Ziona berjalan menuju restoran. Melihat wajah Zefa akan menambah semangatnya walaupun laki-laki itu akan sibuk bekerja atau mengerjakan tugas akhirnya.
“Selamat siang nona cantik calon selingkuhan tetapi ditolak mentah-mentah.” Goda Adit ketika pelanggan setia di tempat itu masuk.
“Awas kalau nyebut aku calon selingkuhan lagi!” Ziona mengepalkan tangannya kepada Adit, tetapi laki-laki itu merespon dengan tertawa.
“Pacar setiamu ada di dapur. Kami sedang banyak pelanggan jadi dia harus bantu Riko di dapur.”
“Aku ganggu dong?”
“Sejak kapan sih kedatanganmu nggak ngeganggu? Selain mengganggu Zef, wajah imutmu itu juga mengganggu mataku.” Lagi-lagi Adit yang masih jomlo itu menggoda meskipun itu hanya bercanda saja.
“Aku cungkil matamu kalau terganggu karena keimutan dan kecantikanku.”
“Cantik-cantik kok galak sih? kamu nyusul ke dapur aja. Mun
Suasana di rumah Mor sedang damai. Pria dewasa itu menikmati cerita putrinya sulungnya. “Jadi kamu menyukai guru piano kamu?” tanya Mor karena memang dia mengenal baik siapa orangtua dari laki-laki yang mengajarkan Abira piano.“Iya pi, dia sangat perhatian. Kemarin dia baru pulang dari Us, dan dia membelikan aku hadiah. Aku yakin kalau dia juga suka sama aku pi.” Ucap Abira dengan antusias. Kebiasaannya berganti-ganti pacar belum berubah. Itu dia lakukan hanya untuk menutupi kekosongan hatinya. Siapa tahu dengan memiliki pacar, wanita itu merasa lebih berguna.“Ajak dia makan malam sayang. Papi harus bertanya banyak padanya.”“Baik pi.”Setelah puas bercerita, Abira izin kembali ke kamarnya. Tidak lama Alana datang membawakan potongan buah untuk suaminya.“Pi, apa membiarkan Sem menginap bersama Zio adalah keputusan yang terbaik? Kalau Abira sampa
Keempat orang itu menjelajahi beberapa tempat yang masih ramai seperti Garden De Bay, Merlion. Botanica Garden dan beberapa tempat yang lainnya. ingin ke Universal namun hari sudah malam.“Kamu pasti lapar Zi, ayo kita makan!” Semuel menarik tangan Ziona dan hal itu menjadi pusat perhatian kedua mata Zefanya.“Biar aku aja yang pegang tangannya!” Tegas Zef lalu memisahkan tangan kedua orang itu. “Kamu lapar sayang?” tanyanya lembut pada kekasihnya.“Hmmm, tadi kita belum makan di rumah.”“Bagaimana kalau kita makan di street food aja? Aku belum pernah menikmati jajanan di pinggir jalan.” Ucap Semuel memberi ide.“Aku setuju! Kamu akan ketagihan Sem. Aku sudah pernah mencobanya.” Sahut Ziona antusias.“Ternyata kita jauh lebih beruntung dari mereka tuan. Rakyat jelata seperti kita sudah terbiasa makan di tempat seperti itu.” Bisik Agnes
Sem dan Ziona tidak berbeda jauh. Untuk itu Ziona ingin mengajarkan hal baru kepada cinta pertamanya itu. “Sem, kita akan kembali ke kondonium naik MRT atau bus. Kamu mau nyoba yang mana?” tanya Ziona antusias.“Kenapa nggak naik taxi aja? Aku belum pernah naik transportasi seperti itu.” Tolak Sem sembari menikmati sarapannya.“Justru karena kamu nggak pernah makanya harus dicoba. Aku aja udah sering. Malah sekarang ketagihan. Kamu juga belum pernah tidur di capsule hostel kan?” tanya Ziona. Pengalaman-pengalaman itu seperti sesuatu yang sangat membanggakan sampai Ziona bersemangat menceritakannya.“Tempat apa lagi itu?” kening pria Eropa itu mengernyit.“Aku akan tujukkan fotonya.”Ziona membuka galeri ponselnya dan menunjukkan foto ketika dirinya dipeluk oleh Zefa di ranjang ruangan sempit yang ada di hostel itu.“Kalian nginap baren
