แชร์

Vertigo [2]

ผู้เขียน: Indah Hanaco
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2021-03-16 12:59:31

Aku memandang Marco sekilas, tidak yakin dengan kata-kata Levi. Di saat yang sama, Marco juga sedang balas menatapku. Wajah cowok itu tampak memerah, tapi Marco tidak bicara apa-apa. Levi malah menyikut sahabatnya.

“Aku minta maaf untuk kejadian minggu lalu,” ucap Marco dengan suara datar. “Hmmm ... aku keterlaluan.”

Aku tidak yakin bagaimana cara Levi membuat Marco bersedia datang ke Rumah Borju dan meminta maaf. Aku pun akhirnya duduk di depan kedua tamuku. Saat ini, aku tidak memiliki opsi lain kecuali menjawab permintaan maaf itu dengan kalimat yang baik. Sekeras-kerasnya seorang Nefertiti Kamelia, jika ada yang meminta maaf, hatiku akan lumer dengan mudah. Lagi pula, bukankah seharusnya memang seperti itu?

“Aku juga minta maaf,” balasku pelan. Kecanggungan membuatku duduk dengan perasaan tak nyaman. Akan tetapi, aku tetap harus mengapresiasi Marco karena bersedia minta maaf, kan? Terlepas apakah cowok itu melakukannya den

บทที่ถูกล็อก
อ่านต่อเรื่องนี้บน Application

บทที่เกี่ยวข้อง

  • Wonderstruck   Rocket Man [1]

    Tolong, jangan sampai mengikuti jejakku. Aku adalah contoh nyata bahwa jangan mudah menarik kesimpulan begitu saja tanpa mencari tahu detailnya. Karena bisa saja akan berakhir dengan rasa malu yang membuatmu ingin menghilang selamanya dan pindah ke Planet Namek.Niatku sungguh mulia, berawal dari rasa solidaritas pada istri yang diselingkuhi Marco. Namun aku malah mempermalukan diri sendiri. Apakah usia muda membuat seseorang terlalu gampang mengambil kesimpulan? Entahlah. Tanyakan padaku lima belas atau dua puluh tahun lagi. Mungkin aku bisa memberikan jawaban yang lebih memuaskan.Setelah Marco bergabung dengan teman-temannya dan mendengar Levi mengulangi percakapan kami, cowok itu tersenyum. Hei, ada lesung pipitnya! Ini tergolong kejutan buatku karena tak pernah tahu jika cowok yang lebih sering merengut itu ternyata memiliki dekik di kedua pipinya. Tentu saja Marco tampak lebih menawan karena tambahan sepasang lesung pipit itu. Eh, barusan aku bilang apa? Marco me

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-03-17
  • Wonderstruck   Rocket Man [2]

    Aku pun teringat ucapan Cliff saat menjelaskan tentang arti kata “Nefertiti”. Namun, aku memilih tidak mengomentari kata-kata Joyce. Toh, aku sendiri pun belum mengenal Cliff dengan baik. Kami baru bertemu beberapa kali. Oleh karena itu, aku lebih suka bertanya tentang aktivitas Joyce sehari-hari.“Aku masih kuliah juga, Nef. Semester tujuh, jurusan Bahasa Inggris. Tapi nggak di universitas ini. Tadinya males, pengin langsung kerja. Cuma ya gitu, kalau cuma pakai ijazah SMA, nggak banyak pilihan. Yang udah jadi sarjana aja pun banyak yang nganggur.”Itu problem klasik yang sepertinya sudah terlalu sering terdengar, kan? Namun memang fakta di dunia nyata, seperti itu. Tak ada yang bisa membantah bahwa ijazah masih sangat diperlukan untuk melegitimasi bahwa seseorang layak dipekerjakan.“Kalau aku, sejak awal memang pengin jadi bankir,” sahutku saat Joyce bertanya alasanku memilih kuliah di Fakultas Ekonomi.“Kamu t

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-03-18
  • Wonderstruck   Sweetest Devotion [1]

