Hana menggelengkan kepalanya berulang kali, sambil terus berucap ketidakpercayaannya atas kabar yang Andhika bawa.“Kamu bohong kan, Mas. Ini nggak benar. Nggak mungkin ibuku jadi orang ketiga dalam rumah tangga orang tua kamu. Aku nggak percaya ini. Ibuku nggak seperti itu. Lalu, kita bersaudara, begitu? Lalu anak yang sedang aku kandung ini, hasil dari pernikahan sedarah? Benar begitu, Mas?”Hana terus meracau dengan air mata yang berlinang di pipinya. Wajahnya seketika menjadi pucat dan tampak stres.Andhika yang melihat itu, langsung memeluk tubuh Hana dengan erat.“Han, dengar dulu kata-kataku. Kita ini bukan bersaudara. Kita orang lain yang sama sekali nggak ada hubungan keluarga. Pernikahan kita nggak masalah. Ibu kamu memang memiliki anak dari papaku. Namanya Kartika. Dia itu adik tiriku, dan juga kakak tiri kamu. Ibu kamu saat menikah dengan ayah kamu, menyandang status janda,” jelas Andhika yang membuat Hana menghentikan tangisannya.“Serius ini, Mas?”“Hu’um. Aku barusan mi
“Mutia kenapa itu?” tanya Andhika dengan wajah malas karena harus mengakhiri aksinya yang baru saja dimulai beberapa menit yang lalu.“Mana aku tahu. Aku kan di sini sama kamu dari tadi. Kamu buka saja dulu pintunya supaya tahu sebabnya. Aku mau rapikan pakaianku yang berantakan,” sahut Hana yang membuat Andhika tertawa.Andhika akhirnya beringsut dari tempat tidur dan melangkah ke arah pintu. Setelah pintu dibuka, dilihatnya Mutia yang kini tampak panik.“Ada apa, Mutia?” tanya Andhika.“Tante Widya sedang mengemasi pakaiannya ke koper, Pak Dhika,” sahut Mutia lirih.“Hah? Mengemasi pakaian? Kalau mau pindah ke apartemen kalian, besok saja,” sahut Andhika dengan tatapan ke arah pintu kamar tempat Widya berada saat ini.Mutia mengerutkan keningnya seraya berkata, “Lho, memangnya Tante Widya mau pindah? Pak Dhika sudah tahu, ya?”Andhika menghela napas panjang. Dia tak menyangka kalau persoalannya jadi rumit seperti ini. Dia baru saja akan menjawab, tiba-tiba Hana sudah muncul di sampi
Selang waktu satu jam berikutnya, polisi datang ke kantor David dan langsung membawa pria itu dengan menunjukkan terlebih dahulu surat penangkapannya.“Harap bisa bekerja sama, Tuan David,” ujar salah seorang anggota polisi yang menangkap David.Wajah David merah padam karena dia ditangkap di kantornya, di antara anak buahnya yang kini menatapnya dengan tatapan iba. Dia sama sekali tak menyangka kalau akan ditangkap di kantornya. Dia pikir, kalau akan ditangkap di apartemennya sehingga tak perlu dirinya menanggung malu di hadapan anak buahnya.‘Sial! Kenapa secepat ini? Kenapa harus di kantor mereka menangkapku?’ tanya David dalam hati.Beberapa anak buahnya saling kasak-kusuk perihal penangkapan atasan mereka.“Ini pasti gara-gara gosipnya dengan Hana. Jadi suaminya Hana murka dan melaporkan Pak David,” bisik salah seorang karyawan David.“Pastinya sih begitu. Lagiannya Pak David, kenapa suka sama istri orang? Aku sebelumnya sempat percaya kalau anak yang dikandung Hana adalah anakny
