Wanita yang Diarak Keliling Kampung itu, Istriku
Bab 3 : Silahturahmi
"Tindakanku langsung menjatuhkan talak pada Wenny malam itu benar 'kan, Sat? Aku tak gegabah, bukan?" Aku kembali bertanya pada teman sejak dari bangku SD Itu, kami sudah berteman puluhan tahun.
"Sudahlah, Man, semuanya sudah kamu lakukan. Andai dirimu masih menginginkan rujuk dengan Wenny dan memaafkannya, kamu bisa mencoba datang ke rumahnya. Aku tahu, dia itu cinta pertamamu, walau dia sudah menyakiti, tentunya cinta itu takkan luntur dengan mudah. Manusia tempatnya khilaf dan salah, aku dukung jika kamu mau rujuk sama Wenny." Satrio menepuk pundakku.
Aku terdiam, keinginan itu jelas ada tapi saat mengingat perbuatan hinanya bersama pria itu, aku mendadak jijik. Rasanya tak sudi menerima kembali istri tukang selingkuh seperti Wenny, walau hingga detik ini aku masih belum bisa mempercayai tragedi perzinahan itu.
Melihatku yang semakin kacau, Satrio mengalihkan topik obrolan menjadi curhatannya yang mengatakan sedang PDKT dengan seorang wanita di sosmed. Aku sedikit terhibur dan melupakan sejenak permasalahanku.
***
Seminggu pasca pertemuanku dengan Wenny, eh bukan pertemuan sebab di tak melihatku. Hanya aku saja yang melihatnya. Hari ini kuputuskan untuk datang bersilahturahmi ke rumahnya. Aku tak dapat menahan diri untuk menanyakan usia kandungannya.
"Assalammualaikum." Aku mengetuk pintu rumah orangtua Wenny.
Rumahku dan rumah orangtua Wenny beda kampung, perlu waktu 20 menit untuk menempuh ke sini.
"Kok sepi, ya, Man, kira-kira ada orangnya tidak, ya?" Satrio yang sengaja kupinta untuk menemaniku ke sini bertanya pelan.
"Entahlah, Sat, tapi pintu rumahnya terbuka. Sepertinya orang rumah pada lagi di dapur." Aku kembali mengetuk pintu.
Hari ini minggu, aku sengaja memilih hari libur untuk ke sini, setelah berpikir keras juga tentunya.
"Waalaikumsalam." Mantan Ibu mertuaku terlihat keluar dan menuju ke arah pintu--di mana aku dan Satrio berdiri sekarang.
"Bu!" Aku hendak meraih tangan mantan ibu mertuaku itu, ingin bersalaman.
"Mau apa kamu ke sini?!" katanya ketus sambil menepis tanganku, tatapannya terlihat nyalang.
"Saya ... hanya ingin bersilahturahmi saja, Bu," jawabku dengan berusaha tersenyum.
"Kita sudah tak mempunyai hubungan lagi, jadi tak perlu bersilahturahmi lagi," ujarnya lagi, ia terlihat emosi menatapku.
Agghh ... kenapa malah seperti aku yang bersalah di sini? Jelas-jelas putrinya yang bersalah, sedangkan aku sudah berbesar hati, walau sudah diselingkuhi dan dipermalukan tapi tetap ingin bersilahturahmi.
"Maaf, Bu, saya ... mau bertemu dengan Wenny," ujarku lirih, memberanikan diri menyampaikan hajatku datang ke sini.
"Untuk apalagi kamu mau bertemu, Wenny, Arman? Bukankah kamu sudah menceraikannya secara sepihak? Lalu apa lagi maumu sekarang? Saya mohon ... pergilah dari sini!" Bu Wati--mantan mertuaku itu terlihat sedang menahan tangis.
"Izinkan saya bertemu, Wenny, Bu? Saya lihat kemarin, dia sedang hamil besar. Apa Fatur--selingkuhannya itu tak mau menikahi dan mempertanggung jawabkan perbuatan mereka malam itu?" tanyaku lagi.
