Misi pertama mereka adalah mendapatkan harta dari tempat Tuan Gogh yang baru saja keluar dari rumahnya, ia adalah pemilik penginapan yang sempat disinggahi oleh Fritz dan Elaine. Bersama Daris, mereka bertiga mengendap-endap, melihat situasi sebelum akhirnya beraksi. Mencari di mana harta milik Tuan Gogh disimpan agak sulit, namun mereka menemukannya di belakang lemari pakaian. Ada sebuah kotak peti berukuran kecil dan berisikan beberapa benda mulia serta emas.
"Kita ambil semuanya." Elaine berkata. Mereka kemudian pergi dengan hati-hati seperti ketika masuk. Ada beberapa penjaga, namun mereka tertidur di lorong. Mereka sampai berjinjit agar tidak menimbulkan suara, kemudian lari.
Esoknya, kabar mengenai harta benda milik Tuan Gogh yang hilang menggegerkan warga. Semua orang ditanyai, namun tak ada yang bisa menjawab. Tuan Gogh marah-marah hingga pejalan kaki terhenti karenanya. Elaine, Fritz dan Daris yang sedang makan di kedai Guli yang
"Elaine, mengapa kau membiarkan Byll lolos begitu saja?"Elaine berhenti, menatap kepada Daris yang baru saja melempar pertanyaan."Dia akan menyadarinya sendiri, aku yakin.""Sudahlah, Daris. Kita tidak harus mencari anggota sekarang. Lebih baik kita pergi mencari senjata untukmu di tempat lain." Fritz menepuk bahunya pelan, mengisyaratkan bahwa ini bukanlah akhir."Kudengar di Malta ada penjual senjata yang bagus. Mungkin kita harus ke sana?""Malta?" Elaine mengernyit. Ia tidak pernah pergi jauh selain untuk mencari benda magis, dan itu pun bukan di lokasi yang dihuni banyak orang seperti desa Fritz."Kepala Desa pernah memberitahuku, di sana adalah pelabuhan jadi semua barang yang hendak kita cari pasti ada. Namun untuk ke sana kita butuh biaya yang besar, jaraknya cukup jauh dan tidak mungkin kita melaluinya hanya dengan berjalan kaki.""Kenapa tidak
Elaine mencobanya sekali lagi.Ia berlatih seorang diri, tidak mau racunnya terkena yang lain bila terjadi kesalahan. Elaine menemukan sesuatu yang tidak ia sangka. Perempuan itu menatap batu yang cukup besar di pinggir sungai, sekarang terlihat berlubang di bagian tengah.Racunnya terlalu kuat, bukan?Elaine tidak mengira, maka ia menyudahinya. Semakin berbahaya bila ia teruskan. Sedikit rumput di sekitar batu itu bahkan kini telah menghitam—bukan lagi layu. Ia kenakan kembali sarung tangan kulit pemberian Fritz, masih penasaran mengapa tidak terkena efek yang sama. Apakah racunnya hanya bekerja terhadap benda tertentu? Elaine pun tidak tahu."Elaine? Bagaimana latihannya?"Fritz datang sambil membawa sedikit buah. Ia lemparkan pada Elaine dan berhasil ditangkap. Lalu lelaki itu pergi ke sisinya, melihat apa yang dilakukan Elaine."Wah, batunya sampai berlu
Oscar baru saja kembali dari tugasnya. Ia mencari Pangeran Giovanni di istana, tapi pelayan di sana mengatakan dia belum kembali sedari pagi. Apakah dia masih di menara timur?Lantas Oscar menuju ke sana, berniat menyampaikan bahwa pesannya kepada Lyla telah disampaikan. Namun setibanya di sana ia mendengar suara keributan, dan ia melihat banyak prajurit sudah tumbang. Tak jauh dari sana, ia melihat ada seseorang yang melawan prajurit yang tersisa. Oscar segera menarik pedangnya, bersiap melawan.***Byll berlari, menemukan kerumunan di bawah menara. Ketika ia amati lagi, itu rupanya teman Elaine—Byll tidak terlalu ingat hal yang tidak penting. Saat ia bersiap lari, justru Byll melihat Elaine melompat dari lantai atas; sepertinya lantai di mana ruangannya tadi disekap. Byll mengeluarkan sihir angin secara refleks, membantu agar Elaine jatuh perlahan. Perempuan itu sepertinya sedikit menyadari, jadi ia menoleh p
"Lemah ... "Fora melihat kota yang telah hancur dalam genggamannya. Rupanya seluruh rakyat Malta berniat melakukan pemberontakan. Informasi yang disampaikan Oscar ternyata benar, Malta telah melakukan pergerakan. Bila mereka membiarkannya, maka seluruh kerajaan akan hancur. Ia akan mengusulkan pemerintahan baru Malta pada Raja usai kembali dari sini."Fora?" Sebuah suara menyapa. Fora melihat seseorang yang ia kenal datang entah darimana."Fanla?"Fora tidak mengira akan bertemu Fanla di Malta. Kabar terakhir yang ia dengar, Fanla sedang melakukan ekspansi wilayah ke Hrava. Lian sedang memperluas kerajaan, jadi tidak heran bila jarang ada yang kembali ke negerinya."Aku mendapat kabar dari Oscar kalau kau di sini." Ujar Fanla sembari mengangkat bahu."Manusia bernama Oscar itu memang berguna, dia sangat memperhatikan banyak detil." Imbuh Fora.Sejauh ini,
