Bab 49. Nek Ayang Malaikat Atau Musuh Baruku“Om kita mau ke mana?” tanya Rara saat mobil Mas Elang terpaksa berhenti di lampu merah.“Kita ke rumah baru kalian, Sayang!” sahut Mas Elang menoleh ke belakang.“Rumah baru? Nanti enggak diusir lagi kayak tadi, kan, Om?” oceh Rara terlihat senang. Namun tidak dengan Nada.“Kita pindah-pindah terus, Ma?” lirihnya terlihat murung. Dia sangat jarang bicara, bila kali ini dia bicara itu artinya hatinya sedang sangat tidak nyaman.“Maafkan mama, Sayang,” ucapku pelan.Lampu jalan berubah warna, mobil kembali berjalan. Suasana hening. Rara yang biasanya tak berhenti mengoceh kali ini diam membisu. Sepertinya dia paham kesedihan kakaknya, meski dia sendiri merasakan hal yang sama. Bahkan penderitaannya tentu lebih parah, karena trauma yang penah dia alami, pasti sering menyergap juga. Kedua putriku berubah menjadi pendiam.Nyesss! Kembali ada perih di sini, di hati ini. Kenapa aku belum bisa membahagiakan putri putriku? Apakah aku sudah gag
Bab 50. Syarat Mengejutkan Dari Nek AyangNek Ayang menatapku lagi. Tatapan penuh makna. Entah itu iba, kasihan, atau malah tak suka, aku belum tahu apa pastinya. Apalagi dengan pengakuan cucu tersayangnya yang mengatakan aku adalah wanita yang disayanginya. Mas Elang aneh-aneh saja.“Tinggallah di sini, Ning! Rumah ini kosong! Sanyang kalau tak ditempati. Dulu ada yang nempati, sepasang suami istri dan anak tiga. Istrinya jual lontong pagi-pagi. Suaminya supir angkutan umum. Naas, suaminya kecelakaan, dan meninggal. Istrinya memilih pulang kampung,” kata Nek Ayang membuat hatiku sedikit lega. Namun galau segera menyergapku.“Terima kasih, Nek. Tapi, saya belum bisa bayar sewanya. Saya belum punya uang,” ucapku seraya tertunduk.“Ndak usah mikirin sewa dulu! Nanti kalau usahamu lancar, baru pikirkan itu!”“Terima kasih, Nek!”“Hem, yang kuat, ya! Nenek juga dulu janda. Ajeng dan Restu, pamannya Elang, tak besarkan tanpa dampingan seorang suami. Bahkan hingga detik ini nenek te
Bab 51. Nirmala Dicumbu Pria Lain Mas Elang berpaling saat mulut Nirmala di sumbat oleh pria itu dengan bibirnya. Apalagi tangan Nirmala langsung mengalung di leher sang pria. Jelas terlihat kalau Nirmala sangat menikmati dan membalas pagutan pasangannya. Satu hal yang kusadari kini, kalau Mas Elang masih sangat mencintai istrinya. Dan hari ini, tanpa sengaja dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri perempuan itu telah dimiliki pria lain. Sesakit itukah? Mas Sigit, kamu juga berbuat seperti itu padaku. Sakit sekali kurasakan. Sesakit ini jugakah perasaan Mas Elang? Saat harus melepas orang yang kita cintai menjadi milik orang lain?****“Jangan kamu pikirkan itu! Aku akan mengantar Bening belanja. Bantu aku masuk ke mobil!” perintah Mas Elang lagi.Aku terkejut lagi. Kenapa dia suka sekali memutuskan sesuatu tanpa bertanya dulu pendapatku? Siapa juga yang mau belanja di temani olehnya? Aku hanya bertanya di mana pasar terdekat.“Ning, cepat!” panggilnya diiringi bunyi kla
Bab 52. Bu Ajeng Melabrak Warungku“Ini saja belanjanya, Mbak?” Pria penarik becak yang dipesani Mas Elang tadi membantu mengangkatkan barang belanjaanku.“Iya, Pak! Ini saja dulu, ini juga sudah sangat banyak,” sahutku. Ya, daftar belanjaan yang sudah kurencanakan semula berubah banyak. Uang pembelian Mas Elang kugunakan juga. Aku nekat menyediakan menu makan siang juga. Tak ada salahnya aku mencoba, begitu pikirku.Kata orang rendang daging olahanku sangat enak. Kalah rasa rendang di restoran mahal sekalipun. Bahkan banyak pelanggan Bu Ajeng yang khusus datang hanya karena tak bisa melupakan menu daging rendang special di restoran itu. Rendang daging itulah yang akan menjadi menu andalanku. Kalau ternyata tidak laku, tidak apa-apa kami akan konsumsi sendiri bersama anak-anak. Toh, daging rendang tidak gampang basi.“Sudah semua, Pak?” tanyaku meneliti sekali lagi isi beca. Beras, kelapa, daging sapi, daging ayam, bumbu-bumbu, satu tumpuk sayuran, minyak goreng, sepertinya suda
