"White snakeroot menjadi tanaman beracun yang bertanggung jawab atas kematian ibu Abraham Lincoln, Nancy Hanks. Dan kau akan menjadi salah satu korban yang mati karena tanaman beracun ini," ujar Julian sambil tersenyum sinis.Evan mencengkeram kuat pergelangan tangan Julian sedangkan tangan lainnya mencekik leher musuhnya, tangannya mendorong kuat pergelangan tangan Julian hingga ujung pisau beracun tercabut dari perut sixpacknya."Dan kau akan menjadi korban ketiga yang akan mati menyusulku dan Nancy Hanks," balas Evan sambil mendorong dada Julian hingga membentur badan mobil.Evan tersenyum sinis seraya menatap setengah bagian pisau yang masih berlumur racun, dengan semua tenaga yang dimilikinya ia menggerakkan pisau dan mengarahkannya ke dada musuh bebuyutannya. Evan berhasil menikamkan pisau beracun ke dada Julian sehingga tak hanya ia saja yang terkena racun tapi juga musuhnya karena pada prinsipnya ia tidak ingin mati sendirian makanya ia ingin mengajak Julian mati bersamanya."
"KAU TIDAK AKAN BISA MENGANCAMKU DENGAN MENGGUNAKAN IRIS, YOU FUCKER!!" Teriak Julian kemudian terbatuk-batuk lalu muntah darah."Tentu saja aku bisa melakukannya karena itulah gunanya Evan menawan Iris," jawab Peter. "Kenapa diam saja?! Apa kau benar-benar tidak perduli dengan nyawa Iris dan garis keturunan keluarga Marchetti?!" Ujarnya emosi kepada Julian.Netra Julian menatap tajam ke arah Iris yang juga tengah menatapnya, dengan tangan gemetaran ia mengeluarkan sebuah botol kecil dari dalam saku celananya."Akhirnya kau bisa mengambil keputusan yang sangat tepat," ucap Peter.Julian tersenyum sinis lalu berkata. "Jangan sombong dulu, Peter!! Aku melakukan ini semua demi garis keturunan keluarga Marchetti," tegasnya.Jleb!! Jantung Iris bagai ditusuk-tusuk ribuan pisau, terasa sangat sakit tapi tidak berdarah dan hatinya seketika hancur setelah mendengar jawaban kakaknya."Jadi ... garis keturunan keluarga Marchetti lebih penting daripada nyawaku? Seandainya kak Richard masih hidup
Pukul 00.15 tengah malam, pintu kamar perawatan Evan terbuka perlahan dan seseorang masuk ke dalam lalu berjalan mendekati ranjang Evan dengan kaki yang agak berjingkat agar tidak menimbulkan suara berisik.Siluet bayangan wajah cantik Iris yang diterpa sinar rembulan terpantul di dinding saat ia sedang berdiri di samping ranjang menatap wajah tampan yang masih terbaring tak berdaya, perempuan itu perlahan duduk di kursi lalu terdiam sambil menatap Evan selama lebih dari 45 menit."Kau tidak bangun juga? Sebenarnya aku ingin kau tidak pernah bangun lagi tapi ... kalau kau tidak bangun lalu apa yang akan aku lakukan seorang diri di rumahmu? Aku sudah tidak punya siapa-siapa lagi," ucap Iris kepada Evan sambil menunjukkan ekspresi wajah sedih.Iris mengusap air matanya yang baru saja terjatuh di pelupuk matanya dengan menggunakan punggung jari-jarinya, ia meletakkan kepalanya di atas ranjang tepat di samping lengan kekar Evan dan tangisnya mulai pecah."Aku lelah, seandainya kita bisa b
"FUCK YOU, BITCH!! Kau selalu saja membuat masalah dengan menyakiti wanitaku," maku Evan sambil melompat turun dari ranjang. "Akkkhh, shit!!" Pekiknya kesakitan.Evan sontak terjatuh bersimpuh di lantai sambil memegangi perutnya yang terasa sakit akibat luka tikaman Julian, kondisinya masih sangat lemah bahkan menapak lantai pun kakinya tidak mampu. Tangannya meraih pinggiran besi ranjang yang ia gunakan untuk berpegangan dan dengan sedikit tenaga yang ia miliki, Evan berusaha bangkit saat melihat Iris sedang dianiaya oleh Stella."Sudah berulang kali aku katakan kepadamu untuk tidak menyentuh Evan dan kau semakin lancang dengan memeluk priaku!! Dasar pelacur sialan," ujar Stella yang semakin membabi buta menganiaya Iris."Akkkh!! Lepaskan rambutku, jangan pukul lagi ... sakit!!" Pekik Iris kesakitan sembari memegangi tangan Stella yang sedang menjambak rambutnya.Peter berjalan cepat mendekati Stella akan tetapi ia langsung dihadang oleh lelaki yang merupakan bodyguard Stella, ia me
