Ziona terus memandangi wajah damai prianya yang sedang terlelap. Hatinya menghangat setiap kali ingat hal apa saja yang dilakukan Zefa untuknya. Perlahan cairan bening menumpuk di kelopak matanya dan tak butuh waktu lama air mata itu menetes.
“Kenapa aku jadi melow kayak gini ya?” pikir Ziona sembari menyeka air matanya. Mendadak hatinya sedih dan takut kehilangan laki-laki itu. tangannya terulur dan mengusap lembut wajah Zefanya.
“Kamu di sini?” tanya Zefa ketika dia tersadar dari alam mimpi dan melihat kekasihnya duduk bersila sembari melihat wajahnya.
“Kamu jadi kebangun gini, aku nggak bermaksud mengganggu tidurmu.” Ucap Ziona ketika laki-laki itu memberikan pertanyaan.
“Nggak apa-apa sayang. Kamu nggak bisa tidur?” tanya Zefa dan dijawab dengan anggukan kepala oleh Ziona.
Zefa menurunkan kakinya ke lantai dan mengubah sofa yang biasa diduduki itu menjadi tempat tidur
Melihat pria yang berdiri di depannya, reflek tangan Ziona terlepas dari lengan kekasihnya. “Daddy ke sini?” tanya Zio gugup.“Dia siapa?” tanya Mor dengan tatapan tajam layaknya Elang yang siap mencengkeram mangsa.“Di-dia Zefa tutornya Zi papi.” Ziona menjawab dengan terbata-bata dan wajahnya menyimpan sejuta ketakutan.“Kenapa kamu bisa pulang bersama tutor? Ini kan hari libur?” Mor tidak percaya sama sekali.“Nggak sengaja ketemu pi, aku mengajaknya ke sini supaya bisa makan bareng karena dia udah ngajarin Zi selama ini.”“Kamu nggak berbohong kan?” tanya Mor penuh selidik.“Nggak papi.”“Kalau begitu kasih saja bonus tambahan. Nggak usah mengajaknya ke sini. Papi sudah melarangmu untuk berdekatan dengan cowok. Papi hanya mengizinkan kamu dekat dengan Sem saja.” Sontak tangan Mor menarik putrinya yang berdi
Mendapat kabar dari Agnes jika Mor sudah kembali ke Indonesia, buru-buru Zefanya langsung ke kondonium. Laki-laki itu sangat mencemaskan kekasih hatinya. Tatapan Mor bagaikan mata elang yang mematikan membuatnya takut. Dia harus membiasakan dirinya akan hal itu.Setelah Agnes membukakan pintu, buru-buru dia masuk ke kamar Ziona. Pintu yang terbuka tiba-tiba membuat Ziona yang baru saja mandi berteriak. Sontak saja Zefanya membalikkan badan karena kekasihnya hanya menggunakan handuk dililitkan di tubuh serta rambut basah yang digulung di dalam handuk juga.“Maaf-maaf. Aku nggak tahu kalau kamu baru selesai mandi.” Ucap Zefa dengan wajah merah merona dan tidak berbeda dengan Ziona.“Kamu keluar kamar dulu! Kalau aku sudah pakai baju, nanti aku keluar.” Sahut Ziona dengan nada memerintah.Zefanya hanya bisa menurut karena memang ini kesalahannya. Terlalu panik membuatnya tidak mengetuk pintu t
Ziona mengajak Agnes berkeliling menjelajahi Seoul, tujuan terakhir mereka adalah Namsan Tower. Agnes yang sedari tadi setia menemaninya hanya bisa berdecak kagum karena tak menyangka jika keputusannya untuk bekerja menjadi sebagai asisten rumah tangga membawa banyak keberuntungan. Dulu wanita itu takut jika dirinya akan direndahkan hanya karena profesinya.“Apa kamu menyukainya? Kita bisa melihat Korea dari atas sini.” tanya Ziona ketika mereka sudah ada di cabel car.“Saya sangat menyukainya nona. Bermimpi saja saya tidak pernah untuk bisa sampai di sini.”“Setelah kamu puas memandang keindahan kotanya, aku akan mengajakmu untuk menggantung gembok.”“Gembok?!” Kening Agnes berkerut. Wanita asal NTT itu belum tahu apa-apa tentang Korea karena memang dia bukan penggemar negari ginseng itu. Sangat jauh berbeda dengan majikannya.“Namanya gembok cinta. Aku akan