    Sore itu, aku terpana berkali-kali saat mendengar potongan cerita tentang Puan Derana. Informasinya berasal dari berbagai sumber, Marco dan ketiga sahabatnya. Bagiku, semua yang berkaitan dengan tempat itu, sungguh mengejutkan. Karena itu, aku tak bisa banyak bicara selama kami berada di sana. Terlalu terkesima hingga kehilangan kata-kata. Aku juga berkali-kali mengingatkan diri sendiri agar tak lagi ceroboh membuat praduga ini-itu. Aku harus lebih mampu menahan komentar di masa depan.“Jadi, apa pendapatmu, Masih yakin kalau Marco itu suami yang tukang selingkuh?” tanya Levi pada suatu kesempatan sambil tertawa terbahak-bahak.Aku merengut ke arahnya. “Itu semua salahmu. Ngomongnya ngaco.”Bukannya merasa bersalah, Levi malah membela diri. “Makanya, lain kali jangan cepat ngambil kesimpulan ya, Nef. Masa iya kamu percaya gitu aja kalau Marco punya harem dan udah punya anak segala, sih?”“Soal harem itu, nggak ter

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-03-19
  • Wonderstruck   Sweetest Devotion [2]

    “Kenapa mamamu bisa bikin Puan Derana, Co?” Joyce bertanya. Dia duduk di tengah, diapit olehku dan Cliff. “Hebat, lho. Bisa bikin tempat kayak begini.”Marco tak segera menjawab. Bahkan, aku bisa melihat keengganannya untuk bercerita. Namun, setelah berlalu beberapa detik, cowok itu akhirnya membuka mulut.“Mama pernah ketemu korban pemerkosaan pacarnya sendiri, sampai hamil dan depresi. Si korban ini tetap mempertahankan kehamilannya tapi sayangnya dia meninggal waktu melahirkan. Bayinya juga nggak selamat.” Wajah Marco tampak memucat. “Setelah itu, Mama kepikiran bikin Puan Derana.”Ada banyak pertanyaan yang terasa menusuki kepalaku. Untuk kesekian kalinya, Cliff mengulurkan martabak telur ke arahku. Penganan itu masih berada di dalam kotak karton dan menguarkan aroma yang menggoda indera penciuman. Sayang, kali ini aku kebal. Aku tak merasa tertarik sedikitpun untuk mencobanya. Aku cuma menggeleng sebagai bentu

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-03-20
  • Wonderstruck   Just Friends [1]

    Kunjungan ke Puan Derana itu betul-betul memengaruhiku. Kembali ke Rumah Borju, aku baru tertidur setelah lewat tengah malam. Membayangkan orang-orang yang terpaksa tinggal di tempat itu, setelah melewati banyak tragedi, membuatku merinding dan kehilangan kata-kata. Rasa ngeri membayangiku.Efek lainnya, meski aku belum mengenal ibu kandung Marco, tapi aku menaruh hormat pada perempuan itu. Karena memiliki hati yang dipenuhi kasih sayang sehebat itu. Aku juga bersyukur karena tidak harus melewati hidup mengerikan seperti orang-orang di Puan Derana itu. Karena mengimajinasikan seperti apa rasanya pun, aku tak mampu.“Ya Tuhan, Nef,” kata Joyce saat kami berjalan menuju mobil untuk pulang. Tangan kanan gadis itu memeluk lengan kiriku. “Aku ngeri dengar cerita Marco tadi. Hatiku rasanya ikut sakit ngeliat cewek-cewek yang jadi korban itu,” aku Joyce.“Sama! Aku nggak berani bayangin rasanya kayak apa. Apalagi cewek yang hamil tadi. Mas

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-03-21
  • Wonderstruck   Just Friends [2]

    “Iya, sih. Cuma, lama-lama aku merasa dia nggak suka sama aku, Nef. Padahal aku udah usaha nunjukin perhatian,” gumam Joyce dengan nada lirih.“Nggak juga. Kalau dia nggak suka, aku yakin Marco nggak bakalan mau capek-capek berbasa-basi,” balasku. Saat itu, aku terkenang lagi pertemuan pertamaku dengan Marco.“Mudah-mudahan aja kamu benar.” Joyce mendesah. “Karena aku hampir merasa ini semua sia-sia. Percuma nunjukin perhatian, Marco kayaknya nggak peduli. Dia baik, sih. Sopan. Tapi ya cuma sebatas itu doang.”Aku tidak benar-benar paham perasaan Joyce karena Marco tidak merespons seperti keinginannya. Maklum, aku belum pernah terlibat dalam untuk urusan asmara. Aku pernah lumayan dekat dengan lawan jenis sebanyak dua kali. Yang pertama saat masih SMA. Kali kedua ketika aku duduk di semester dua. Namun, semua tidak sampai tahap pacaran. Perasaan sukaku telanjur lenyap dalam waktu singkat.“Joyce, aku d

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-03-22
  • Wonderstruck   Eh, Eh, [1]