Bab 53. Rupanya Pengkhianat Itu Adalah Mas Dayat“Sini kowe! Dasar penjilat! Kowe jilati bokongnya Elang, toh? Kowe jilati bokong anakku supaya kowe ditolong! Terus kau bujuk dia untuk merayu ibuku, supaya ibuku ngasih izin kowe tinggal di sini! Astaga, di mana mukamu, Ning! Ini … ni rumah ibuku! Sok-sok an kowe keluar dari restoranku, tapi kau menjilat pan t*t anaku dan ibuku, supaya kowe dapat tempat jualan di sini! Beraninya kowe mau buka usah rumah makan seperti ini, astaga! Kok yo, pede banget, kowe, Ning! Perempuan kampung! Kowe iku katak di bawah tempurung!”Aku menunduk. Kedatangan Bu Ajeng dan Kinanti ini masih sangat mengejutkan bagiku. Apalagi langsung marah-marah seperti ini. Otakku belum menemukan kalimat yang paling tepat untuk kuucap.“Kok kowe iso punya ide buka rumah makan kayak ngene, hem? Mau niru restoran milikku? Jangan mimpi, kowe! Kowe mau modal dari mana, hem? Oh, iyo, tadi Dayat juga sempat bilang kalau kowe sedang belanja dengan Elang! Kau merayu Elang
Bab 54. Perintah Bu Ajeng Balik Kerja Di RestoranAstaga! Dia pikir segampang itu, apa? Apa dia pikir aku bakal mau? Atau jangan-jangan sebenarnya dia takut kehilangan tukang masak yang bisa dia andalkan seperti aku, tapi lebih takut lagi kalau anaknya jatuh hati padaku bila aku tetap di restoran itu?Bagaimana kalau aku wujudkan kedua ketakutannya itu. Aku tidak mau balik ke restorannya sehingga dia tak punya tukang masak sepertiku, sekaligus aku ambil anaknya? Aku jahat enggak, ya?****“Karena dia suka sama aku, mungkin,” sahutku asal. Perempuan itu terkejut. Bu Ajeng melotot.“Enggak mungkin Mas Elang suka kamu! Memangnya kamu siapa? Jelek, kumal, dekil, bau, jorok! Janda lagi!”“Tapi aku enggak murahan kayak kamu! Dia capek kamu kejar-kejar terus! Mau berobat keluar negeri aja, kamu nempel. Cowok gak suka ditempelin. Dia jijik, tau enggak. Mereka akan merasa lebih tertantang kalau mereka yang nempel sama kita. Jadi perempuan itu punya harga diri! Jangan murahan!”“Kamu!” Perempu
Bab 55. Wejangan Mas ElangSejak aku memilih meninggalkan restoran Bu Ajeng, aku sudah putuskan bahwa aku tidak akan pernah mau balik lagi ke sana. Dia tak akan pernah mempunyai tukang masak sepertiku lagi. Sikapnya yang selalu merendahkan dan menuduhku yang tidak-tidak itu akan aku balas. Sudah cukup aku diam selama ini. Bila perlu aku ambil anaknya? Kepalang tanggung. Sekalian saja basah.Sudah cukup aku dihina dan disakiti selama ini. Bahkan Mas Sigit dan keluarganya pun akan aku lawan bila masih berani mengganggu hidupku. Cukup sudah. Pengalaman pahit saat menjadi istri Mas Sigit tak akan pernah terulang dalam hidupku untuk ke depannya. Akan kujadikan masa lalu itu sebagai pelajaran yang sangat berharga. Bila Allah memberiku kesempatan untuk membalas Mas Sigit dan seluruh keluarganya, maka aku akan gunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya.“Piye, Ning? Kowe setuju, tidak? Aku akan maafkan kowe. Tapi dengan satu syarat! kowe harus balik ke restoran! Kowe harus kerja l
Bab 56. Mas Elang Pamit Pergi JauhBagaimana aku akan baik-baik saja, bila aku akan kehilangan penopang yang baru saja kutemukan? Siapa yang akan membelaku. Kenapa aku merasa sangat takut dia tinggalkan? Padahal dia bukan siapa-siapaku? Kenapa aku merasa sendiri?*****“Tapi kamu berbeda, Ning,” lanjutnya setelah menghela napas panjang satu kali. Hatiku berdesir. Ternyata dia mulai membedakan aku dengan perempuan-perempuan yang selama ini sudah dia kenal sebelumnya. Semoga bedanya aku ini, mendapat tempat yang istimewa di hatinya, untuk memudahkanku membalas perbuatan ibunya. Aku tidak dendam kepada Bu Ajeng. Tapi aku harus memberinya sedikit pelajaran agar jangan kebiasaan.“Kamu kebalikan dari mereka, Ning. Sejak awal aku mengenalmu dulu, saat kamu pertama datang dari kampung, aku sudah melihat kalau kamu adalah wanita yang berbeda. Di saat perempuan lain berjuang untuk mencari laki-laki tajir, bersolek, dandan, lalu tebar-tebar pesona, kamu justru berjuang dan bekerja keras di