Guli memerintahkan agar Claus berada di belakangnya. Sementara ia sendiri hampir gemetaran karena melihat penyihir istana itu berdiri di hadapannya. Masalahnya, saat ini Claus bersamanya. Ia bahkan tak bisa menjamin keselamatan dirinya sendiri."Kenapa kalian terkejut?" Fora menyeringai, secepat itu pula ia mengumpulkan sihir di tangannya. "Omong-omong, aku juga punya kejutan untuk kalian. Yah, nanti kalian juga akan tahu sendiri. Tapi biar kukatakan satu hal, Elaine tidak berada di sini."Guli terbeliak. Apakah ia bisa mempercayai perkataan Fora barusan? Tidak mungkin Elaine tidak berada di tempat ini. Memangnya mereka mau menempatkannya di mana lagi?"Yah, aku juga tidak butuh kalian. Tapi Pangeran memerintahkan agar aku menyandera kalian berdua untuk jaga-jaga. Hahahahahahaha!"Claus melihat sesuatu seperti tali tiba-tiba melilit mereka. Guli menjatuhkan panahannya karena kedua tangannya telah ter
Byll mengamati keadaan sekitar terlebih dahulu. Menara barat terlihat sepi, ada yang tidak beres. Mungkinkah mereka mengganti formasi untuk berjaga? Tapi melihat situasi kerajaan, rasanya itu hampir tidak mungkin.Ia juga belum berjumpa dengan Yue atau pun Leo. Prioritasnya sekarang adalah mencari Elaine terlebih dahulu. Ia tidak boleh lengah barang sedikit pun. Baru beberapa langkah berjalan, ia terhenti.Oscar rupanya sudah menunggunya di balik dinding."Byll Galsch, mari selesaikan pertarungan kita waktu itu."Byll melihat Oscar membawa senjata yang sama seperti bertahun-tahun silam. Sebuah pedang yang tampak tajam dan mengkilat, serta rubi yang berada di gagangnya. Aura kehitaman menguar ketika Byll menangkapnya dengan retina.Sama seperti waktu itu.Byll mengeluarkan sihir anginnya secepat yang ia bisa, tetapi Oscar terlebih dulu hendak menebasnya. Beruntung Byll dapa
"Fanla, apa yang kau lakukan?!"Fora kesal karena Fanla melakukan hal yang tidak berguna dengan membawanya keluar dari ruang penuh kabut racun itu. Mereka berada di lorong depan ruangan tersebut, melihat sisa kabut menyelinap melalui celah bawah pintu. Apa Fanla pikir ia lemah dan bisa dikalahkan oleh racun Elaine?"Fora, aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu. Kau adalah temanku." ujarnya menjelaskan maksud tindakannya tadi."Bagaimana kalau Elaine kabur?!""Tidak mungkin, ia sudah kehilangan banyak darah. Kita tunggu sampai kabut racunnya hilang."Fora menunjuk-nunjuk wajahnya. "Lalu kau menyuruhku diam saja, begitu? Aku yang bertanggung jawab atas semua ini. Aku tidak mau mengecewakan Pangeran Joe.""Fora," panggil Fanla. "Kau tidak bisa melakukan semuanya sendirian. Aku heran kenapa kau bahkan melarang Oscar ikut campur.""Manusia itu," Fora menghadap
Yue dan Leo belum melihat tanda-tanda keberadaan Elaine meski telah mengalahkan para prajurit yang berjaga di sekitar menara. Mereka kebetulan bersimpangan dan bertemu. "Kau menemukan sesuatu?" "Belum, aku tidak melihat yang lain. Sebaiknya kita tetap di sini sambil menunggu sinyal." Keduanya mendengar sesuatu seperti suara tawa. Agak sedikit jauh dari posisi mereka, ada seseorang yang datang sembari menyeret tubuh manusia. Orang aneh itu mengenakan jubah dan membawa tas kulit di pinggangnya. Fanla yang sedang membawa mayat Elaine berhenti sejenak setelah merasakan ada sesuatu di sekitarnya. Dari dua arah berlawanan, ada beberapa benda tajam melayang ke arahnya. Fanla menghindar dengan baik, kemudian menilik siapa yang berani menghalangi jalannya. "Mau kau bawa ke mana Elaine?" Fanla menyeringai. Jadi rupanya mereka adalah teman Elaine; mayat yang tengah ia bawa ini. Fanla mengeluarkan sebuah benda magis dari kantungnya, kemudian menarik kedua orang yang menghadangnya barusan. "