Beranda / Romansa / Yes, I Do / Bab 101. Tidak Bisa Mengubah Masa Lalu

Share

Bab 101. Tidak Bisa Mengubah Masa Lalu

Penulis: Adelia17
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-03 02:15:09

“Papa, Mama, ada yang ingin aku katakan,” ujarku begitu masuk di dalam kamar.

Berhubung Mama masih terlihat sibuk dengan ponselnya, Papa berdeham sambil melirik ke arah Mama.

Dengan raut wajah kesal, Mama duduk di sebelah Papa, menungguku bicara.

“Ada apa, Kee?” tanya Papa beralih menatapku.

“Aku akan langsung bicara agar tidak terlalu lama,” jawabku sambil melirik ke arah Mama, “sebenarnya aku memiliki kekasih, namanya Lilian. Aku serius menjalin hubungan dengannya.”

“Apa kalian sudah akan menikah dalam waktu dekat?” tanya Papa. Tentu saja Papa hanya pura-pura bertanya di depan Mama. Papa sudah tahu jawabanku. Namun, bukan itu inti aku bicara malam ini.

“Sebelum membicarakan tentang pernikahan, aku membutuhkan restu dari Papa dan Mama,” jawabku penuh harap.

“Aku sudah bertemu Lilian di Singapura. Anaknya cantik, manis, cerdas, dan sopan.” Papa menambahkan.

“Jika ada kesempatan, aku pasti akan mengajaknya berkenalan dengan Mama juga,” sahutku antusias.

Tak lupa aku juga menunjukkan f
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
senja_awan
beda Lilian beda lagi masalah Keenan...kenapa sama para emak2 ini hahhaahaja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Yes, I Do   Bab 102. Mau Dibawa Ke Mana Hubungan Ini?

    Lilian POV“Kee, aku tidak bisa bernapas,” ujarku setelah sekian menit membiarkan Keenan memelukku erat.“Aku kangen kamu banget,” bisik Keenan.“Iya, tapi … ini sesak,” jawabku berusaha melepaskan diri.Aku mendorong Keenan pelan hingga dia melepaskan pelukannya.“Hei, ada apa?” tanyaku terkejut melihat Keenan berkaca-kaca.“Sudah kubilang … aku kangen kamu banget,” ujar Keenan sambil melangkah masuk dan duduk di sofa.Aku menutup dan mengunci pintu. Aku lantas menghampiri Keenan dan bertanya, “Mau minum apa?”“Mau peluk kamu lagi, boleh?” Bukannya menjawab, Keenan justru balik bertanya.“Tidak boleh,” ringisku, “belum halal … nanti takut ketagihan kan repot aku.”Keenan tertawa pelan.“Sudah bisa bercanda, nih,” sahut Keenan sambil menarik tanganku agar duduk di sebelahnya.“Memangnya kemarin-kemarin nggak bisa?” tanyaku balik.“Enggak … kamu bawaannya nangis dan sedih melulu,” jawab Keenan cepat.“Masa sih? Nih … senyumku.” Aku tersenyum selebar mungkin.“Kamu terlihat lebih bahagi

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-03
  • Yes, I Do   Bab 103. Menerima

    Keenan POVAku heran dan sekaligus takjub dengan pernyataan Lilian yang tidak keberatan menunggu Mama sampai mau merestui hubungan kami. Dia bahkan mengatakannya seolah-olah tidak ada beban apa pun.Aku sadar Lilian ini gadis yang polos. Akan tetapi, aku tidak menyangka kalau dia sepolos ini. Aku jadi merasa terlalu memanfaatkan dirinya. Apa itu tidak masalah?“Aku benar-benar mencintaimu, Li. Aku tidak pernah main-main dengan hubunganku,” ucapku lirih.“Iya, aku tahu,” sahut Lilian sambil tersenyum jenaka.“Li, apa kamu tahu … seorang gadis yang terlalu lama berkencan dengan seorang pria itu biasanya dianggap kurang baik lho. Orang bisa menganggapku sebagai pria yang tidak bertanggung jawab,” ujarku.“Mereka tidak tahu masalah yang sedang kita hadapi dan kita tidak mungkin membuat pengumuman untuk menjelaskan mengenai hal itu. Pertanyaannya, apa mereka bisa membantu kita? Enggak, ‘kan? Bodo amatlah mereka mau bilang apa,” kata Lilian sambil mengibaskan tangannya.Seketika aku hanya m

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-03
  • Yes, I Do   Bab 104. Will You Marry Me?