Zefanya mengerjapkan mata tatkala sofa tempatnya tidur bergoyang. Seorang laki-laki dewasa sengaja membuat guncangan di sofa empuk itu dengan cara menaik turunkan bokongnya.“Riko?!” Seru Zefa ketika tahu siapa yang mengganggunya.“Sudah lupa pulang kamu ya? dibilangin kalau nginap itu ngomong!” Riko memberikan satu jitakan di kepala laki-laki yang sudah dianggabnya adik.“Maaf Rik, aku nggak ingat sama sekali karena duo sultan mengajak aku dan Agnes untuk bersenang-senang.” Sahut Zefa sembari mengusap kepalanya yang dijitak oleh Riko.“Duo sultan?” Kening Riko mengernyit.“Iya, kemarin ada sainganku datang dari London. Mana mungkin aku membiarkan dia menginap di sini tanpa pengawasan dariku. Kalau dia kurang ajar pada Zi gimana? Aku masih di sini aja dia udah berani meluk-meluk pacarku.”“Jadi duo sultan yang kamu maksud itu Zi dan laki-laki itu?” Ingi
Marry tidak sabar ingin mendengarkan cerita putranya. Wanita itu masuk ke kamar Sem yang belum selesai mandi. “Anak ini,” Gumam Marry ketika menyalakan ponsel putranya ada foto Ziona terpampang di sana. “Mommy sedang apa?” tanya Sem. Laki-laki berusia 21 tahun itu keluar dari kamar mandi dengan bertelanjang dada. “Mommy hanya melihat foto calon menantu dari ponselmu. Dia cantik ya?” tanya Marry sembari memuji gadis yang berhasil merebut hati putranya. “Mom, dia bukan calon menantu lagi. Aku terlambat dan Ziona sudah menetapkan hatinya pada laki-laki yang lain.” Sahut Sem sembari mencari pakaian rumah yang nyaman untuk dikenakan. “Apa maksudmu? Jadi kamu gagal mendapatkannya lagi? Ayolah nak, sudah dari SMA kamu menunggunya. Apa perlu mommy turun tangan untuk berbicara dengan orangtuanya?” Marry yang merasa greget ingin membantu. “Tidak usah mom! Kita hanya akan menyakitinya kalau begitu. Aku melihat
Setelah menghabiskan makanan, Ziona sudah tidak sabar lagi mengajak kekasihnya untuk menikmati drama kesukaannya yang belum tamat. Terbiasa menonton di kamar, Ziona pun mengajak laki-laki itu masuk. “Pokoknya nggak boleh tidur! Kamu harus menenamiku sampai aku ngantuk.” Tegas Ziona sembari tangan menyalakan televisi. “Iya-iya, memangnya kamu kuat sampai jam berapa sih nontonnya?” Zefa masih meremehkan karena berpikir jam 12 malam juga wanitanya itu pasti mengantuk. Satu episode Zefe masih berusaha kuat meskipun telinganya panas karena sejak tadi wanitanya heboh dengan wajah tampan sang aktor. Dua episode, Zefanya sudah mengantuk namun berusaha menahan kelopak matanya agar tertutup. Episode ketiga pertahanannya pun runtuh yang mana kekasihnya langsung marah. “Kamu bilang nggak akan ngantuk. Ini masih jam 12 malam.” Gerutu Ziona. “Aku benar-benar nggak kuat sayang. Lagian kamu nyuekin aku dan selalu memuja-muja si J
Ziona masih sibuk memberikan pelayanan terbaik. Ini adalah pengalaman pertamanya, jadi dia begitu bersemangat. Rasanya ini bukan hukuman tetapi pengalaman berharga.“Zi!” Panggil Zefa ketika kekasihnya itu kembali ke dapur.“Iya,” Sahut Ziona singkat. Wanita itu masih sibuk menata makanan di atas nampan.“Kamu minum dulu sayang!” Zefa memberikan minuman dingin kepada wanita itu. “Kamu pasti capek ya? kalau udah nggak sanggub biar aku yang lanjutin.” Zefa manatap lekat-lekat wajah kekasihnya itu.“Nggak apa-apa. Aku justru senang melakukannya. Aku jadi tahu kalau nggak mudah untuk kamu mencari uang. Lebih baik kamu fokus masak, aku yang akan mengantarnya ke depan.”“Kamu nggak akan marah karena aku membiarkanmu jadi pelayan seperti ini?” tanya Zefa ragu. Mengenal kekasihnya sebagai putri yang terbiasa menikmati kemewaha
