Elaine melihat Ayah dan Ibunya berada di tempat eksekusi. Tidak ada seorang pun yang berusaha menyelamatkan mereka. Justru orang-orang itu bersorak untuk merayakan kematian budak. Bukan hanya orang tuanya, ada beberapa budak lain yang mengalami nasib serupa.
"Eksekusi! Eksekusi!"
Dalam binar mata hijaunya terpantul pemandangan yang begitu menyesakkan dada. Hanya butuh beberapa detik dan semua terjadi begitu cepat. Warna merah menghiasi tempat tersebut, menyisakan kesedihan bagi mereka yang ditinggal.
Elaine benci kelemahan.
***
Elaine memutuskan mencari Penyihir Kerajaan yang bernama Fora untuk belajar sihir. Awalnya Fora juga tidak mau mengajarinya, namun berkat usaha keras Elaine, akhirnya ia setuju dengan syarat bahwa Elaine harus bersumpah melindungi Lian sama se
Elaine dan Fritz tiba di ibukota kerajaan setelah dua minggu perjalanan. Keduanya membeli beberapa pakaian dan makanan kemudian mencari penyewaan tempat tinggal. Mereka mendapat tempat di penginapan murah milik seseorang bernama Gogh. "Lalu bagaimana cara kita menemui Raja? Ia tak bisa ditemui begitu saja, bukan?" "Jika dia adalah pemimpin yang baik, ia akan mendengarkan kita." "Bagaimana kalau tidak?" "Aku tidak tahu." "Aku masih mengkhawatirkan Daris." "Kenapa? Dia bahkan menentang ide ini." "Ya, tapi aku bisa mengerti perasaannya." Elaine jadi tak tega kala mengingatnya. Bagaimanapun, Fritz dan Daris adalah sepupu, hubungan mereka tidak seharusnya renggang. Fritz melihat Elaine yang tampak gundah, ia langsung dapat memahami apa yang ia pikirkan. "Berhenti menyalahkan dirimu, Elaine. Ini permasalahan di antara k
Misi pertama mereka adalah mendapatkan harta dari tempat Tuan Gogh yang baru saja keluar dari rumahnya, ia adalah pemilik penginapan yang sempat disinggahi oleh Fritz dan Elaine. Bersama Daris, mereka bertiga mengendap-endap, melihat situasi sebelum akhirnya beraksi. Mencari di mana harta milik Tuan Gogh disimpan agak sulit, namun mereka menemukannya di belakang lemari pakaian. Ada sebuah kotak peti berukuran kecil dan berisikan beberapa benda mulia serta emas."Kita ambil semuanya." Elaine berkata. Mereka kemudian pergi dengan hati-hati seperti ketika masuk. Ada beberapa penjaga, namun mereka tertidur di lorong. Mereka sampai berjinjit agar tidak menimbulkan suara, kemudian lari.Esoknya, kabar mengenai harta benda milik Tuan Gogh yang hilang menggegerkan warga. Semua orang ditanyai, namun tak ada yang bisa menjawab. Tuan Gogh marah-marah hingga pejalan kaki terhenti karenanya. Elaine, Fritz dan Daris yang sedang makan di kedai Guli yang
