Zefanya menautkan jemari di tangan Ziona. Dia membawa wanitanya menjauhi pnati asuhan agar lebih leluasa untuk mengobrol. Terus saja mereka berjalan sampai Ziona menoleh ke belakang. Dia bisa melihat mobilnya semakin menjauh dari pemandangan.
“Kita mau ke mana?” tanya Ziona panik. Pikirannya sudah mulai was-was saat kaki terus melangkah tanpa tahu tempat tujuan.
Ternyata ada sebuah taman yang tidak terlalu jauh dari panti asuhan. Zefa ingin berbicara tanpa terganggu oleh siapa pun.
“Duduklah!” titah Zefa saat mereka sudah ada di sebuah bangku kayu. Tepat berada di bawah pohon. Cocok sekali sebagai tempat berteduh di sore hari. “Tunggu di sini! jangan pergi sebelum aku kembali!” Zefa yakin jika Ziona akan melakukan sesuai perkataannya. Laki-laki itu berdiri. Dia hafal jika tak jauh dari bangku tersebut ada seorang pedagang es krim yang suka mangkal menunggu pembeli men
Zefa mengembalikan Ziona kepada Alex. Asisten itu sudah menunggu sejak tadi di dalam mobil. Buru-buru Alex membuka pintu saat Zefa mengetuk kaca mobil.“Silakan masuk, Nona!” Alex mempersilakan Ziona setelah membuka pintu mobil.Ziona melihat wajah Zefa. Masih sangat merindukan namun harus berpisah. Sekali lagi wanita itu melingkarkan tangan di tubuh Zefa. Rasanya belum puas bertemu sebentar kemudian langsung pergi.Zefa membalas pelukan Ziona sambil mata melirik pada Alex yang hanyut dalam pikirannya sendiri. “Mampirlah ke Z and Z. Aku akan memasak martabak spesial untukmu. Oh iya, hampir lupa! mana ponsel kamu?” Zefa melepas pelukan dan meminta benda pipih kepunyaan sang kekasih. Dia ingin meninggalkan nomornya di sana. Ziona pun paham maksudnya. Dia mengeluarkan ponsel dari saku blazer dan memberikan pada Zefa.Tidak butuh lama untuk Zefa mengetik beberapa nomor b
Seperti biasa di pagi hari Ziona akan sarapan bersama orangtua dan kakaknya. Abira terlihat lebih sehat dari sebelumnya. “Morning, Papi, Mami, Kakak Abiraku sayang.” Ziona menyapa sebelum menarik kursi dan duduk di sana.“Kamu terlihat bersemangat sekali hari ini. Apa ada kabar baik, Nak?” Alana mengisi piring Ziona dengan makanan. Dia sudah mencoba mendekat pada putri bungsunya, namun sangat susah membangun chemistry lagi karena terlalu lama renggang. Apalagi kebiasaan mengutamakan Abira masih melekat dalam diri Alana dan suaminya.“Aku memenangkan satu kontrak kerja sama lagi dengan klien,” balas Ziona. Padahal alasan utamanya bukanlah itu. Dia bahagia dan bersemangat karena hatinya yang kosong terisi kembali.“Papi sudah yakin kalau kamu bisa melakukannya,” Mor juga ikut memuji.“Mi, hari ini aku mau membeli martabak dari Zefa. Mami mau nitip?&rd
Alex mengantar Ziona pulang ke rumah. Sudah ada di depan gerbang namun Ziona tak kunjung turun juga. Dia bahagia bercampur takut. “Ada apa, Nona?” tanya Alex. Tidak biasanya Ziona ragu keluar dari mobil. “Aku takut kejadian seperti dulu akan terjadi lagi, Lex. Papa nggak suka sama Zefa. Dia bisa melakukan banyak hal untuk memisahkan kami.” “Nggak usah terlalu dicemaskan seperti itu, Nona. Selama enam tahun kalian menahan perasaan masing-masing. Enam tahun sudah menjadi bukti kekuatan cinta kalian berdua. Aku yakin akan ada jalan keluarnya. Untuk sementara seperti ini dulu, tapi semua masalah pasti ada masa kadaluarsanya, Nona. Jangan melarikan diri lagi. Hadapi saja semuanya. Dia orang baik, Nona Zi. Suatu saat hati orangtua Anda pasti akan luluh. Sudah saatnya Anda memikirkan kebahagiaan sendiri.” “Semoga saja, Lex.” “Istirahat yang cukup, Nona. Ngga
