Share

Good morning

Author: Esteifa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Tidak terasa, satu pekan sudah berlalu lagi.

Pagi ini, pada awal hari sabtu yang cerah ini. Jane memutuskan untuk memakai setelan olahraga nike yang ia punya sembari menggelar satu matras di depan televisi. Tentu saja. Olahraga.

Hari ini sudah ketiga kalinya Jane malakukan pilates rapat kencang penyelamat rumah tangga dan masa depan.

Jane mengencangkan cepolan rambutnya di puncak kepala sebelum merenggangkan otot-otot tubuhnya yang kaku. Melakukan pemanasan dengan cukup sebelum menekan tombol play di remote yang baru diraihnya dari meja.

Mulai mengikuti instruksi gerakan-gerakan yang dilakukan oleh instruktur di televisi.

Jane tidak yakin apa olahraga begini bisa benar-benar membuat tubuhnya mejadi lebih remaja, bahkan setelah lima belas menit mengikuti instruksi itu Jane belum mengeluarkan keringat seperti waktu ia olahraga biasanya.

Tetapi, tubuh memang merasakan ada sedikit tarikan-tarikan karena gerakan yang belum pernah ia lakukan

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (1)
goodnovel comment avatar
rhicut_
Sumpah gue diabetes bangettt sama couple ini ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • What the hell, Tetangga!   Anjing

    Shoping selalu menjadi hal paling membahagiakan untuk wanita dari belahan bumi mana saja. Mencekoki mata dengan barang-barang cantik nan elegan, tas dan sepatu yang indah dan anggun, aksesoris yang mewah dan pernak Pernik kecantikan keluaran terbaru. Theo sudah menduga ini sebelumnya. Lelaki yang tengah duduk di sofa dengan handphone ditangan itu mendongak guna memeriksa wanita yang datang bersamanya sudah selesai atau belum. Theo mendesah, lelaki itu memasukan ponselnya dalam saku. Ia melirik ke samping, di mana ada belasan shoping bag tergeletak disana. Hasil kerja Jane setelah susah payah memillih dan keluar masuk ke berbagai pintu di duty free ini. Karena yakin kalau setelah dari sini Jane akan masuk ke toko lainnya dan akan membawa lebih banyak shoping bag, Theo memutuskan untuk menghubungi seseorang, sekertaris yang seharusnya menghabiskan waktu akhir pekan terpaksa dihubungi Theo karena hal genting ini. Theo tidak mungkin bisa membawa semua belanjaan J

  • What the hell, Tetangga!   Be a good wife

    --Barangkali ada yang lupa bahwa akhir pekan merupakan me time yang biasanya Jane lalui dengan cuci mata belanja dan juga perawatan bersama teman-teman, biasanya memang begitu, namun berhubung Jane bukan lagi jomblo kesepian seperti sebelumnya, akhir pekannya kali ini untuk pertama kali Jane manghabiskan seluruh akhir pekannya dengan mantan tetangga yang sudah jadi teman tidurnya. Setelah kemarin menghabiskan waktu untuk berkeliling duty free dan berhasil membawa pulang tiga anak angkat, hari ini, minggu, Jane sempatkan untuk memakai masker wajah, hair mask, ganti warna kuku dan semua perawatan mingguan lainnya. Dan tentunya Jane tidak sendirian. Ada satu pria yang berbaring pasrah diatas sofa dan memakai satu sheet masker bening diwajahnya. Jane baru saja selesai memakai masker diwajahnya sendiri setelah rampung memakaikannya untuk Theo. Kepala kecil wanita itu juga masih terbungkus handuk kecil. “Udah belum, Je?” lagi-lagi pertanyaan itu keluar

  • What the hell, Tetangga!   Lunch

    Jane sudah rapih berpakaian rapih menggunakan jumpsuit formal berwarna abu-abu tua, kakinya yang cantik terbalut sepatu wanita dengan hak lima centi sementara rambut hitamnya diikat rendah. She’s the boss. Semua mata yang memandang pastinya akan setuju dengan pernyataan tersebut.Karena selain mahal, aura yang dimiliki Jane sangat jauh dari kata main-main, dengan wajah datarnya saja Jane bisa menarik belasan mata untuk bersiap melempar kalimat pujian. But, whatever. Memangnya siapa yang peduli dengan perkataan orang? Jane tersanjung kalau benar bahwa dirinya mempunyai kesan sedemikian indah dari mata orang-orang, kendati Jane tau kalau hal itu sudah pasti, namun untuk sekarang? Jane sedang tidak punya waktu untuk berterimakasih. Memikirkan saja tidak. Jane hanya terpaku pada fakta bahwa Theo memaksanya keluar hanya untuk makan siang yang dibumbui sedikit kejutan. Tidak sedikit. Banyak. Karena demi apapun, Jane saja tidak menyangka k

