Kini aku berjalan sendiri di tengah keramaian mall, menikmati setiap detik kesendirianku bersama lalu lalang orang-orang. Setelah kejadian kemarin di pesta Pak Andre dan di kantor, membuatku sadar aku kini takut untuk bertemu orang.
Maka dari itu kini aku berada di sini. Mencoba berdamai dengan diri. Membiasakan untuk bertemu dengan orang-orang lagi. Aku tak tahu apa ini efektif atau tidak. Yang pasti kini aku mulai merasa terbiasa.Tanpa sengaja aku melihat sepasang suami istri yang tengah bergandengan tangan dengan mesra, memasuki salah satu toko pakaian wanita. Melihat mereka membuatku kembali mengingat Alika. Dulu sebelum Wulan datang, cukup sering aku mengajaknya untuk jalan-jalan ke mall. Membiarkannya berbelanja, menghabiskan seluruh isi dompetku.Tapi tidak, Alika tidak pernah melakukannya. Dia hanya membeli seperlunya untuk dirinya sendiri, lalu sibuk mencari untuk yang lainnya seisi rumah. Aku, Alesha, dan Ibu tentunya.Berbeda dengan AWulan pun mengatupkan tangan pada mulutnya. Mungkin ia mengingatnya, merasa bersalah, atau tak mengira aku melakukan itu padanya karena balas dendam pada Alika."Sudah ingat?""A-aku tak sengaja melakukannya waktu itu!"elaknya."Kalau begitu yang ini pun kau tak sengaja?"Kuambil kopi dingin yang kupesan, lalu menumpahkannya ke baju Wulan begitu saja. Wulan melongo tak dapat berkata-kata.Tak cukup sampai disitu, kutumpahkan lagi eskrim yang juga sengaja kupesan tadi kembali ke baju Wulan sehingga membuatnya nampak semakin kotor."Kau tak ingin Alika terlihat cantik kan? Tapi sayang, Alika tetap cantik walau banyak noda."Wulan masih saja melongo, lalu nampak risih dengan semua tumpahan yang mengenainya."Ini belum seberapa Wulan, dari semua yang kau lakukan pada Alika!"Kini Wulan menatapku dengan penuh emosi. Matanya menyiratkan kemarahan yang amat sangat. Tentu saja, karena ia kini tak lagi tamp
Setelah semua yang kulakukan beberapa hari ini, rasa rindu tiba-tiba menyeruak dalam dada pada Alika dan Alesha.Rasanya sungguh berat harus menahan rindu pada orang-orang yang tak bisa kutemui lagi.Maka demi membunuh rinduku, kuputuskan untuk pergi mengunjungi makam Alika dan berencana menemui Alesha. Berharap Bapak nanti mau memberikan izin agar aku bisa bertemu anakku.Kini aku berdiri sendiri di tengah terik matahari. Memandangi tumpukan tanah dengan batu nisan itu. Kembali mengeja namanya yang telah kuhapal diluar kepala, berulang kali. Meresapi setiap waktu bersamanya walau beda dunia."Alika, jika kau masih hidup, mau kah kamu memberi maafmu padaku atas semua yang telah kulakukan?""Aku tahu, kesalahanku tak termaafkan, membawamu kedalam neraka dunia, mengabaikanmu juga Alesha, tak peduli dengan kondisimu sama sekali. Hingga kau memilih nekat bunuh diri.""Tapi kau tahu juga 'kan, aku mencintaimu, dan akan menci
"Hai, Om! Aku Alesha Putri Gunawan." sapanya manis sambil membungkuk layaknya seorang putri. Ah ... Alesha kau membuatku jatuh hati."Hai, Alesha, kamu cantik sekali!" sapaku balik menjawabnya."Pasti dong, kan kata Kakek aku cantik, mirip dengan ibuku!" jawabnya manis. Ya, Aleshaku begitu mirip dengan Alika, bahkan mungkin nanti ketika Alesha beranjak dewasa, ia akan tumbuh percis seperti Alika."Tante ... Ales pengen main ke dalam ya! please ...!" rengeknya kemudian, pastinya tak sabar ingin bisa segera menikmati permainan."Iya, iya. Tapi ingat hati hati ya di dalam, jangan lama-lama!" ujar Hilya sembari mempersiapkan Alesha untuk masuk ke dalam arena bermain anak-anak."Maaf ya Mas, aku harus memperkenalkanmu sebagai temanku dengan nama yang berbeda. Kau tahu, Alesha begitu pintar. Ia pasti akan menceritakan pada Bapak dan Ibu tentang pertemuan denganmu. Aku tak mau Bapak dan Ibu marah karena tahu aku membiarkanmu bertemu dan bermain