"Semua bukan urusanmu lagi, Man, mau seperti apa juga keadaan Wenny, kamu tak perlu peduli. Dia bukan istrimu lagi!" ujar Bu Wati.
"Saya ... ingin Wenny bisa hidup bahagia, Bu, walau kami sudah berpisah. Saya ... akan memaksa Fatur menikahinya kalau pria tak tahu diri masih tak mau bertanggung jawab. Saya sudah melepaskan Wenny, dan semua itu juga ... karena kelakuan Wenny, Bu. Seharusnya dia menikahi Wenny, sebab sudah lewat juga masa iddahnya." Aku berusaha menjelaskan, karena mungkin Bu Wati mendengar versi yang berbeda dari putrinya.
"Semua bukan urusanmu lagi, Man. Kamu tak perlu ikut campur lagi dalam ranah kehidupan Wenny! Segera pergi dari sini, sebelum ayahnya Wenny pulang. Saya tak mau terjadi keributan, terima kasih sudah memperlakukan putriku seperti ini. Allah Yang Maha Mengetahui atas segalanya, walau kami hanya diam atas perlakuanmu ini, Allah yang akan membalasnya." Bu Wati berkata lirih, matanya terlihat berkaca-kaca.
Aku terdiam, memang benar semua sudah bukan urusanku lagi tapi entah kenapa, aku merasa masih peduli saja dengan keadaan istri yang sudah menyelingkuhiku ini. Bukan apa-apa, pastinya karena rasa cinta yang teramat besar kepadanya.
"Siapa yang datang, Bu?" Wenny keluar dari arah ruang tengah, mata kami beradu. Matanya terlihat sayu dan berlingkaran hitam. Tampilannya masih seperti kemarin, dengan rambut yang acak-acakan serta wajah pucat.
Hatiku terasa bergetar memandang Wenny, aku sedih melihatnya seperti ini. Seharusnya ia bahagia dan menikah dengan selingkuhannya itu, tapi mengapa wajahnya penuh duka dan kepiluan? Di mana pria itu? Haruskah aku menyeret Fatur ke sini dan memaksanya menikahi Wenny? Sungguh, aku tak tega melihatnya seperti ini.
Bersambung ....
Wanita yang Diarak Keliling Kampung itu, IstrikuBab 4 : Diusir"Wenny!" sapaku saat dia mendekat.Wenny menatapku dengan mata sayunya, mata yang dipenuhi lingkaran hitam. Wajahnya pucat dengan rambut panjang yang acak-acakan. Tubuhnya terlihat kurus walau kini ia sedang hamil besar."Suruh mereka pulang, Bu, lalu kunci pintunya!" Suara Wenny terdengar bergetar, ia lantas berbalik dan melangkah meninggalkan kami yang masih berdiri di depan pintu."Wenny ... " ujarku lirih, hati ini terasa pilu melihat keadaannya sekarang."Pulanglah, Man, hubunganmu dengan Wenny sudah berakhir. Maafkan kesalahan putriku, tapi dia telah menerima balasan yang berlipat-lipat lagi. Asal kamu tahu, Wenny tak pernah berzinah dengan pria mana pun.Kesalahannya ... hanyalah karena menerima tamu laki-laki di saat kamu sedang tak di rumah. Ini pelajaran hidup, sekaligus pukulan paling berat dalam keluarga kami. Kami takkan menuntut kalian semua, biarlah Allah yang akan membalas semuanya. Ingat, Man, fitnah lebi
Wanita yang Diarak Keliling Kampung itu, IstrikuBab 5 : Rumah Pak RTKarena berita meninggalnya Pak Bani, mau tak mau, pengusutan atas asal mula penggerebekan Wenny kutunda dulu, hingga suasana agak tenang, walau perasaan semakin tak tenang saja jika teringat kata-kata Bu Wati--mantan mertuaku, yang mengatakan kalau semua yang terjadi malam itu hanyalah fitnah.Kuhela napas panjang dan membuangnya dengan kasar. Andai Wenny memang benar berselingkuh, maka tindakanku sekarang adalah suatu kebodohan karena