Ziona melemparkan ponsel ke jok belakang. Dia tidak akan mau tinggal di apartemen pilihan orangtuanya. Ziona berkeliling kota tanpa tahu tujuan. Jam terus berjalan dan sekarang sudah pukul sembilan malam.“Kenapa hidupku jadi seperti ini, Tuhan? kalau memang orangtuaku lebih berpihak kepada Abira, lalu untuk apa aku dilahirkan ke dunia ini?” Ziona memukul setir lalu dia menepikan mobil di tempat yang aman.Ziona melepas sabuk pengaman lalu dia mengambil ponsel yang sempat dilempar ke jok belakang. Dalam situasi seperti ini hanya satu orang yang bisa menenangkannya yakni sang kekasih, Zefanya. Ziona mengubungi Zefanya dan panggilannya langsung tersambung. “Selamat malam, sayang. Kamu belum tidur?” tanya Zefanya dari kamarnya. Dia beranggapan jika Ziona sedang istirahat di ranjangnya yang empuk. Kencan sederhana mereka masih melekat dalam benak Zefanya. Dia ingin mengulangi hal itu lagi.Tangisan menjadi jawaban dari Ziona. Dia bingung cara menjelaskan kepada Zefanya. Sikap
Karena Ziona belum siap ke panti asuhan, akhirnya Zefanya menyewa sebuah kamar untuk mereka. Di dalam kamar dia mendudukkan Ziona di tepi ranjang. “Apa yang terjadi? Kenapa kamu kabur dari rumah?” tanya Zefanya dengan lembut sambil menyeka sisa air mata di wajah kekasihnya.“Aku nggak punya keluarga, Zef. Mereka nggak pernah menyayangiku dan aku hanya pelengkap saja di rumah. Ada atau nggak ada aku di rumah, itu akan sama saja. Mereka selalu mengutamakan Abira dan akan selamanya seperti itu.”Zefanya memeluk Ziona dan menenangkan wanita itu. “Tenangkan dirimu. Semuanya akan baik-baik saja, sayang.”Ziona melepaskan dirinya dari pelukan Zefanya. “Nggak ada yang baik-baik saja, Zef. Abira suka sama kamu dan dia meminta papi untuk merestui kalian. Kamu tahu? papi bahkan bilang kalau aku bisa memilih pria mana pun karena Abira jatuh cinta pada pria yang tidak memiliki apa-apa. Itu sangat menyakitkan, Zef. Selama ini mereka menentang hubungan kita, tapi tiba-tiba mereka memberi
“Ya, Tuhan!” Ziona terkejut ketika Alex mengirimkan pesan kepadanya. Zefanya yang duduk di sebelahnya juga terkejut karena reaksinya.“Ada apa, Zi?” tanya Zefanya dan Ziona menunjukkan pesan singkat dari Alex. “Kita harus ke sana!”Ziona menghubungi Alex untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. “Apa yang terjadi, Lex? Kenapa Abira pingsan di kantormu?”Alex mengeluarkan desahan berat dari paru-parunya. “Ini semua salahku,” jawab Alex.“Di rumah sakit mana Abira dirawat?” Ziona sedang tidak mau membahas kesalahan Alex. Dia harus tahu keadaan kakaknya.Setelah mendapatkan nama rumah sakit dari Alex, Zefanya menggenggam tangan Ziona ketika mereka menuju parkiran.Zefanya memakaikan helm di kepala Ziona dan kendaraan roda dua miliknya segera meluncur menuju rumah sakit.Plak!Telapak tangan Mordekhai mendarat di wajah Alex. “Apa yang kau lakukan? Kenapa putriku pingsan di ruanganmu?” Wajah Mordekhai merah dan tegang, terlihat penuh dengan amarah dan Alana segera meraih lenganny
Tanpa sepengetahuan Ziona, Zefanya pergi ke rumah mewah milik Mordekhai. Kendaraan roda duanya hampir tidak bisa masuk karena satpam tidak memberikan izin kepada Zefanya.“Apakah Anda benar-benar sudah membuat janji dengan Tuan Mor?” satpam bertanya sebelum membuka gerbang karena dia tidak mau memasukkan sembarangan orang ke dalam rumah. Beberapa tahun lalu dia pernah melakukannya, ternyata orang itu adalah penguntit yang sangat terobsesi kepada Ziona. Sejak saat itu orangtua Ziona memberikan peraturan tegas kepada setiap tamu yang hendak masuk ke rumah mereka.“Saya sudah membuat janji dengan orangtua Ziona,” jawab Zefanya.Satpam masih belum percaya, akhirnya Zefanya menghubungi Alex. “Satpam tidak mengizinkanku masuk,” ucap Zefanya saat ponsel menempel di telinganya.“Biarkan aku berbicara dengannya,” balas Alex.Zefanya memberikan ponselnya kepada satpam, dan dia melihat satpam itu manggut-manggut ketika berbicara dengan Alex.Satpam mengembalikan ponsel Zefanya, lalu dia mene