  • What the hell, Tetangga!   Try to believe

    Setelah selesai dengan makan siang, Jane dan Theo tidak mampir kemanapun karena Jane memintanya, padahal Theo sudah menawarkan untuk pergi jalan-jalan terlebih dahulu sebelum pulang. Tetapi, Jane yang dari awal sedang mager dan hanya ingin dirumah itu menolak. Apalagi dengan pemberitahuan kalau wallpapers yang ia pesan tiba-tiba sudah sampai lebih cepat. Dan kebetulan sekali Theo sedang dirumah, Jane tidak lagi perlu memanggil bala-balanya untuk datang membantu memasangkan. Theo sedang berada diatas sana, kakinya bertumpu pada anak tangga paling ujung dengan tangan dan juga mata yang sibuk. Sementara Jane, hanya berdiri memegangi tangga yang sudah pasti kokoh itu sembari menonton televisi. Dan ketika Theo menyerukan bahwa ia sudah selesai jadi tukang dadakan lelaki itu pun segera turun. “Nah, begini kan bagus," riang Jane begitu selesai menyoroti seluruh dinding rumahnya. Theo duduk di atas sofa, lelaki itu baru habis membersihkan tang

  • What the hell, Tetangga!   J&T

    Melalui angin dingin di hari-hari yang terus berhembus, disampaikannya sebuah kalimat sapa dari kota tetangga, bersama dengan deru mekanik yang terbang diudara dan diteruskan oleh kereta besi beroda. Jane telah sampai di Jogja. Setelah pagi-pagi sekali terbangun dan membangunkan Theo, bersiap-siap sebelum akhirnya bertolak pergi menuju rumah ibunya, menyangka bahwa hanya aka nada titipan paket seperti biasa, namun sepertinya kali ini berbeda, ibu menyuruh Serin untuk ikut serta dengan merka. Dipikir pergi ke Jogja kali ini hanya untuk sesi sowan pada orang tua dan tilik tempat kerja? Tidak lah, Jane dan Theo tentunya akan sekalian pacaran. Dan seolah tau itu, Ratna dengan tegas berkata, ‘tinggalin serin dirumah eyang, kamu sama suamimu mau lawatan kemana aja terserah.’ Maka Jane tidak dapat memberi kalimat penolakan apapun lagi. Lagipula dari awalpun ia tidak ada niat untuk menolak, Jane kan cuma bilang kalau Ratna kurang perngertian. Ia juga tidak ma

  • What the hell, Tetangga!   Be with you

    Jane pernah mendengar nasihat ini dari seseorang. ‘Hiduplah dalam kebahagiaan, bersyukur, jangan terjun bebas hanya karena sebuah masalah, kalau ada masalah besar anggap kecil. Ada masalah kecil? Anggap tidak ada.’ Dan setuju serratus persen dengan itu. Kalian tau? Hidup tidak selalu harus berpikir atau tentang nelangsa. Meski, tentu saja tidak akan selalu bahagia, sedih juga bagian dari indahnya hidup, namun amat penting untuk manusia bisa menyikapi dengan benar kesedihan itu. Sebab beberapa kali angin menyampaikan, manusia-manusia terlampau frustasi dan menyalahkan masalah yang tengah dihadapi. Kanapa bicara panjang lebar sih, Je. Apa intinya? Jadi intinya, Jane tidak telalu memikirkan hasutan-hasutan negative yang Bu RT dan juga Serin berikan padanya. Jane memikirkannya tentu, hanya saja ia memilih untuk menunggu Theo menjelaskan. Terbukti dengan hari ini. Setelah berkeliling melawat dan berbelanja di Malioboro siang tadi, Jane dan Theo lan