Zefa dengan gagah berjalan ke atas panggung. Toga yang menjadi ciri khas kebanggaan mahasiswa yang lulus melekat di tubuhnya. Matanya berkaca-kaca ketika namanya dipanggil dan semua hadirin memberi tepuk tangan. “Thanks Tuhan, tanpaMU, aku nggak ada di sini.” Ucapan syukur kepada sang pencipta disampaikan Zefa dari hati yang paling dalam. Jika bukan karena Tuhan, maka tidak ada Zefanya yang sekarang. Bisa saja dia masih terkungkung sebagai ojek payung di depan mol, atau beralih menjadi penjual tissue ketika hari sudah cerah. Zefanya dan yang lainnya melempar topi wisuda ke udara sebagai perlambangan jika mereka sudah selesai menempuh pendidikan selama 3 tahun di salah satu kampus di negeri singa itu. Di ujung sana, Ziona dan orangtua Zefa di panti sudah menunggu. “Kamu hebat Zef, ayah yakin kamu pasti menyelesaikannya dengan baik. Sekarang kejar impianmu nak.” Charles memeluk anak asuhnya itu dengan perasaan
Duka yang begitu dalam membuat Ziona dan Zefanya menunda bulan madu mereka. Mungkin mereka akan melakukannya setelah Ziona benar-benar siap secara mental. “Hidup adalah kesempatan dan mati adalah keuntungan bagi setiap orang yang percaya kepada Tuhan.” Pendeta mengucapkan kalimat terakhir sebelum menurunkan peti Abira ke liang lahat.Ziona tak berhenti menangis, demikian juga dengan orangtuanya. Zefanya memeluk Ziona, tidak melarang ketika istrinya menangis di pelukannya. “Kamu nggak sendirian, sayang. Kamu memilikiku dan orangtuamu. Kami akan selalu menjagamu.” Zefanya menenangkan Ziona sambil mengusap punggungnya.***Tiga bulan telah berlalu,Zefanya sedang mengancing kemejanya ketika Ziona mendekatinya sambil membawa blazer. Mereka akan berangkat ke kantor di pagi hari dan saat sore Zefanya akan mengontrol kedainya. Dia sudah memiliki beberapa cabang dan dia harus membagi pikirannya antara perusahaan dan kedai.Mereka turun ke lantai satu, Alana dan Mordekhai telah menungg
Dua hari sebelum pernikahan, penjahit handal kepercayaan keluarga Ziona menunjukkan hasil jahitannya. Gambar Ziona telah berubah wujud menjadi sesuatu yang nyata.“Mau mencobanya sekarang?” tanya penjahit dan anggukan Ziona menunjukkan antusiasnya. “Karyawanku akan membantu kalian untuk memakainya.”Zefanya dan Ziona masuk ke ruangan terpisah. Setelah mengenakan tuxedo, Zefanya keluar dari ruangan dan dia harus menunggu karena Ziona masih sibuk di ruang gantinya.Beberapa menit menunggu, akhirnya Ziona keluar dengan gaun pengantin hasil rancangannya. Zefanya bergeming, pandangannya tidak berpindah ke tempat lain, seakan-akan tidak ada pemandangan yang lebih indah daripada calon istrinya. Padahal wajah dan rambut Ziona belum dirias layaknya seorang pengantin.“Kenapa?” tanya Ziona ketika Zefanya hanya bergeming saja. Zefanya tersadarkan karena pertanyaan Ziona dan dia geleng-geleng untuk mengembalikan pikirannya. “Kamu sangat cantik, sayang. Kamu sangat cantik mengenakan gaun h
Zefanya dan Ziona segera masuk ke dalam mobil. Sebelum Zefanya menyalakan mesin mobil, dia melihat ke samping dan memegang tangan Ziona. “Sayang, kita harus siap dengan apa pun yang akan terjadi. Aku tahu ini nggak mudah, tapi kuatkan hatimu. Aku akan selalu ada untuk kamu.”Ziona menggenggam tangan Ziona. Mendadak ketakutan membuat tanganya dingin dan berkeringat. “Bagaimana kalau Abira nggak bisa bertahan, Zef. Aku sangat takut.”Zefanya mendekat dan dia memeluk Ziona lagi. “Kita berdoa saja, sayang. Tuhan pasti akan melakukan yang terbaik untuk Abira.”Sesampainya di rumah sakit, Ziona dan Zefanya berlari ke ruangan Abira. Ketika masuk, mereka melihat Alana menangis sambil menciumi tangan Abira.“Mami, bagaimana keadaan Abira? Dia baik-baik saja, kan?” Ziona mendekati Alana dan ibunya segera berdiri. “Apa yang terjadi, Mi?”Alana tidak menjawab dengan kata-kata, tetapi dia memeluk Ziona. Alana menangis dan Ziona mengusap punggungnya untuk menenangkannya. “Abira pasti a
