"Sialan!" umpat wanita itu."Maaf Nona, aku tidak sengaja. Apa kau baik-baik saja?" tanya Cia Li merasa bersalah. Padahal wanita itulah yang menabraknya lebih dulu."Matamu buta yah? Lihat, Gara-gara kau, isi tas ku jadi berserakan dimana-mana!" wanita itu memaki-maki Cia Li. Ia seperti orang yang sedang kesetanan.Sementara itu, Guan Lin dan yang lainnya membantu mengumpulkan barang-barang yang tercecer dan memasukkannya kembali ke dalam tas wanita itu."Nona, ini tas mu. Aku sudah mengeceknya dan tidak ada barang yang rusak. Kau tidak perlu sampai memakinya, tolong jaga sikap mu. Sekaya apapun kau, tidak sepantasnya memperlakukan orang lain seperti itu." Guan Lin menyerahkan kembali tas itu pada pemiliknya."Kau berani sekali berbicara seperti itu pada ku! Kau tidak tau siapa aku?!" wanita itu malah berbalik menantang Guan Lin."Aku tau, kau anak dari keluarga Fu. Nona Fu Lian, aku tidak menyangka kau norak sekali! Kalau kau mau, aku bisa mengganti tas mu itu dengan edisi keluaran t
Weekend kali ini Cia Li dan Jiao Ling punya janji untuk membantu sahabat mereka yang bernama Shen Junyo melamar kekasihnya. Mereka bertiga sudah bersahabat dekat sejak sekolah menengah atas. Dia adalah salah satu murid laki-laki populer di sekolah mereka. Dia pintar, tampan, dan kaya raya."Cia, malam ini kau mau pakai baju apa? Aku bingung mau mengenakan pakaian model apa. Mau pakai pakaian formal juga ini bukan acara yang begitu formal. Mau pakai pakaian santai juga tidak sopan. Mau tampil glamour juga sepertinya terlalu berlebihan!" Jiao Ling terduduk lemas di samping Cia Li yang tengah asyik menonton acara chartoon kesukaannya."Pakai pakaian yang sopan dan nyaman saja. Tidak perlu terlalu berlebihan." Cia Li menjawab seadanya. Ya, dia tau, Jiao Ling sahabatnya itu selalu heboh jika ingin pergi ke suatu acara. Dia ingin selalu jadi pusat perhatian semua orang."Hufft! jawabanmu tidak membantu sama sekali!" dia memberengut kesal."Ya lalu aku harus jawab seperti apa? Akukan sudah m
Ling Yue melihat Cia Li begitu akrab dengan orang-orang yang ada di sana. Dia tidak pernah menunjukkan tawa selepas itu sebelumnya. Dan lagi, siapa laki-laki asing yang berada di sebelahnya itu? Kenapa tatapan matanya seperti memuja gadis itu?"Ma, siapa laki-laki yang pakai setelan jas abu-abu itu?" tanya Ling Yue penasaran."Yang mana? Yang inikah maksud mu?" nyonya Ling mengzoom kameranya."Ya, benar yang itu!" balasnya mengangguk cepat."Oo, dia itu kakak laki-lakinya calon istri Junyo. Apa kau mengenalinya?" nyonya Ling mengernyitkan dahinya. Tak biasanya sang anak bertanya seperti itu padanya.'Pria ini nampak cukup berbahaya untuk kelangsungan hubungan ku dengan Cia Li!" Ling Yue membatin tak senang.'Aku harus berbuat sesuatu!' pikirnya, kemudian mendapatkan sebuah ide bagus."Mama, aku akan datang ke acara itu. Tolong kirimkan lokasinya, aku ingin mengucapkan selamat untuk Junyo." "Kau tidak salah? Bukannya kemarin pas Mama mengajak mu, katanya kau sibuk?" nyonya Ling semaki
