Claudia menarik nafas panjang, “Inilah yang harus kucari tau, Fira. Gilang menyembunyikan semua informasi tentangmu padaku. Dia hanya mengatakan bahwa dia punya tanggung jawab menjagamu. Apa sebenarnya yang terjadi di antara kalian?”
Zafira terdiam, tak mungkin dia menceritakan pada Claudia apa yang menyebabkan mereka berdua terikat dalam pernikahan ini.
“Gilang banyak berubah sejak bersamamu, Fira. Padahal aku yang bertahun-tahun menemaninya tak pernah bisa merubah karakternya, begitupun dengan Om Irawan. Apa kau tau seperti apa hubunganku dengan Gilang sebelumnya?”
Zafira menggeleng.
“Dulu hanya aku satu-satunya wanita dalam kehidupan Gilang. Aku menjadi pusat dunianya. Bahkan saat aku memilih melanjutkan kuliah di Paris, hampir setiap mempunyai waktu luang Gilang mengunjungiku ke sana. Dulu, aku selalu bisa menebak perasaannya karena di sana hanya ada aku dan rasa rindunya padaku.” Sete
Claudia meraih ponselnya di atas meja sekembalinya gadis itu dari toilet, dia sedikit heran meliat ada bekas-bekas tangisan di mata Zafira. Ponsel Claudia kembali berdering saat ponselnya sudah berada dalam genggamannya. Hatinya berbunga-bunga saat melihat nama Gilang serta foto Gilang yang terpampang di layar ponselnya. Dengan senyum sumringah, Claudia menggeser tombol menjawab di ponselnya tanpa menyadari bahwa Zafira yang masih berada di hadapannya sedang tertunduk menahan perasaannya.“Aku sedang di kafe.”“Oh, tadi ke toilet sebentar.”“Nggak apa.”“Aku sedang bersama ....”Zafira buru-buru meletakkan telunjuknya di bibirnya. Dia bisa menebak jika Gilang sedang menanyakan Claudia sedang bersama siapa saat ini.“Teman.”“Baiklah, aku akan mengabarimu. Mau mengantarku ke bandara?”“Bye!”Claudia menutup p
“Ada yang ingin kau ceritakan padaku, Fira? Aku merasa ada sesuatu yang kau sembunyikan dariku.”“Nggak, Mas.”Gilang mulai melajukan mobilnya meninggalkan tempat parkir klinik. Gilang menyetir santai sambil bersenandung mengikuti irama lagu “You Are The Reason” milik Calum Scott, lagu kesuakaan Gilang. Sesekali lelaki itu bersenandung sambil melirik Zafira seolah menyatakan bahwa lirik lagu itu ditujukannya untuk Zafira. Ada desiran halus menelusup di dada Zafira mendapat perlakuan romantis seperti itu dari suaminya. Namun sekuat tenaga Zafira menahan perasaannya dan hanya memasang ekspresi datar, meskipun hatinya seperti sedang diisi oleh ribuan kupu-kupu yang beterbangan. Begitu indah.Seandainya saja hubungannya dan Gilang adalah sebuah hubungan normal suami istri, maka tentulah saat ini Zafira sangat bahagia. Namun Zafira sadar siapa dirinya, Zafira teringat kembali dengan foto yang terpampang di ponsel Claudia tadi
“Bukan seperti yang kamu bayangkan, Fira. Aku menyuruh anak buahku mengikuti Claudia selama masih di sini hanya karena takut terjadi apa-apa dengannya, bagaimana pun hanya aku dan papa yang dekat dengannya di sini.”“Tapi aku tau bagaimana perasaanmu padanya, dan bagaimana hubungan kalian selama ini. Aku enggak mau membiarkanmu masuk terlalu jauh dalam kehidupanku jika kamu juga menjanjikan hal yang sama pada wanita lain. Kuharap kita berdua tetap memegang apa yang sudah kita sepakati. Jangan terlalu memberi perhatian lebih padaku! Aku tak ingin hidupku kembali hancur hanya karena tak mampu mengendalikan perasaanku.”“Mengendalikan perasaanmu? Apa kau juga memiliki perasaan padaku, Fira?” lirih Gilang.Lidah Zafira terasa kelu, dia tak dapat menjawab pertanyaan Gilang. Hati kecilnya pun menanyakan hal yang sama namun Zafira sendiri tak dapat menjawabnya. Zafira menggeleng lemah, ada setetes benin