masih berharap kalau kejadian malam itu tidaklah benar.Akan tetapi, jika kejadian malam itu adalah fitnah semata, maka aku takkan bisa tenang sebelum meraih maaf Wenny dan artinya ... dia sedang mengandung anakku. Ya Tuhan, apa yang terjadi sebenarnya? Mengapa semua ini masih saja memenuhi isi kepalaku.Setelah lama duduk termenung seorang diri di ruang tamu, kuputuskan untuk tidur saja. Semangat hidupku memang sudah mengendor pasca perpisahanku dengan Wenny, apalagi aku belum bisa s
Wanita yang Diarak Keliling Kampung itu, IstrikuBab 6 : Mencurigakan"Paman, biarkan Pak Jaya yang bercerita!" Aku menoleh ke arah sepupu dari ibuku itu."Biar aku saja yang bercerita!" Pak RT yang merangkap sebagai pamanku itu ngotot, ia sampai memukul meja dengan wajah yang memerah."Tapi ... Paman ... aku ingin mendengar cerita dari Pak Hansip Jaya .... " Aku menatap kesal pria berkumis tebal dengan raut wajah merah padam itu."Akulah yang paling tahu, Arman, jadi akulah yang akan menceritakan semuanya secara detail!" Paman Asri ngotot.Aku mengusap wajah kesal karena Pak RT yang merangkap pamanku menampakkan wajah masam juga memaksa, tapi melihatnya yang seperti itu, aku jadi malas menghentikannya."Malam itu, almarhum Pak Bani dan Pak Jaya yang sedang mengetuk pintu di mana mantan istrimu dan pria itu sedang berada, tapi tidak dibuka. Lalu aku datang dan menyuruh mendobrak saja sebab dari arah dalam sana terdengar suara desahan juga erangan kenikmatan, dan ketika kami dobrak, m
Wanita yang Diarak Keliling Kampung itu, IstrikuBab 7 : Cerita Fatur"Sat, langsung kita samperin ke sana atau menunggu dia pulang saja, ya?" tanyaku bingung."Terserah kamu saja, Man, baiknya gimana? Mau langsung mampir di sini juga boleh, biar kita bisa mendengar cerita langsung darinya, terlepas dari jujur atau tidaknya dari mereka." Jawaban Satrio membuatku masih bingung saja.Aku berpikir sejenak dan memutuskan mendatangi rumah Wenny, aku memang harus tabayyun, selain mendengarkan kebenaran dari para warga yang mengaku saksi, aku juga harus mendengarkan pembelaan dari tersangka, walaupun kini aku sudah resmi bercerai dengan Wenny."Arman, mau apa lagi kamu ke sini?" Bu Wati--mantan mertuaku itu langsung mencecarku saat baru tiba di teras rumah mereka."Assalammualaikum, Bu." Kuraih tangannya lalu salim walau ia berusaha menepis."Waalaikumsalam," jawabnya lirih."Saya mau bicara sama Fatur, Bu, saya ingin tabayyun. Maafkan saya atas tindakan gegabah ini. Saya tak bisa tenang sel
Wanita yang Diarak Keliling Kampung itu, IstrikuPart 8 : Benarkah?"Jadi, kalian bertamu ... dengan pintu rumah yang terbuka, begitu?" Aku masih masih mencoba memastikan, sebab cerita Paman Asri alias Pak RT sungguh bertolak belakang dengan cerita Fatur. Jika dilihat dari segi statusnya, Fatur ini adalah tersangka, jadi pastinya dia akan membela diri."Bukan bertamu sebenarnya, aku hanya menumpang toilet saja. Yang membuat tuduhan semakin tak terbantahkan, saat rombongan warga nyelonong masuk ... aku sedang memakai baju yang basah akibat keran kamar mandi yang rusak." Fatur terlihat menghela napas berat.Aku menautkan alis, memang benar, keran kamar mandi yang di dapur memang rusak dan aku belum sempat membenarkannya. Untuk beberapa saat, kami sama-sama terdiam. Fatur lalu menyeruput habis kopi di gelasnya, ia terlihat sudah bersiap mau pergi."Fatur, aku belum selesai bertanya .... " Aku menatapnya."Apa lagi, Arman? Aku sudah bercerita dengan versi, tinggal terserah kamu saja mau p