Ziona melihat Zefanya sedang menghitung hasil penjualan hari ini. Zefanya hanya memiliki satu karyawan yang membantunya karena dia belum bisa membayar lebih banyak orang. Ziona menarik kursi dan duduk di sampingnya.“Aku memiliki tabungan, Zef. Kalau kamu mau memakai uangku untuk mengembangkan bisnismu, aku nggak keberatan untuk memberikannya,” ucap Ziona.Zefanya tersenyum sambil memasukkan uang ke dalam tas penyimpanan. Dia telah memisahkan sebagian uang untuk belanja dan kebutuhan harian, sisanya dia akan setor ke bank untuk disimpan. Jika dulu Zefanya akan tersinggung setiap kali Ziona menawarkan bantuan, sekarang dia mulai percaya diri dengan kehidupannya. Zefanya juga mempercayai calon istrinya.Zefanya menarik kursi lain dan dia duduk di depan sang kekasih. Dia menarik tangan Ziona, menggenggamnya dengan lembut, dan dia menatap wanita itu sambil tersenyum. “Kamu harus menyimpan uangmu, sayang. Lagipula usaha ini masih baru dan aku nggak mau gegabah dengan mengeluarkan
Duka yang begitu dalam membuat Ziona dan Zefanya menunda bulan madu mereka. Mungkin mereka akan melakukannya setelah Ziona benar-benar siap secara mental. “Hidup adalah kesempatan dan mati adalah keuntungan bagi setiap orang yang percaya kepada Tuhan.” Pendeta mengucapkan kalimat terakhir sebelum menurunkan peti Abira ke liang lahat.Ziona tak berhenti menangis, demikian juga dengan orangtuanya. Zefanya memeluk Ziona, tidak melarang ketika istrinya menangis di pelukannya. “Kamu nggak sendirian, sayang. Kamu memilikiku dan orangtuamu. Kami akan selalu menjagamu.” Zefanya menenangkan Ziona sambil mengusap punggungnya.***Tiga bulan telah berlalu,Zefanya sedang mengancing kemejanya ketika Ziona mendekatinya sambil membawa blazer. Mereka akan berangkat ke kantor di pagi hari dan saat sore Zefanya akan mengontrol kedainya. Dia sudah memiliki beberapa cabang dan dia harus membagi pikirannya antara perusahaan dan kedai.Mereka turun ke lantai satu, Alana dan Mordekhai telah menungg
Dua hari sebelum pernikahan, penjahit handal kepercayaan keluarga Ziona menunjukkan hasil jahitannya. Gambar Ziona telah berubah wujud menjadi sesuatu yang nyata.“Mau mencobanya sekarang?” tanya penjahit dan anggukan Ziona menunjukkan antusiasnya. “Karyawanku akan membantu kalian untuk memakainya.”Zefanya dan Ziona masuk ke ruangan terpisah. Setelah mengenakan tuxedo, Zefanya keluar dari ruangan dan dia harus menunggu karena Ziona masih sibuk di ruang gantinya.Beberapa menit menunggu, akhirnya Ziona keluar dengan gaun pengantin hasil rancangannya. Zefanya bergeming, pandangannya tidak berpindah ke tempat lain, seakan-akan tidak ada pemandangan yang lebih indah daripada calon istrinya. Padahal wajah dan rambut Ziona belum dirias layaknya seorang pengantin.“Kenapa?” tanya Ziona ketika Zefanya hanya bergeming saja. Zefanya tersadarkan karena pertanyaan Ziona dan dia geleng-geleng untuk mengembalikan pikirannya. “Kamu sangat cantik, sayang. Kamu sangat cantik mengenakan gaun h