“Nona, tolong tenang dulu ya, saya akan menjelaskan semuanya.” Mandala membujuk Ziona yang sedang menahan amarah. Wajah wanita itu sudah merah padam karena tidak terima atas keputusan papinya yang sepihak. Dulu saja dia menolak kuliah di Singapore, tetapi dipaksa demi kelangsungan perusahaan. Sekarang di saat dirinya sudah betah, justru Mor memindahkannya tanpa meminta persetujuan atau sekadar berdiskusi dengannya.“Papi selalu mempermainkanku seperti ini? aku kayak boneka yang bisa dioper ke sana ke mari. Sebenarnya aku anaknya apa bukan sih? dari kecil aku selalu berusaha menjadi anak baik tapi apa yang mereka lakukan? Mami sama papi hanya menjadikan aku aset untuk meneruskan perusahaan. Nggak pernah mereka mikirin perasaanku.”“Nona, saya mohon tenang dulu. Kita masih bisa bicarakan ini baik-baik.”“Baik-baik apanya? Papi itu nggak pernah bisa diajak bicara. Apa
Sebenarnya Zefa ingin sekali mengantar sang kekasih ke bandara. Tetapi dia juga sadar diri. Posisinya masih pegawai baru di perusahaan Dion. Tidak mau memanfaatkan atasan hanya karena dia kekasih dari Novi, sahabat dekat Ziona.“Kamu pulang siang ini?” tanya Zefa. Mereka berdua masih ada di dalam taxi yang bertengger tepat di depan kondominium.“Hmmm. Aku harus segera berbicara dengan Papi dan Mami.” Ziona memeluk erat tubuh Zefa. Berat untuk meninggalkan, namun harus dilakukan. Ziona akan mempertahankan hubungan mereka.Pelukan mereka terlepas. Untuk sesaat saling bertukar pandang. Entah siapa yang memulai, sopir taxi menjadi saksi bisu tatkala bibir mereka menyatu. Ada perasaan gundah yang tidak bisa mereka ceritakan.“Aku akan tunggu kamu di sini. Segera kasih kabar kalau sudah sampai di Jakarta!” pesan Zefa setelah tautan bibir mereka terlepas.
Ziona menangis di kamarnya. Dia membuka galeri ponsel dan melihat foto-foto saat bersama dengan Zefa. Senyumnya begitu lepas setiap kali bersama dengan laki-laki itu. Bibirnya tersenyum, namun hati berusaha menahan sakit yang dalam.“Maafkan aku, Zef. Aku nggak punya pilihan lain. Aku harus melakukan ini.” Suara Ziona teredam dalam isak tangisnya. Entah sudah berapa lama dia menangis. Kedua mata bengkak dan wajahnya sembab. Kamar pun dia kunci agar tak seorang pun bisa masuk.“Non!” suara Bibi memanggil. Sejak pagi majikannya tidak makan. Asisten rumah tangga tersebut menjadi khawatir.“Iya Bi,” sahut Ziona membuka pintu.“Bibi masak mie instan untuk Nona. Tenang saja! Nyonya tidak tahu kalau Bibi menyiapkan ini untuk Non.” Apa pun Bibi lakukan yang paling penting majikan yang sudah dia asuh dari kecil mau makan. Termasuk memasak mie ins
Ziona sudah berdiri di ambang pintu apartemen Riko. Dia ingin menghabiskan malam bersama dengan Zefa. Hendak mengulangi masa-masa di saat mereka menikmati kuliner di malam hari, melihat merlion, dan menginap di capsule hostel yang sempit.“Zi?!” seru Zefa terkejut saat membuka pintu. “Ini sudah malam banget, sayang. Kapan kamu datang?” Zefanya masih berpikir jika wanitanya masih ada di Jakarta. Dia tidak mendapatkan kabar apa pun dari Ziona.“Aku ingin kita berkencan sekarang,” pinta Ziona. Tidak mau basa-basi lagi karena waktu yang dia miliki sangat terbatas.“Berkencan?” Zefa reflek melihat penunjuk waktu yang menghiasi pergelangan tangannya. “Ini sudah malam, sayang. Kita masih bisa melakukannya besok. Sekarang kita istirahat saja ya! kamu juga pasti lelah.” Zefa berusaha membujuk, namun wanitanya hanya bergeming. Tidak mau berpindah walau h