Aku bergegas masuk ke dalam rumah. Mencari keberadaan Ibu diseluruh penjuru rumah ini. Memastikan lagi bahwa ia memang tak ada."Ibu ..., Ibu ...!" Kupanggil namanya dengan lantang, berharap ia akan menyahut. Namun memang nihil, Ibu tak ada di mana pun. "Pak Beno, coba hubungi Pak David lagi!" titahku Pada Pak Beno, salah satu securityku yang lain."Sudah Pak, saya dan juga pihak yayasan terus menghubunginya. Tapi memang ponselnya mati," jawabnya sungguh-sungguh Kemana perginya Ibu? Kenapa bisa bersamaan dengan hilangnya Pak David juga? Apa mereka telah merencanakan semua ini sebelumnya? Atau jangan-jangan mereka diculik atau menjadi korban pencurian?Gegas aku mencari lagi disekeliling rumah. Sekalian juga mencari tahu, apakah ada barang yang hilang atau hal yang mencurigakan. Kuminta juga bantuan Pak Beno untuk mencari setiap sudut rumah."Pak Beno, bantu aku cari di setiap sudut rumah. Halaman depan dan belakang juga jangan sampai terlewat!"Kami pun berpisah untuk mencari ke se
Tak ingin buang-buang waktu aku berangkat menaiki ojeg online menuju Rumah Pak Andre di ujung kota ini. Karena jika mengendarai mobil, bisa dipastikan aku akan terjebak macet dan kehilangan banyak waktu. Tak sampai setengah jam aku sudah sampai di rumah Pak Andre yang begitu besar. Di dalam rumah ini terdapat basement, untuk memarkirkan koleksi mobilnya, ada juga lift yang menghubungkan 4 lantai rumahnya ini dan juga kolam renang yang luas.Dulu saat aku masih bekerja padanya, aku selalu ikut berenang di rumahnya ini. Kami pun kadang berlomba mencari tahu siapa yang paling tangkas. "Galang! Senangnya aku dikunjungi olehmu lagi!" sapa Pak Andre, yang ternyata telah menungguku."Aku yang senang karena Bapak masih mau menerimaku ini di sela-sela kesibukan Pak Andre," jawabku."Alah, aku sudah pensiun dalam bisnis, Lang. Sekarang tinggal menikmati hidup saja. Aku sudah melepaskan perusahaan pada anak-ana," terangnya, sambil kami berjalan beriringan masuk kedalam rumah bak istana itu. "
Ditengah permainan catur selepas makan siang tadi, Pak Andre menerima telepon yang sepertinya cukup penting. Aku tentu tak melewatkan kesempatan ini untuk mencari di mana Ibu berada. Dengan beralasan ke kamar kecil, aku mengelilingi rumah Pak Andre, berharap bisa bertemu dengan Ibu dan juga Wulan.Ternyata cukup sulit menemukan keberadaan mereka di rumah yang sebesar ini. Sudah kutelusuri semua lorong rumah, mencari dari kamar ke kamar, tapi belum juga kudapati tanda-tanda keberadaan mereka.Hingga aku pun menyerah, memilih untuk kembali saja. Aku khawatir Pak Andre akan mencurigaiku karena pergi terlalu lama. Namun, tiba-tiba aku melihat sosok Ibu tengah berlari menjauh dari tempatku berada. Nampaknya Ibu lebih dulu mengetahui keberadaanku, lalu ia pun berusaha kabur dariku."Mau kemana, Bu?" tanyaku, seraya menarik lengannya kasar. Ibu nampak amat ketakutan, ia menggeliat, berusaha melepas cengkraman tanganku, agar tak bisa kabur lagi dariku.Kulihat Ibu tengah membawa tas yang cuku
