Ji-hyun melirik Yoo-ill yang masih menatap Windi tanpa jeda, lalu bergelayut manja di lengan lelaki itu. Lewat sikapnya itu ia ingin memberi tahu Windi bahwa Yoo-ill adalah miliknya. "Bukan aku yang kenal Windi sec
Windi mematut pantulan dirinya yang ada di cermin. Sungguh ia merasa takjub sendiri melihat penampilannya dalam balutan gaun malam berwarna maroon itu. Gaun pesta ala mermaid membungkus tubuh Windi yang sintal dengan indah, menonjolkan bagian-bagian tertentu dalam porsinya yang pas. Setelah merasa cukup puas dengan gaun pilihannya, Windi pun keluar dari kamar ganti itu.Pandu yang menunggu di luar kamar ganti spontan berdiri dengan bola mata membesar saat melihat Windi keluar. Mulutnya ternganga, terpesona akan kecantikan Windi yang tak biasa."Bagaimana, Kak? Cocok, tidak?" tanya Windi malu-malu. Pandu tidak menjawab, hanya tepuk tangannya yang menggema ke seantero toko. "Kamu cantik sekali, Win. Super-duper-cantik!" puji Pandu sambil berdecak panjang."Kak Pandu ini bisa saja. Jangan berlebihan, Kak. Jangan buat aku malu," ucap Windi dengan bibir mengerucut, sedikit protes, tetapi tetap saja pipinya merona."Aku tidak berlebihan. Coba saja tanya pada pramuniaga itu," sahut Pandu. "
Windi terkesiap, ia terduduk, spontan menjauh dari Pandu. Napasnya masih tersengal dan wajahnya masih memerah karena lonjakan libido. "Maaf, Kak. Aku tidak bisa melakukannya. Maafkan aku kalau mengecewakanmu," ujar Windi sambil menenangkan debaran jantungnya."It's okay, Win. Aku juga minta maaf karena telah lepas kendali tadi," ujar Pandu dengan kepala menunduk."Tidak apa, Kak. Ini salah kita berdua, jadi mari jadikan pelajaran saja," kata Windi berusaha untuk bijak.Pandu mengangguk."Silakan mandi dan ganti pakaianmu, aku akan menunggu di luar," kata Pandu.Ia keluar dari kamar, lanjut menuju dapur lalu meminum segelas air dingin. Ia butuh meredakan gelora hasratnya yang masih membara.Sementara itu, di Seoul. Sebuah acara yang mempertemukan dua keluarga baru saja berakhir. Tn. Han tampak antusias melepas kepergian tamu mereka. Tangannya tak henti melambai, dan senyumnya juga tak henti mengembang. Di sampingnya Yoo-ill berdiri dengan ekspresi datar.Mereka yang baru saja pergi ada