Tiga bulan berlalu setelah Zefanya menerima investasi dana dari Mordekhai. Akhirnya Zefanya memiliki dua cabang di Jakarta. Dia tidak hanya memiliki satu karyawan, tetapi sekarang dia telah mempekerjakan beberapa pelayan, satu manager, dan tiga supervisor yang ditempatkan di setiap kedai.Hari ini Zefanya tidak ke perusahaan dan Ziona ingin menemuinya di kedai. “Lex, tolong antar aku ke kedai. Aku nggak bawa mobil karena tadi pagi Zefanya yang menjemputku,” pinta Ziona pada sekretarisnya.“Baik, Nona.”Alex mengambil kunci mobilnya, dan dia mengantar Ziona ke kedai. Sesampainya di sana, seorang pelayan memberi tahu mereka jika Zefanya masih rapat dengan manajer dan supervisor. “Nggak apa-apa. Kami akan menunggu di sini. Tolong siapkan dua potong martabak dan milk shake saja untuk kami,” ucap Ziona pada pelayan.Setengah jam menunggu, akhirnya Zefanya menemui mereka. “Kamu pasti menunggu lama,” ucap Zefanya sambil mengusap kepala Ziona. “Aku memperbaharui kontrak kerja dengan
Zefanya duduk di sofa, tepat di depan Mordekhai dan Alana. Saat ini mereka sedang duduk di ruang kerja Mordekhai. Zefanya masih diam, takut salah bicara saat bersama mereka. Dia hanya menunggu apa yang ingin mereka katakan padanya.Zefanya meremas celananya ketika Mordekhai berdeham. Calon ayah mertuanya lebih menakutkan dibandingkan puluhan preman di luar sana. Zefanya masih takut mereka akan menghalangi cintanya dengan Ziona meskipun mereka telah makan malam bersama.“Kapan kau akan menikahi Ziona?” tanya Mordekhai. Suaranya serius dan dia melihat ketegangan Zefanya. “Saya harus mengumpulkan uang sebelum menikah dengannya. Meskipun saya nggak bisa memberikan pernikahan mewah kepada Ziona tapi saya aku harus bertanggung jawab untuk membiayainya.”Alana tersenyum ketika melihat kesungguhan Zefanya tetapi dia belum mengatakan apa-apa. Sementara Mordekhai masih mempertahankan wibawanya di depan calon menantunya. Sebenarnya dia menginginkan menantu yang derajat kekayaannya bisa
“Aku sudah mendengar semuanya dari Alex,” ucap Abira ketika adiknya masih saja diam sejak tadi. “Kenapa kamu nggak menceritakannya padaku, Zi? Apa kamu nggak menganggap aku sebagai kakakmu lagi?”Ziona tidak langsung menjawab. Dia memerlukan waktu untuk mengatur kata-katanya. Meskipun dia tidak tega ketika melihat wajah pucat Abira, namun dia harus kuat demi dirinya sendiri. Merasa sudah siap untuk menyampaikan isi hatinya, Ziona menarik napas dan melihat Abira. “Apa situasinya akan berubah kalau aku menceritakan semuanya sama kamu?”Abira terdiam karena pertanyaan Ziona. Dia kehilangan kehangatan yang selama ini dia dapatkan dari Ziona. Beberapa detik kemudian Abira menemukan jawabannya. “Situasinya pasti akan berbeda kalau kamu menceritakannya sama aku. Aku pasti akan membelamu di depan papi dan mami.”“Benarkah kakak akan membelaku? Bukankah selama ini kakak selalu protes kepada papi dan mami? Kakak selalu merasa kalau aku lebih beruntung karena bisa melakukan banyak hal.