"Elaine, mengapa kau membiarkan Byll lolos begitu saja?"Elaine berhenti, menatap kepada Daris yang baru saja melempar pertanyaan."Dia akan menyadarinya sendiri, aku yakin.""Sudahlah, Daris. Kita tidak harus mencari anggota sekarang. Lebih baik kita pergi mencari senjata untukmu di tempat lain." Fritz menepuk bahunya pelan, mengisyaratkan bahwa ini bukanlah akhir."Kudengar di Malta ada penjual senjata yang bagus. Mungkin kita harus ke sana?""Malta?" Elaine mengernyit. Ia tidak pernah pergi jauh selain untuk mencari benda magis, dan itu pun bukan di lokasi yang dihuni banyak orang seperti desa Fritz."Kepala Desa pernah memberitahuku, di sana adalah pelabuhan jadi semua barang yang hendak kita cari pasti ada. Namun untuk ke sana kita butuh biaya yang besar, jaraknya cukup jauh dan tidak mungkin kita melaluinya hanya dengan berjalan kaki.""Kenapa tidak
Elaine mencobanya sekali lagi.Ia berlatih seorang diri, tidak mau racunnya terkena yang lain bila terjadi kesalahan. Elaine menemukan sesuatu yang tidak ia sangka. Perempuan itu menatap batu yang cukup besar di pinggir sungai, sekarang terlihat berlubang di bagian tengah.Racunnya terlalu kuat, bukan?Elaine tidak mengira, maka ia menyudahinya. Semakin berbahaya bila ia teruskan. Sedikit rumput di sekitar batu itu bahkan kini telah menghitam—bukan lagi layu. Ia kenakan kembali sarung tangan kulit pemberian Fritz, masih penasaran mengapa tidak terkena efek yang sama. Apakah racunnya hanya bekerja terhadap benda tertentu? Elaine pun tidak tahu."Elaine? Bagaimana latihannya?"Fritz datang sambil membawa sedikit buah. Ia lemparkan pada Elaine dan berhasil ditangkap. Lalu lelaki itu pergi ke sisinya, melihat apa yang dilakukan Elaine."Wah, batunya sampai berlu
Oscar baru saja kembali dari tugasnya. Ia mencari Pangeran Giovanni di istana, tapi pelayan di sana mengatakan dia belum kembali sedari pagi. Apakah dia masih di menara timur?Lantas Oscar menuju ke sana, berniat menyampaikan bahwa pesannya kepada Lyla telah disampaikan. Namun setibanya di sana ia mendengar suara keributan, dan ia melihat banyak prajurit sudah tumbang. Tak jauh dari sana, ia melihat ada seseorang yang melawan prajurit yang tersisa. Oscar segera menarik pedangnya, bersiap melawan.***Byll berlari, menemukan kerumunan di bawah menara. Ketika ia amati lagi, itu rupanya teman Elaine—Byll tidak terlalu ingat hal yang tidak penting. Saat ia bersiap lari, justru Byll melihat Elaine melompat dari lantai atas; sepertinya lantai di mana ruangannya tadi disekap. Byll mengeluarkan sihir angin secara refleks, membantu agar Elaine jatuh perlahan. Perempuan itu sepertinya sedikit menyadari, jadi ia menoleh p
"Lemah ... "Fora melihat kota yang telah hancur dalam genggamannya. Rupanya seluruh rakyat Malta berniat melakukan pemberontakan. Informasi yang disampaikan Oscar ternyata benar, Malta telah melakukan pergerakan. Bila mereka membiarkannya, maka seluruh kerajaan akan hancur. Ia akan mengusulkan pemerintahan baru Malta pada Raja usai kembali dari sini."Fora?" Sebuah suara menyapa. Fora melihat seseorang yang ia kenal datang entah darimana."Fanla?"Fora tidak mengira akan bertemu Fanla di Malta. Kabar terakhir yang ia dengar, Fanla sedang melakukan ekspansi wilayah ke Hrava. Lian sedang memperluas kerajaan, jadi tidak heran bila jarang ada yang kembali ke negerinya."Aku mendapat kabar dari Oscar kalau kau di sini." Ujar Fanla sembari mengangkat bahu."Manusia bernama Oscar itu memang berguna, dia sangat memperhatikan banyak detil." Imbuh Fora.Sejauh ini,