Malam ini, Gilang betul-betul memperlakukan Zafira bak permaisuri. Bahkan beberapa ART di rumah besar itu kelihatan terheran-heran melihat tingkah bucin Tuan Muda mereka. Bagi mereka semua, kehadiran Zafira di rumah besar itu merupakan anugerah. Bagaimana tidak, Tuan Muda yang dulu setiap harinya hanya memasang wajah datar tanpa ekspresi, serta irit bicara dan hanya berbicara jika sedang memerintah atau jika sedang marah. Sekarang setiap saat terlihat tersenyum, meskipun senyumnya hanya ditujukannya pada Zafira seorang. Namun semua yang melihat senyum Tuan Muda yang dikenal tempramen itu bisa ikutan tersenyum. Bahkan Maria, pelayan yang menjadi saksi hidup semua kejadian terjadi di apartemen Gilang terlihat meneteskan air mata haru ketika melihat gadis malang itu akhirnya mendapatkan cinta yang tulus dari Tuan Mudanya.“Mau nambah, Sayang?” tanya Gilang saat mereka lagi makan malam bertiga dengan Irawan.“Nggak, Mas. Aku bisa ambil sendi
Gilang merasakan kulit leher dan pipi Zafira yang terasa memanas yang menandakan bahwa istri mungilnya itu sedang merasa grogi. Gilang tersenyum tipis dan menikmatinya, dia semakin iseng ingin menggoda Zafira. Ada perasaan bangga ketika Gilang menyadari bahwa dia adalah lelaki pertama yang menyentuh gadis polos yang sedang berada dalam pelukannya itu. Zafira menggeliat kecil ketika merasakan bibir Gilang yang kenyal dan hangat menempel di kulit lehernya. Gilang sengaja menggigit kecil lehel Zafira, membuat gadis itu semakin menggelinjang tak karuan. Buru-buru Zafira melepaskan paksa kungkungan tangan kekar Gilang, kemudian membalikkan badannya berhadapan dengan Gilang. Sementara Gilang terus menatapnya dengan sorot mata yang membuat Zafira bergidik, dia tau suaminya itu sedang menahan sesuatu.“Aroma tubuhmu membuatku gila, Fira.” Suara Gilang terdengar berat.“Ayo masuk, Mas. Anginnya udah mulai kencang.” Zafira b
Gilang memacu mobilnya ke club malam yang disebutkan oleh anak buahnya. Tak lama setelah tiba di sana, Gilang melihat Claudia yang tengah mabuk berat sedang digerayangi oleh beberapa pria yang juga terlihat tengah mabuk. Gilang menerobos masuk dan menarik tangan Claudia dari kerumunan pria mabuk itu.“Kamu gila, Cla!” bentak Gilang.“Heiiii, kamu siapa? Ohhh kamu Gilang ya? Kenapa baru mencariku? Aku merindukanmu, Sayang.” Claudia sempoyongan dan meracau khas orang yang sedang mabuk.“Ayo, kuantar pulang!” Gilang berteriak di sela-sela suara bising di Club malam.“Nggak mau!!” seru Claudia. “Aku nggak mau pulang kerumahku! Aku mau ikut denganmu! Aku merindukanmu Gilang.” Caludia mengusap-usap rahang Gilang kemudian bergelayut manja pada lengan kekar Gilang.“Hentikan, Cla!”Caludia terlihat marah dan menatap Gilang dengan mata yang memerah.