"Pak Leo, ini kita mau kemana ya? Bukannya tadi kubilang kita ke Perumahan Azalea ya? Kenapa ini jalannya berbeda?" tanya Wulan saat ia mulai menyadari bahwa aku tak menbawa mereka ke tempat seharusnya.Tentu saja tak kugubris pertanyaannya. Tetap fokus menyetir mobil, membawa mereka ke tempat di mana seharusnya mereka berada."Pak Leo! Mau kemana kita sih? Kenapa kamu malah membawa kami menjauhi tempat yang aku perintahkan?" protes Wulan kini, terdengar mulai panik."Wulan, kita mau dibawa kemana ini sebenarnya? Kau mau membawaku menyewa sebuah rumah di komplek perumahan elit itu kan?" Ibu kini terdengar tak kalah paniknya. "Kenapa ini seperti jalan mau ke ...." Entah kenapa Ibu tak menyelsaikan ucapannya. Pastinya Ibu dan Wulan tahu jalan yang dilalui ini menuju kemana."Ah sudah Bu, jangan buat aku tambah panik ya! Please Ibu diam saja nanti tahu beres!" ucap Wulan pada Ibu lagi lebih keras kini."Pak Leo! Aku tanya sekali lagi. Kau mau membawa kita kemana?" Kini Wulan membentak d
Ibu dan wulan hanya bisa melongo melihat aksiku dan Satria begitu saja."Jadi Ibu, Wulan, tugas kalian adalah membersihkan semua kekacauan ini sekarang juga!"****"Kau, Galaaaang!" Wulan mencoba protes."Tak usah protes, aku masih baik karena membiarkan kalian mengerjakannya berdua. Sementara waktu itu kalian membiarkan Alika mengerjakan semuanya sendirian," tangkasku melihat raut keberatan keduanya "Ooh ... no ... no ... no ...! Aku sudah pernah diperlakukan seperti pembantu sendirian oleh Galang. Tapi Wulan belum pernah sama sekali. Sekarang biarkan aku istirahat dan giliran Wulan yang melakukan semuanya!" tolak Ibu lalu langsung berlalu begitu saja menuju lantai atas meninggalkan kami semua."Ibu ..., tidak bisa begitu, ayo bersihkan bersama-sama!" protes Wulan kesal."No, silahkan saja. Aku capek, lelah, bosan dengan semua pekerjaan itu!" Ibu terus berlalu meninggalkan Wulan begitu saja yang lalu dibalas cebikan oleh Wulan."Jadi, Wulan sekarang lah giliranmu untuk menyelesaikan
Dendi seorang pemuda berusia kisaran 28 tahunan baru saja terbangun dari tidurnya. Bunyi notifikasi dari ponsel tiada henti mengganggu tidur lelapnya. Sambil mengumpulkan nyawa, Dendi mencoba mencari tahu siapa gerangan yang terus saja menghubunginya itu.[Den, kau sudah lihat berita? Klienmu, Pak Galang ditemukan mati terjatuh dari lantai 4 kantornya bersama dengan temannya sendiri!]Dendi, mencoba membaca pesan dari salah satu temannya itu, berulang kali. Mencoba mencerna semua isinya. Berharap yang ia baca salah. Namun berulang kali Dendi membaca, isinya tetap sama tak berubah.Dendi sangat tak percaya akan berita yang baru saja diterimanya itu. Pasalnya kurang dari seminggu lalu Galang datang menemuinya.Dengan wajah murung, dan putus asa, hampir tengah malam Galang memaksa Dendi agar mau meluangkan waktu untuknya, kala itu. Dendi sempat menolak. Ia tak mau bekerja di luar jam kerjanya. Ia tak pernah mau pekerjaan mengganggu jam istirahatnya.Tapi Galang memaksa, ia berjanji akan
"Pak Galang, saya sudah menemukan beberapa bukti yang menguatkan penggelapan dana yang telah dilakukan oleh Pak Satria!" lapor Vera bersemangat, sesaat setelah aku kembali dari hotel.Tak bisa fokus, aku tak langsung menanggapi ucapannya."Apa sebaiknya kita bicarakan terkait ini semua nanti saja, Pak?" tanya Vera ragu-ragu. Mungkin ia menangkap perubahan mood-ku yang sangat berbeda setelah kembali dari hotel."No, no, kita selesaikan semua ini sekarang juga. Aku minta kau salin semua bukti yang kau dapatkan. Berikan salinannya padaku dan kuminta kau segera buat laporan terkait Satria ke polisi, Ve! Aku percayakan kasus ini padamu!" titahku, seraya menatap Vera penuh keyakinan bahwa dia akan menyelesaikan semua dengan baik."Sa-saya yang buat laporan, Pak? Bagaimana jika orang lain saja, jujur saya takut menghadapi Pak Satria nantinya, Pak ...." Nampaknya Vera tak percaya diri untuk meneruskannya, sayangnya ia tak punya pilihan, hanya dia yang bisa melakukannya. Maka tak ada pilihan l