Sejak sampai di kantor, Zefa sangat serius bekerja. Ponsel pun diabaikan karena Dion memercayakan satu proyek baru untuk dia kerjakan.“Sudah waktunya makan siang,” ucap Dion. Meski laki-laki itu CEO, tetapi tak jarang dia mengajak bawahan untuk makan bersama. Apalagi sang kekasih sudah memintanya untuk membimbing Zefa hingga naik jabatan.“Eh iya,” sahut Zefa yang merasa dikagetkan karena ucapan atasannya.“Ya sudah kita makan saja. Aku sudah lapar. Sekalian aku mau ngajak kamu lihat pabrik,” ajak Dion membuat Zefa menunjuk diri sendiri karena heran.“Aku?” tanya Zefa. Belum genap dua minggu bekerja di sana. Rasanya terlalu cepat jika Dion memberikan banyak kepercayaan.“Iya. Asistenku juga ikut. Nanti kamu bisa belajar banyak dari dia. Manfaatkan kesempatan selagi ada, Zef.”“Tetapi aku masih karyawan baru.&rd
Duka yang begitu dalam membuat Ziona dan Zefanya menunda bulan madu mereka. Mungkin mereka akan melakukannya setelah Ziona benar-benar siap secara mental. “Hidup adalah kesempatan dan mati adalah keuntungan bagi setiap orang yang percaya kepada Tuhan.” Pendeta mengucapkan kalimat terakhir sebelum menurunkan peti Abira ke liang lahat.Ziona tak berhenti menangis, demikian juga dengan orangtuanya. Zefanya memeluk Ziona, tidak melarang ketika istrinya menangis di pelukannya. “Kamu nggak sendirian, sayang. Kamu memilikiku dan orangtuamu. Kami akan selalu menjagamu.” Zefanya menenangkan Ziona sambil mengusap punggungnya.***Tiga bulan telah berlalu,Zefanya sedang mengancing kemejanya ketika Ziona mendekatinya sambil membawa blazer. Mereka akan berangkat ke kantor di pagi hari dan saat sore Zefanya akan mengontrol kedainya. Dia sudah memiliki beberapa cabang dan dia harus membagi pikirannya antara perusahaan dan kedai.Mereka turun ke lantai satu, Alana dan Mordekhai telah menungg
Dua hari sebelum pernikahan, penjahit handal kepercayaan keluarga Ziona menunjukkan hasil jahitannya. Gambar Ziona telah berubah wujud menjadi sesuatu yang nyata.“Mau mencobanya sekarang?” tanya penjahit dan anggukan Ziona menunjukkan antusiasnya. “Karyawanku akan membantu kalian untuk memakainya.”Zefanya dan Ziona masuk ke ruangan terpisah. Setelah mengenakan tuxedo, Zefanya keluar dari ruangan dan dia harus menunggu karena Ziona masih sibuk di ruang gantinya.Beberapa menit menunggu, akhirnya Ziona keluar dengan gaun pengantin hasil rancangannya. Zefanya bergeming, pandangannya tidak berpindah ke tempat lain, seakan-akan tidak ada pemandangan yang lebih indah daripada calon istrinya. Padahal wajah dan rambut Ziona belum dirias layaknya seorang pengantin.“Kenapa?” tanya Ziona ketika Zefanya hanya bergeming saja. Zefanya tersadarkan karena pertanyaan Ziona dan dia geleng-geleng untuk mengembalikan pikirannya. “Kamu sangat cantik, sayang. Kamu sangat cantik mengenakan gaun h
Zefanya dan Ziona segera masuk ke dalam mobil. Sebelum Zefanya menyalakan mesin mobil, dia melihat ke samping dan memegang tangan Ziona. “Sayang, kita harus siap dengan apa pun yang akan terjadi. Aku tahu ini nggak mudah, tapi kuatkan hatimu. Aku akan selalu ada untuk kamu.”Ziona menggenggam tangan Ziona. Mendadak ketakutan membuat tanganya dingin dan berkeringat. “Bagaimana kalau Abira nggak bisa bertahan, Zef. Aku sangat takut.”Zefanya mendekat dan dia memeluk Ziona lagi. “Kita berdoa saja, sayang. Tuhan pasti akan melakukan yang terbaik untuk Abira.”Sesampainya di rumah sakit, Ziona dan Zefanya berlari ke ruangan Abira. Ketika masuk, mereka melihat Alana menangis sambil menciumi tangan Abira.“Mami, bagaimana keadaan Abira? Dia baik-baik saja, kan?” Ziona mendekati Alana dan ibunya segera berdiri. “Apa yang terjadi, Mi?”Alana tidak menjawab dengan kata-kata, tetapi dia memeluk Ziona. Alana menangis dan Ziona mengusap punggungnya untuk menenangkannya. “Abira pasti a