Andhika meradang mendengar ucapan David. Dia sontak menggebrak meja sambil berkata lantang di telepon. Mungkin kalau antara dirinya dan David tak terhalang kaca, Andhika sudah memukul wajah David yang tampak menyebalkan.Brak!“Brengs*k kamu, David! Ini namanya bukan berdamai. Kamu menantangku namanya. Ok, kalau ini yang kamu mau, aku ladeni. Nggak ada lagi kata damai. Silakan habiskan hari-harimu di penjara! Aku nggak akan pernah mau mencabut gugatan itu.”Setelah berkata, Andhika meletakkan gagang telepon di tempatnya semula dengan kasar. Selanjutnya dia pergi dari tempat itu dengan wajah penuh amarah.“Hai, mau ke mana? Tunggu dulu!” pekik David panik, karena Andhika pergi begitu saja dan tak menoleh lagi ke arahnya.Andhika terus melangkah ke arah parkiran mobil, di mana sopir dan mobilnya berada.“Pak, Dhika,” panggil Indra, yang membuat Andhika menghentikan langkahnya.“Ya, Pak. Ada apa?” tanya Andhika.“Apa rencana Bapak setelah ini?” ucap Indra balas bertanya.“Kita ke apartem
Andhika terkesiap mendengar kabar dari adiknya. Dia merapatkan benda pipih di tangannya ke daun telinga. Barangkali saja dia salah mendengar.“Serius kamu, Lun?”“Serius lah. Mana mungkin aku bohong soal kesehatan Mama, Kak. Sudah cepat kemari. Aku sudah telepon papa juga. Sekarang papa sedang dalam perjalanan ke rumah sakit,” jelas Aluna.“Ok. Aku akan ke sana sekarang juga. Aku tutup teleponnya.”Setelah sambungan telepon tersebut terputus, Andhika menatap pada Mutia dan Indra secara bergantian.“Mobil ini akan mengantar saya ke rumah sakit dulu. Setelah itu, gantian mengantar ke tempat kalian masing-masing. Mama saya sedang gawat kondisinya,” ucap Andhika dengan raut wajah sendu.“Saya ikut sama Pak Dhika ke rumah sakit, boleh?” sahut Indra serius.“Oh, boleh kalau memang Pak Indra nggak ada acara lagi,” sahut Andhika dengan anggukan kepalanya.“Saya nggak ada acara kok, Pak Dhika. Tadinya saya mau kembali ke Jakarta, karena urusan di sini sepertinya sudah selesai. Hanya tinggal ur
Kabar mengenai kematian Lestari sampai juga ke telinga Widya.Sore harinya Hana datang ke apartemen untuk berpamitan pada Widya, bahwa dia dan Andhika beserta keluarganya akan kembali ke Jakarta. Hana datang sendiri dengan diantar oleh sopir. Sedangkan Andhika sibuk mengurusi administrasi di rumah sakit, karena Aryo dan Aluna masih syok dengan kematian Lestari.“Aku nggak lama di sini, Bu. Aku ditunggu Mas Dhika di rumah sakit. Setelah urusan di rumah sakit selesai, kami akan kembali ke Jakarta sore ini juga. Ibu nggak mengucapkan bela sungkawa ke keluarganya Mas Dhika?” ucap Hana yang membuat Widya jadi salah tingkah.Widya menghela napas panjang. Bukannya dia tak mau mengucapkan bela sungkawa pada keluarga besan, tapi masalahnya besannya itu adalah mantan suami sirinya. Lelaki yang sangat ingin dia hindari. Apalagi kini dia merasa sangat malu pada Andhika, yang pastinya sudah mengetahui rahasia Aryo dan dirinya.“Bu, diam saja sih?” tuntut Hana.“Ibu harus bagaimana, Hana? Katanya,
Jenazah Lestari sudah dikebumikan. Para kerabat yang ikut mengantar ke tempat peristirahatan Lestari yang terakhir, kini satu persatu sudah meninggalkan tempat itu. Hanya Andhika beserta keluarga inti yang masih ada di samping pusara Lestari.“Mama, semoga Mama tenang di alam sana. Maafkan segala kesalahan Papa selama ini, ya. Kesalahan Papa sangat banyak sama Mama,” gumam Aryo dengan air mata yang masih menggenang di kelopak matanya.Gumaman Aryo sontak membuat Aluna kebingungan. Tapi, tidak halnya dengan Andhika dan Hana. Pasangan suami istri itu paham dengan yang Aryo maksud.“Kak, papa kenapa sih? Kok kayaknya sedih banget dan merasa bersalah sama mama,” bisik Aluna.“Mana aku tahu, Lun. Sudahlah, kita jangan ikut campur urusan orang tua. Sekarang orang tua kita hanya papa. Jadi kita buat papa bahagia, ok. Kita pulang sekarang, yuk! Aku akan ajak papa setelah ini. Kamu dan Hana duluan ke mobil, ya!” titah Andhika yang diangguki oleh Aluna.Sepeninggal Hana dan Aluna, Andhika mende