Zefanya dan Ziona segera masuk ke dalam mobil. Sebelum Zefanya menyalakan mesin mobil, dia melihat ke samping dan memegang tangan Ziona. “Sayang, kita harus siap dengan apa pun yang akan terjadi. Aku tahu ini nggak mudah, tapi kuatkan hatimu. Aku akan selalu ada untuk kamu.”Ziona menggenggam tangan Ziona. Mendadak ketakutan membuat tanganya dingin dan berkeringat. “Bagaimana kalau Abira nggak bisa bertahan, Zef. Aku sangat takut.”Zefanya mendekat dan dia memeluk Ziona lagi. “Kita berdoa saja, sayang. Tuhan pasti akan melakukan yang terbaik untuk Abira.”Sesampainya di rumah sakit, Ziona dan Zefanya berlari ke ruangan Abira. Ketika masuk, mereka melihat Alana menangis sambil menciumi tangan Abira.“Mami, bagaimana keadaan Abira? Dia baik-baik saja, kan?” Ziona mendekati Alana dan ibunya segera berdiri. “Apa yang terjadi, Mi?”Alana tidak menjawab dengan kata-kata, tetapi dia memeluk Ziona. Alana menangis dan Ziona mengusap punggungnya untuk menenangkannya. “Abira pasti a
Tiga bulan berlalu setelah Zefanya menerima investasi dana dari Mordekhai. Akhirnya Zefanya memiliki dua cabang di Jakarta. Dia tidak hanya memiliki satu karyawan, tetapi sekarang dia telah mempekerjakan beberapa pelayan, satu manager, dan tiga supervisor yang ditempatkan di setiap kedai.Hari ini Zefanya tidak ke perusahaan dan Ziona ingin menemuinya di kedai. “Lex, tolong antar aku ke kedai. Aku nggak bawa mobil karena tadi pagi Zefanya yang menjemputku,” pinta Ziona pada sekretarisnya.“Baik, Nona.”Alex mengambil kunci mobilnya, dan dia mengantar Ziona ke kedai. Sesampainya di sana, seorang pelayan memberi tahu mereka jika Zefanya masih rapat dengan manajer dan supervisor. “Nggak apa-apa. Kami akan menunggu di sini. Tolong siapkan dua potong martabak dan milk shake saja untuk kami,” ucap Ziona pada pelayan.Setengah jam menunggu, akhirnya Zefanya menemui mereka. “Kamu pasti menunggu lama,” ucap Zefanya sambil mengusap kepala Ziona. “Aku memperbaharui kontrak kerja dengan
Zefanya duduk di sofa, tepat di depan Mordekhai dan Alana. Saat ini mereka sedang duduk di ruang kerja Mordekhai. Zefanya masih diam, takut salah bicara saat bersama mereka. Dia hanya menunggu apa yang ingin mereka katakan padanya.Zefanya meremas celananya ketika Mordekhai berdeham. Calon ayah mertuanya lebih menakutkan dibandingkan puluhan preman di luar sana. Zefanya masih takut mereka akan menghalangi cintanya dengan Ziona meskipun mereka telah makan malam bersama.“Kapan kau akan menikahi Ziona?” tanya Mordekhai. Suaranya serius dan dia melihat ketegangan Zefanya. “Saya harus mengumpulkan uang sebelum menikah dengannya. Meskipun saya nggak bisa memberikan pernikahan mewah kepada Ziona tapi saya aku harus bertanggung jawab untuk membiayainya.”Alana tersenyum ketika melihat kesungguhan Zefanya tetapi dia belum mengatakan apa-apa. Sementara Mordekhai masih mempertahankan wibawanya di depan calon menantunya. Sebenarnya dia menginginkan menantu yang derajat kekayaannya bisa
“Aku sudah mendengar semuanya dari Alex,” ucap Abira ketika adiknya masih saja diam sejak tadi. “Kenapa kamu nggak menceritakannya padaku, Zi? Apa kamu nggak menganggap aku sebagai kakakmu lagi?”Ziona tidak langsung menjawab. Dia memerlukan waktu untuk mengatur kata-katanya. Meskipun dia tidak tega ketika melihat wajah pucat Abira, namun dia harus kuat demi dirinya sendiri. Merasa sudah siap untuk menyampaikan isi hatinya, Ziona menarik napas dan melihat Abira. “Apa situasinya akan berubah kalau aku menceritakan semuanya sama kamu?”Abira terdiam karena pertanyaan Ziona. Dia kehilangan kehangatan yang selama ini dia dapatkan dari Ziona. Beberapa detik kemudian Abira menemukan jawabannya. “Situasinya pasti akan berbeda kalau kamu menceritakannya sama aku. Aku pasti akan membelamu di depan papi dan mami.”“Benarkah kakak akan membelaku? Bukankah selama ini kakak selalu protes kepada papi dan mami? Kakak selalu merasa kalau aku lebih beruntung karena bisa melakukan banyak hal.