    Lilian POVAstaga! Ini sangat memalukan. Bagaimana bisa Keenan memelukku seperti itu tadi? Aarrgghh! Aku pasti diledekin Cheryl.Cukup lama aku membiarkan Keenan mengetuk pintu kamar hingga akhirnya tidak terdengar suara ketukan lagi. Apa yang dilakukan Keenan sekarang?Aku perlahan membuka pintu untuk mengintip dan ternyata Keenan sedang sibuk menyuci di dapur.Laki-laki tampan yang menjadi kekasihku ini sebenarnya sangat baik hati. Namun, kalau seperti tadi itu sikapnya sangat menjengkelkan.Eh, tapi … dia itu kekasihku. Seharusnya tidak ada masalah kalau dia ingin memelukku. Aarrgghh! Sudahlah! Aku jadi bingung dan kesal sendiri kalau begini.Sekarang aku harus bagaimana? Hm, baiklah … aku akan bersiap saja dan bersikap sebiasa mungkin.Sekitar lima belas menit kemudian …Aku keluar dari kamar dalam keadaan sudah rapi dan berjalan menghampiri Keenan yang sedang melongo sambil melihat ke arahku.“Kamu mau ke mana?” tanya Keenan.“Kencan,” jawabku singkat.“Kamu tidak marah denganku?

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-03
  • Yes, I Do   Bab 105. Maju Terus

    Aku terus memandangi Keenan yang masih setia berlutut sambil memegangi kotak beludru berukuran kecil yang berisi cincin berlian dengan satu mata. Hingga akhirnya aku memutuskan untuk mengangguk.“Iya, aku akan setia berada di sisimu, Kee,” jawabku sambil mengusap air mata yang sudah mengalir di pipi.Pun terlihat Keenan ikut berkaca-kaca dan menghela napas. Dia perlahan mengeluarkan cincin dari dalam kotak dan menyematkan pada jari manis tangan kiriku.Setelah itu tanpa sungkan, Keenan memeluk dan membelai rambutku.“Aku mencintaimu, Lilian. Aku sangat mencintaimu,” ucap Keenan, “mari kita menjalani kehidupan ini bersama-sama.”“Iya,” sahutku yang sudah tidak bisa berkata-kata lagi.“Selamat, Li! Selamat, Kee!” Itu suara Om Danendra.Aku dan Keenan melepaskan pelukan. Kami lalu menoleh sambil mengusap air mata dan menyambut pelukan Om Danendra dan Tante Iva.“Selamat, Li! Tante senang sekali,” ucap Tante Iva yang ternyata ikut menangis terharu.“Terima kasih, Om, Tante,” sahut Keenan.

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-03
  • Yes, I Do   Bab 106. Bersiap untuk Kembali

    “Aku masuk kamar dulu ya,” ujarku tanpa suara sambil memberi tanda pada Keenan.Keenan mengangguk dengan menampilkan jempolnya.Cukup lama aku menunggu Keenan menelepon papanya hingga aku memutuskan untuk kembali ke kamar terlebih dahulu.Hari ini kami semua, termasuk Cheryl dan Dokter Raffa akan kembali ke tempat tinggal kami masing-masing. Jadi, aku akan menggunakan waktu untuk berkemas.Baru saja aku selesai memeriksa tempat tidur, lemari, dan kamar mandi untuk memastikan tidak ada barang yang tertinggal, bel kamar berbunyi.Aku bergegas melangkah menuju ke arah pintu dan membukanya.“Hai! Sudah selesai?” tanyaku pada Keenan sambil membuka pintu lebih lebar agar dia bisa masuk ke dalam kamar.“Sudah. Maaf ya, lama,” ucap Keenan.“Tidak apa-apa,” jawabku.“Papa sudah tahu kalau kemarin aku melamarmu.” Keenan berkata sambil duduk di sofa.Pun aku ikut duduk di sampingnya.“Bagaimana Om Mario tahu? Apa kamu cerita padanya?” tanyaku tidak terkejut.Namanya orang tua memang sudah selaya