"Dari dulu kau tidak pernah berubah, Evan. Kelemahanmu selalu saja sama yakni wanita bahkan kau melupakan luka di perutmu yang saat ini sedang berdarah," ucap Fabrisio sambil tersenyum meledek kondisi Evan.Evan menatap nyalang mata Fabrisio tanpa mau mengalihkan pandangannya sedikitpun meskipun ia sudah tahu kalau jahitan di perutnya yang belum kering telah terbuka karena terlalu banyak bergerak, akan tetapi sekarang ini lukanya tidak terlalu penting karena saat ini ada Fabrisio yang harus ia hadapi terlebih dahulu."Dan adikmu sudah berada dalam genggaman tanganku, kalau kau tidak pergi dalam 10 detik maka akan kuhancurkan adikmu dan aku juga akan menghancurkan semua bisnismu," ancam Evan sambil menunjuk mantan partner bisnisnya dengan jari telunjuknya.Fabrisio tersenyum sinis lalu berkata. "Hanya ini saja yang bisa kau lakukan? Menggunakan wanita sebagai senjata untuk mengancamku seperti yang kau lakukan kepada Julian dengan menjadikan adiknya sebagai pelacurmu," tunjuknya ke arah
"CEPAT MASUK!!"Petugas polisi mendorong kasar Evan dan Fabrisio ke dalam sel tahanan yang berbeda tapi bersebelahan untuk menghindari pertengkaran dua pimpinan mafia, dan itu adalah sebuah kesalahan sangat fatal yang dilakukan oleh petugas kepolisian mengingat nama besar keluarga Luciano yang sangat berpengaruh baik di Amerika Serikat, Italia maupun negara di belahan bumi manapun."LEPASKAN AKU, BODOH!! AKU TIDAK AKAN BERDIAM DIRI DAN AKAN MEMBALAS SEMUA PERLAKUAN BURUK KALIAN SEMUA," teriak Fabrisio sambil terus memberontak dan berteriak hingga urat-urat di lehernya menyembul dari kulitnya.Evan berjalan ke sudut ruangan lalu duduk di lantai dingin tanpa menggunakan alas karena kondisi tubuhnya yang masih belum pulih benar makanya ia lebih memilih untuk mengistirahatkan tubuhnya. Hal berbeda dipilih oleh Fabrisio yang terus mengamuk bahkan menendangi jeruji besi sambil terus mengeluarkan kata-kata umpatan yang pastinya hanya dianggap sebagai angin lalu saja oleh petugas polisi."Ber
"Aku tahu kau baru saja keguguran dan belum boleh berhubungan intim sampai beberapa minggu, aku tidak bodoh seperti yang kau pikirkan, Iris?!" Ketus Evan sembari menatap tajam wajah Iris.Iris kembali melilitkan handuk ke tubuhnya tapi tiba-tiba saja handuknya dirampas oleh Evan lalu dibuang ke lantai, ekspresi wajahnya menunjukkan keterkejutan sekaligus rasa takut jika Evan menuntut lebih kepadanya."E ... Evan!!" Ujar Iris sembari menyilangkan kedua tangannya di dada untuk menutupi payudara indahnya.Evan menarik tangan Iris kasar hingga wanita cantik itu terjatuh tepat di dada kokoh. "Aku hanya ingin bercumbu bukan meminta untuk berhubungan intim, jadi kau tidak perlu khawatir," ucapnya sembari menatap mata sebiru batu safir yang membius kesadarannya."Tapi aku lelah dan ingin tidur, bisakah kau memberiku waktu untuk beristirahat?" Ucap Iris dengan ekspresi mengiba."Kau boleh beristirahat setelah aku puas bercumbu denganmu," jawab Evan tegas.Tatapan mata Evan tertuju ke mata lalu
"Hey, hentikan!! Iris, stop!!" Evan mencengkeram kedua lengan langsing untuk menghentikan kegilaan Iris yang mengalami depresi semenjak diculik dan menjadi tawanan Evan."Tapi hanya ini cara untuk mengakhiri semuanya," ucap Iris."Tidak dengan cara bunuh diri, Iris!!" Sahut Evan cepat sambil mendengkus kesal. "Akan kugunakan semua kekuatan serta kekuasaanku untuk melindungimu, percayalah kepadaku. Aku tidak akan membiarkanmu terluka lagi," lanjutnya."Bagaimana mungkin kau bisa melindungiku dari orang-orang yang ingin melukai aku sedangkan kau adalah salah satu orang yang membuatku seperti ini," ucap Iris sambil terisak.Evan kembali menarik Iris ke dalam pelukannya dan memeluknya erat sambil menciumi kening wanitanya. "Demi kau ... aku akan berusaha mengendalikan gairah serta amarahku agar tidak lagi menyakitimu," ucapnya.Iris mengusap air matanya sambil mendongakkan kepalanya agar bisa menatap wajah Evan. "Tapi kau tidak pernah bisa menepati ucapanmu," sanggahnya."Aku akan berusah