Ziona dan Mordekhai duduk di mobil. Sebelum mereka berbicara, Mor meminta sopirnya keluar dari mobil.“Baik, Tuan.” Sopir itu keluar dan Mordekhai melihat ke samping.“Bagaimana keadaanmu, Nak? Apakah kamu makan dengan baik?”“Bagaimana keadaan Abira?” Ziona menolak untuk menjawab pertanyaan Mordekhai. Dia tidak mau termakan oleh bujukan sang ayah. Dia sering mengalaminya saat kecil. Ketika dia merajuk, Mordekhai atau Alana akan memberikan sesuatu padanya agar dia tidak merajuk lagi. Perlahan Ziona berubah karena apa pun yang dilakukan orangtuanya pasti karena Abira.“Abira di rumah, Nak. Bagaimana denganmu? Papi ingin tahu tentang keadaanmu.”Ziona mengembuskan napas panjang karena Mordekhai tidak menyerah dengan pertanyaannya. “Apakah seorang anak akan baik-baik saja saat keluar dari rumahnya? Aku rasa papi sudah tahu jawabannya.”“Kalau kamu nggak baik-baik saja, seharusnya kamu pulang ke rumah, Nak. Mami dan Abira sangat menginginkanmu di rumah.”“Menginginkanku?” Nada sua
Ziona melihat Zefanya sedang menghitung hasil penjualan hari ini. Zefanya hanya memiliki satu karyawan yang membantunya karena dia belum bisa membayar lebih banyak orang. Ziona menarik kursi dan duduk di sampingnya.“Aku memiliki tabungan, Zef. Kalau kamu mau memakai uangku untuk mengembangkan bisnismu, aku nggak keberatan untuk memberikannya,” ucap Ziona.Zefanya tersenyum sambil memasukkan uang ke dalam tas penyimpanan. Dia telah memisahkan sebagian uang untuk belanja dan kebutuhan harian, sisanya dia akan setor ke bank untuk disimpan. Jika dulu Zefanya akan tersinggung setiap kali Ziona menawarkan bantuan, sekarang dia mulai percaya diri dengan kehidupannya. Zefanya juga mempercayai calon istrinya.Zefanya menarik kursi lain dan dia duduk di depan sang kekasih. Dia menarik tangan Ziona, menggenggamnya dengan lembut, dan dia menatap wanita itu sambil tersenyum. “Kamu harus menyimpan uangmu, sayang. Lagipula usaha ini masih baru dan aku nggak mau gegabah dengan mengeluarkan
Tanpa sepengetahuan Ziona, Zefanya pergi ke rumah mewah milik Mordekhai. Kendaraan roda duanya hampir tidak bisa masuk karena satpam tidak memberikan izin kepada Zefanya.“Apakah Anda benar-benar sudah membuat janji dengan Tuan Mor?” satpam bertanya sebelum membuka gerbang karena dia tidak mau memasukkan sembarangan orang ke dalam rumah. Beberapa tahun lalu dia pernah melakukannya, ternyata orang itu adalah penguntit yang sangat terobsesi kepada Ziona. Sejak saat itu orangtua Ziona memberikan peraturan tegas kepada setiap tamu yang hendak masuk ke rumah mereka.“Saya sudah membuat janji dengan orangtua Ziona,” jawab Zefanya.Satpam masih belum percaya, akhirnya Zefanya menghubungi Alex. “Satpam tidak mengizinkanku masuk,” ucap Zefanya saat ponsel menempel di telinganya.“Biarkan aku berbicara dengannya,” balas Alex.Zefanya memberikan ponselnya kepada satpam, dan dia melihat satpam itu manggut-manggut ketika berbicara dengan Alex.Satpam mengembalikan ponsel Zefanya, lalu dia mene