Gilang menarik nafas panjang mengingat kejadian di mana dia hampir saja menggagahi Claudia. Ketika itu mereka berdua sudah dalam keadaan hampir tanpa busana. Namun Gilang tersadar ketika mendengar tangisan Claudia sesaat sebelum hal itu terjadi.“Aku menyesal kenapa waktu itu tak menyerahkannya padamu, Gilang. Mungkin dengan begitu kamu tak akan meninggalkanku. Waktu itu aku hanya ingin menjaga harga diriku di depanmu. Aku hanya ingin benar-benar memberikannya padamu saat kita telah resmi menikah. Aku hanya ingin benar-benar menjadi wanita yang baik dan membanggakanmu. Tapi semua itu sudah tak ada gunanya lagi sekarang,” ucap Claudia terbata-bata.“Cla, justru seharusnya kamu bersykur waktu itu kita diselamatkan dari dosa. Seharusnya kamu bersyukur bahwa kamu bisa mempertahankan kehormatanmu dan memberikannya pada suamimu kelak.”“Nggak! Aku hanya ingin kamu, Gilang. Aku nggak mau yang lain.”Suara C
Gilang masih duduk di kursi di sisi tempat tidur Claudia. Pria itu pun merasa sangat mengantuk karena baru sempat tertidur beberapa saat ketika anak buahnya menelpon dan mengabarkan tentang Claudia. Gilang melihat Claudia masih bergerak-gerak dan membolak-balikkan tubuhnya di balik selimutnya. Itu artinya gadis itu belum terlelap. Rasa ngantuk berat yang melanda Gilang membuat pria itu memilih merebahkan kepalanya di tepi tempat tidur Claudia sementara tubuhnya masih pada posisi duduk. Gilang pun akhirnya terlelap dengan posisi duduk sambil menyandarkan kepalanya di tepi ranjang.Claudia tersenyum tipis ketika melihat justru Gilang lah yang lebih dulu terlelap dibanding dirinya. Claudia mengulurkan tangannya dan menggapai kepala Gilang. Claudia memilih membelai-belai rambut tebal hitam milik Gilang, pria yang seharusnya menjadi miliknya. Namun kini telah menjadi milik wanita lain. Claudia bergerak mendekati Gilang
Gilang memarkirkan mobilnya di parkiran klinik, lalu turun dan membukakan pintu mobil untuk Zafira.“Hati-hati, Sayang,” ucapnya sambil menyambut uluran tangan Zafira.“Jangan berlebihan, Mas. Aku nggak apa-apa.”Gilang menggeleng. “Aku harus berlebihan kalau itu menyangkut kamu dan anak kita. Aku nggak mau kehilangannya lagi.”Akhirnya Zafira mengalah ketika Gilang dengan posesifnya mengantarkannya ke dalam klinik hingga terdengar suara Felix menyapa mereka.“Hai, Fira.”Gilang dan Zafira menoleh. Felix tersenyum dapa Zafira, namun mengabaikan pria posesif di samping wanita itu.“Eh, lu nggak ngeliat gue?” sengit Gilang.Felix tertawa. “Oh, iya. Maaf nggak kelihatan. Makanya jangan terlalu sering di samping Fira, soalnya yang lain nggak kelihatan ditutupi sama auranya dia.”Gilang semakin gusar ketika merasa Felix sedang memprovokasiny
Gilang mengantar Zafira ke klinik dr. Hesty sebelum berangkat bekerja. Telepon dari Felix yang mengajak Zafira bertemu pagi ini benar-benar membuat Gilang gelisah. Maka saat istrinya mengatakan jika Felix mengajak bertemu di klinik tempat Zafira dulu bekerja, Gilang memilih mengantarkan sendiri istrinya ke sana. Meski awalnya Gilang menolak, namun rengekan Zafira membuatnya luluh. Gilang masih ingat bagaimana tadi pagi mereka berselisih paham akibat telepon dari dr. Felix.“Felix minta ketemu Fira, Mas. Katanya ada yang ingin ditanyakan,” ucap Zafira tadi pagi setelah mengibrol dengan Felix di bawah tatapan tajam Gilang.“Ngapain dokter gila itu minta ketemu kamu? Dia masih ngejar-ngejar kamu?”Zafira mengerucutkan bibirnya.“Jangan mulai deh, Mas. Kemarin-kemarin udah enak ngeliat kalian damai,” kata wanita hamil itu.“Aku nggak ngizinin! Kalau mau ketemu suruh ketemu aku saj