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-09
  • Yes, I Do   Bab 107. Pamit

    Aku tidak percaya Mama dan Mama Keenan sampai bersedia merendahkan hatinya agar kami bisa segera melaksanakan pernikahan. Ah, ini rasanya masih seperti mimpi.Keenan sebenarnya dalam beberapa hari ke depan sudah bisa kembali ke Singapura. Namun, dia menunda kepulangannya karena sekalian ingin mengurus acara pernikahan kami.Jadi, kami memutuskan untuk menyerahkan semua urusannya pada tim event organizer untuk memudahkan dan acaranya akan dilaksanakan di Pulau Bali.Sesudah bicara dengan Keenan, aku bergegas bangkit dan masuk ke dalam kamar mandi. Aku berencana untuk mengunjungi Cheryl.Sekitar tiga puluh menit kemudian …Aku sudah sarapan dan sudah rapi. Namun, sebelum melangkah menuju ke unit apartment Cheryl, aku kembali duduk di sofa untuk mengirimkan pesan terlebih dahulu. Jangan sampai aku datang dan Cheryl sedang pergi!“Ryl, apa kamu ada di unit apartment? Aku mau ke sana.” Tanpa ragu, aku mengirimkan pesan pada Cheryl.Tak menunggu waktu lama, sahabatku itu langsung membalas p

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-09
  • Yes, I Do   Bab 108. Menghadapi Realita

    “Sebenarnya, kedatangan saya dan Lilian kemari mau sekalian pamit, Om,” jelas Keenan saat melihat raut wajah bingung Om Danendra.“Lho … nanti kalian pasti akan kembali juga, ‘kan?” tanya Om Danendra.“Iya, tapi kami akan lebih sering berada di Indonesia,” jawab Keenan.“Tidak apa-apa. Selagi kita masih berpijak di bawah langit yang sama maka artinya kita belum berpisah. Om dan Tante pasti akan mengunjungi kalian. Sebaliknya kalian tidak boleh lupa mengunjungi Om dan Tante.” Om Danendra berkata.“Kami tidak mungkin lupa sama Om dan Tante,” jawabku masih terisak.“Bukankah Om dan Tante sudah menganggap Lilian sebagai anak kandung sendiri? Pun Lilian sudah menganggap Om dan Tante sebagai orang tuanya. Mudah-mudah saya bisa sering-sering mengajak Lilian main ke Singapura,” ujar Keenan.“Saya juga masih punya unit apartment di sini. Jadi, kami pasti bisa sering datang berkunjung,” sambungku dengan sok yakin.Keenan hanya mengangguk setuju.“Tante merasa bahagia melihat kalian akan segera

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-09
  • Yes, I Do   Bab 109. Menerima Diri Sendiri

    Keenan terlihat tidak enak hati saat melihat mamanya tidak menyapaku dengan benar. Namun, aku tetap mempertahankan senyum dan sikapku yang tenang sebagai bentuk dukungan.Seperti yang aku katakan bahwa ini adalah realita yang harus kami hadapi. Baik calon mama mertua maupun mamaku sendiri sama-sama memiliki luka yang tidak mungkin disembuhkan oleh aku dan Keenan.Kalau dipikir-pikir, sebenarnya aku dan Keenan tidak melakukan kesalahan apa pun. Tante Louisa dan Mama terluka karena diri mereka sendiri. Namun, satu-satunya cara agar kami tetap dapat melangkah adalah menerima keadaan diri sendiri.Keadaannya memang calon mama mertua maupun mamaku menganggap Keenan dan aku ini anak-anak yang menyebalkan.Keadaannya memang calon mama mertua maupun mamaku menganggap Keenan dan aku ini penyebab luka yang mereka alami.“Apa kalian sudah makan siang?” tanya Om Mario.Aku melirik ke arah jam dengan rantai emas yang melingkar di pergelangan tanganku. Saat ini sudah lewat jam makan siang.“Sudah,