    Jika berkaitan dengan Marco, hubunganku dengannya mungkin pantas diberi label “siapa sangka”. Itu karena ada terlalu banyak kejutan yang tak terduga. Diawali perseteruan yang membuatku masih mual jika mengingatnnya. Detik ini, kami malah bisa disebut berteman. Walau tidak benar-benar akrab.“Cliff bilang, kamu sengaja pindah jurusan supaya bisa total bantu Puan Derana?” Pertanyaan itu sudah lama bergema di kepalaku tapi baru kali ini ada kesempatan untuk bertanya langsung kepada Marco. Cowok itu tampak kaget. Tidak mencolok, sih. Hanya ditandai dengan pupil mata yang melebar.“Nggg ... begitulah kira-kira. Aku nggak nyangka kalau Cliff ngomong soal itu sama kamu.” Marco tersenyum tipis. “Nggak banyak yang tau detail soal ini. Cuma teman-teman dekat doang sama keluarga.”“Itu hal yang menurutku hebat, lho,” pujiku. Ya, pindah jurusan kuliah supaya bisa maksimal membantu orang lain, bukan alasan sepele, k

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-03-23
  • Wonderstruck   Eh, Eh, [2]

    Sarannya kurespons dengan tawa kecil. “Nggak perlu. Tenang aja, kamu udah kumaafin. Dan aku sekarang tau alasanmu suka sama Thea. Oke, bisa diterima. Berhubung aku juga pernah kena tipu sama orang yang sama. Saat dia pengin, Thea bisa berubah jadi cewek manis yang menyenangkan.”Marco mengibaskan tangan kanannya. “Udah ya, ini terakhir kali kita bahas masalah itu. Aku beneran malu, tau. Setelah ini, nggak usah ngomongin soal Thea lagi.”Obrolan kami diinterupsi oleh Levi. “Nef, kamu beneran mau nginep di sini?” tanyanya. Cowok itu baru saja menuntaskan perbincangan di telepon dengan orangtuanya. Levi meletakkan gawainya di meja tinggi yang berada di sebelah kanan ranjang. “Nggak apa-apa? Padahal, udah ada Marco. Aku bakalan aman. Nggak ada bahaya sama sekali,” selorohnya.Aku menggeleng. Tawa kecilku pecah karena kata-kata Levi. “Aku tadi udah nelepon ke Rumah Borju. Minta izin sama ibu kos. Kan nggak ada sal

    ปรับปรุงล่าสุด : 2021-03-24

บทล่าสุด

  • Wonderstruck   Epilog

    Amara sering mendengar kalimat tentang cinta yang bisa mengubah hidup seseorang dengan drastis. Dan selama ini dia kerap mencibir, tidak memercayai hal itu sama sekali. Baginya, orang-orang yang sedang jatuh cinta itu cuma melebih-lebihkan saja.Akan tetapi, kini cibirannya itu justru berbalik menyerang Amara. Menjadi bumerang yang membuatnya jengah. Jika boleh jujur, Amara bahkan tidak tahu kalau efek cinta yang dirasakannya itu ternyata jauh lebih besar dibanding bayangan gadis itu. Amara mengira hidupnya sudah remuk dan takkan bisa lagi kembali normal. Bahagia itu cuma sebuah mimpi lancang yang terlarang untuknya.Hingga Seo Ji Hwan hadir dalam dunianya, memainkan sihir ajaib yang tidak pernah terduga.Membuka hatinya lagi untuk Ji Hwan setelah tahu siapa cowok itu, sama sekali tidak mudah. Akan tetapi, memaksa Ji Hwan menjauh dan membiarkan cowok itu lenyap dari hidup Amara selamanya, jauh lebih tidak tertanggungkan. Cinta Amara untuk cowok itu sudah bertumb

  • Wonderstruck   My Other Half [7]

    Kata-kata Ji Hwan itu mengejutkan Amara. Dia pun merespons. “Pasti itu melibatkan cewek yang namanya Rita tadi,” tebak Amara dengan perasaan terganggu. Cemburu.“Memang iya,” aku Ji Hwan dengan jujur. Pengakuan itu membuat Amara berjengit.“Dan tadi dia menggandengmu dengan mesra,” Amara menahan diri agar tidak mengomel panjang. “Aku dan Sophie ngeliat semuanya.”“Dia memang menggandengku, Mara. Tapi seingatku, buru-buru kulepaskan. Nggak ada yang bisa dianggap ‘mesra’ di situ,” ralat Ji Hwan. Kedua tangannya terangkat dan membuat tanda petik di udara. “Kalau memang kamu secemburu itu, seharusnya kamu nggak pernah ngelepasin aku,” dia menambahkan.Amara menoleh ke kanan, mengira akan melihat Ji Hwan tersenyum jail. Namun ternyata tidak. Ji Hwan terlihat sangat serius dengan kata-katanya. Matanya yang agak sipit itu menatap Amara dengan kesungguhan yang luar biasa.