Kehamilan Zafira kali ini ternyata masih sama dengan kehamilannya sebelumnya, di mana Gilang lah yang harus setiap hari menahan mual dan tak berselera makan, sedangkan Zafira terpengaruh apa-apa. Ia bahkan makin terlihat segar karena Gilang menyuruh semua ART di rumahnya untuk memperhatikan semua kebutuhan istrinya.“Jangan banyak bergerak!”“Kalau perlu apa-apa bilang sama Maria atau yang lainnya!”“Jangan urusin taman!”“Kalau jalan pelan-pelan!”Serta masih banyak kalimat-kalimat Gilang yang setiap hari harus didengar oleh Zafira. Sesekali Zafira merasa iba jika melihat kondisi Gilang yang justru semakin kurus dan pucat karena mual dan muntah yang dialaminya setiap pagi.Pria itu bahkan beberapa kali mengunjungi dokter untuk meminta obat penghilang rasa mual dan morning sick yang dialaminya. Namun tak ada satu pun obat-obatan yang mempan dan bisa menghilangkan
"SELAMAT ULANG TAHUN PAK GILANG!"Gilang tersenyum membaca spanduk yang terbentang di sana. Gilang baru menyadari jika hari ini adalah hari ulang tahunnya. Perlahan Gilang melangkah ke arah Zafira, lelaki itu tau jika ini semua pasti ide istri kesayangannya itu."Pantasan dari kemarin kamu kelihatan sibuk banget telpon sana sini, ternyata nyiapin ini ya. Terima kasih, Sayang." Gilang mengecup kening istrinya."Uwuwuwuuuu!!!""Ciumnya di bibir dong, Pak Boss!""Ternyata Boss kita romantis banget, ya!"Gilang dan Zafira hanya tersenyum mendengar teriakan-teriakan dari para karyawannya."Cium bibirnya offline dong! Itu adegan khusus, nggak boleh jadi tontonan!" seru Gilang sambil mengedipkan matanya pada Zafira, yang disambut oleh kalimat-kalimat godaaan berikutnya dari para karyawannya pada mereka berdua.Gi
Tanpa kata, Gilang mendorong kursi roda Zafira meninggalkan area pemakaman, diikuti oleh keluarga mereka yang tak pernah lepas mendampingi mereka dan memberi semangat pada kedua orang tua yang baru saja diberi cobaan hidup itu. Selain kedua orang tua Gilang dan Zafira, Felix dan Claudia serta dr. Hesti, bahkan dr. Stella dan dr. Hera pun masih berada di sana menemani Zafira dan Gilang hingga keduanya meninggalkan area pemakaman. Suasana berkabung masih sangat terasa di rumah besar Irawan. Semua keryawan yang bekerja di sana ikit merasakan kesedihan mendalam majikan mereka. Begitupun di dalam kamar Gilang dan Zafira, suasana sunyi sangat terasa. Tak ada percakapan di antara mereka berdua, Gilang dan Zafira hanya bisa saling menatap kemudian saling berpelukan memberi kekuatan entah siapa kepada siapa, karena pada kenyataannya mereka berdua sama-sama terpukul.Zafira menyadari bahwa pada akhirnya semua akan kembali pada takdir masing-masing. Manusia hanya perlu men