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-09

Bab terbaru

  • Yes, I Do   Bab 116. New Member

    Aku melihat ke sekeliling ruang kamar VVIP, tempat aku dirawat sekarang. Hingga pandanganku berakhir pada sosok bayi perempuan mungil di dalam pelukanku.Namanya Gina, yang berarti wanita kuat. Aku ingin anakku tumbuh menjadi wanita kuat, tidak seperti aku yang suka menangis dan selalu terlihat lemah.Masih teringat rasa sakit saat kontraksi dan tak kunjung melahirkan. Namun, semuanya itu terbayarkan dengan rasa bahagia yang membuatku seketika melupakan rasa sakitnya.Saat ini, Keenan, Papa Mario, Mama Louisa, Papa, Mama, Tante Iva, dan Om Danendra sedang berada di dalam kamar, tempat aku dirawat.Begitu tahu aku merintih kesakitan, Mama Louisa mengajakku ke rumah sakit dan di dalam perjalanan beliau menghubungi semua orang terdekat.Aku tahu kalau keinginanku untuk melahirkan di Singapura memang tidak mungkin menjadi kenyataan karena Keenan tidak mengizinkanku bepergian. Meskipun demikian, aku tetap menaruh harapan bisa pergi ke Singapura di detik-detik menjelang mau melahirkan.Aku h

  • Yes, I Do   Bab 115. Perubahan Sikap

    Untungnya, aku tidak sampai memuntahkan makan siangku. Namun, rasa mual membuatku sedikit lemas.Ketika aku keluar dari salah satu toilet yang ada di dalam mall ini, Keenan ternyata sudah menungguku di dekat pintu masuk toilet.“Apa kamu baik-baik saja?” tanya Keenan terlihat khawatir.“Baik. Hanya saja, bagaimana dengan Om Danendra dan Tante Iva? Mereka di mana?” Aku bertanya dengan sedikit perasaan tidak enak.“Mereka masih makan. Kita kembali, yuk!” ajak Keenan.Aku hanya mengangguk mengikuti Keenan.“Jangan dimakan kalau tidak selera, Li!” tegur Tante Iva.Aku memandangi makanan di atas piring yang ada di hadapanku dengan perasaan bersalah. Tapi, aku sungguh-sungguh tidak mampu memakannya lagi.“Maaf, Om, Tante,” ucapku lirih.“Eh, tidak apa-apa. Sudah … jangan dilihat terus! Nanti mual lagi.” Tante Iva menarik piringku.Sesudah Keenan, Om Danendra, dan Tante Iva menghabiskan makanan, kami segera beranjak dari tempat itu.“Li, kamu belum makan lho,” ujar Keenan.“Tidak apa-apa. Ta

  • Yes, I Do   Bab 114. Sebuah Tanda

    Tiga bulan kemudian …Sejak menikah, selain menjadi istri dan ibu rumah tangga, status aku berubah menjadi pengangguran akut.Dalam sebulan, hanya sesekali saja aku merancang desain untuk produk mainan anak yang dibuat oleh Keenan. Sisa waktu yang lain, aku gunakan untuk membersihkan rumah, masak, pergi ke cafe terdekat, dan melakukan perjalanan ke Singapura.Biasanya, aku melakukan perjalanan ke Singapura kalau Keenan ada pekerjaan di Jakarta dan Singapura. Jadi, aku sengaja menghindari bertemu keluargaku dengan melakukan perjalanan ke Singapura terlebih dahulu. Nanti aku pulang ke Pulau Bali bersama Keenan.Di Singapura, aku membersihkan unit apartmentku dan mengunjungi Tante Iva. Bersama Tante Iva, aku jalan-jalan dan wisata kuliner.Seperti sekarang, aku dan Tante Iva sedang mencicipi hidangan laut yang ada di salah satu pujasera.“Huaaa … ini enak sekali, Li! Kamu tahu nggak, Tante sudah lama ingin makan di sini. Hm, sepertinya sejak sebelum kamu menikah, tapi Om tidak pernah mau,