Mendapati Alika yang melawan, Wulan tak tinggal diam. Ia mendatangi Alika kembali dengan nafas yang terengah-engah lalu sekonyong-konyong menjabak rambut Alika keras hingga Alika tersungkur terjatuh."Jangan pikir kau bisa melawanku, Alika. Tak akan pernah bisa!" murka Wulan. Sembari mengeraskan cengkeramannya pada rambut Alika. Alika memekik kesakitan. Ia tak tahan lagi terus diperlakukan kasar. Seketika ia mengambil alat pel lantai yang tergeletak begitu saja lalu memukulnya ke badan Wulan dengan keras.Wulan meringis kesakitan. Tak percaya Alika melawan. Langsung saja Wulan merebut alat pel di tangan Alika, lalu menghujani Alika dengan pukulan bertubi-tubi. Alika tak dapat berbuat banyak. Ia hanya meringkuk kesakitan sembari melindungi janin di dalam perutnya.Saat Wulan sedang melancarkan aksinya, tiba-tiba saja terdengar tangisan Alesha yang kencang. Alesha ketakutan melihat ibunya dipukuli, dan juga menjerit kesakitan.Ibu segera menghampiri Alesha, dan menggendongnya. Tapi bu
Author's POV2 tahun yang lalu.17 Desember 2018Seperti biasa, hari itu Alika tengah mengerjakan pekerjaan rumahnya seorang diri saat belum ada seorang pun penghuni rumah yang bangun dari tidurnya. Menyapu, mengepel, mencuci piring, mencuci baju, semua Alika kerjakan tanpa sedikit pun ada bantuan dari Wulan--madunya sendiri--atau pun Ibu mertuanya. Tiba-tiba, Rendi, adik dari madunya datang begitu saja dan mendorong Alika yang sedang mencuci piring di wastafel. Sekonyong-konyong lelaki yang seumuran dengan Alika itu memuntahkan seisi perutnya.Alika kesal bukan main melihat ulah lelaki pengangguran itu, yang bisanya hanya merepotkan di rumah ini. Setiap harinya selalu pulang pagi dan dalam keadaan mabuk seperti sekarang ini. Tak pernah ada kegiatan berarti yang ia lakukan. Kesalnya lagi, kakaknya, Wulan selalu saja menuruti adiknya yang hanya bisa minta uang padanya saja. Apalagi uang yang diberikan oleh kakaknya itu adalah uang dari Galang suami Alika yang juga suami Wulan."Kau in
Malam kini sudah semakin gelap. Suasana di bangunan gedung mangkrak ini semakin mencekam. Kudengar dari dalam gedung ada ketegangan yang teramat sangat. Nampaknya Rendi dan juga lelaki asing itu mempertahankan diri dengan cukup keras."Bajingan Rendi ...!" murka Pak Andre saat mendengar pengakuan Kaira barusan. "Awas saja akan aku habisi dia setelah ini!" pekiknya lagi, nampak sangat marah. Tangannya mengepal kuat, menahan amarah yang sudah di ubun-ubun.Bagaimana tidak, Rendi telah dengan sengaja menodai Kaira anak gadisnya. Aku saja yang bukan siapa-siapa Kaira ikut geram dibuatnya. Memang Kaira salah telah menyebarkan video itu. Tapi tak seharusnya Rendi melakukan hal sejauh ini.Sementara itu, Kulihat Kaira menangis tersedu memeluk sang Ayah. Dapat kurasakan kesedihannya, ia pasti sangat shock dan juga terpukul atas semua yang menimpa dirinya."Mari, Pak, kita harus segera pergi. Di sini terlalu berbahaya!" ajak para polisi wanita itu seiring terdengar lagi suara tembakan dari dala