"Begini, Junyo-" Cia Li nampak ragu.Sementara itu Ling Yue malah menyeringai santai di tempat duduknya.Junyo menaikkan sebelah alisnya, ia menunggu penjelasan dari gadis itu."Hufft!""Aku dan dia dulunya pernah satu ekstrakulikuler di sekolah. Kau tau kan, aku bergabung dengan tim pengawasan lingkungan alam. Kami kebetulan berada di kelompok yang sama, dan dari sanalah akhirnya kami saling mengenal satu sama lain," jelas Cia Li kemudian.Ling Yue yang mendengar penjelasan dari gadis itupun menghembuskan nafas kasar. Dia sepertinya sengaja mengelak. Walaupun apa yang dikatakannya itu juga tidak salah."Kakak, kau ikut ekstrakulikuler itu ternyata? Kenapa aku tidak pernah tau? Bukannya kau ikut tim basket dan club renang yah?" Junyo menyipitkan matanya sambil mengingat-ingat kembali masa sekolahnya dulu."Aku sengaja ikut ekstrakulikuler itu diam-diam. Aku tidak ingin para penggemar beratku ikut-ikutan masuk untuk membuntuti ku. Aku ingin tenang dan menikmati waktu ku sendiri. Dan ya
"Ngomong-ngomong, kursi nomor 100 ada di mana?" tanya Ling Yue sambil menaikkan sebelah alisnya. Semua orang cengo melihat kedatangan sang Presdir yang tiba-tiba. Mereka tidak menyangka sama sekali, sebelum akhirnya seorang pemandu bus yang ada di ujung sana tersadar. "Mari Presdir, saya antarkan ke kursi nomor 100," ucapnya sambil bergegas menghampiri sang Presdir, lalu kemudian menuntunnya untuk sampai ke kursi yang dimaksud. Cia Li melihat Ling Yue dengan tatapan tak suka. Lagi-lagi ia harus berdekatan dengan pria menyebalkan itu. Kenapa selalu ada dia di mana-mana? Ingin rasanya Cia Li menendang pantat sang Presdir agar segera enyah dari hadapannya. Namun, apa boleh buat, dia tentu tidak bisa melakukannya. Bisa-bisa dirinyalah yang akan ditendang dari muka bumi ini. "Nona Cia? Wah, kebetulan sekali aku mendapatkan tempat duduk di sebelahmu," sapa Ling Yue pura-pura tak tau. Padahal dia dan Chen Li lah yang merencanakan itu semua. "Aah, Presdir. Sungguh suatu kebetulan yang tid
Sontak, semua orang yang ada di sana pun langsung menoleh ke arah sumber suara. Tanpa mereka sadari, Ling Yue sudah sedari tadi memperhatikan interaksi keduanya secara diam-diam. Ingin rasanya ia menendang jauh-jauh bocah tengik itu sampai ke ujung alam semesta ini."Kenapa tidak boleh?" tanya Guan Lin dengan beraninya. Ia seperti tidak ada takut-takutnya dengan sang Presdir.Amarah Ling Yue mulai meradang. Sorot matanya kini berubah tajam menatap laki-laki yang bernama Guan Lin itu. Sebisa mungkin ia menekan rasa kesalnya. Tidak lucu kan kalau seorang CEO sampai berkelahi dengan salah satu karyawannya."Hei bocah! Kau lihat kan, tidak ada satu pun orang yang pergi berkeliaran dari kelompoknya, kecuali kau!" kesabaran Ling Yue benar-benar sedang diuji."Memangnya kenapa? Semua tugas ku kan sudah selesai," jawabnya enteng sambil bersidekap tangan.Cia Li yang melihat keduanya tidak ada yang mau mengalah, khawatir akan terjadinya sesuatu yang buruk. Terlebih lagi, Ling Yue sudah nampak
"I-iya..., Nona, begini-" Guan Lin terbata-bata menjawab pertanyaan Cia Li. Ia takut kalau identitas aslinya terbongkar. "Ya?!" alis mata Cia Li terangkat sebelah. Ia menunggu jawaban dari adik rekannya itu. Namun, sepertinya ia tampak ragu dan berpikir keras. "Hmm, aku bisa jaga rahasia kalau kamu mau berbagi cerita," tawar gadis itu kemudian. Dia bukannya ingin mendesak atau ikut campur dalam urusan pribadi adik rekannya itu. Tujuannya hanya ingin memastikan kalau bocah nakal itu bukanlah seorang mata-mata ataupun orang jahat. Cia Li juga bukan tidak mempercayainya, namun di dunia kerja seperti ini bukan tidak mungkin apapun bisa terjadi. Gurunya dulu selalu berpesan, agar ia berhati-hati terhadap semua orang yang ditemuinya di dunia kerja. Ia tidak boleh percaya pada sembarang orang, apalagi sampai memberitahukan tentang rahasia pribadinya. Bahkan konon katanya, kebanyakan orang yang menusuk kita itu adalah orang terdekat kita sendiri. "Apa Nona bisa ku percaya?" Guan Lin berali