Tiga bulan berlalu setelah Zefanya menerima investasi dana dari Mordekhai. Akhirnya Zefanya memiliki dua cabang di Jakarta. Dia tidak hanya memiliki satu karyawan, tetapi sekarang dia telah mempekerjakan beberapa pelayan, satu manager, dan tiga supervisor yang ditempatkan di setiap kedai.Hari ini Zefanya tidak ke perusahaan dan Ziona ingin menemuinya di kedai. “Lex, tolong antar aku ke kedai. Aku nggak bawa mobil karena tadi pagi Zefanya yang menjemputku,” pinta Ziona pada sekretarisnya.“Baik, Nona.”Alex mengambil kunci mobilnya, dan dia mengantar Ziona ke kedai. Sesampainya di sana, seorang pelayan memberi tahu mereka jika Zefanya masih rapat dengan manajer dan supervisor. “Nggak apa-apa. Kami akan menunggu di sini. Tolong siapkan dua potong martabak dan milk shake saja untuk kami,” ucap Ziona pada pelayan.Setengah jam menunggu, akhirnya Zefanya menemui mereka. “Kamu pasti menunggu lama,” ucap Zefanya sambil mengusap kepala Ziona. “Aku memperbaharui kontrak kerja dengan
Zefanya duduk di sofa, tepat di depan Mordekhai dan Alana. Saat ini mereka sedang duduk di ruang kerja Mordekhai. Zefanya masih diam, takut salah bicara saat bersama mereka. Dia hanya menunggu apa yang ingin mereka katakan padanya.Zefanya meremas celananya ketika Mordekhai berdeham. Calon ayah mertuanya lebih menakutkan dibandingkan puluhan preman di luar sana. Zefanya masih takut mereka akan menghalangi cintanya dengan Ziona meskipun mereka telah makan malam bersama.“Kapan kau akan menikahi Ziona?” tanya Mordekhai. Suaranya serius dan dia melihat ketegangan Zefanya. “Saya harus mengumpulkan uang sebelum menikah dengannya. Meskipun saya nggak bisa memberikan pernikahan mewah kepada Ziona tapi saya aku harus bertanggung jawab untuk membiayainya.”Alana tersenyum ketika melihat kesungguhan Zefanya tetapi dia belum mengatakan apa-apa. Sementara Mordekhai masih mempertahankan wibawanya di depan calon menantunya. Sebenarnya dia menginginkan menantu yang derajat kekayaannya bisa
“Aku sudah mendengar semuanya dari Alex,” ucap Abira ketika adiknya masih saja diam sejak tadi. “Kenapa kamu nggak menceritakannya padaku, Zi? Apa kamu nggak menganggap aku sebagai kakakmu lagi?”Ziona tidak langsung menjawab. Dia memerlukan waktu untuk mengatur kata-katanya. Meskipun dia tidak tega ketika melihat wajah pucat Abira, namun dia harus kuat demi dirinya sendiri. Merasa sudah siap untuk menyampaikan isi hatinya, Ziona menarik napas dan melihat Abira. “Apa situasinya akan berubah kalau aku menceritakan semuanya sama kamu?”Abira terdiam karena pertanyaan Ziona. Dia kehilangan kehangatan yang selama ini dia dapatkan dari Ziona. Beberapa detik kemudian Abira menemukan jawabannya. “Situasinya pasti akan berbeda kalau kamu menceritakannya sama aku. Aku pasti akan membelamu di depan papi dan mami.”“Benarkah kakak akan membelaku? Bukankah selama ini kakak selalu protes kepada papi dan mami? Kakak selalu merasa kalau aku lebih beruntung karena bisa melakukan banyak hal.