Mobil berhenti di depan pintu gerbang rumah Andhika. Rusli, si penjaga rumah bergegas membuka pintu gerbang tersebut.“Selamat datang, Pak Dhika,” sapa Rusli sopan ketika Andhika membuka kaca jendela mobilnya.“Rumah aman, Rus?” tanya Andhika.“Alhamdulillah aman tenteram, Pak,” sahut Rusli dengan senyuman.“Bagus kalau begitu. Oh ya, saya tinggal di rumah orang tua saya masih satu minggu lagi, ya. Tolong jaga rumah dengan baik bersama si Amir,” sahut Andhika menitah.“Siap, Pak.”Setelah itu, Andhika melajukan mobilnya menuju ke halaman rumah dan berhenti tepat di depan teras.Kedua sejoli itu lantas keluar dari mobil, dan melangkah ke dalam rumah mereka sambil bergandengan tangan.“Kejutan apa sih, Mas?” bisik Hana kepo.“Tunggu sebentar lagi, Sayang. Kejutannya ada di dalam kamar kita. Jadi kita langsung saja ke sana. Terus tadi aku kan telepon si bibi kalau akan kemari. Dia masak makanan kesukaan kamu juga,” sahut Andhika balas berbisik di telinga Hana.Hana menghentikan langkahny
Andhika dan Hana sontak menoleh ke arah sumber suara. Tampak seorang pria sebaya dengan Andhika kini tengah melangkah serta tersenyum pada Andhika.“Siapa dia, Mas?” bisik Hana.“Dia Sakti. Teman semasa SMA yang berselingkuh dengan Devy,” sahut Andhika datar.Hana hanya manggut-manggut dan memperhatikan perubahan ekspresi sang suami.Rahang Andhika mengeras. Tampak jelas kalau kini dia sedang menahan emosinya. Terbayang masa lalu Sakti bersama dengan Devy yang mengkhianatinya.“Dhika, apa kabar?” sapa sakti ketika dirinya sudah berada di hadapan Andhika.“Kabarku baik, alhamdulillah,” sahut Andhika datar.Sakti yang paham dengan sikap Andhika yang dingin padanya, kini tersenyum canggung.“Aku tahu kamu mau makan malam ke restoran itu. Tapi, bisakah kita bicara sebentar saja. Aku mau...minta maaf padamu,” ucap Sakti agak grogi.Andhika menghela napas panjang. Dia tersenyum samar kala mendengar permintaan maaf yang baru saja Sakti ucapkan. Baru sekarang pria itu minta maaf. Ke mana saja
Aryo lalu mendekati Widya seraya berkata, “Aku akan mencarinya. Aku akan lapor ke polisi. Kamu tenang saja, ya.”“Aku ikut ke kantor polisi, karena aku yang mendapat kabar dari sekolah kalau Tika dijemput oleh seseorang yang mengaku masih keluarga,” sahut Widya setelah dapat menghentikan isak tangisnya. Dia lalu melirik ke arah Wiryo.Aryo yang paham akan lirikan Widya, menoleh pada mertuanya. Dia menatap Wiryo seraya berkata, “Apa Ayah yang menyuruh seseorang untuk menjemput anak kami di sekolahnya?”Wiryo terkekeh mendengar ucapan Aryo. “Buat apa aku melakukan hal itu? Urusanku adalah mengamankan aset perusahaan milik anakku, yang otomatis adalah milik kedua cucuku. Selain itu juga, kamu adalah suami anakku. Jadi aku berusaha untuk mengembalikan posisi kamu seperti semula, sebagai suami Lestari satu-satunya. Jadi setelah kamu menceraikan perempuan ini, dan menyuruhnya pergi dari sini, maka selesai sudah urusanku. Masalah anak kalian, aku sama sekali nggak tahu menahu.”Jawaban Wiryo