Ziona dan Mordekhai duduk di mobil. Sebelum mereka berbicara, Mor meminta sopirnya keluar dari mobil.“Baik, Tuan.” Sopir itu keluar dan Mordekhai melihat ke samping.“Bagaimana keadaanmu, Nak? Apakah kamu makan dengan baik?”“Bagaimana keadaan Abira?” Ziona menolak untuk menjawab pertanyaan Mordekhai. Dia tidak mau termakan oleh bujukan sang ayah. Dia sering mengalaminya saat kecil. Ketika dia merajuk, Mordekhai atau Alana akan memberikan sesuatu padanya agar dia tidak merajuk lagi. Perlahan Ziona berubah karena apa pun yang dilakukan orangtuanya pasti karena Abira.“Abira di rumah, Nak. Bagaimana denganmu? Papi ingin tahu tentang keadaanmu.”Ziona mengembuskan napas panjang karena Mordekhai tidak menyerah dengan pertanyaannya. “Apakah seorang anak akan baik-baik saja saat keluar dari rumahnya? Aku rasa papi sudah tahu jawabannya.”“Kalau kamu nggak baik-baik saja, seharusnya kamu pulang ke rumah, Nak. Mami dan Abira sangat menginginkanmu di rumah.”“Menginginkanku?” Nada sua
Ziona melihat Zefanya sedang menghitung hasil penjualan hari ini. Zefanya hanya memiliki satu karyawan yang membantunya karena dia belum bisa membayar lebih banyak orang. Ziona menarik kursi dan duduk di sampingnya.“Aku memiliki tabungan, Zef. Kalau kamu mau memakai uangku untuk mengembangkan bisnismu, aku nggak keberatan untuk memberikannya,” ucap Ziona.Zefanya tersenyum sambil memasukkan uang ke dalam tas penyimpanan. Dia telah memisahkan sebagian uang untuk belanja dan kebutuhan harian, sisanya dia akan setor ke bank untuk disimpan. Jika dulu Zefanya akan tersinggung setiap kali Ziona menawarkan bantuan, sekarang dia mulai percaya diri dengan kehidupannya. Zefanya juga mempercayai calon istrinya.Zefanya menarik kursi lain dan dia duduk di depan sang kekasih. Dia menarik tangan Ziona, menggenggamnya dengan lembut, dan dia menatap wanita itu sambil tersenyum. “Kamu harus menyimpan uangmu, sayang. Lagipula usaha ini masih baru dan aku nggak mau gegabah dengan mengeluarkan
Tanpa sepengetahuan Ziona, Zefanya pergi ke rumah mewah milik Mordekhai. Kendaraan roda duanya hampir tidak bisa masuk karena satpam tidak memberikan izin kepada Zefanya.“Apakah Anda benar-benar sudah membuat janji dengan Tuan Mor?” satpam bertanya sebelum membuka gerbang karena dia tidak mau memasukkan sembarangan orang ke dalam rumah. Beberapa tahun lalu dia pernah melakukannya, ternyata orang itu adalah penguntit yang sangat terobsesi kepada Ziona. Sejak saat itu orangtua Ziona memberikan peraturan tegas kepada setiap tamu yang hendak masuk ke rumah mereka.“Saya sudah membuat janji dengan orangtua Ziona,” jawab Zefanya.Satpam masih belum percaya, akhirnya Zefanya menghubungi Alex. “Satpam tidak mengizinkanku masuk,” ucap Zefanya saat ponsel menempel di telinganya.“Biarkan aku berbicara dengannya,” balas Alex.Zefanya memberikan ponselnya kepada satpam, dan dia melihat satpam itu manggut-manggut ketika berbicara dengan Alex.Satpam mengembalikan ponsel Zefanya, lalu dia mene