Sudah seminggu ini Zafira diperbolehkan pulang ke rumah, namun bayinya masih dirawat intensif di rumah sakit. Hal itu membuat Gilang dan Zafira harus bolak-balik ke rumah sakit untuk mengantarkan ASIP agar bayi mereka tetap bisa meminum ASI Zafira. Dengan telaten Gilang mendampingi Zafira dan menyemangatinya pada saat memompa ASI nya. Zafira selalu saja bersedih karena belum bisa menyusui bayinya secara langsung, yang membuat Gilang akan selalu berada di sampingnya dan menyemangati Zafira agar tidak selalu bersedih. Gilang bahkan belum pernah masuk ke kantor sejak Zafira melahirkan. Dia lebih memilih mempercayakan pekerjaan pada asistennya dan sesekali memeriksa hasil pekerjaan mereka di rumahnya.Siang ini, Gilang dan Zafira kembali mengunjungi bayi mereka di rumah sakit. Gilang bersiul-siul senang sambil mendorong kursi roda Zafira menuju ruang perawatan bayinya. Gilang belum memperbolehkan Zafira berjalan dan memilih menyuruhnya duduk di atas kursi roda meskipun Zafira sel
“Maafin aku, Mas. Aku nggak bisa menjaganya dengan baik, bayi kita lahir sebelum waktunya,” lirih Zafira terbata-bata dengan mata yang basah.“A- apa? Bayi kita sudah lahir?”“Ini bayi Anda, Pak Gilang. Istri Anda sudah melahirkan beberapa menit yang lalu. Bayi laki-laki dengan berat 1,9 Kg. Namun karena bayinya lahir pada usia yang belum matang, yang dalam bahasa medis disebut prematur, maka bayi Anda masih akan berada dalam perawatan dan pengawasan kami. Perkenalkan, ini dr. Hera, dokter anak terbaik di rumah sakit ini. Selanjutnya beliau yang akan bertanggung jawab atas perawatan bayi Anda. Karena terus terang saja, Nyonya Zafira tadi terpaksa melahirkan bayinya di usia kandungan yang belum genap 37 minggu. Kami terpaksa mengambil tindakan ini tadi karena saat tiba di sini, Ny. Zafira sudah dalam keadaan kontraksi dan sudah mengalami pembukaan rahim.” Penjelasan dr. Stella bagaikan petir yang menyambar Gilang. Zafira sudah melahir
Gilang menyetir mobil sport merah nya dengan kepanikan luar biasa. Kabar tentang Zafira yang baru saja didengarnya membuat dunianya seakan gelap gulita. Berbagai pikiran buruk melintas di benaknya, membuat lelaki itu mengeraskan rahangnya dan sesekali memukul setir mobilnya.“Shittt!!!” seru Gilang ketika di depannya terlihat antrian kemacetan kendaraan. Berkali-kali Gilang mengusap kasar wajahnya memandakan betapa frustasinya pria itu saat ini. Kalimat-kalimat Maria di telpon tadi terus terngiang-ngiang di telinganya.“Nyonya Zafira kesakitan setelah terjatuh tadi, Tuan.”“Dia menyuruh kami tak menghubungi Tuan Gilang. Kata Ny. Zafira dia baik-baik saja.”“Untungnya Nona Claudia kebetulan datang berkungjung.”“Nona Claudia dan pacarnya yang mengantar Nyonya Zafira ke rumah sakit.”“Arrggghhhh!!!” Gilang kembali memukul keras setir mob
Namun satu hal yang selalu ditunggu-tunggu Gilang sejak Zafira hamil adalah malam hari. Setiap malam Zafira selalu berubah menjadi sangat menyenangkan, melayaninya dengan cara-cara yang bahkan Gilang tak pernah membayangkannya. Membuatnya setiap malam selalu tertidur sangat pulas setelah mengerang puas atas perlakuan-perlakuan liar Zafira padanya. Yang lebih membahagiakan lagi, itu semua selalu terjadi atas inisiatif Zafira sendiri, tanpa Gilang memintanya. Karena Gilang masih mematuhi saran dr. Stella untuk tidak menganggu Zafira dulu selama trimester pertama kehamilannya. Malam-malam yang dibayangkan Gilang akan menjadi hambar karena tak boleh menyentuh dan melakukan hal-hal yang dulu selalu dilakukannya pada Zafira justru menjadi malam-malam panjang yang selalu ditunggu-tunggu Gilang. Ibu hamil yang sangat “hot”, begitu Gilang selalu memberikan pujian ketika Zafira melakukan hal-hal yang sangat menyenangkan padanya.“Nanti malam pakai gaya apa lagi, Sayan