  • What the hell, Tetangga!   Kejujuran

    Jika Jane selalu mengagum-agumkan kelebihan Theo pada setiap kesempatan, entah itu fisik atau kemampuannya, kali ini sebuah kejutan mendatanginya, sebuah pembuktian akan kalimat terkenal yang berbunyi ‘Tuhan itu maha adil’. Karena jika sebelumnya Jane pikir Theo sempurna dengan semua kelebihannya, kini Jane tau satu hal, bahwa Theo takut ketinggian. Dan tentunya Jane memang istri yang laknat karena bukannya khawatir ia justru tertawa terbahak-bahak sembari mengabadikan video dan foto wajah Theo yang pucat ketika berada di puncak. Bahkan Jane mengunggah video singkat saat Theo melakukan lepas landas ke beranda social medianya. ‘Kalo takut tinggi harusnya bilang dari awal dong, babe, denial teross sampe semaput.’ Padahal Theo tidak pingsan, hanya gemetaran dan pucat. Jane tidak henti menggoda Jane akan hal itu bahkan saat mereka sudah sampai di rumah dengan baik hari ini. Setelah pulang dari paralayang, Jane dan Theo langsung pulang ke Tangerang karena

  • What the hell, Tetangga!   Saranghae

    Pagi ini adalah jadwal rutin Jane untuk berolahraga. Memakai setelan ketat berwarna abu-abu tua dan juga rambut diikat satu Jane masih semangat melakukan gerakan-gerakan yang dilakukan instruktur di televisi sana. Lili memang niat sekali membantu Jane. Bumil itu bahkan memberikan CD senam yang lain, ada yoga, aerobik dan juga senam SKJ. Jane tinggal pilih mau olahraga jenis apa yang sedang ia inginkan. Padahal dari pada sendirian dirumah, Jane inginnya olahraga bersama dengan dua temannya itu. Tapi apalah daya, yang lain sedang sok sibuk dan Jane jadi satu-satunya orang yang kesepian.Jane menyeka sedikit keringat yang mulai muncul di dahinya. Menghela napas panjang sementara ia duduk guna menetralkan lelah, setelah dirasa cukup Jane segera berdiri, mematikan televisi dan menggulung matras berwarna merah muda yang ia gunakan tadi.Beralih melangkahkan kaki menuju dapur, mengambil satu gelas air putih kemudian diteguknya sembari berjalan menuju kamar.

Latest chapter

  • What the hell, Tetangga!   EPILOG

    7 tahun kemudian.- “What the hell!” Umpatan itu terdengar dari mulut anak laki-laki yang tengah duduk dikursi penumpang mobil, mengudara jelas saat hening tengah melanda, ponsel lipat baru pemberian kakeknya yang sedang ia gunakan untuk bermain games tiba-tiba saja berbunyi mengacaukan permainannya. Menampilkan notifikasi panggilan. Theo yang duduk di kursi kemudi menoleh, matanya menyorot sang putra sulung berusia tujuh tahun yang baru saja mengumpat di depan hidungnya. “Siapa yang ngajarin kamu kata itu?” tanya Theo. Anak laki-laki yang memiliki wajah perpaduan apik dari ayah dan ibunya itu menoleh, memerkan raut muka acuh. “Sam sering dengar mommy bilang begitu.” Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Kata orang begitu. Dan Theo sudah membuktikannya sendiri. Bagaimana Samuel memiliki sifat acuh yang diturunkan darinya namun juga memiliki sisi nakal Jane yang sulit diatur. “Dad,” panggil bocah tampan itu, mata

  • What the hell, Tetangga!   Angel is come

    --Suara detik jarum jam mengisi kekosongan dalam hampanya ruang hening yang diputari dinding berwarna putih itu. Ruang yang besar dan berisi satu ranjang lengkap dengan sofa dan meja disana. Ada satu wanita yang tengah berbaring dengan mata menutup diatas brangkar itu, memakai pakaian berwarna biru khas pasien rumah sakit sementara pada tangan kanannya terdapat selang menjuntai yang terhubung dengan satu kantong infus menggantung. Jane bergerak kecil, wajahnya yang cantik megerut tipis kala merasa pilu disetiap sendi tubuh. Bahkan untuk melakukan gerakan kecil saja Jane harus menahan pegal. Wanita dua puluh delapan tahun itu akhirnya membuka mata, menatap segenap putih langit-langit ruangan, sebelum kemudian menggerakan kepala sedikit, Jane sadar betul ia sedang berada dimana jadi tak perlu lagi drama seperti aku dimana, aku siapa. Dan Jane tidak menemukan siapapun kecuali presesi adik perempuannya yang tengah duduk disana. Serin yang semu