Guli memerintahkan agar Claus berada di belakangnya. Sementara ia sendiri hampir gemetaran karena melihat penyihir istana itu berdiri di hadapannya. Masalahnya, saat ini Claus bersamanya. Ia bahkan tak bisa menjamin keselamatan dirinya sendiri."Kenapa kalian terkejut?" Fora menyeringai, secepat itu pula ia mengumpulkan sihir di tangannya. "Omong-omong, aku juga punya kejutan untuk kalian. Yah, nanti kalian juga akan tahu sendiri. Tapi biar kukatakan satu hal, Elaine tidak berada di sini."Guli terbeliak. Apakah ia bisa mempercayai perkataan Fora barusan? Tidak mungkin Elaine tidak berada di tempat ini. Memangnya mereka mau menempatkannya di mana lagi?"Yah, aku juga tidak butuh kalian. Tapi Pangeran memerintahkan agar aku menyandera kalian berdua untuk jaga-jaga. Hahahahahahaha!"Claus melihat sesuatu seperti tali tiba-tiba melilit mereka. Guli menjatuhkan panahannya karena kedua tangannya telah ter
Byll mengamati keadaan sekitar terlebih dahulu. Menara barat terlihat sepi, ada yang tidak beres. Mungkinkah mereka mengganti formasi untuk berjaga? Tapi melihat situasi kerajaan, rasanya itu hampir tidak mungkin.Ia juga belum berjumpa dengan Yue atau pun Leo. Prioritasnya sekarang adalah mencari Elaine terlebih dahulu. Ia tidak boleh lengah barang sedikit pun. Baru beberapa langkah berjalan, ia terhenti.Oscar rupanya sudah menunggunya di balik dinding."Byll Galsch, mari selesaikan pertarungan kita waktu itu."Byll melihat Oscar membawa senjata yang sama seperti bertahun-tahun silam. Sebuah pedang yang tampak tajam dan mengkilat, serta rubi yang berada di gagangnya. Aura kehitaman menguar ketika Byll menangkapnya dengan retina.Sama seperti waktu itu.Byll mengeluarkan sihir anginnya secepat yang ia bisa, tetapi Oscar terlebih dulu hendak menebasnya. Beruntung Byll dapa
Pangeran Joe kembali dengan membawa hasil buruan begitu banyak. Para pelayan bahkan menatap tidak percaya dengan betapa banyak juga yang harus mereka masak. Tapi tentunya ada satu orang yang sangat bersemangat dengan kabar itu. "Pangeran sangat hebat! Luar biasa, aku akan memasak semuanya!"Pangeran Joe hanya tersenyum tipis ke arah pelayan yang sudah lama dikenalnya itu. "Aku mengandalkan dirimu jika demikian, Uni."Uni memberikan hormat. "Siap, pangeran! Serahkan semuanya pada saya!" Pangeran Joe kemudian pergi, sementara orang-orangnya membereskan peralatan dan lain sebagainya. Ia bilang hendak beristirahat dulu akibat lelah. Uni yang berapi-api lantas segera menyingsingkan lengan pakaiannya ketika bahan makanan mulai dibawa ke dapur oleh pelayan laki-laki. Dia tidak akan kalah hari ini! Kemarin dia sudah bisa menyiapkan perbekalan dengan sempurna untuk Pangeran Joe, berikutnya pasti juga berhasil! Keberuntungan sedang ada di pihaknya sekarang, ia tidak boleh menyia-nyiakannya.