  • Wonderstruck   My Other Half [6]

    Ji Hwan tertawa geli. Amara benar-benar merasa lega karena akhirnya bisa melihat cowok itu tergelak lagi. Lesung pipitnya begitu menyihir. Amara sekarang baru menyadari betapa dia sangat merindukan Ji Hwan. Dia tidak tahu bagaimana selama ini bisa bertahan, bahkan sampai bersikap memusuhi cowok itu. Amara pun tak sudi mendengar semua pembelaan diri dari Ji Hwan.“Sophie juga udah ngingetin aku tentang kamu yang gengsi banget untuk mengakui perasaanmu sama aku,” aku Ji Hwan.Amara mendesah tak berdaya. “Kalau nanti ketemu Sophie, aku akan menjahit mulutnya,” ucap gadis itu. “Dia sama sekali nggak bisa menjaga rahasia.”Ji Hwan tertawa kecil. “Sophie nggak punya maksud jelek. Dia cuma ingin membantu kita berdua,” katanya. “Heartling, bisa nggak sih, kita berhenti berantem dan ngucapin kata-kata yang nyakitin hati? Aku beneran jatuh cinta sama kamu. Aku menyesali semua yang harus kamu alami. Aku lebih nyesal lag

  • Wonderstruck   My Other Half [5]

    Wajah Amara menghangat. Kata-kata Ji Hwan itu membuatnya jengah. Dia sempat mengerjap sambil menatap sang mantan, tak yakin bagaimana Ji Hwan tampak berbeda dibanding kemarin. Hari ini, Ji Hwan tampak lebih santai dan bisa mengucapkan kata-kata yang mengejutkan. Meski tak terlihat lesung pipitnya yang begitu disukai Amara.“Kenapa aku harus cemburu?” Amara mengerutkan glabelanya. “Ji Hwan, kita beneran konyol banget karena ngebahas hal-hal yang nggak penting. Sekarang, balik ke masalah yang sebenarnya. Kamu ngajak aku ke sini untuk ngebahas apa?” tanya Amara. Dia berusaha bersikap setenang mungkin meski nyatanya jantung Amara terasa menggila lagi.“Bukannya kamu merindukanku?” Ji Hwan malah balas bertanya. Pertanyaan itu begitu mengejutkan, seperti bom yang dijatuhkan di keheningan malam.“Apa?” Amara yakin dia sudah salah dengar.Ji Hwan menjawab dengan sabar. Nada sinis yang tadi tertangkap di telinga Amar

  • Wonderstruck   My Other Half [4]

    “Kamu sakit ya, Mara? Wajahmu agak pucat,” cetus Ji Hwan dengan napas memburu. Menurut tebakan Amara, cowok itu pasti berlari saat kembali ke tempatnya menunggu.“Aku nggak sakit.” Seisi dada Amara dipenuhi permohonan, berharap Ji Hwan mau memanggilnya “Heartling” lagi. Permohonan yang tidak mampu dilisankan Amara di depan cowok itu. Sesaat kemudian, gadis itu memarahi dirinya sendiri. Memangnya apa yang diharapkannya? Ji Hwan sudah melakuakan segalanya untuk mempertahankan Amara. Akan tetapi, Amara sendiri yang menolak Ji Hwan berkali-kali.Ji Hwan melihat ke arah jam tangannya. “Kita bisa pergi sekarang? Atau kamu mau makan siang dulu?”Amara menggeleng. “Aku nggak lapar.”Setelahnya, gadis itu berjalan bersisian dengan Ji Hwan menuju tempat parkir motor di fakultas cowok itu. Tak ada yang membuka mulut. Amara pun sama sekali tidak berkomentar saat mantan pacarnya menyerahkan sebuah helm kepada

  • Wonderstruck   My Other Half [3]