Ling Yue yang mendengar teriakan itupun segera berlari menuju ke tempat gadis itu berada. Dia mengandalkan penerangan seadanya dari pantulan cahaya luar. Tubuhnya bahkan beberapa kali menabrak benda-benda yang ada di sekitaran sana, sebelum akhirnya ia bisa sampai ke depan pintu kamar mandi tersebut. Tok, tok, tok! "Cia?" panggilnya sambil terus mengetok pintu. "Presdir? Kenapa lampunya mati?" suara gadis itu terdengar bergetar. Ia sangat ketakutan hingga meneteskan air mata. "Aku juga tidak tau. Apa kau baik-baik saja?" tanyanya khawatir. "A-aku takut!" jawabnya dengan suara terisak. Ling Yue yang mendengar suara gadis itu bergetar pun semakin khawatir. Rasanya ia ingin menerobos masuk ke dalam sana, tapi itu tidak mungkin. Dia harus cari cara lain. "Apa kamu sudah selesai mandi?" tanya Ling Yue kemudian. "Belum, aku baru saja habis cuci muka dan menyikat gigi," jawabnya dengan polos. Pria itu terdiam sejenak, "Mmm, begini saja, di dekat lemari penyimpanan handuk itu ada juba
"Kalau aku bilang keberatan bagaimana?" jawabnya tenang namun terkesan seperti tengah menantang. "Apa Kau juga menyukainya?" Suo menyeringai samar. "Menurutmu?!" dua orang itu saling melempar tatapan tajam. "Hentikan!" lerai Cia Li yang tak tahan melihat sikap kekanakan mereka. "Aku ingin makan siang dengan tenang. Jadi, kalian tolong jangan bertengkar lagi!” "M-maaf Nona Cia. Gara-gara aku waktu makan siangmu jadi terganggu. Aku jadi tidak enak hati karena sudah membuatmu merasa tidak nyaman,” sesal Suo merasa bersalah. "Tidak Tuan Choi, bukan begitu maksudku." Cia Li jadi merasa canggung. Dia bingung harus menjelaskannya bagaimana. "Lebih baik kita makan sekarang. Waktu jam istirahat kantor kami tak banyak. Kami harus segera kembali begitu selesai makan." Ling Yue benar-benar pandai membalikkan situasi. Dia berkata seolah-olah Suo adalah pengganggu di antara mereka. Padahal, dirinyalah yang tiba-tiba datang seenaknya ke tempat itu. 'Bajingan sialan! Dia pandai sekali menyudutk
"Presdir, ini tuan Choi Suo yang akan bekerja sama dengan perusahaan kita. Beliau adalah pemilik rumah sakit Gionsang yang terkenal itu!" bisik Chen Li menjelaskan siapa sosok pria asing itu."Aaah ... selamat pagi Tuan Choi!" Ling Yue mengulurkan tangannya pada pria itu. Walau bagaimanapun dia tetap harus bersikap profesional dalam urusan pekerjaannya.Pria bernama Choi Suo itupun menerima uluran tangannya dengan senyum hangat. "Senang bisa bekerjasama dengan perusahaan Anda Tuan Ling. Ku dengar, pasokan obat-obatan yang kalian produksi semuanya memiliki standar yang tinggi. Kolega bisnisku dari Swiss bercerita banyak tentang kualitas obat-obatan dari perusahaan kalian.""Ya, itu memang benar. Bahkan, pasaran obat-obatan kami hampir mendominasi di seluruh wilayah daratan Europa dan Asia!" Ling Yue sengaja menyombongkan diri di depan pria bernama Choi Suo itu.Ntah kenapa, semenjak pertemuan pertama mereka di acara lamaran sepupunya Junyo waktu itu, dia merasa langsung tidak suka pada