  • What the hell, Tetangga!   Sorry

    Suara gemercik air mengalir masih terdengar deras dari kamar mandi yang pintunya tertutup rapat itu. Hari sudah melewati fajar, jarum jam menunjuk angka tujuh, sementara satu onggok tubuh kecil wanita yang berbalut selimut disana seakan tidak punya niatan untuk membuka mata. Theo sudah selesai dengan ritual mandinya, jelas kalau ia sudah terlambat untuk berangkat ke kantor tetapi meski begitu, Theo dengan santai berpakaian, sesekali melirik istrinya yang masih terlelap tentram tanpa usik kendati Theo bolak-balik diruang tidur mereka. Rampung berpakaian Theo mulai melangkahkan kaki mendekati ranjang, duduk ditepian kasur. Matanya memandangi bagaimana cara oksigen dihirup dengan ritme tenang oleh Jane, melihat cantik dari wajah istrinya yang entah kapan luntur itu. Theo tidak berniat untuk membangunkan Jane sama sekali. Ia cukup tau diri. Setelah semalam dan subuh tadi Jane memenuhi keinginan batinnya, Theo tentunya tidak tega kalau harus membuat Jane d

  • What the hell, Tetangga!   Couple things

    Siang yang cerah diakhir pekan ini Jane memutuskan untuk menghabiskan waktu dirumah, bermain bersama anjing-anjingnya serta merebah guna menonton serial televisi.Benar. Akhir pekan, yang artinya Theo sedang ada dirumah.Namun dimana pria itu sekarang? Jane pernah bilang kalau Theo itu punya penyakit akut perfeksionis menyangkut pekerjaan bukan? Iya, hari ini pun, bahkan saat akhir pekan yang harusnya digunakan untuk liburan ini Theo masih menerima telfon dari orang kantor, menganggurkan istrinya yang cantik dan seksi, membuatnya menonton sendirian.Untung suami sendiri, rutuk Jane dalam hati. Kalau tidak, sudah Jane tukar tambah.Jane mendesah bosan. Ia meraih remote dimeja dengan ujung kakinya dan segera mengganti saluran televisi yang tengah menyajikan pertengkaran ala anak muda yang sangat iyuh untuk ditonton. Mengganti channel ke acara pergosipan luar negeri.Memeriksa berita panas apa saja yang sempat ia lewatkan selama satu pek

  • What the hell, Tetangga!   Be kind

    "Apa-apaan kamu? Jangan bercanda, Karin!" Suara keras itu menggema di setiap sudut ruang rumah yang besar ini. Amarah wanita anggun itu sepertinya sudah tak mampu dibendung lagi setelah telinganya mendengar berita yang terlampau mengejutkan. Semburan kalimat yang keras kian lancar mengalir dengan segala raut kecewa yang tak lagi ragu disembunyikan. "Maaf, Mah." sang anak yang matanya sembab dan masih setia menangis itu kembali merisak, menunduk dalam-dalam di sofa dengan jari bertaut, tak mempu menatap mata sang ibu. Jane dan Theo masih terduduk bersebelahan ditempat mereka yang sama. Pada kursi paling jauh dari dua ibu dan anak itu. Menyimak saja, setelah diawal tadi tak disuguhi satu percik ramah pun Jane dan Theo tentunya tidak mau mengatakan hal yang panjang lebar. Jane merestui niat baik Theo yang teringin menuruti kemauan Karin, duduk mendengarkan, menemani wanita itu mengungkapkan kebenaran, dan itu sudah cukup. Jane tidak mau Theo ikut