"Lihat, ada seseorang!"Para nelayan berkumpul di sekitar garis pantai ketika mendengar sebuah seruan. Pagi ini mereka baru saja kembali dari laut dan menemukan seorang lelaki yang tak sadarkan diri di tempat ini. Saat ada seorang nelayan yang memeriksanya, ia masih bernapas. Maka akhirnya diputuskan bahwa tubuh itu akan diletakkan di salah satu rumah nelayan hingga siuman."Dia pasti orang asing karena kita tidak pernah melihatnya, apa kita harus menghubungi pejabat setempat?""Kau benar, dia mungkin mata-mata. Tapi kita harus menanyainya beberapa hal terlebih dahulu. Kita tunggu sampai dia sadar."Orang tersebut sadar setelah dua hari, ia tampak begitu lemah ketika membuka sepasang matanya. Ia terbangun di tempat asing, merasa pusing hingga akhirnya memegangi kepalanya. Saat duduk, ia melihat ada orang lain yang tak jauh darinya dan memutuskan untuk bertanya. "Aku di mana?""Kau berada di Yilan." Jawabnya. "Kau sendiri siapa? Apakah kau mata-mata?""Ah, bukan, namaku—"Orang itu in
"Selamat datang, Lyla Hviezda."Lyla membungkuk hormat pada lelaki yang menyambut kedatangannya ke kediaman Ratte. "Hormat saya, Tuan Voic."Voic, lelaki itu hanya tersenyum. "Jangan begitu formal, Lyla. Panggil aku Voic saja."Lyla mengangkat kepala, memberi gestur tangan kepada Oscar yang tengah membawa suatu kotak. Lantas pelayannya itu memberikan benda persegi tersebut kepada Voic. "Sedikit oleh-oleh dari Lian, harap Tuan berkenan dengan pemberian dari Nona Lyla.""Oh." Voic mengambil kotak itu sendiri karena tidak begitu besar, dan ketika memegangnya memang tidaklah berat. "Tidak perlu repot-repot, tapi terima kasih."Voic kemudian memandu mereka menuju ruangan besar. Sudah banyak bangsawan dari berbagai penjuru negeri yang hadir. Lyla duduk di sebuah kursi, bersama Oscar yang berdiri di belakangnya. Selayaknya pesta lain, semua orang tampak bersenang-senang di tempat ini. Ada yang mengobrol saja, atau mulai melangkah menuju lantai d
"Pekerja baru?""Iya. Dia adalah budak yang menghilang sewaktu pengiriman saat itu akibat Wolfsbane."Lyla pulang kembali ke kediaman Hviezda, mendapati ada seorang anak kecil yang ada di salah satu kamar budak. Oscar terpaksa mengunci pintu karena suaranya sangat mengganggu. Lyla yang kasihan akhirnya meminta lelaki itu membukakannya."Bagaimanapun dia masih anak-anak, Oscar."Mau tak mau akhirnya Oscar menurut. Anak itu langsung keluar dan tak sengaja terjatuh karena pintunya yang tiba-tiba terbuka."Saya tidak mengerti mengapa Anda ingin budak anak-anak seperti ini.""Kau juga sama dulu."Oscar mendecih pelan. Apalagi ketika melihat Lyla justru mendekat pada anak itu dan memeluknya. "Tenang, aku tidak akan menyakitimu."Bocah itu mulai tenang, lalu mereka kemudian berbicara beberapa hal. Hanya dengan b
Claus berlari.Mengapa orang dewasa selalu saja bersikap seenaknya? Ia tidak mengerti dan tidak mau mengerti. Berkali-kali ia terjatuh karena tidak memperhatikan jalan. Ketika kakinya telah menjerit kesakitan, alam telah berganti tayang. Claus lelah berlarian tanpa tujuan. Pada akhirnya ia pingsan.Ketika ia terbangun, bias cahaya mengenai permukaan kulitnya dari sebuah pintu yang terbuka. Tidak ada dingin menyapa, karena sebuah selimut diletakkan di atas tubuhnya. Dinding kayu terlihat ketika ia mengamati. Di mana ia berada saat ini?"Kau sudah bangun?"Seorang lelaki datang memberi salam dan bertanya. Nampan berisi sarapan ia letakkan di atas meja dekatnya. Claus merasa pernah berjumpa dengannya, tapi ia tak begitu mengingatnya."Katakan siapa namamu. Bisa repot kalau kau anak hilang dan sedang dicari orang tuamu."Nama?Claus tidak bisa menging