"Ingat apa?" tanya Cia Li santai sambil memakan makanannya."Kakak, Kau ingat tidak? Dulu Kau pernah hampir tidak tidur semalaman karena membuatkan roti kukus untuk salah satu temanmu di sekolah," ujar Fang Li teringat kejadian waktu itu.Mata Cia Li langsung terbelalak kaget mendengar ungkapan sang adik. Ya, dia ingat! Malam itu dia memang sengaja memaksa Fang Li untuk ikut menemaninya membuat roti kukus diam-diam hingga pukul 4 pagi."Aku jadi penasaran, siapa kira-kira orangnya? Apa Kak Ling Yue tau tentang teman-temannya kakakku? Aku jadi kepikiran, mungkinkah kak Cia punya pacar di sekolahnya?"Ling Yue menaikkan sebelah alisnya. "Roti kukus? Kapan?" ia mulai cemburu mendengar cerita Fang Li. Apa mungkin gadis itu punya pacar diam-diam tanpa sepengetahuannya? Bukannya apa, tapi Ling Yue diam-diam selalu menyelidiki tentangnya. Dan menurut informasi yang dia dapat, gadis itu tidak pernah pacaran sama sekali dengan siapapun waktu itu.'Atau ... apa aku kecolongan?!' Ling Yue mengep
Keesokan harinya. Tok, tok, tok! "Cia?!" panggil seseorang dari luar sana. "Cia ... buka pintunya! Ini Mama!" Mata Cia Li seketika terbuka lebar. "Mama?!" pekiknya sambil terduduk kaget dari tidurnya. "Tunggu sebentar ... aku akan segera ke sana!" teriaknya. Dengan gerakan cepat, gadis itu buru-buru merapikan tempat tidurnya, lalu kemudian menyikat gigi dan mencuci muka. "Hah ... bisa bahaya jika Mama sampai tau kalau aku belum juga bangun di jam segini!" gumamnya kemudian sambil menyemprotkan pelembab wajah seala-kadarnya. "Ke mana perginya anak itu? Apa dia tidak mendengar suara kita?" gerutu sang mama dari balik luar pintu apartement gadis itu. "Teleponku juga tidak diangkat. Sepertinya kakak masih tidur," sahut Fang Li, adiknya Cia Li. "Cia-" panggilnya terpotong. Ceklek! Pintu itu tiba-tiba terbuka. "Astaga!" ketiga orang itu terjengit kaget. "He he he ... Maaf, tadi aku sedang menyikat kamar mandi, jadi tidak mendengar ada orang yang datang," alasannya berkilah. "Ayo m
1 detik ... 2 detik ... 3 detik ... 4 detik ... hingga, 5 detik berlalu .... 'Astaga! Apa yang sudah terjadi?!' batin Cia Li yang kembali tersadar dari keterkejutannya. Dia bergegas bangkit dari tubuh sang Presdir. Sejenak pria itu masih tertegun tak percaya, hingga tak lama kemudian, diapun dapat meraih kembali kesadarannya. "He'em!" dehemnya canggung. Ia menjadi salah tingkah dan menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Telinganya juga nampak memerah. "Ma-maafkan aku Presdir. Aku tidak sengaja-" ucap Cia Li terpotong. "Tidak apa-apa, itu bukan salahmu, he he he!" sela Ling Yue dengan cepat. Dia tertawa canggung seperti sedang dibuat-buat. "Ayo kita masuk saja sekarang!" ajak Ling Yue kemudian sambil meraih tangan gadis itu untuk ikut masuk bersamanya. Ingin protes pun, pria itu sudah lebih dulu menyeret tangannya. Di depan sana, pendeta Han Sui sudah menunggu kedatangan mereka. Pria tua itu duduk bersila sambil memejamkan mata, bak seperti orang yang sedang bermeditasi. Dia
"Kau? Apa yang Kau lakukan padanya?!" bentak Ling Yue dengan nada tinggi."Ma-maaf ... aku tidak sengaja menumpahkan kuah Soup panas ke tangannya," akui Fu Lian sambil tertunduk salah.Ia sengaja berpura-pura mengiba untuk menarik simpati orang-orang yang ada di sana. Tapi, percayalah ... dalam hatinya ia bersorak ria melihat gadis sok cantik itu merintih kesakitan. Ia berharap, tangan gadis itu melepuh. Dia sungguh wanita yang kejam."Apa?! Tersiram kuah Soup? Astaga! Kau benar-benar-, aaargh ...!" Ling Yue rasanya ingin memarahi wanita itu habis-habisan. Tapi, terpaksa ia tahan karena melihat kondisi Cia Li yang harus segera mendapatkan pertolongan. Keselamatan gadis itu jauh lebih penting.Ling Yue kemudian segera beranjak untuk menggendongnya. "Chen Li, panggilkan Dokter untuk mengobati Cia!" titahnya pada sang sekretaris."Hum, baik Presdir."Selepas kepergian keduanya, orang-orang yang ada di sana pun mulai berbisik satu sama lain. Ini pertama kalinya mereka melihat sang Presdir