  • Yes, I Do   Bab 113. I Love You

    “Eee ….”Aku bahkan belum mulai bicara, tiba-tiba Keenan kembali melumat bibirku dan beralih menghisap leher bagian bawah. Itu sangat geli hingga membuatku tertawa kecil.Jangan lupakan tangannya yang mulai meremas kedua benda kenyal milikku! Pun ciumannya semakin turun sampai tulang selangka miliku.“Kee …! Aaaaahh.” Akhirnya lolos juga desahanku ketika merasakan lumatan di ujung salah satu bukit kembarku.Tubuhku benar-benar terasa tegang dan sepertinya Keenan bisa merasakan itu.“Maaf,” ucap Keenan tepat di telingaku, “tapi, aku sudah boleh melakukannya, bukan?”“Boleh,” sahutku singkat.Suamiku ini lucu juga. Sudah melakukan sampai sejauh ini baru minta maaf. Lagipula, aku bukannya keberatan, melainkan lebih ke arah malu dan khawatir karena belum pernah melakukannya.Di dalam hati, aku terus mencoba mengingat-ingat perkataan Cheryl agar tetap santai walaupun kenyataannya praktik itu sangat susah.“Baik. Kamu yang santai, Sayang!” ujar Keenan sambil mengusap-usap kepalaku.“Pelan-p

  • Yes, I Do   Bab 112. Bulan Madu

    Keenan dan aku memang memilih untuk membuat acara pernikahan yang sederhana karena kami adalah pribadi yang tidak menyukai acara-acara besar.Jadi, kesederhanaan yang kami putuskan tidak ada sangkut pautnya dengan sikap Mama.Berhubung acara kami sangat sederhana, usai makan dan berbincang, kebanyakan tamu langsung pamit sehingga tidak sampai malam, keseluruhan acara sudah selesai.“Terima kasih untuk semua tim event organizer, tim dekorasi, salon, bridal, fotografer, video, pembawa acara, souvenir, dan semua tim yang terlibat. Kalian sudah bekerja keras hingga acara pernikahan saya dan istri dapat berjalan dengan lancar,” ucap Keenan sebelum mereka semua pulang.Mendengar Keenan menyebutku sebagai istri, membuatku sedikit tersipu. Status yang baru ini masih terdengar aneh di telingaku.“Sebelum pulang, jangan lupa makan dulu, ya!” sambungku.Keenan dan aku lantas pamit untuk masuk ke kamar hotel.Wah, iya … aku hampir saja lupa. Sekarang aku dan Keenan sudah akan tinggal di satu kama

  • Yes, I Do   Bab 111. Acara yang Sederhana

    Aku melihat Mama Louisa meletakkan tas di atas meja. Beliau lantas mengeluarkan sebuah kotak beludru berwarna merah dari dalam tasnya dan duduk di sebelahku.“Lilian, Mama minta maaf karena sewaktu pertama kali kita bertemu, Mama terkesan tidak menyukaimu, pun Mama menolak membuat gaun pengantin untukmu. Itu semua bukan karena Mama membencimu,” jelas Mama Louisa.“Iya, Ma ….”“Mama juga tidak pernah membenci Keenan,” potong Mama dengan suara pelan, “mungkin Keenan sudah menceritakan semuanya padamu.”Aku hanya diam karena tidak tahu harus berkata jujur atau tidak.“Tidak apa-apa. Jangan khawatir! Mama tidak marah,” sambung Mama Louisa sambil tersenyum.Cantik!Astaga! Mama mertuaku cantik sekali kalau tersenyum begini. Hidungnya mancung. Kulitnya masih kencang. Beliau bahkan tidak memiliki kantong mata.“Ma, Keenan sangat sedih ….” Aku tidak melanjutkan perkataanku karena tidak ingin salah bicara. Aku tidak mau memanfaatkan suasana.“Mama tahu dan di sini Mama memang sudah melakukan k