"Tidak, aku lupa membeli telur!"Uni segera berlari setelah mengecek persediaan bahan makanan di dapur istana. Pangeran Joe sangat suka makan telur dan daging, itulah alasannya. Uni memang belum secakap mendiang ibunya dalam melakukan segala sesuatunya. Salah satunya adalah sifat pelupanya ini."Jangan lari, Uni." Peringat Hilda, salah satu rekannya. Namun Uni telah menghilang terlebih dahulu di balik pintu. Hilda hanya menggeleng pelan sembari melanjutkan pekerjaannya kembali."Telur, telur!"Uni sudah hampir gila. Pangeran Joe sedang dilukis oleh Josephine di halaman belakang bersama Nona Lyla. Uni harus kembali sebelum mereka selesai. Tapi ia tidak yakin akan sanggup atau tidak. Ah, sudahlah! Rasanya otaknya makin buntu bila kian dipikirkan.Ia berlari begitu kencang hingga membuat beberapa orang menatapnya heran. Tidak berhati-hati mengendalikan laju lari, Uni tidak sempat berhenti ket
Yue dan Leo belum melihat tanda-tanda keberadaan Elaine meski telah mengalahkan para prajurit yang berjaga di sekitar menara. Mereka kebetulan bersimpangan dan bertemu. "Kau menemukan sesuatu?" "Belum, aku tidak melihat yang lain. Sebaiknya kita tetap di sini sambil menunggu sinyal." Keduanya mendengar sesuatu seperti suara tawa. Agak sedikit jauh dari posisi mereka, ada seseorang yang datang sembari menyeret tubuh manusia. Orang aneh itu mengenakan jubah dan membawa tas kulit di pinggangnya. Fanla yang sedang membawa mayat Elaine berhenti sejenak setelah merasakan ada sesuatu di sekitarnya. Dari dua arah berlawanan, ada beberapa benda tajam melayang ke arahnya. Fanla menghindar dengan baik, kemudian menilik siapa yang berani menghalangi jalannya. "Mau kau bawa ke mana Elaine?" Fanla menyeringai. Jadi rupanya mereka adalah teman Elaine; mayat yang tengah ia bawa ini. Fanla mengeluarkan sebuah benda magis dari kantungnya, kemudian menarik kedua orang yang menghadangnya barusan. "
"Fanla, apa yang kau lakukan?!"Fora kesal karena Fanla melakukan hal yang tidak berguna dengan membawanya keluar dari ruang penuh kabut racun itu. Mereka berada di lorong depan ruangan tersebut, melihat sisa kabut menyelinap melalui celah bawah pintu. Apa Fanla pikir ia lemah dan bisa dikalahkan oleh racun Elaine?"Fora, aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu. Kau adalah temanku." ujarnya menjelaskan maksud tindakannya tadi."Bagaimana kalau Elaine kabur?!""Tidak mungkin, ia sudah kehilangan banyak darah. Kita tunggu sampai kabut racunnya hilang."Fora menunjuk-nunjuk wajahnya. "Lalu kau menyuruhku diam saja, begitu? Aku yang bertanggung jawab atas semua ini. Aku tidak mau mengecewakan Pangeran Joe.""Fora," panggil Fanla. "Kau tidak bisa melakukan semuanya sendirian. Aku heran kenapa kau bahkan melarang Oscar ikut campur.""Manusia itu," Fora menghadap
Byll mengamati keadaan sekitar terlebih dahulu. Menara barat terlihat sepi, ada yang tidak beres. Mungkinkah mereka mengganti formasi untuk berjaga? Tapi melihat situasi kerajaan, rasanya itu hampir tidak mungkin.Ia juga belum berjumpa dengan Yue atau pun Leo. Prioritasnya sekarang adalah mencari Elaine terlebih dahulu. Ia tidak boleh lengah barang sedikit pun. Baru beberapa langkah berjalan, ia terhenti.Oscar rupanya sudah menunggunya di balik dinding."Byll Galsch, mari selesaikan pertarungan kita waktu itu."Byll melihat Oscar membawa senjata yang sama seperti bertahun-tahun silam. Sebuah pedang yang tampak tajam dan mengkilat, serta rubi yang berada di gagangnya. Aura kehitaman menguar ketika Byll menangkapnya dengan retina.Sama seperti waktu itu.Byll mengeluarkan sihir anginnya secepat yang ia bisa, tetapi Oscar terlebih dulu hendak menebasnya. Beruntung Byll dapa