"Aku siapa? Haha ... Sebaiknya kau tak usah tahu. Tapi yang pasti aku tahu siapa dirimu, Galang Ginanjar!" jawab lelaki itu angkuh. Lelaki itu kini mulai melangkah maju, mengitariku, entah untuk apa."Kau 'kan yang telah memperlakukan Wulan seenaknya, menceraikan dia lalu membuatnya terlantar? Kau juga yang membuat ia akhirnya bunuh diri seperti yang dilakukan istri pertamamu!" ucap lelaki yang entah siapa itu, dengan angkuhnya."Kau siapa? Apa hubungannya dirimu dengan semua ini?" tanyaku, kesal akan tingkah angkuhnya."Aku memang bukan siap-siapa, tapi aku pernah berjanji akan melindungi Wulan. Maka sekarang saatnyalah aku melakukannya, agar Wulan tenang di alam sana." jawabnya. Dengan tetap mengitariku. Membuatku merasa risih."Lantas, apa yang mau kalian perbuat padaku sekarang?" tanyaku lagiKemudian mereka pun saling memberikan kode yang entah apa artinya dengan matanya. Sampai tiba-tiba, lelaki itu memegangi tanganku dari belakang mengunci gerakanku.Lalu Rendi mengeluarkan ta
Terbangun saat aku merasakan haus yang teramat sangat di tenggorokan ini. Perlahan kubuka mata, merasa aneh berada di tempat yang nampak asing ini. Aku berada di mana? Kenapa aku bisa berada di tempat yang .... Tiba-tiba indra perasaku mulai aktif kini. Kepalaku berdenyut hebat dan terasa amat sakit. Saat kuangkat tangan, untuk memegangi kepala yang rasanya akan copot itu, kulihat ditanganku menempel sebuah selang dan jarum infus.Aku di rumah sakitkah? Apa yang sebenarnya telah terjadi padaku?Dengan keras kucoba mengingat semua yang terjadi hari ini. Aku datang ke pemakaman Wulan, kembali bekerja, menemukan hal mencurigakan di perusahaan, lalu .... Kaira. Ya, aku kemarin mencari Kaira dan tak menemukannya. Yang ada malahan aku diserang oleh lelaki bertopeng dengan sebilah kayu. Nampaknya aku pingsan setelahnya. Lalu, siapa yang membawaku ke rumah sakit ini?"Galang, kau sudah siuman?" Satria datang menghampiri. Wajahnya menunjukkan kekhawatiran."Kau, ini ceroboh sekali, mau jadi
Dibalik cermin aku mengobati lukaku sendiri dengan sebongkah es batu dan betadine. Ternyata pukulan Rendi keras sekali hingga meninggalkan legam yang membiru di wajah ini.Sebenarnya saat Rendi memukuli tadi, aku seperti melihat diri sendiri yang sedang marah saat mengetahui bahwa Alika mengalami KDRT oleh Wulan dan Ibu. Rasanya ingin bisa melakukan seperti yang Rendi lakukan barusan kepadaku. Namun sayang aku tak bisa memukuli wanita. Maka waktu itu aku menahannya.Kembali aku merenungi semua yang telah terjadi. Ibu dan Wulan telah memilih jalan yang sama dengan Alika. Satu persatu akhirnya mereka telah merasakan apa yang dirasakan Alika sebelumnya. Walau akhir hidup mereka yang mengenaskan itu semua tidak masuk dengan rencanaku sama sekali.Tinggal Rendi yang belum mendapat balasan apapun dariku. Aku harus melakukan sesuatu untuk membongkar semua perbuatannya dan membuatnya menyesali perbuatannya. Tapi kini Rendi juga menuduhku menjadi penyebab kematian kakaknya. Skor kami 1-1 kini.
Selepas dari rumah Pak Andre tadi, aku langsung kembali ke kantor. Tak mau berlama-lama berada pada suasana canggung di rumah itu karena Pak Andre yang mungkin merasa terluka atau tersinggung akan perilaku Wulan padanya.Kaira memintaku untuk tinggal lebih lama lagi. Katanya untuk sekedar menemani merayakan hari yang menyenangkan karena telah berhasil mengusir Wulan dari rumah.Tapi aku menolaknya. Lebih baik aku bekerja lebih keras lagi dan mengembangkan perusahaan dari pada melakukan hal yang tak berguna seperti itu. Juga lebih baik aku mencari cara lain untuk membalas perbuatan Wulan dan Rendi pada Alika yang masih belum tuntas kutunaikan."Galang, kau tahu kasus Wulan yang viral itu? Kacau, benar-benar kacau dia. Kurasa dia mendapat karma atas perbuatannya sendiri," ucap Satria, saat baru saja memasuki ruang kerjaku. "Oh ya, kudengar kau juga kemarin memukuli Rendi habis-habisan di sini?" tanya Satria lagi, makin menggangguku dengan berondongan pertanyaannya, padahal aku tengah s