Wajah Aryo pun semakin pucat pasi mendengar ancaman dari ayah mertuanya. Dia lalu beranjak dari sofa dan bersimpuh di kaki sang mertua.“Ayah, maafkan aku. Maafkan atas kekhilafanku ini. Aku berjanji akan mengakhiri semua, asalkan jangan usik kehidupan adikku. Aku mohon Ayah,” ucap Aryo memelas.Wiryo tersenyum mendengar permohonan menantunya itu. Dia lalu berdiri karena tak sudi kakinya disentuh oleh pria macam Aryo, yang jelas telah membuatnya kecewa.“Apa kamu pikir aku akan percaya dengan perkataanmu ini, Aryo? Aku bukan orang bodoh yang bisa kamu bohongi untuk kedua kalinya. Kamu mau mengakhiri ini semua, maksudnya mau kamu ceraikan istri simpananmu itu? Apa bisa kamu menceraikannya? Sementara kamu tergila-gila sama dia, iya kan. Kalau kamu nggak tergila-gila, tentu nggak mungkin kamu selingkuh sampai menikahi perempuan itu. Semua yang kamu lakukan itu sudah terlalu jauh, Aryo, dan jujur aku sangat kecewa dan menyesal telah berbaik hati padamu dulu. Jadi salah satunya cara agar k
Sementara itu, Aryo yang tengah berada di apartemen tampak tak tenang. Semenjak kepergiannya dari rumah meninggalkan Lestari yang marah, dan Andhika yang menangis dengan kening yang berdarah, membuat rasa bersalah menyelimuti hati Aryo. Tiba-tiba rasa penyesalan hinggap di hatinya, karena dia tak menuruti permintaan anak sulungnya, anak kesayangannya.‘Dhika maafkan Papa ya, Nak,’ ucap Aryo dalam hati.Aryo memejamkan matanya dan menjambak rambutnya karena kesal pada dirinya sendiri. Ingin dia berteriak sekedar meringankan sesak di hati. Namun, dia tak ingin Widya mengetahui masalahnya.Widya yang baru saja meninabobokan Kartika, tercenung melihat Aryo yang tampak gusar di ruang tengah. Wanita itu melangkah menghampiri sang suami.“Ada apa, Mas?” tanya Widya dengan perlahan.Aryo membuka kelopak mata dan menggelengkan kepalanya. “Nggak ada apa-apa kok, Wid. Aku hanya pusing saja. Aku mau tidur saja sekarang. Mungkin dengan tidur, sakit kepalaku akan hilang.”Tak menunggu jawaban dari
Aryo sedikit tersentak mendengar pengakuan Widya. Namun, tak lama dia pun tersenyum karena sadar apa yang mereka lakukan selama ini akan membuahkan hasil.“Aku akan menikahi kamu. Tapi, aku nggak bisa menikahi kamu secara resmi.”“Lho, kenapa?” tanya Widya bingung. “Kamu ini ngakunya bujangan, Mas. Masak menikahi aku nggak menikah resmi sih? Atau...kamu sudah punya keluarga?”Aryo tampak sedikit gugup. Dia melihat wajah Widya yang menatapnya dengan penuh selidik.“Bu-bukan begitu, Widya. Tapi, aku ada ikatan dinas di kantorku yang melarang karyawannya untuk menikah dulu selama lima tahun. Nanti kalau ikatan dinas itu sudah selesai, aku akan meresmikan pernikahan kita. Jadi nanti kita menikah di Bogor saja, ya. Kalau di Jakarta nanti ada teman-temanku yang tahu. Bisa bahaya untuk karirku,” sahut Aryo berbohong. Tentu saja dia tak mau menikah di Jakarta, karena Lestari atau keluarga yang lainnya yang juga tinggal di Jakarta akan tahu. Aryo tak ingin itu terjadi.“Oh, ya sudah kalau begi
Aryo menghela napas panjang dan geleng-geleng kepala.“Aku nggak akan macam-macam, apalagi selingkuh, Tari,” ucap Aryo serius.“Aku hanya jaga-jaga saja, Mas. Aku lakukan ini demi anak kita. Kalau nanti kamu macam-macam, aku bisa mengambil tindakan tegas. Lalu aku pastikan kalau masa depan anakku juga aman. Aku berkata begini bukan sombong, tapi aku hanya mengambil tindakan yang tepat untuk anakku kelak,” sahut Lestari yang juga serius.Akhirnya pasangan suami istri itu berhasil mendirikan CV Barata yang bergerak di bidang kontraktor kecil-kecilan. Lestari sendiri yang menangani dibantu oleh empat orang karyawan. Sedangkan Aryo masih tetap bekerja sambil mencari klien untuk CV Barata. Bahkan Aryo pun mulai berani ikut tender proyek pendirian sekolah swasta. Proyek itu pun sukses. Dari situlah lambat laun CV Barata mulai dikenal orang. Hingga dua tahun pendirian badan usaha itu yang semula bernama CV Barata, kini berubah menjadi PT. Barata.Usaha mereka pun semakin maju pesat. Omsetnya