  • What the hell, Tetangga!   The baby

    "Lu amatiran ya?" Jane menoleh cepat ketika telinganya mendengar suara Maria berbicara demikian. Dengan badan yang masih bergerak karena ada Ares dipangkuannya Jane menaikan alis kebingungan, ia bahkan menoleh ke sekeliling, mengira kalau Maria berbicara bukan padanya. "Apaan?" jawab Jane dengan pertanyaan juga ketika ia yakin kalau pertanyaan tentang amatir itu memang ditujukan untuknya. Wanita cantik yang rambutnya blonde itu mendecak-decak sembari menggelengkan kepala, dia kemudian mengukurkan tangan dan menyentuh sekitaran leher Jane. Jane mendelik kecil. "Nanti kakak ajarin adek cara menutup hickey dengan baik dan benar ya." Jangan lupa dengan nada suara Maria saat mengatakan itu. Jane bahkan sampai harus memicing sebal. Kalian tau kalau orang sedang mengejek sambil sok-sok mengajari? Seperti itulah Maria tadi. Tapi Jane juga tidak menyangka kalau tato yang Theo buat tadi pagi tidak tersamarkan dengan benar. Padaha

  • What the hell, Tetangga!   Saranghae

    Pagi ini adalah jadwal rutin Jane untuk berolahraga. Memakai setelan ketat berwarna abu-abu tua dan juga rambut diikat satu Jane masih semangat melakukan gerakan-gerakan yang dilakukan instruktur di televisi sana. Lili memang niat sekali membantu Jane. Bumil itu bahkan memberikan CD senam yang lain, ada yoga, aerobik dan juga senam SKJ. Jane tinggal pilih mau olahraga jenis apa yang sedang ia inginkan. Padahal dari pada sendirian dirumah, Jane inginnya olahraga bersama dengan dua temannya itu. Tapi apalah daya, yang lain sedang sok sibuk dan Jane jadi satu-satunya orang yang kesepian.Jane menyeka sedikit keringat yang mulai muncul di dahinya. Menghela napas panjang sementara ia duduk guna menetralkan lelah, setelah dirasa cukup Jane segera berdiri, mematikan televisi dan menggulung matras berwarna merah muda yang ia gunakan tadi.Beralih melangkahkan kaki menuju dapur, mengambil satu gelas air putih kemudian diteguknya sembari berjalan menuju kamar.

  • What the hell, Tetangga!   Kejujuran

    Jika Jane selalu mengagum-agumkan kelebihan Theo pada setiap kesempatan, entah itu fisik atau kemampuannya, kali ini sebuah kejutan mendatanginya, sebuah pembuktian akan kalimat terkenal yang berbunyi ‘Tuhan itu maha adil’. Karena jika sebelumnya Jane pikir Theo sempurna dengan semua kelebihannya, kini Jane tau satu hal, bahwa Theo takut ketinggian. Dan tentunya Jane memang istri yang laknat karena bukannya khawatir ia justru tertawa terbahak-bahak sembari mengabadikan video dan foto wajah Theo yang pucat ketika berada di puncak. Bahkan Jane mengunggah video singkat saat Theo melakukan lepas landas ke beranda social medianya. ‘Kalo takut tinggi harusnya bilang dari awal dong, babe, denial teross sampe semaput.’ Padahal Theo tidak pingsan, hanya gemetaran dan pucat. Jane tidak henti menggoda Jane akan hal itu bahkan saat mereka sudah sampai di rumah dengan baik hari ini. Setelah pulang dari paralayang, Jane dan Theo langsung pulang ke Tangerang karena

  • What the hell, Tetangga!   Be with you

    Jane pernah mendengar nasihat ini dari seseorang. ‘Hiduplah dalam kebahagiaan, bersyukur, jangan terjun bebas hanya karena sebuah masalah, kalau ada masalah besar anggap kecil. Ada masalah kecil? Anggap tidak ada.’ Dan setuju serratus persen dengan itu. Kalian tau? Hidup tidak selalu harus berpikir atau tentang nelangsa. Meski, tentu saja tidak akan selalu bahagia, sedih juga bagian dari indahnya hidup, namun amat penting untuk manusia bisa menyikapi dengan benar kesedihan itu. Sebab beberapa kali angin menyampaikan, manusia-manusia terlampau frustasi dan menyalahkan masalah yang tengah dihadapi. Kanapa bicara panjang lebar sih, Je. Apa intinya? Jadi intinya, Jane tidak telalu memikirkan hasutan-hasutan negative yang Bu RT dan juga Serin berikan padanya. Jane memikirkannya tentu, hanya saja ia memilih untuk menunggu Theo menjelaskan. Terbukti dengan hari ini. Setelah berkeliling melawat dan berbelanja di Malioboro siang tadi, Jane dan Theo lan

DMCA.com Protection Status