  • Yes, I Do   Bab 110. Pertemuan Keluarga

    “Apa yang bisa Papa lakukan sekarang? Papa ingin bertanggung jawab dan ingin marah karena kalian menolak. Akan tetapi, Papa bisa memaklumi keputusan kalian,” ujar Papa Mario.Aku dan Keenan diam-diam saling berpandangan. Namun, kami tidak memberikan tanggapan. Kami tetap pada pendirian kami untuk menjalani semuanya sendiri sampai akhir.Ting!Papa Mario, aku, dan Keenan praktis menoleh ke arah ponsel milik Keenan yang dia letakkan di atas meja. Itu tanda ada pesan yang masuk.Keenan meraih ponsel dan membuka layarnya.“Dari Mama,” ujar Keenan, “katanya di hari pernikahan kita sudah ada yang memesan gaun pengantin.”“Baik, tidak apa-apa. Aku sudah punya alternatif. Nanti aku akan membuat janji,” jawabku sambil tersenyum.Sebenarnya, aku sudah bisa menduga jawaban ini. Mama Louisa pasti tidak ingin mencampuri urusan kami.Kecewa itu pasti. Aku masih manusia. Ada rasa nyeri di hati karena merasa diabaikan. Namun, melihat raut wajah Keenan yang jelas terlihat sedih, membuatku praktis memb

  • Yes, I Do   Bab 109. Menerima Diri Sendiri

    Keenan terlihat tidak enak hati saat melihat mamanya tidak menyapaku dengan benar. Namun, aku tetap mempertahankan senyum dan sikapku yang tenang sebagai bentuk dukungan.Seperti yang aku katakan bahwa ini adalah realita yang harus kami hadapi. Baik calon mama mertua maupun mamaku sendiri sama-sama memiliki luka yang tidak mungkin disembuhkan oleh aku dan Keenan.Kalau dipikir-pikir, sebenarnya aku dan Keenan tidak melakukan kesalahan apa pun. Tante Louisa dan Mama terluka karena diri mereka sendiri. Namun, satu-satunya cara agar kami tetap dapat melangkah adalah menerima keadaan diri sendiri.Keadaannya memang calon mama mertua maupun mamaku menganggap Keenan dan aku ini anak-anak yang menyebalkan.Keadaannya memang calon mama mertua maupun mamaku menganggap Keenan dan aku ini penyebab luka yang mereka alami.“Apa kalian sudah makan siang?” tanya Om Mario.Aku melirik ke arah jam dengan rantai emas yang melingkar di pergelangan tanganku. Saat ini sudah lewat jam makan siang.“Sudah,

  • Yes, I Do   Bab 108. Menghadapi Realita

    “Sebenarnya, kedatangan saya dan Lilian kemari mau sekalian pamit, Om,” jelas Keenan saat melihat raut wajah bingung Om Danendra.“Lho … nanti kalian pasti akan kembali juga, ‘kan?” tanya Om Danendra.“Iya, tapi kami akan lebih sering berada di Indonesia,” jawab Keenan.“Tidak apa-apa. Selagi kita masih berpijak di bawah langit yang sama maka artinya kita belum berpisah. Om dan Tante pasti akan mengunjungi kalian. Sebaliknya kalian tidak boleh lupa mengunjungi Om dan Tante.” Om Danendra berkata.“Kami tidak mungkin lupa sama Om dan Tante,” jawabku masih terisak.“Bukankah Om dan Tante sudah menganggap Lilian sebagai anak kandung sendiri? Pun Lilian sudah menganggap Om dan Tante sebagai orang tuanya. Mudah-mudah saya bisa sering-sering mengajak Lilian main ke Singapura,” ujar Keenan.“Saya juga masih punya unit apartment di sini. Jadi, kami pasti bisa sering datang berkunjung,” sambungku dengan sok yakin.Keenan hanya mengangguk setuju.“Tante merasa bahagia melihat kalian akan segera

DMCA.com Protection Status