Beberapa minggu kemudian, hubungan Aryo dan Lestari semakin akrab. Hal itu diketahui oleh orang tua mereka. Sehingga Wiryo dan Dirjo sepakat untuk segera melangsungkan pernikahan mereka.Aryo dan Lestari hanya menuruti keinginan orang tua mereka. Meskipun belum ada perasaan cinta di hati keduanya, namun kedua insan itu telah berkomitmen untuk saling menyayangi dan menghargai satu sama lain. Mereka juga sepakat akan membina rumah tangga dengan baik, sehingga bisa menjadikan rumah tangga mereka rukun dan tenteram.Lima bulan pasca pernikahan, Lestari telah lulus kuliah dengan predikat terbaik. Selain itu, dia juga telah mengandung anak Aryo. Hal itu tentu saja membuat pasangan suami istri sangat bahagia karena mendapat hadiah yang terindah dari Yang Maha Kuasa.“Alhamdulillah, di saat aku telah lulus kuliah, aku hamil,” ucap Lestari suatu malam ketika dia dan Aryo sudah berada di peraduan.“Iya, Tari. Aku sangat bahagia sekali. Kamu jaga ya kandungan kamu ini. Biar bayi kita tumbuh deng
Aryo hanya diam. Dia bingung dengan jawaban yang harus dia berikan pada kedua orang tuanya. Dia ingin menolak, tapi tak mau mengecewakan orang tuanya. Kalau dia menerima, itu bertentangan dengan hati nuraninya.“Nak, cinta itu bisa tumbuh setelah tinggal bersama nanti setelah kalian menikah. Dulu Bapak dan Ibu juga menikah tanpa adanya cinta. Tapi, pernikahan kami langgeng sampai sekarang,” ucap Narti-sang ibu, seolah tahu dilema yang Aryo rasakan saat ini.Aryo hanya menghela napas panjang. “Lalu bagaimana dengan Lestari sendiri? Apa dia bersedia punya suami kere seperti aku ini. Aku nggak bisa menjanjikan apa-apa untuk dia. Ya...hanya gajiku saja sebagai staf keuangan di perusahaan swasta, yang bisa aku berikan untuknya. Tentunya nggak seratus persen, karena aku juga ingin memberi uang untuk kalian. Aku ingin membantu perekonomian orang tua.”Dirjo dan Narti tersenyum mendengar penuturan anak sulung mereka.“Terima kasih kamu sudah punya niat baik untuk kami, Nak. Bapak yakin kalau
Semenjak Aluna menikah dan tinggal bersama dengan sang suami, Aryo tinggal sendiri di rumahnya. Pria itu hanya ditemani oleh asisten rumah tangga, sopir dan penjaga rumahnya. Membuat Aryo merasa kesepian. Kadang kala dia menginap di rumah Andhika. Dia ingin menginap di rumah Aluna maupun Kartika, tapi dirinya merasa sungkan. Aryo lebih nyaman menginap di rumah anak laki-lakinya. Hal itu membuat Aluna maupun Kartika secara bergantian mengunjungi ayah mereka.Seperti hari ini, Kartika datang berkunjung setelah pulang dari bekerja di rumah sakit.“Kenapa kamu masih bekerja, Tika? Apa uang suami kamu nggak cukup untuk biaya hidup kamu?” tanya Aryo ketika mereka sedang berbincang di taman belakang sambil minum teh di sore hari.“Mas Rafli memang sudah berulang kali menyuruhku berhenti bekerja, Pa. Tapi aku keberatan, karena aku masih menikmati pekerjaanku merawat orang-orang di rumah sakit,” sahut Tika kalem.“Kalau begitu, jadilah perawat Papa. Apa kamu masih keberatan juga kalau harus me