Ziona dan Mordekhai duduk di mobil. Sebelum mereka berbicara, Mor meminta sopirnya keluar dari mobil.“Baik, Tuan.” Sopir itu keluar dan Mordekhai melihat ke samping.“Bagaimana keadaanmu, Nak? Apakah kamu makan dengan baik?”“Bagaimana keadaan Abira?” Ziona menolak untuk menjawab pertanyaan Mordekhai. Dia tidak mau termakan oleh bujukan sang ayah. Dia sering mengalaminya saat kecil. Ketika dia merajuk, Mordekhai atau Alana akan memberikan sesuatu padanya agar dia tidak merajuk lagi. Perlahan Ziona berubah karena apa pun yang dilakukan orangtuanya pasti karena Abira.“Abira di rumah, Nak. Bagaimana denganmu? Papi ingin tahu tentang keadaanmu.”Ziona mengembuskan napas panjang karena Mordekhai tidak menyerah dengan pertanyaannya. “Apakah seorang anak akan baik-baik saja saat keluar dari rumahnya? Aku rasa papi sudah tahu jawabannya.”“Kalau kamu nggak baik-baik saja, seharusnya kamu pulang ke rumah, Nak. Mami dan Abira sangat menginginkanmu di rumah.”“Menginginkanku?” Nada sua
Ziona melihat Zefanya sedang menghitung hasil penjualan hari ini. Zefanya hanya memiliki satu karyawan yang membantunya karena dia belum bisa membayar lebih banyak orang. Ziona menarik kursi dan duduk di sampingnya.“Aku memiliki tabungan, Zef. Kalau kamu mau memakai uangku untuk mengembangkan bisnismu, aku nggak keberatan untuk memberikannya,” ucap Ziona.Zefanya tersenyum sambil memasukkan uang ke dalam tas penyimpanan. Dia telah memisahkan sebagian uang untuk belanja dan kebutuhan harian, sisanya dia akan setor ke bank untuk disimpan. Jika dulu Zefanya akan tersinggung setiap kali Ziona menawarkan bantuan, sekarang dia mulai percaya diri dengan kehidupannya. Zefanya juga mempercayai calon istrinya.Zefanya menarik kursi lain dan dia duduk di depan sang kekasih. Dia menarik tangan Ziona, menggenggamnya dengan lembut, dan dia menatap wanita itu sambil tersenyum. “Kamu harus menyimpan uangmu, sayang. Lagipula usaha ini masih baru dan aku nggak mau gegabah dengan mengeluarkan
Tanpa sepengetahuan Ziona, Zefanya pergi ke rumah mewah milik Mordekhai. Kendaraan roda duanya hampir tidak bisa masuk karena satpam tidak memberikan izin kepada Zefanya.“Apakah Anda benar-benar sudah membuat janji dengan Tuan Mor?” satpam bertanya sebelum membuka gerbang karena dia tidak mau memasukkan sembarangan orang ke dalam rumah. Beberapa tahun lalu dia pernah melakukannya, ternyata orang itu adalah penguntit yang sangat terobsesi kepada Ziona. Sejak saat itu orangtua Ziona memberikan peraturan tegas kepada setiap tamu yang hendak masuk ke rumah mereka.“Saya sudah membuat janji dengan orangtua Ziona,” jawab Zefanya.Satpam masih belum percaya, akhirnya Zefanya menghubungi Alex. “Satpam tidak mengizinkanku masuk,” ucap Zefanya saat ponsel menempel di telinganya.“Biarkan aku berbicara dengannya,” balas Alex.Zefanya memberikan ponselnya kepada satpam, dan dia melihat satpam itu manggut-manggut ketika berbicara dengan Alex.Satpam mengembalikan ponsel Zefanya, lalu dia mene