Wanita yang Diarak Keliling Kampung itu, IstrikuPart 9 : Penolakan Ibu"Gimana kabar Ibu dan Bapak? Maaf, Arman udah lama nggak ada jenguk ke sana, soalnya kerjaan di toko lagi sibuk." Aku berusaha mengalihkan pembicaraan."Ah, nggak usah mau mengalihkan topik pembicaraan deh, Man, pokoknya Ibu nggak sudi kalau harus menerima Wenny sebagai menantu lagi! Kesalahan Wenny tak termaafkan, dia wanita yang akan menjadi kerak api neraka!" Ibu terlihat berapi-api.Aku mengusap wajah, Ibu memang kurang suka dengan Wenny, ditambah pula mantan istriku dulu itu susah buat hamil sedangkan saudaraku yang lain sudah pada gendong anak. Dan satu lagi kesalahan yang dianggap fatal, tuduhan selingkuh dan diarak keliling kampung."Belum tentu juga Wenny selingkuh, Bu, sepertinya ... semua itu hanya fitnah." Aku menghela napas berat."Apa kamu masih mau sama wanita yang auratnya sudah dilihat semua warga, Man? Apa kamu sudah tak bisa mencari wanita lain? Apa kamu sudah tak laku, hah?!" Ibu terlihat meled
Wanita yang Diarak Keliling Kampung itu, IstrikuPart 10 : Terpaksa DipendingSemalaman mataku enggan terlelap sedikit pun, pikiran ini selalu terbayang tingkah menyedihkan Wenny di halaman rumahnya semalam. Dia trauma berat atas kejadian itu dan aku merasa sangat berdosa karena tak bisa menghentikan aksi warga, terlepas dari dia benaran berzinah atau tidak.Ah, Ibu, dia juga semakin memperkeruh semuanya dengan mendatangi dan memaki Wenny. Kasihan sekali mantan istriku itu, masalah demi masalah tak hentinya menerpa kehidupannya. Jika benar semua yang terjadi kepada Wenny hanya fitnah, maka aku adalah suami yang gagal. Kuusap wajah kesal."Bu, kemarin ke rumah Wenny, ya?" tanyaku saat duduk di depan meja makan, berhadapan dengannya yang sedari tadi sudah berteriak mengajak sarapan."Oh, selain tukang selingkuh, mantan istrimu itu juga tukang adu domba, ya." Ibu melengos sambil mengambilkan nasi goreng ke piringku."Kenapa Ibu mesti ke rumah Wenny dan memaki dia? Gunanya untuk apa, Bu?
Wanita yang Diarak Keliling Kampung itu, IstrikuPart 11 : MengamukAku masih berdiri di teras dan mendengarkan pembicaraan Ibu dan Paman Asri, dengan pikiran yang tertuju kepada Wenny. Akan tetapi, pembicaraan serius mereka malah tak berlanjut dan terputus begitu saja. Padahal yang kudengar barusan masih belum ada ujungnya."Arman, kamu di sini?" Ibu yang hendak keluar dari ruman Paman tampak terkejut melihatku."Iya, sudah sejak tadi. Kalau Arman boleh tahu, permasalahan apa yang tak boleh diceritakan Paman kebenarannya, Bu?" tanyaku dengan tak dapat lagi menyimpan rasa penasaran ini."Eh, permasalahan apa maksudmu, Man?" Ibu malah membalikkan pertanyaan sambil menggaruk alisnya.Aku masih menatapnya tanpa berkedip."Oh iya, itu ... permasalahan di kampung almarhum nenekmu dan kamu takkan mengerti, ini urusan orangtua. Ya sudah, ayo kita pulang! Kamu bonceng Ibu, ya, soalnya capek kalau pulang mesti jalan kaki." Ibu terlihat gelagapan lalu melewatiku dan melangkah turun dari teras r