    Namun Amara tidak mampu mensterilkan diri dari perasaan senang saat melihat Rita menjadi salah tingkah dengan wajah agak pias. Mereka saling sapa dengan canggung. Amara juga merasa lega karena Ji Hwan tidak mengoreksi kata-kata Sophie tadi.Kurang dari tiga menit kemudian Rita pamit dengan alasan harus masuk kelas. Tak lama kemudian Sophie pun menyusul. Tidak ada tanda-tanda bahwa gadis itu menyesali caranya mengintimidasi Rita. Sophie malah terkesan puas dengan kelakuannya barusan. Kini, yang tinggal hanya Amara, berdiri berhadapan dengan mantan pacarnya dengan canggung. Gadis itu memindahkan berat badannya dari kaki kanan ke kaki kiri. Tidak ada yang bicara hingga berdetik-detik. Sementara mahasiswa berlalu-lalang di sekitar mereka.“Amara, kenapa belum pulang? Masih ada kuliah, ya?”Tanpa melihat pun Amara tahu bahwa Reuben yang barusan menyapanya. Dosennya itu berhenti sambil menatap Amara. Berdiri di depan dua pria yang pernah menjanjikan hati m

  • Wonderstruck   My Other Half [2]

    Amara belum pernah merasakan siksaan luar biasa saat mengikuti kuliah. Ji Hwan yang sudah memperkenalkannya pada perasaan asing yang membuatnya tak berdaya itu. Amara mengutuki waktu yang melamban dan jarum jam yang seakan tidak bergerak. Seolah-olah waltu membeku begitu saja.“Mara, bisa duduk diam nggak, sih?” protes Sophie. “Kalau kamu bergerak-gerak terus di kursimu, mungkin bakalan dikira kena wasir.”Kalimat seenaknya dari Sophie itu membuat Amara menendang kaki sahabatnya dengan gerakan pelan. Sophie malah terkikik geli dan buru-buru menundukkan wajah agar tak ketahuan dosen sedang tertawa.“Pasti kamu udah nggak sabar pengin buru-buru keluar dari sini, kan?” tebak Sophie ketika akhirnya kelas berakhir. Seringai jailnya tidak mampu membuat perasaan Amara membaik. “Tersiksa banget kan, Mara?”Amara mengabaikan gurauan sahabatnya. “Sophie, nanti kalau ketemu Ji Hwan, aku harus ngomong apa? Aku ben

  • Wonderstruck   My Other Half [1]

    Amara melangkah pelan dengan kepala tertunduk. Sophie menggandeng lengan kanannya. Setelah menghabiskan waktu di kantin, mereka akhirnya menuju ruang kelas. Perkuliahan akan dimulai sekitar sepuluh menit lagi. Perbincangan Amara dan Sophie tidak mendapat titik temu seputar jalan keluar untuk soal Ji Hwan. Amara sudah kehilangan semangat. Dia yakin, kini dia merasakan patah hati dalam arti sebenarnya.Amara tahu, rasa sakit yang harus ditanggungnya pasti tak akan ringan. Setelah semua kemarahannya mereda dan akal sehat yang berbicara, pastilah rasanya berbeda dibanding malam tahun baru itu. Saat dia memutuskan hubungan dengan Ji Hwan tanpa perasaan.“Kamu terlalu jauh dijajah gengsi. Itu kebiasaan jelek, Mara. Gengsi itu perlu tapi ya harus pada tempatnya. Kalau memang....” Sophie tidak melanjutkan kalimatnya.Heran karena Sophie tak lagi bicara, Amara berujar, “Silakan terus mengejek dan menceramahiku. Masa sih kamu udah capek? Kayaknya ini bar

  • Wonderstruck   Biar Hati Bicara [8]

    Sophie sudah digariskan menjadi orang yang tak mudah dipuaskan. Dan meski sudah ikut melihat adegan tadi, gadis itu merasa bahwa reaksi Amara terlalu berlebihan. Cemburu yang tidak pada tempatnya. Bagi Sophie, tak seharusnya semangat Amara melempem begitu saja. Gadis itu tanpa sungkan mengutarakan opininya.“Katanya rindu, tapi udah langsung nyerah cuma karena ngeliat ada pengagum Ji Hwan yang lagi usaha untuk narik perhatian,” sindirnya. Sophie tidak menyembunyikan rasa gelinya. Tawanya menyusul kemudian, membuat Amara merengut sekaligus kesal.“Aku nggak cemburu, kalau itu yang kamu maksud,” balas Amara, defensif.Sophie mengabaikan kata-kata Amara. “Kamu ingat nama cewek itu? Rita kan, ya?”Amara berusaha keras menggali memorinya tapi gagal total. “Entahlah, aku sama sekali nggak ingat. Cuma kenal mukanya doang.”“Hmmm, aku maklum, sih. Sebelum ini, kamu terlalu asyik berdua sama Ji Hwan, sih

DMCA.com Protection Status