"Kenapa Kau bisa ada di sini?!" tanya Ling Yue dengan kening berkerut."Tentu saja aku akan ikut serta dalam acara perusahaanmu. Tante bilang, Kau dan semua karyawanmu sedang ada acara hiburan rutin tahunan. Kupikir, akan sangat seru jika aku bergabung dengan kalian. Aku sudah mendapatkan izin dari tante Ling sebelumnya. Kata tante, itu bagus untuk membangun hubungan baik denganmu ...," ucapnya sambil tersenyum manis.Mungkin, dia kira Ling Yue akan senang dengan kedatangannya ke tempat itu. Padahal pria itu tengah kesal setengah mati dengan kehadirannya yang tiba-tiba. Kalau saja bukan karena penyelidikan kasus kebakaran pabrik perusahaannya sebelumnya, Ling Yue pasti sudah langsung mencekik leher gadis itu dan membuangnya ke tengah hutan terdalam, lalu membiarkan jasadnya hilang dimakan binatang buas!Tapi, apa boleh buat ... dia terpaksa harus banyak bersabar dan mengikuti alurnya secara perlahan, agar semua kedok busuk wanita sialan itu terbongkar."Hah ... Baiklah. Aku akan mengi
Semua orang tampak berpikir keras. Mereka menerka-nerka, apa maksud dari kalimat petunjuk tersebut."Matahari? Bentuknya bulat dan terang. Terbit dari arah timur, yang kalau disesuaikan dengan lokasi kita saat ini itu tepatnya berada persis di area hutan kecil belakang penginapan. Apa mungkin petunjuk ini menyuruh kita pergi ke arah sana?" ujar Tang Luo dengan wajah penuh tanda tanya."Hmm, cukup masuk akal," sahut Cia Li sambil mangguk-mangguk memikirkan kemungkinan tersebut."Ku rasa petunjuk ini memang menggiring kita untuk pergi ke area itu. Dilihat dari cara pemilihan katanya yang menggunakan arah mata angin, sudah pasti petunjuk tersebut merujuk pada sebuah tempat. Seperti yang kita tau, orang kuno dulu menggunakan arah mata angin sebagai patokan suatu wilayah." Ling Yue setuju dengan apa yang rekan timnya itu katakan. Setelah menela'ah lebih jauh, otak jeniusnya memikirkan hal yang sama."Kalau begitu tunggu apa lagi, ayo kita pergi ke sana! Kalau Presdir yang sudah berkata sep
Ling Yue menjadi gelisah seketika. Dia mencoba mengingat-ingat kembali apa yang terjadi pada mereka sebelumnya. Seingatnya, dia terakhir kali hanya memeluki gadis itu sembari menceritakan tentang hal-hal ringan untuk mengalihkan rasa takutnya. Hanya itu dan tak ada lagi yang terjadi setelahnya. Ya, dia cukup yakin dengan apa yang di ingatnya! Sibuk melamun dan berpikir, tanpa sadar ternyata gadis yang berada dalam pelukannya tersebut mulai menggeliat. Ling Yue yang merasa adanya pergerakan pun langsung panik dan kembali berpura-pura tidur. Ia tidak ingin disalah-pahami atas situasi yang terjadi saat ini pada mereka. Menurutnya, itu bukan salahnya dan bukan juga salah gadis itu. Ini semua adalah murni kesalahan listrik yang tiba-tiba padam itu, pikirnya. Awas saja, nanti ia akan menegur pihak pengelola karena sudah lalai dalam menjaga keamanan tempat tersebut. Untung saja tidak terjadi apa-apa pada mereka semua. "Mmmh...," lenguhnya, tanda gadis itu sudah mulai sadar kembali. "Hoaam